PENYAJIAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Tanggal Masuk RS
: Tn. E
: Laki-laki
: 37 Tahun
: Jakarta
: Karyawan (Kurir antar barang)
: September 2015
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada bulan September 2015
Keluhan Utama
: Sakit pada mata sebelah kiri.
Riwayat Psikososial
Riwayat Pengobatan
OS belum berobat ke dokter, hanya memberikan tetes mata yang di
jual bebas (insto).
III.
STATUS OFTALMOLOGIKUS
OD
OS
: Orthophoria ODS
Palpebra
Konjungtiva
fibrovaskular dengan
fibrovaskular dengan
kornea (-)
Infiltrat (-), sikatriks (-)
Kedalaman sedang,
kornea (+)
Infiltrat (-), sikatriks (-)
Kedalaman sedang,
Cornea
C.O.A
Iris
Pupil
Lensa
Vitreous Humor
mm, RC (+)
Jernih
(tidak dilakukan
pemeriksaan)
IV.
pemeriksaan)
Visus
OD
: 6/6
OS
: 6/6
RESUME
Tn. E, 37 tahun, Pasien datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan
keluhan sakit dan nyut-nyutan pada mata kiri yang dirasakan sejak 1 bulan
yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul. Jika sakit mata timbul, mata
menjadi merah, biasanya dirasakan ketika pasien terlalu banyak aktivitas
di luar atau terpapar debu saat berkendara dengan sepeda motor. Keluhan
sering disertai dengan mata berair. Os juga mengeluh adanya selaput pada
pinggir mata kiri yang dalam beberapa bulan ini dirasa semakin lebar dan
terasa sedikit mengganjal.
Pada pemeriksaan oftalmologikus ditemukan adanya jaringan
fibrovaskular dengan puncak pada limbus kornea mata kiri, berwarna putih
kemerahan. Visus ODS 6/6.
V.
VI.
VII.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING:
Pseudopterigium
Pinguekula
TERAPI:
Non Medikamentosa :
Memakai pelindung mata (mis. Kaca mata, helm)
Medikamentosa :
1. Obat
Over-the-counter (OTC) artificial tears / topical lubricating
drops
3
2. Operasi
VIII.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
I.
ANATOMI
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak
mata bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva. Konjungtiva ini mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel
goblet.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
dibawahnya.
Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal
dengan konjungtiva bulbi.
Anatomi kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan.
Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai
15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara seratkolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
4. Membrane descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
tebal 40m.
5. Endotel
Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 2040m.
endotel
melekat pada
membrane
descement
melalui
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana
40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
II. PTERIGIUM
Definisi
Menurut Sidarta (2015) Pterygium merupakan suatu pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan
ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea.
Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah
poliferasi jaringan subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah)
nasal konjuntiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya
menutupi permukaannya.
Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk
segitiga, mirip daging yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular
konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36 o. Terdapat
hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet
lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka
kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.
Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga
menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.
2. Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien
yang berumur 20-40tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling
tinggi.
Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari,
dan udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi.
Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,
pengeringan dan lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan
pertumbuhan pterygium antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang
terbang masuk ke dalam mata. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik
untuk kondisi ini.
Patofisiologi
Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain:
mengganggu penglihatan
pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.
Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera)
pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera
dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan
peradangan.
A.
Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast, menginvasi dan menghancurkan lapisan
bowman pada kornea
B.
C.
Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan
badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang
tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis
menurut Youngson ):
Derajat 1
Derajat 2
Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau
kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah
ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya
menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi.
Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari
biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar
matahari atau partikel debu.
Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus
terpengaruh. Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan
pterygium tersebut.11 Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium
tidak dapat dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium.
Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan.
2.
Pseudopterigium
Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium yang
merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea,
dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterigium dapat
ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada
pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya
sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu
didapatkan riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea.
Selain pseudopterigium, pterigium dapat pula didiagnosis banding dengan pannus
dan kista dermoid.
Sebab
Pterigium
Pseudopterigium
Proses degeneratif
Reaksi
tubuh
dibawahnya
Kekambuhan
Residif
Tidak
Usia
Dewasa
Anak
dimasukkan
Terapi
1.
Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik
dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi
atau mengalami kelainan pada kornea.
2.
Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas
pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari
6minggu,
diberikan
bersamaan
dengan
salep
antibiotik
dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant
membran amnion pada saat eksisi.
Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata
pelindung sinar matahari.
Follow up
Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya
musculus rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian strabismus
dari gerakan bola mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka atau tidaknya, dan
tanda-tanda peradangan pada intraokuler akibat otot terpotong.
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau
beta radiasi.
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang
baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien
akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa
memulai aktivitasnya. . Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi
pembedahan eksisi dan grafting dengan konjungtiva / limbal autografts atau
transplantasi membran amnion pada pasien tertentu.
BAB III
KESIMPULAN
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan
merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di karenakan
oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga banyak terpapar oleh
sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab dari pterigium.
Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas laki-laki lebih
banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas 40 tahun karena faktor
degeneratif.
Penderita
dengan
pterigium
dapat
tidak
menunjukkan
gejala
apapun(asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi
benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.
Pterigium tumbuh dengan lambat dari arah limbus, tempat pemunculan pertamanya.
Pertumbuhannya berjalan tidak konstan. Terdapat periode klinis yang tenang, dan periode
pertumbuhan yang cepat. Secara umum progresifitas sangat lambat. Pterigium yang
progresif tumbuh dan menjalar sampai ke tengah kornea sehingga dibutuhkan tindakan
pembedahan. Pada fase awal yang berjalan lambat tidak diperlukan pembedahan. Dengan
pengecualian pasien meminta pembedahan dengan alasan kosmetik. Pada tipe yang
progresif pasien akan mengeluh tentang irtitasi atau penglihatan yang terganggu akibat
pertumbuhan pterigium tersebut. Bila pterigium telah menjalar mendekati pupil, tindakan
pembedahan harus dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas , S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2015. hal:26, 116 117
2. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
3. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach;
Edisi
6.
of
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm
Pterygium.