Anda di halaman 1dari 3

Perlunya Terobosan Pencairan Dana Bantuan Sosial

Oleh Tri Achya Ngasuko, pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI*
Dunia penerbangan sipil domestik kembali diguncang berita duka. Pesawat Trigana Air jenis ATR 42
dengan nomor penerbangan IL 267 hilang kontak dengan pengawas bandara pada tanggal 16 Agustus
2015. Berdasarkan info terkini, pesawat tersebut ditemukan terbakar setelah menabrak gunung di
Kabubaten Oksibil, Papua. Terlepas dari penyebab kecelakaan tersebut, tersiar kabar bahwa di dalam
pesawat naas tersebut terdapat empat pegawai PT Pos Indonesia yang membawa uang bantuan sosial
untuk Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) sebesar 6,5 miliar rupiah.
PSKS merupakan program unggulan dari Presiden Joko Widodo melalui 4 kartu utama, yaitu Kartu
Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Simpanan Keluarga
Sejahtera yang bertujuan untuk membangun keluarga produktif. Program ini diberikan kepada 15,5 juta
keluarga kurang mampu dimana keluarga tersebut merupakan 25% penduduk dengan status sosial
ekonomi terendah di Indonesia. Data penerima program tersebut berasal dari Basis Data Terpadu (BDT)
yang dikelola dan diperbaharui secara terus menerus oleh Tim Nasional Percepatan Penganggulangan
Kemiskinan (TNP2K).
Presiden Jokowi pun ingin agar para penerima program ini menerima dana tersebut secara non-tunai
melalui rekening. Hal ini dilakukan agar penerima mudah diidentifikasi dan pola penggunaan dana
tersebut diketahui serta dipastikan penerima adalah orang yang dimaksud, bukan orang lain. Tujuan
mulia ini dibagi menjadi 2 yaitu sebanyak 1 juta penerima akan mendapatkan dana melalui Layanan
Keuangan Digital dari Bank Mandiri melalui rekening bank atas nama penerima dana PSKS, dimana
pilot project-nya dilakukan di 19 Kabupaten/Kota di Indonesia. Sedangkan terhadap 14,5 juta penerima
akan mendapatkan dana tersebut melalui rekening simpanan giro pos. Dipilihnya PT Pos Indonesia
karena PT Pos Indonesia merupakan BUMN yang jaringan terluas dan mempunyai kantor cabang
hampir di tiap kecamatan di seluruh Indonesia. Data dari PT Pos Indonesia menunjukkan bahwa
terdapat 4.076 kantor pos online, 13.355 agen online dan 19.502 pegawai.
Selain itu, PT Pos Indonesia juga mempunyai divisi jasa keuangan disamping jasa logistik dan jasa
pengiriman pos sebagai divisi utama. Secara bertahap, pemerintah mentargetkan 14,5 juta keluarga
tersebut mendapatkan penyaluran dana PSKS melalui Layanan Keuangan Digital. Diharapkan
akuntabilitas penyaluran bantuan sosial tersebut lebih terjaga dan tujuan untuk membangun keluarga
produktif bisa tercapai serta ada sebagian uang yang disimpan dalam rekening penerima untuk
digunakan sebagai kegiatan produktif lainnya dan bukan dihabiskan untuk kegiatan konsumsi.
PSKS merupakan perwujudan fungsi perlindungan sosial yang merupakan salah satu dari 11 fungsi
anggaran dalam APBN-P 2015. Hal ini dilakukan pemerintah dalam upaya penurunan angka kemiskinan
menjadi 10,3% di tahun 2015 dari 10,96% di tahun 2014 dari total penduduk Indonesia atau 27,7 juta
jiwa (Data BPS, November 2014). Fungsi perlindungan sosial sendiri terbagi menjadi beberapa program
yang tersebar di berbagai kementerian dalam bentuk bantuan sosial seperti BOS, PKH, dan PNPM
Mandiri yang telah selesai masanya pada tahun 2014. Fungsi perlindungan sosial pada APBN-P 2015
ini mempunyai pagu senilai 22,6 triliun rupiah atau sekitar 1,7% dari total belanja pemerintah pusat.

Terlepas dari dana PSKS sebesar 6,5 Miliar Rupiah yang dibawa oleh pegawai PT Pos Indonesia dalam
kecelakaan pesawat Trigana Air tersebut sudah diasuransikan, terdapat persoalan tentang apakah ada
media penyaluran dana bantuan sosial lain yang lebih aman, cepat, dan relatif minim risiko.
Teknologi Telekomunikasi sebagai Salah Satu Media Penyaluran Dana
Tata cara pencairan dana bantuan sosial diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/Lembaga. Dalam peraturan
tersebut dijelaskan bahwa penyaluran dana hanya bisa dilakukan oleh dua institusi yaitu Pos dan Bank.
Besarnya Pencairan dana PSKS melalui PT Pos Indonesia dan Bank Mandiri sampai dengan awal Juli
sebagaimana dilansir dari situs TNP2K adalah sebagai berikut.

Sumber: TNP2K, 2015

Mengingat besarnya dana yang harus disalurkan oleh PT Pos Indonesia mencapai hampir 9 triliun
rupiah dan rata-rata penerima dana PSKS tersebar di seluruh propinsi di Indonesia serta sebagian
berada di daerah terpencil, maka perlu adanya terobosan untuk mempercepat pencairan dana tersebut
melalui perusahaan telekomunikasi. Hal ini bisa dijadikan bahan pertimbangan karena meskipun kantor
cabang PT Pos Indonesia ada di tiap kecamatan tetapi pembayaran dana PSKS dibayarkan melalui
Kantor Cabang PT Pos Indonesia di Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan waktu pencairannya.
Meskipun pencairan dana PSKS melalui perusahaan telekomunikasi tidak diperkenankan dalam PMK
No. 81/PMK.05/2015, ternyata penyaluran dana bantuan sosial melalui telepon seluler telah dipraktikkan
oleh beberapa negara berkembang di Afrika yang mempunyai permasalahan serupa.
Pertumbuhan pesat dalam kepemilikan dan cakupan sinyal telepon seluler telah membuka cara untuk
dipertimbangkan sebagai mekanisme pengiriman uang. Contoh yang paling fenomenal tentang
penggunaan transfer uang melalui telepon seluler adalah M-PESA di Kenya. M-PESA merupakan
layanan telepon selular yang beroperasi sejak tahun 2007 yang memfasilitasi transfer, tabungan,
penarikan uang, serta pembayaran barang dan jasa. Penggunaan M-PESA secara masif oleh warga
Kenya mendorong penyaluran program bantuan sosial The Kerio Valley Cash Transfer (KVCT) project.
Kerio Valley adalah daerah terpencil di Kenya yang mengalami kekerasan pasca-pemilu dan
penduduknya banyak kehilangan ternak sehingga mengancam mata pencahariannya.
Bantuan tunai yang disalurkan melalui M-PESA dianggap lebih efektif daripada memberikan bantuan
pangan. Bukti ini telah memperkuat argumen yang mendukung telepon seluler sebagai mekanisme
pengiriman uang elektronik untuk menggantikan transfer uang secara tunai. Begitupun di masyarakat
Indonesia dimana telepon selular sudah bukan merupakan barang mewah dan menjadi barang yang

tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Selama periode 2009 hingga 2013, jumlah pelanggan
telepon selular terus mengalami pertumbuhan rata-rata 22,84% per tahun (Data Kementerian
Komunikasi dan Informatika dalam BPS, 2013). Bahkan, di tahun 2013 pengguna telepon sudah
mencapai 313,22 juta pengguna melebihi jumlah penduduk Indonesia sebanyak 249 juta penduduk.
Cara ini seharusnya bisa digunakan untuk melengkapi mekanisme penyaluran dana melalui bank dan
PT. Pos Indonesia. Perbankan sendiri sebenarnya juga mempunyai program terobosan transfer dana
yaitu melalui agen bank yang diatur oleh dua institusi, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan. Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.16/8/PBI/2014 tentang uang
elektonik pada bulan April 2014 dan diikuti oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.19/POJK.03/2014
tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) pada bulan
November 2014. Dua peraturan di atas merupakan langkah awal untuk mengembangkan layanan
perbankan tanpa kantor atau sering disebut branchless banking. Meskipun ruang lingkup keduanya
berbeda, dimana BI mengatur branchless banking terkait uang elektronik sedangkan OJK mengatur
layanan perbankan dasar (seperti menerima simpanan dan menyalurkan kredit), namun kedua institusi
ini sama-sama mengatur keterlibatan agen-agen perbankan dalam pengembangan branchless banking.
Keberadaan agen yang diharapkan menjangkau daerah terpencil ini seharusnya juga bisa dimanfaatkan
sebagai media untuk penyaluran dana bantuan sosial dari pemerintah.
Bantuan Sosial dan Keuangan Inklusif
Hal terpenting dalam memperlancar penyaluran dana bantuan sosial seperti PSKS adalah pemutakhiran
data penerima PSKS. Dana ini nantinya akan diserahkan kepada para pihak yang berkepentingan
sebagai otentifikasi penerima dana bantuan sosial. Selain itu, secara paralel hendaknya perlu dilakukan
revisi atas PMK Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada K/L yang di dalamnya
memfasilitasi mekanisme pencairan dana tersebut melalui perusahan telekomunikasi. Langkah ini
merupakan upaya nyata yang bisa diambil oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan akuntabilitas
penerima dana bantuan sosial. Mekanisme pemberian dana bantuan sosial secara elektronik akan
memberikan data historis yang akurat serta mempermudah monitoring penggunaan dana serta perilaku
penerima dana bantuan sosial. Perilaku yang dimaksud disini adalah apakah penerima dana bantuan
sosial tersebut menyisakan sebagian dananya untuk kegiatan yang lebih produktif lainnya. Kebiasaan
tersebut tidak menutup kemungkinan sebagai bahan pertimbangan bahwa penerima dana tersebut
memenuhi syarat untuk menerima program produktif lainnya diluar PSKS.
Berdasarkan laporan dari Global Findex 2014 yang dirilis pada bulan April 2015, tingkat inklusifitas
keuangan penduduk dewasa kita ada di tingkat 36%, meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar
20%. Tanpa sadar, dengan melakukan program penyaluran bantuan sosial melalui rekening bank atau
rekening telepon seluler maka Pemerintah sudah melakukan langkah nyata peningkatan inklusifitas
keuangan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan
tingkat inklusifitas keuangan Indonesia menjadi sebesar 50% di tahun 2019.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja

Anda mungkin juga menyukai