Biokimia Syahputra2 PDF
Biokimia Syahputra2 PDF
Dr. MHD.SYAHPUTRA
Bagian Biokimia
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Diabetic ketoacidosis adalah kondisi medis darurat yang dapat
mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini bisa terus
meningkat, dan tingkat mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun 1970an. Diabetic ketoacidosis paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe
1 (yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus), akan tetapi
keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya
disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien kulit hitam
yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga. Penanganan pasien penderita
Diabetic ketoacidosis adalah dengan memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat
serta melaksanakan pemeriksaan fisik sebagai upaya untuk mengidentifikasi
kemungkinan faktor faktor pemicu. Pengobatan utama terhadap kondisi ini adalah
rehidrasi awal (dengan menggunakan isotonic saline) dengan pergantian
potassium serta terapi insulin dosis rendah. Penggunaan bikarbonate tidak
direkomendasikan pada kebanyakan pasien. Cerebral edema, sebagai salah satu
dari komplikasi Diabetic ketoacidosis yang paling langsung, lebih umum terjadi
pada anak anak dan anak remaja dibandingkan pada orang dewasa. Follow-up
paisen secara kontinu dengan menggunakan algoritma pengobatan dan flow
sheets dapat membantu meminimumkan akibat sebaliknya. Tindakan tindakan
preventif adalah pendidikan pasien serta instruksi kepada pasien untuk segera
menghubungi dokter sejak dini selama terjadinya penyakit
II. MEKANISME KERJA INSULIN
Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan sebuah
reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel sasaran. Kerja hormon
insulin yang beragam (Gambar 1) dapat terjadi dalam waktu beberapa detik atau
beberapa menit (kerja pengangkutan, fosforilasi protein, aktivasi dan inhibisi
enzim, sintesis RNA) atau sesudah beberapa jam (kerja sintesis protein serta
DNA dan pertumbuhan sel)
Gambar 1. Hubungan reseptor insulin dengan kerja insulin. Insulin terikat dengan reseptor membran
dan interaksi ini menghasilkan satu atau lebih sinyal transmembran. Sinyal ini memodulasi sejumlah
besar peristiwa intrasel
sinyal dan kerja insulin (lihat dibawah). Kesamaan yang menakjubkan antara tiga
buah reseptor dengan fungsi yang sangat berbeda dilukiskan pada Gambar 2.
Beberapa regio subunit sebenarnya memiliki homologi rangkaian dengan
rseptor EGG.
Reseptor insulin secara konstan disintesis serta diuraikan dan usia
paruhnya adalah 7 -12 jam. Reseptor tersebut disintesis sebagai peptida rantai
tunggal dalam retikulum endoplasma kasar dan dengan cepat mengalami
glikolisasi dalam regio aparatus golgi. Prekursor rseptor insulin manusia
mempunyai 1382 asam amino, dengan berat molekul 190.0000 dan terpecah
hingga terbentuk subunit dan yang matur. Gen resepto inuslin manusia
terletak pada kromosom 19.
Resepto insulin ditemukan pada sebagian besar sel mamalia dengan
konsentrasi sampai 20.000 per sel, dan sering pula terdapat pada sel yang secara
khusus tidak diperkirakan sebagai sasaran insulin. Insulin mempunyai seprangkat
efek yang diketahui benar terhadap berbagai proses metabolik kendati juga
terlibat dalam pertumbuhan dan replikasi sel (lihat atas) disamping dalam
organogenesis serta difensiasi janin dan dalam perbaikan serta regenerasi
jaringan. Struktur reseptor insulin dan kemampuan insulin yang berbeda untuk
terikat dengan reseptor serta mencetuskan berbagai respons biologik, pada
hakekatnya identik dalam semua sel dan semua spesies. Jadi, insulin babi selalu
lebih efektif 10-20 kali daripada proisulin habit yang selanjutnya lebih efektif 1020 kali lipat daripada insulin marmut bahkan di dalam tubuh marmut itu sendiri.
Reseptor insulin tampaknya sangat dilestarikan yang bahkan melebihi insulinnya
sendiri.
Kalau insulin terikat dengan reseptor, beberapa peristiwa akan terjadi (1).
Terjadi perubahan bentuk reseptort (2), reseptor akan berikatan silang dan
membentuk mikroagregat, 3). Reseptor akan mengalami penyatuan (intenalisasi)
dan 4). Dihasilkan satu atau lebih sinyal. Kepentingan perubahan bentuk tersebut
tidak diketahui dan interanlisasi mungkin merupakan sarana untuk
mengendalikan konsentrasi serta pergantian reseptor. Dalam kondisi dengan kdar
insulin yang tinggi,misalnya obesitas atau akromegaIi, jumlah reseptor insulin
berkurang dan jaringan sasaran menjadi kurang peka terhadap insulin. Regulasi
ke bawah ini terjadi akibat hilangnya reseptor oleh proses internalisasi yang
dengan proses ini, kompleks reseptor insulin akan masuk ke dalam sellewat
endositosis dalam vesike bersalut klatrin. Regulasi ke bawah menjelaskan bagian
dari resistansi insulin pada obesitas dan diabetes melitus tipe II.
Peranan utama insulin dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
dapat dipahami paling jelas dengan memeriksa berbagai akibat defisiensi insulin
pada manusia. Manifestasi utama penyakit diabetes melitus adalah hiperglikemia,
yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel ;
2). Berkurangnya penggunaan glukosa oleh pelbagai jaringan, dan 3)
peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati (Gambar 3). Masingmasing peristiwa ini akan dibicarakan lebih rinci dibawah ini.
karier, yaitu suatu proses yang dalam banyak sel digalakkan oleh insulin (Gambar
4).
sitrat. Pada pasien defisiensi insulin, kapasitas proses ini dengan cepat akan
dilampaui dan asetil KoA akan diubah menjadi asetoasetil KoA serta kemudian
Gambar 6. Pada defisiensi insulin yang berat terdapat pecepatan liposisis. Peristiwa ini
mengakibatkan kenaikan kadar triasil gliserol plasma ( hiperlipidemia). Sedikit asetil KOA
dapat dimetabolisier lewat siklus asam sitrat sehingga sisanya harus diubah menjadi asam
asam keto (ketonemia) dan sebagian diekskresikan (ketonuria). Karena glikolis dihambat,
enzim Glukosa 6 fosfat yang terbentuk dari percepatan glikogenelosis akan diubah menjadi
glukosa. Peristiwa ini bersama dengan perceptana glukoneogeneiss mengakibatkan
hiperglikemia (akibat bertambahnya asam amino yang ada dan meningkatnya jumlah
enzim PEPCK). Insulin pada dasarnya membalikkan semua proses ini.
perubahan pada mRNA yang bersesuaian. Kerja isulin inilah yang akhirnya dapat
menerangkan banyak efek yang dimiliki hormon tersebut terhadap aktifitas atau
jumlah protein yang spesifik.
G. Efek Terhadap Replikasi Sel
Insulin merangsang proliferasi sejumlah sel dalam media perbenihan, dan
mungkin pula terlibat dalam pengaturan pertumbuhan secara in vivo. Sel
fibroblast yang dikultur merupakan sel yang paling sering digunakan dalam
sejumlah penelitian terhadap pengendalian pertumbuhan. Pada sel tersebut,
insulin akan menambah kemampuan yang dimiliki oleh faktor pertumbuhan
broblast (FGF, fibrobalst growth factor), faktor pertumbuhan yang berasal dari
platelet ( PDGF; platelet derived growth factor), faktor pertumbuhan epidermis
(EGF, epidermal growth factor), ester phorbol yang meningkatkan pertumbuhan
tumor, prostaglandin F2a (PGF 2AO), vasopresin serta analog cAMP untuk
merangsang kelanjutan proses siklus sel bagi sel-sel yang tertahan dalam fase
G1 siklus tersebut akibat depivasi serum.
Bidang riset baru yang menarik meliputi penyelidikan terhadap akivitas
tirosin kinase. Erseptor insulin, bersama dengan reseptor bagi banyak peptida
petumbuhan lainnya yang mencakup reseptor PDGF dan EGF, memiliki aktivitas
tirosin kinase. Yang menarik, banyak produk onkogen yang sebagian diantaranya
dicurigai terlibat dalam stimulasi replikasi sel malignan, juga merupakan tirosin
kinase. Sel mamalia mengandung analog produk onkogen ini (protoonkogen)
yang mungkin terlibat dalam replikasi sel normal. Dukungan terhadap teori yang
menyatakan keterlibaan sel tersebut berasal dari hasil observasi yang dilakukan
akhir akhir ini bahwa ekspresi sedikitnya dua produk protoonkogen yaitu c-fos
dan c-myc, akan meningkat dengan penambahan PDGF serum atau insulin pada
sel yang terhambat pertumbuhannya.
III. DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus adalah gangguan endokrine yang paling umum
ditemukan dalam praktek klinis. Gangguan ini dapat idefenisikan sebagai suatu
sindrome yang ditandai oleh hyperglycemia akibat kelemahan atau kekurangan
absolut atau relatif dari insulin dan /atau resistansi insulin.
Diabetes mellitus primer pad a umumnya disubklasitikasikan kedalam
insulin dependent diabetes mellitus (diabetes mellitus yang bergantung kepada
insulin atau IDDM) dan non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau
diabetes mellitus yang tidak bergantung kepada insulin. Gugus gugus klinis ini
berbeda dalam epidemiologinya sifat-sifat klinis dan patotisiologinya. Sifat-sifat
yang paling kontras dari IDDM dan NIDDM diperlihatkan pada tabel1.
Diabetes mellitus sekunder dapat terjadi dari penyakit pankreatik,
penyakit endokine seperti sindorme Cushng, terapi obat, dan jarang disebabkan
oleh abnormalitas reseptor insulin.
Insulin Dependent diabetes mellitus (diabetes mellitus yang bergantung
kepada insulin)
IIDM turut berperan terhadap sekitar 15% dari semua jenis diabetik. Hal
ini bisa terjadi pada semua golongan usia akan tetapi paling umum terjadi pada
orang muda, dengan insiden puncak antara 9-14 tahun. Kelemahan mutlak dari
insulin adalah lonsekuensi dari pengrusakan autoimmune dari sel-sel beta yang
memproduksi insulin. Barangkali ada faktor pemicu lingkungan seperti infeksi
viral. Keberadaan antibodi sel islet dalam serum akan berperan untuk
memprediksi perkembangan diabetes masa selanjutnya
Karakteristik klinis
Usia
Berat
Serangan
Ketosis
Insulin endogenous
Asosiasi HLA
Antibodi sel islet
Patofisiologi/etoogi
Asosiasi genetik
Faktor-faktor lingkungan
IDDM
NIDDM
0.02-0.4%
Eropah utara
Kaukasian
1-3%
Seluruh dunia
Terendah pada daerah
pedesaan dari negaranegara
sedang
berkembang
<30 tahun
Rendah
Cepat
Umum
Rendah/tidak ada
Ya
Ya
Penusukan autoimmune
dari sel-sel islet ankeratik
<40 tahun
Normal atau meningkat
Lambat
Dibawah stress
Ada
Tidak
Tidak
Tidak
jelas,
sekresi
insulin terganggu dan
resistansi insulin
Kuat
Kegemukan
non
aktifitas fisik
Poligenik
Virus dan toksin
terimplikasi
yang
10
Bentuk yang paling umum dari hiperlipidemia yang diamati dalam diabetik
adalah hipertrigliseridemia dengan peningkatan kolesterol VLDL plasma dan
penurunan kolesterol HDL.
Sekitar 60% dari pasien diabetik meninggal karena penyakit vaskular dan
3% meninggal karena penyakit jantung koronari. Kebutaan adalah 25 kali lebih
tinggi dan gagal ginjal kronis adalah 17 kali lebih umum pada dibetik. Ada bukti
yang semakin luas bahwa kontrol glikemik yang ketat akan menunda serangan
penyakit ini.
V. PATOGENESE DIABETIC KETOACISODIS
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic
Ketoacidosis (DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan
insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA
(diabetic ketoacidosis) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak
langsung dari kekurangan insulin (Gambar 7)
11
12
- Potassium. Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien
penderita DKA mengalami deplesi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara
hebat.
Dalam kebanyakan kasus, terapi rehidrasi dan insulin akan mengatasi
asidosis metabolik, dan tidak acta terapi lanjutan akan diindikasikan. Namun
demikian, dalam kasus kasus yang paling parah, bila konsentrasi ion hidronRen
lebih tinggi dari 100 nmol/l, maka kaium bikarbonat dapat diindikasikan.
Penanganan diabetic ketoacidosis secara rinci diperlihatkan pada gambar
9, yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien
semakin baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan
menggunakan pompa otomatis, dan suplement potasium ditambahkan kedalam
regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita
DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang
cermat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kitabchi AE, Management of Diabetic Ketoacidosis, Diabetic Care Update,
American Family Physician, Vol. 60. Number 2, 1999.
Murray, Robert K. Harpers biochemistry, Ed. 25, Appleton and Lange, 2000:603609.
Allan Graw, et.al, Clinical Biochemistry, Churchill Livingstone, Toronto, 1999; 5663.
Wall 8M, et.al., Hyperglycemic Crises in Patient With Diabetes Mellitus, Clinical
Diabetes, Spring 2001.
14