Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Menurut sistematika tananaman, bawang merah termasuk dalam
Kingdom

Plantae,

Divisio

Spermatophyta,

Subdivisio

Angiospermae,

Kelas Monocotyledonae, Ordo Liliaceae, Family Liliales, Genus Allium,


Species Allium ascalonicum L. (Steenis, 2003).
Bawang merah memiliki batang semu atau disebut discus yang
bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan
mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang
tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah
akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis
kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau
anakan terutama pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip pipa,
berlubang, memiliki panjang 15-40 m, dan meruncing pada bagian ujung. Daun
berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi
setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung
tanaman (Suparman, 2010).
Pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang
tidak sempurna. Bagian bawah cakram menjadi tempat tumbuhnya akar-akar
serabut pendek, sedangkan bagian atas di antara lapisan kelopak daun yang
membengkak, terdapat mata tunas sebagai calon tanaman baru. Pada bagian
tengah cakram terdapat mata tunas utama yang memunculkan bunga. Tunas yang
memunculkan bunga ini disebut tunas apikal, sedangkan tunas lain yang berada di

antara lapisan kelopak daun dan dapat tumbuh menjadi tanaman baru disebut
tunas lateral. Setiap umbi bawang dapat dijumpai banyak tunas lateral, yaitu
mencapai 3-20 tunas (Brewster, 2008).

Gambar 1. Penampang melintang horizontal dan vertikal umbi bawang merah


(Sumber: Sinclair, 1988).
Jumlah anakan pada pertanaman yang berasal dari biji pada generasi awal
rata-rata belum mampu membentuk anakan. Walaupun ada paling banyak satu
anakan sedangkan pada bawang merah yang sudah berasal dari umbi normal ratarata mampu membentuk anakan lebih dari 5 anakan. Kemampuan jumlah anakan
akan menentukan kemampuan dalam tabulasi akhir yang dicapai pada suatu
varietas (Sartono, 2006).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan.
Setiap tandan mengandung sekitar 50-200 kuntum bunga yang tersusun
melingkar. Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang setiap bunga
terdapat benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan
sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan, serta
bakal

buah

duduk

di

atas

(Tim Bina Karya Tani, 2008).

membentuk

suatu

bangun

seperti

kubah

Gambar 2. Bunga Bawang Merah


Sumber : Foto Langsung
Syarat Tumbuh
Iklim
Budidaya bawang merah pada daerah-daerah beriklim kering dengan curah
hujan 100 200 mm/bulan serta suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran
matahari yang penuh lebih dari 12 jam akan dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman yang optimal. Secara umum tanaman ini lebih cocok diusahakan secara
agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan atau
pada saat musim kemarau dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk
keperluan tanaman (Deptan, 2005).
Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman ini memerlukan kondisi
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Inisiasi
pembungaan terjadi pada suhu rendah 9-120 C sedangkan pembuahan dan
pembijiannya diperlukan suhu yang lebih tinggi yaitu 350 C serta curah hujan
sekitar 100-200 mm/ bulan (Fahrianty, 2012).
Tanah
Tanaman ini memerlukan struktur tanah remah, tekstur sedang sampai liat,
drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup yaitu >2,5 %, dan
reaksi tanah agak masam sampai normal (6,0-6,8). pH tanah 5,5 7,0 masih dapat

digunakan untuk penanaman bawang merah. Jenis tanah yang cocok untuk
budidayanya adalah tanah Alluvial, Latosol atau Andosol ber-pH antara 5,15 7,0
(Deptan, 2005).
Bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi
(1 -1000 m dpl). Namun pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada
ketinggian 0 400 m dpl. Walaupun demikian tanaman ini masih dapat tumbuh
dan berumbi di ketinggian 800 900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan
berwarna kurang mengkilat. Selain itu umurnya lebih panjang dibanding umur
tanaman di dataran rendah karena suhunya di

dataran tinggi lebih rendah

(Deptan, 2005),
Tanaman ini dapat ditanam di tanah datar hingga berbukit dan pada tanah
datar harus dibuatkan saluran drainase dan di daerah berbukit sebaiknya dibuatkan
teras. Lahan untuk tanaman bawang merah sebaiknya bukan bekas bawang merah,
tetapi telah dirotasi dengan tanaman lain, seperti bekas padi atau tanaman lain.
Tujuannya supaya rantai siklus hama penyakit yang ada di tanah terputus
(Suryani, 2012).
Pembungaan, Pembuahan dan Pembentukan Biji Bawang Merah
Induksi bunga merupakan suatu peristiwa penting dalam proses
pembungaan yang menandai terjadinya perubahan pola pertumbuhan dan
perkembangan dari fase vegetatif menuju fase generatif (produktif). Pada fase ini
terjadi perubahan fisiologis dan biokimia pada mata tunas sedangkan secara
morfologi belum terjadi perubahan secara visual. Pembungaan juga merupakan
interaksi dari pengaruh dua faktor yaitu faktor eksternal/lingkungan dan faktor
internal (genetik dan fitohormon) (Gardner et al., 1991).

Proses pembungaan tanaman terjadi melalui empat tahapan yaitu induksi,


inisiasi bunga, diferensiasi bunga, pendewasaan bagian-bagian bunga dan
anthesis. Inisiasi pembungaan merupakan tahap yang terpenting karena pada tahap
ini terjadi perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup generatif dan transisi dari
tunas vegetatif menjadi kuncup generatif yang dapat dideteksi dari perubahan
bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai
membentuk organ generatif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari fase vegetatif
menjadi tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormonal yang berlangsung
pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu
seperti suhu dan perubahan panjang hari (lama penyinaran) (Fahrianty, 2012).
Pembungaan yang masih rendah merupakan masalah utama dalam
produksi biji bawang merah di Indonesia. Rendahnya persentase pembungaan
bawang merah di Indonesia disebabkan oleh faktor cuaca, terutama panjang hari
yang pendek <12 jam dan rata-rata temperatur udara yang cukup tinggi >180 C
kurang mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Untuk terjadinya inisiasi
pembungaan diperlukan temperatur rendah 9-12 0C dan fotoperiodesitas panjang
>12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga dapat menggagalkan
pembungaan dan pembijian bawang merah (Sumarni et al., 2012).
Pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi
jatuhnya butir-butir serbuk sari dan masuk ke tangkai putik melalui jaringan
transmisi tabung sari (Pollen Tube Transmiting Tissue - PTT) untuk mencapai
bakal biji. Pembuahan (fertilisasi) terjadi saat serbuk sari (sel jantan) membuahi
sel telur di dalam bakal buah. Perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan
penyerbukan pada stigma sampai pada pembentukan biji pada buah dan banyak

proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan
bunga betina (Herrero et al., 1988).
Buah dan biji terbentuk dari hasil penyerbukan dan pembuahan yang
terjadi pada ovul/bakal biji. Jumlah buah dan biji masak yang terbentuk pada
tanaman dipengaruhi oleh (1) Jumlah bunga yang dihasilkan, (2) Persentase bunga
yang mengalami pembuahan, (3) Persentase buah muda yang dapat terus tumbuh
hingga menjadi buah masak dan (4) Umur buah. Sedangkan kualitas dan kuantitas
biji pada buah salah satunya ditentukan oleh kuantitas polen viabel yang berhasil
membuahi ovul. Perkembangan buah dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan
lingkungan penyinaran matahari (Goldsworthy, 1992).
Inisiasi pembungaan juga dikendalikan oleh zat pengatur tumbuh giberelin
yang dapat merangsang pembungaan. Hasil percobaan menyimpulkan bahwa hasil
biji paling tinggi diperoleh dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 200 ppm
GA3 + 50 ppm NAA, yaitu sebesar 17,92 kg/ha. Namun hasil biji yang diperoleh
dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 100 ppm GA3 juga cukup tinggi dan
lebih efisien dilihat dari penggunaan zat pengatur tumbuh, yaitu sebesar
13,42 kg/ha (Sumarni dan Sumiati, 2001).
Giberelin (GA3)
Asam giberelat (GA3) merupakan senyawa tetrasiklik diterpenoid dengan
sistem

cincin

ent-giberelan

yang

ditemukan

pada

tahun

1926

oleh

E. Kurosawa, ilmuwan Jepang. GA3 ini merupakan salah satu ZPT yang diketahui
dapat mendorong terjadinya pembungaan. Giberelin dapat menggantikan kondisi
lingkungan

spesifik

guna

mengendalikan

pembentukan

bunga.

Inisiasi

pembungaan yang disebabkan oleh giberelin merupakan peran pengganti hari

panjang

dan

menginduksi

pembungaan

pada

tanaman

hari

pendek

(Sponsel, 1995).

Gambar 3. Rumus struktur GA3


(Sumber: Hartman et al., 1981)
Respon tanaman terhadap giberelin meliputi peningkatan pembelahan dan
pembesaran sel namun berbeda dengan auksin, karena giberelin lebih efektif pada
tanaman utuh sedangkan auksin pada tanaman yang dipotong-potong. Pada batang
muda, hormon meningkatkan panjang ruas tanpa mempengaruhi jumlah ruas.
Banyak tanaman dua tahunan dapat dirangsang untuk mempunyai siklus hidup
setahun (annual) dengan menggunakan asam giberelat. Efek nyata dalam
mendorong pertumbuhan adalah sebagai akibat meningkatnya kecepatan
pembelahan sel. ZPT ini tidak seperti auksin, di mana giberelin mempengaruhi
seluruh batang sehingga tidak hanya di belakang ujung apikal (Heddy, 1989).
Mekanisme aksi giberelin adalah sebagai berikut :
-

Pembelahan sel yang distimulasi di apeks tunas, terutama sel meristematik


sebelah bawah yang akan membentuk susunan korteks dan empelur yang
panjang. Pertambahan jumlah sel memacu pertumbuhan batang lebih cepat

Giberelin menigkatkan hidrolis tepung, fruktan dan sukrosa ke dalam


molekul glukosa dan fruktosa sehingga merangsang pertumbuhan sel.
Heksosa ini dipakai dalam pembentukan dinding sel dan membuat

potensial air sel dalam waktu singkat lebih negatif sehingga air akan
masuk lebih cepat dan mengakibatkan perluasan sel.
-

Giberelin meningkatkan plastisitas dinding. Hal ini terjadi pada internode


di mana rangsangan pertumbuhan pada sel-sel muda berasal dari meristem
interkalar secara dramastis. Perpanjangan yang diakibatkan GA3 15 kali
lebih

hebat

daripada

bagian

yang

tidak

diberi

perlakuan

(Salisbury dan Ross, 2002).


Pemberian hormon ini berfungsi untuk memacu keanekaragaman fungsi
sel sehingga sel yang awalnya diarahkan untuk pertumbuhan tunas daun dapat
dialihkan untuk pertumbuhan tunas bunga. Jika konsentrasi yang diberikan
kurang, pembungaan tidak akan terjadi. Kalaupun terjadi, akan diselingi dengan
munculnya beberapa tunas daun. Sebaliknya, jika konsentrasi giberelin
berlebihan, pembentukan bunga juga terhambat atau bunga akan tumbuh semakin
banyak namun cepat rontok kemudian tidak akan berbunga sama sekali
(Sandra, 2001).
Proses pengeluaran bunga diperantarai oleh hormon florigen yang
dibentuk daun di bawah kondisi lingkungan yang tepat dan kemudian berpindah
ke apeks yang akhirnya berubah dari kondisi vegetatif menjadi kondisi floral.
Salah satu langkah pertama untuk mengeluarkan bunga pada tanaman adalah
bolting (pelompatan) dari batang. Tindakan menambahkan giberelin mungkin
memang mengaktifkan meristem subapikal dan karenanya menghasilkan bolting
yang sebaliknya memungkinkan mulai terjadinya pengeluaran bunga. Sejauh ini
pengaruh GA3 yang paling nyata adalah memperpanjang batang dan tangkai

bunga bukan karena jumlah buku bertambah, melainkan oleh pembesaran dan
pembelahan sel (Wilkins, 1992).
Ada berbagai macam teknik aplikasi yang digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, salah satunya adalah perendaman. Perendaman yang
dilakukan pada umbi bibit bawang merah pada larutan GA3 dapat merangsang
pembungaan dan dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi temperatur
rendah untuk stimulasi pembungaan. Hasil percobaan Fahrianty (2012)
menyimpulkan bahwa perlakuan GA3 dan vernalisasi mempercepat munculnya
kuncup bunga 15 hari, waktu bunga mekar 13 hari serta waktu panen biji 8 hari
dengan produksi TSS sebesar 4,80 gram (48 kg/ha) dengan daya kecambah
sebesar 87% lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Proses giberelin dalam merangsang pembungaan yaitu pada awalnya
dengan menstimulasi sistem molekul mRNA dan DNA templat oleh giberelin
yang terbentuk. Kemudian terjadi transkripsi sintesis asam amino, protein, dan
enzim de novo. Protein/enzim yang baru terbentuk diperlukan untuk mendukung
peningkatan pembelahan dan pembentukan sel-sel baru yang mengarah pada
inisiasi

primordia

bunga

pada

meristem

apeks

(Sumarni dan Sumiati, 2001).


Giberelin bekerja pada dua tingkat, pertama pada tahap awal GA3 berperan
menginduksi enzim pada saat transkipsi dari kromosom, dan kedua meningkatkan
aktivitas enzim dalam sistem mobilisasi cadangan makanan. Dalam hal ini
giberelin memacu pertumbuhan sel karena zat itu meningkatkan hidrolisis pati
atau cadangan makanan lainnya menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Gula
heksosa tersebut menyediakan energi matahari melalui proses respirasi dan

berperan

dalam

pembentukan

dinding

sel

(Hartmann dan Kester, 1983 dalam Salisbury dan Ross, 1992).


Inisiasi pembungaan dikendalikan oleh zat pengatur tumbuh giberelin.
Hasil percobaan menyimpulkan bahwa giberelat dapat menggantikan sebagian
atau seluruh fungsi rendah untuk stimulasi pembungaan. Aplikasi 100-200 ppm
GA3 dan 50 ppm NAA yang disemprotkan ke tanaman bawang merah pada umur
3 dan 5 minggu setelah tanam (MST) dapat meningkatkan hasil biji bawang
merah (Sumarni dan Sumiati, 2001).
Pupuk Fosfor
Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein, dan fostida merupakan
bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting
dalam pembelahan sel demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem.
Secara umum, fungsi dari P dalam tanaman dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji, dapat meningkatkan
produksi biji serta dapat mempercepat pertumbuhan akar semai (Sutejo, 2002).
Pupuk SP 36 terbuat dari fosfat alam dan sulfat berbentuk butiran serta
berwarna abu-abu. Sifatnya agak sulit larut di dalam air dan bereaksi lambat
sehingga selalu digunakan sebagai pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral,
tidak higroskopis dan tidak memiliki sifat membakar (Novizan, 2005).
SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang
ditimbang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 adalah 36% yang lebih
rendah daripada TSP yaitu 46 48%. Dalam air jika ditambahkan dengan
ammonium sulfat akan menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun

kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil,


lambat pemasakan dan produksi tanaman rendah (Hakim et al., 1986).
Fosfor merupakan unsur hara essensial tanaman harus mendapatkan atau
mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Fungsi
penting fosfor dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer
dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di
dalam tanaman lainnya dan membantu mempercepat perkembangan akar dan
perkecambahan (Winarso, 2005).
Peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar
halus, pembentukan bunga, buah, biji serta memperkuat daya tahan terhadap
penyakit. Pada proses pembungaan, kebutuhan fosfor akan meningkat drastis
karena kebutuhan energi meningkat dan fosfor adalah komponen penyusun enzym
dan ATP yang berguna dalam proses transfer energi (Soepardi, 1983).
Kualitas biji sangat dipengaruhi unsur hara terutama unsur P yang
berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar dan pembentukan perakaran
yang baik sehingga penyerapan terhadap unsur hara dan air optimal. Apabila
sistem perakaran terganggu atau terhambat dan tidak berkembang, hasil bunga,
buah, dan biji tanaman akan merosot (Indriati, 2009).
Kebutuhan pupuk (terutama P) untuk pertumbuhan dan hasil umbi bawang
merah belum tentu sesuai untuk pembungaan dan hasil biji bawang merah karena
waktu yang diperlukan untuk pembungaan dan pembijian bawang merah lebih
lama. Pupuk P yang cukup diperlukan untuk merangsang pembentukan akar,
mempercepat pembungaan serta pematangan buah dan biji (Sumarni, dkk, 2012).

BAHAN DAN METODE


Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian masyarakat Desa Hatoguan,
Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara yang berada pada
ketinggian + 930 meter dpl, mulai bulan Februari sampai Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah
lokal Samosir aksesi Simanindo, ZPT GA3, pupuk SP 36, urea dan KCl, pupuk
daun, kapur dolomit, kompos organik, air, insektisida lamda sihalotrin 25 EC
siromazin 75 WP serta fungisida ortocide 50 WP.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, gembor,
meteran, tali plastik, plang nama, ember, handsprayer, knapsack, pacak sampel,
amplop, plastik transparan, timbangan analitik, oven, kalkulator, kamera serta
alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial
yang terdiri atas 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor I : GA3 (G) dengan 5 taraf perlakuan yaitu :
G0

= kontrol

G1

= 25 ppm

G2

= 50 ppm

G3

= 75 ppm

G4

= 100 ppm

Faktor II : Pupuk SP 36 dengan 4 taraf perlakuan yaitu :


P0

= kontrol

P1

= 10 gram /plot (140 kg SP 36/ha)

P2

= 20 gram /plot (280 kg SP 36/ha)

P3

= 30 gram /plot (420 kg SP 36/ha)

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi yaitu :


G0P0

G1P0

G2P0

G3P0

G4P0

G0P1

G1P1

G2P1

G3P1

G4P1

G0P2

G1P2

G2P2

G3P2

G4P2

G0P3

G1P3

G2P3

G3P3

G4P3

Jumlah ulangan

: 3 ulangan

Jumlah plot penelitian

: 60 plot

Jarak antar plot

: 30 cm

Jarak antar ulangan

: 50 cm

Ukuran plot

: 120 cm x 100 cm

Jarak tanam

: 20 cm x 15 cm

Jumlah tanaman per plot

: 25 tanaman

Jumlah tanaman sampel per plot

: 5 tanaman

Jumlah tanaman sampel

: 300 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya

: 1500 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excell


sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :
Yijk = + i + j + k + ()jk + ijk
i = 1,2,3

j = 1,2,3,4

k = 1,2,3

Dimana:
Yijk

: Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan GA3 taraf ke-j dan
pemberian pupuk fosfor pada taraf ke-k

: Nilai tengah

: Efek dari blok ke-i

: Efek perlakuan larutan GA3 pada taraf ke-j

: Efek pemberian pupuk fosfor pada taraf ke-k

()jk : Interaksi antara perlakuan GA3 taraf ke-j dan pemberian pemberian
pupuk fosfor taraf ke-k
ijk

: Galat dari blok ke-i, yaitu GA3 pada taraf ke-j dan pemberian pupuk
fosfor pada taraf ke-k
Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan

berdasarkan

Uji

Jarak

(Steel dan Torie, 1993).

Duncan

(DMRT)

pada

taraf

Anda mungkin juga menyukai