Anda di halaman 1dari 44

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. F

Jenis kelamin

: laki-laki

Usia

: 21 tahun

Alamat

: Bojong Herang

Pekerjaan

: Karyawan Pabrik

Agama

: Islam

Status

: Belum menikah

MRS

: 30 Juli 2016

II. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis terhadap pasien tanggal 1 Agustus 2016 di Manggis RSUD
Cianjur
Keluhan Utama :
Demam sejak 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS datang ke Unit Gawat Darurat RSUD Cianjur dengan keluhan demam sejak

hari

yang lalu, pasien mengeluhkan demam yang terjadi secara tiba-tiba. Demam naik turun
tidak menentu. Keluhan diserta nyeri kepala, pusing seperti berputar, mual, nyeri pada
peurt dan pegal-pegal pada seluruh badan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

OS tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat batuk lama dan sakit kuning disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit gula, hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal dalam keluarga
disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan :

OS mengaku belum minum obat atau berobat ke dokter untuk keluhannya saat ini.
OS juga tidak pernah mengkonsumsi jamu-jamuan atau obat-obatan warung.

Riwayat psikososial :
OS seorang laki-laki 21 tahun, sehari hari bekerja sebagai karyawan pabrik. Pola makan
tidak teratur. Sering makan diluar rumah. Tidak pernah bepergian ke luar kota atau
daerah yang jauh. Lingkungan rumah baik dan tidak kotor. Namun, di pabrik tempat OS
bekerja terdapat saluran pembuangan yang airnya sedikit tergenang yang sering dilalui
oleh pasien.
Riwayat alergi :
Riwayat alergi obat, makanan, cuaca dan debu disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK (29/6/2016)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis/E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 78 x / menit, regular, kuat angkat, isi cukup

Pernapasan

: 20 x / menit, regular

Suhu

: 37,9 C (aksilla)

Antropometri
Berat Badan

: (tidak diketahui)

Status Generalis
Sistem
Kepala

Deskripsi
Bentuk normocephal, warna rambut hitam, distribusi rambut
2

Mata

merata, rambut tidak mudah rontok


Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat

Hidung

isokhor, refleks cahaya (+/+), kornea jernih (+/+)


Sekret (-/-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-/-), nafas cuping

Mulut

hidung (-)
Bibir kering (+), tidak terdapat sianosis, faring hiperemis (-),

Telinga
Leher

tonsil (T1-T1), stomatitis (-), lidah kotor (-)


Normotia, simetris, serumen (-/-)
Tidak didapatkan pembesaran KGB, pembesaran kelenjar

Jantung

tiroid (-), JVP tidak terlihat adanya peningkatan


Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga 5 linea

midclavicularis sinistra
Perkusi: Batas kanan jantung: linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung: linea midclavicularis sinistra
Auskultasi: BJ I dan BJ II normal, murmur(-), gallop (-)
Inspeksi: dada simetris (+/+), retraksi dinding dada (-/-)

penggunaan otot bantu pernafasan (-/-)


Palpasi: Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi: Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan

hepar setinggi ICS 5


Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),

wheezing (-/-), rales (-/-)


Inspeksi : datar (+)
Auskultasi: bising usus (+)
Palpasi: nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan

Paru

Abdomen

Ekstremitas

suprapubic (-), hepar dan lien tak teraba


Perkusi: timpani (+)
akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

atas
Ekstremitas

akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

bawah

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Hasil Laboratorium tanggal 30 Juli 2016 :

PEMERIKSAAN HASIL
Hematologi
PEMERIKSAA
Hemoglobin
13,8
N
Hematologi
Hematokrit
Hemoglobin 41,7

RUJUKAN
HASI

SATUAN

RUJUKA

SATUA

13.5 N17.5

g/dl N

13,0

42 52
13.5

10^6/ul
%
10^3/ul
10^6/ul
10^3/ul
10^3/ul
Fl
10^3/ul

g/dl

Eritrosit
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Leukosit
MCV
Trombosit

2,80

81

55

17.5
4.2 5.4
42 52
4.8 10.8
4.2 5.4
150 450
4.8 10.8
80 84
150 450

MCH MCV

28

81

273180 84

Pg

Fl

MCHC MCH

35,5

28

33 37
2731

Pg

RDW-SD
MCHC

15.4

35,5

37 54
33 37

fL

15.4

914 37 54

fL

fL

16,9

8 12914

fL

fL

PDW

RDW-SD

MPV

PDW

39,1
15,2
87

2.9
8,9

MPV
Differential
LYM%

2,80
14,5

8,9

Differential
4,4
LYM%

8 12

fL

3,3

26 36
26 36

MXD %
MXD %

3,2

2,2

0 11
48

NEU% NEU%

90,4

91,8

40704070

EOS% EOS%

1.7

1.7

1-3

1-3

BAS% BAS%

0.30

0.30

<1

<1

0,48

1.00
1.00 1.43
1.43
0 120 12

10^3/L
10^3/L

1.8 7.6
1.8 7.6
0.02
0.02 0.50
0.50
0.00 0.00
0.10

10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L

AbsolutAbsolut
LYM#
LYM#

0,67

MXD # MXD #

0.49

NEU#
EOS #

NEU#
EOS #

BAS # BAS #

0.49
13.29

13.75

0.34

0.24
0.07

0.04

0.10

10^3/L
10^3/L

10^3/L
10^3/L
5

Hasil Laboratorium tanggal 31 Juli 2016 :


Hasil Laboratorium tanggal 1 Agustus 2016 :
PEMERIKSAAN

HASIL

RUJUKAN

SATUAN

Hematologi
Hemoglobin

13,0

13.5 17.5

g/dl

Hematokrit

39,1

42 52

Eritrosit

2,80

4.2 5.4

10^6/ul

Leukosit

14,5

4.8 10.8

10^3/ul

Trombosit

55

150 450

10^3/ul

Laju Endap Darah


120
(AUTO)

L0-15

mm/jam

Gula Darah Puasa

65

70-110

Mg%

Bilirubin Total

4,56

<1,1

mg%

Bilirubin Direk

3,36

0-0,3

mg%

SGOT

419

<40

U/L

SGPT

69

<42

U/L

Fungsi Hati

PEMERIKSAAN

HASIL

RUJUKAN

Ureum

129,6

10-50

Kreatinin

5,6

0,5-1,0

Na

134,7

135-148

3,09

3,50-5,30

Ca

0,96

1,15-1,29

Fungsi Ginjal

Elektrolit

Urine Rutin
Warna

Coklat

Kuning

Kejernihan

Agak keruh

Jernih

Berat jenis

1,020

1,013-1030

pH

5,0

4,6 -8,0

Nitrit

Positif

Negatif

Protein urin

75/2 +

Negatif

Glukosa (Reduksi)

50/2+

Normal

Keton

15/2 +

Negatif

Urobilinogen

8/3 +

Normal

Bilirubin

3/2 +

Negatif

Eritrosit

250/5+

Negatif

Leukosit

500/3+

Negatif

Leukosit

15-20

1-4

Eritrosit

9-10

0-1

Epitel

15-20

Kristal

Negatif

Negatif

Silinder

Negatif

Negatif

HbsAg

Non reaktif

Non Reaktif

Mikroskopis

Hasil Laboratorium tanggal 2 Agustus 2016 :

V.

PEMERIKSAA

HASI

RUJUKA

SATUA

N
Hematologi
Hemoglobin

11,0

13.5 17.5

g/dl

TA

Hematokrit

30,7

42 52

Eritrosit

4,05

4.2 5.4

10^6/ul

Leukosit

20,6

4.8 10.8

10^3/ul

Trombosit

54

150 450

10^3/ul

MCV

75,8

80 84

Fl

MCH

27,2

2731

Pg

MCHC

35,8

33 37

RDW-SD

41,6

37 54

fL

PDW

17

914

fL

MPV

8,1

8 12

fL

Differential
LYM%

3,5

26 36

MXD %

1,0

0 11

NEU%

94,6

4070

EOS%

0.7

1-3

BAS%

0.2

<1

Absolut
LYM#

0,71

1.00 1.43

10^3/L

MXD #

0.22

0 12

10^3/L

NEU#

19,52

1.8 7.6

10^3/L

EOS #

0.15

0.02 0.50

10^3/L

BAS #

0.04

0.00 0.10

10^3/L

D
AF

MASALAH
1. DHF
2. Leptospirosis
9

VI. ASSESSMENT
1. Suspek. Leptospirosis
2. Suspek DHF
VII. RENCANA TERAPI
1. Suspek Leptospirosis
Cek IgG dan IgM
2. Febris ec. DHF
IVFD D5% 1500cc/24 jam
Ceftriaxone 1x2 gr
Ketorolac 2x30mg
OMZ 2x20 mg
VIII. USULAN PEMERIKSAAN
IX. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam
: Ad bonam
- Qou Ad Functionam : Dubia ad bonam
- Quo Ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever,
autumnal fever, infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever,
nanukayami fever, 7-day fever dan lain-lain. 3

II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang

tersebar di seluruh dunia,

disemua benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan
leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira.
Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu,
10

kuda, kucing, marmut, dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan
vektor yang paling banyak. Tikus merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica
penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap
dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara
terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens
dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens
tertinggi terjadi selama musim hujan.
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002,
dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis
dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh
urin hewan yang terinfeksi.

III. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies
yaitu L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau
saprofit). Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi
menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L.
Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain.
Serovar yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan
reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan
babi. 2,3
11

Menurut West Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup leptospira yang
sering menyebabkan leptospirosis adalah:

Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing anaerobes,


bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait di
ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-20
m dan lebar 0,1 m ( lihat gambar 1). Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan
mikroskop lapangan gelap dan pewarnaan perak. 3,4
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi
dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman
leptospira hidup dan berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti.
Paling banyak tikus dan hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan
hewan liar pun dapat terjangkit. 2

12

Gambar 1. Leptospira

IV. PENULARAN3,5
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan
langsung dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman
leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit
akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung
terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur
yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang
terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira.

Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulanbulan , maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.

Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain


pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara,
pembersih selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka yang
selalu kontak dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan, penjagal hewan
atau para pekerja laboratorium.

13

V. PATOGENESIS2,3,4
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk
kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau
mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk
melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang,
pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air
saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung
yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau
dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan
kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat
sampai sepuluh perjalanan penyakit.
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang
penting

adalah

perlekatannya

pada

permukaan

sel

dan

toksisitas

selular.

Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang


berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan
netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai
trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam
ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada
leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.
Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab
gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin
darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai
berkurangya sekresi bilirubin.

14

Gambar 2. Penularan dan manifestasi leptosirosis20


Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh.
Kemudian terjadi respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi
ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism
ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal
dimana bagian mikro organism akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan
dilepaskan melaliu urin. Leptospira dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai
beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral.
Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase
leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan
okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,

15

Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :


ekstravasasi Sel dan perdarahan

Perubahan patologi di organ/jaringan


- Ginjal

: nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati

: gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai


hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru

: inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

- Otot lurik

: nekrosis fokal

- Jantung

: petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata

: dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.

VI. PATOLOGI1,7,9
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat
perbadaan antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada
leptospirosis lesi histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan
kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa
kerusakan bukan berasal dari struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan
infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan
16

kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier.
Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat
masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal ini menyebabkan
meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah.
Kelainan spesifik pada organ:
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat
nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal
ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan
kerusakan ginjal.
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium
dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan
plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal
pada miokardium dan endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis
yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada
mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh
mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel
17

mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling
sering disebabkan oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe
kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab Weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh
serotype copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,
hepatic atau disfungsi vascular.

VII. MANIFESTASI KLINIS3,4


Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan
rata-rata 10 hari.

Gambaran klinis pada Leptospirosis:


Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival
suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotophobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis,
asites, miokarditis

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik )

yaitu fase

leptospiremia/septikemia dan fase imun.

Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)


Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan
css, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di
frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang
disertai nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi
18

kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa
muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus
(50%). Pada hari ke 3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia.
Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau
urtikaria.

Kadang-kadang

dijumpai

splenomegali,

hepatomegali,

serta

limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan
membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat
dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit
yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 13 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau
fase imun.

Fase Imun (minggu ke-2)


Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat
terdeteksi dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun
tidak dapat ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul
sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam
waktu 30 hari atau lebih.
Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari,
namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai
beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu
menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami
nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik.
Nyeri kepala ini seringkali merupakan tanda awal dari meningitis.
Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling
utama yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal
ditemukan pada sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang
pleiositosis ditemukan pada sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya
menghilang dalam beberapa hari atau dapat pula menetap sampai beberapa
19

minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak dialami oleh kasus anak-anak
dibandingkan dengan kasus dewasa
Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari
darah selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang
ditemukan adalah nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30
% kasus ), hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan
pada 2-10 % kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari
penyakit. Gejala iritis, iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang
dapat menetap selama beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun
dapat pula muncul beberapa bulan setelah awal penyakit.
Komplikasi mata yang paling sering ditemukan adalah hemoragia
subconjunctival, bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous.
Keluhan dan gejala gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria,
proteinuria dan oliguria ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan
pada 20-70 % kasus. Selain itu, limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot
juga dapat ditemukan.

Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4)


Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsur-angsur
hilang.

1. Leptospirosis anikterik 1,10


-

90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.

Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik


karena mempunyai 2 fase, yaitu : 3
a. Fase leptospiremia/fase septikemia
- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal
dan
sebagian besar jaringan tubuh.
- Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala
nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.
20

- Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan, lemah


dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut.
- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam,
sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari
meningitis.

b. Fase imun atau leptospirurik


- sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan
mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis.
- Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
terjadi pada 0-30 hari atau lebih.
- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang
timbul seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.3

Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik : meningitis aseptik


yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.

Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan,


gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu.

Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara


Asia seperti Thailand dan Malaysia.

Adanya conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis,


limfadenopati, splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular dapat
ditemukan meskipun jarang.

Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien
leptospirosis anikterik maupun ikterik.

2. Leptospirosis ikterik 1,10


-

Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak
tumpang tindih dengan fase septikemia.
21

Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan
kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar


enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali
normal setelah pasien sembuh.

Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi


perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.

Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi
dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.

Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai


meskipun pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan.

Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern


yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi
pleura. Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer
paru bagian bawah.

Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa


organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS)
merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada
pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik.

Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok septikemia,


gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik.

Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien


leptospirosis hdala oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia,
hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit >
12.900/mm3), kelainan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi,
infiltrat pada foto pencitraan paru.

Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya


ringan berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi
Adult Respiratory Distress Sndromes (ARDS) dan fatal.

Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat berupa


miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung.

22

Tabel 2: Perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik


Sindroma, Fase

Gambaran klinik

Spesimen laboratorium

Leptospirosis anikterik *
Fase leptospiremia (3-7 Demam tinggi, nyeri kepala, Darah,
hari)

cairan

mialgia, nyeri perut, mual, serebrospinal


muntah,

conjunctival

suffusion.
Demam ringan, nyeri kepala,
Fase imn (3-30 hari)

muntah, meningitis aseptik

urin

Leptospirosis ikterik
Fase

leptospiremia

dan Demam,

nyeri

kepala, Darah,

cairan

fase imn (sering menjadi mialgia, ikterik, gagal ginjal, serebrospinal (minggu I)
satu atau tumpang tindih)

hipotensi,
perdarahan,

manifestasi
pneumonitis

Urin (minggu II)

hemoragik, leukositosis.
* antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)

Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis25

23

BAB III
DIAGNOSIS

I. ANAMNESIS1,8,9
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis
penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan
lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena
berhubungan dengan leptospirosis.
24

Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak
aktif di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal
termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering
tergenang air maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih
dengan adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam
mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun
dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah
betis dan paha.

II. PEMERIKSAAN FISIK1,8,9


-

Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta


conjungtival suffusion.

Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan


mialgia.

Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3


selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan
konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi
faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak.

Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri
hebat dan hiperestesi kulit.

Kelainan fisik lain : hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang


meningeal, hipotensi, ronkhi paru dan adanya diatesis hemoragik.

Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi


dapat terlihat sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan ruam
kulit.

Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun


urtikaria generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau
tempat lain.

25

Gambar 3. Conjungtiva suffision dan ikterik pada sklera23

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1. Pemeriksaan laboratorium umum
a. Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun.
- Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil.
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang
biasa
terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan fungsi hati
- Jika tidak ada gejala ikterik fungsi hati normal.
- Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat.
- Kerusakan jaringan otot kreatinin fosfokinase meningkat
peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata
mencapai 5 kali nilai normal.

26

2. Pemeriksaan laboratorium khusus9,10,11


Pemeriksaan

Laboratorium

diperlukan

untuk

memastikan

diagnosa

leptospirosis, terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan


kuman leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining,
reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan
antibodi terhadap kuman leptospira (MAT, ELISA, tes penyaring).
Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis.
Pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan
medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam
waktu 2-4 minggu terdapat leptospira dalam kultur.
Gold standard pemeriksaan serologi adalah MAT (Mikroskopik Aglutination
Test), suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi
aglutinasi dan dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan
pada fase ke-2 (hari ke 6-12). Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi
> 1:100 dengan gejala klinis yang mendukung.
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat
sensitif dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto
Dipstik asay, Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.

Komplikasi di hati ditandai dengan peninggian transaminase dan bilirubin. Pada


50% kasus didapat peninggian Creatinin Fosfokinase (CPK) pada fase awal sampai
mencapai 5x normal. Hal ini tidak terjadi pada hepatitis viral. Jadi jika terdapat peninggian
transaminase dan CPK, maka diagnosis leptospirosis lebih mungkin daripada hepatitis
viral.
Pada pemeriksaan urine didapatkan perubahan sedimen urine (leukosituria, eritrosit
meningkat dan adanya torak hialin atau granuler). Pada leptospirosis ringan bisa terdapat
proteinuria dan pada leptospirosis berat dapat terjadi azotemia.
Pemeriksaan langsung darah atau urine dengan mikroskop lapangan gelap sering
gagal dan menyebabkan misdiagnosis, sehingga lebih baik tidak digunakan. Pada
27

Leptospirosis yang sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan
sel-sel PMN ( pada awal ) tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS
normal atau meningkat, sedangkan glukosanya normal.

VI. DIAGNOSIS2,3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien,
apakah termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah,
pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan
gejala klinis berupa demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian
frontal, nyeri otot, mata merah / fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan demam, bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lainlain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit
menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED yang meninggi. Pada urin dijumpai
proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila terdapat hepatomegali maka bilirubin
darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa meningkat bila
terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh
dan serologis.
Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan
laboratorium. dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :

Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.

Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu
dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.

Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala
klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial
menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih

28

Table 4 : Approach to diagnosis of leptospirosis13

29

BAB IV
DIAGNOSIS BANDING2
Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam
berdarah dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan
kimia, demam tifoid, demam enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,
hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal
failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.

30

Tabel 6. Diagnosis banding leptospirosis21

BAB V
KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS

I.

Gagal Ginjal Akut14,15,16

Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal
ringan sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis
disebut sindroma pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria,
piuria, hematuria, disusul dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi
klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan
31

gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi
dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan
disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam. Prognosis gagal ginjal akut non oliguri
lebuh baik disbanding gagal ginjal non-ologuri. 27

Gambar 4. Ginjal yang terinfeksi leptospira24

Terjadinya gagal ginjal aku pada leptospirosis melalui 3 mekanisme:


1. Invasi atau nefrotoksik langsung dari leptospira
Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek
langsung dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen ke kapiler peritubuler menuju
jaringan interstitium tubulus dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelas apakah
hanya efek migrasi atau efek endotoksin leptospira.
2. Reaksi immunologi
Reaksi immunologi berlangsung cepat, adanya kompleks immune dalam sirkulasi dan
endapan komplemen dan adanya electron dance bodies pada glomerulus membuktikan
adanya proses immune cmplexs glomerulonephritis, dan terjadi tubule interstitial nefritis
(TIN).
3. Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain
32

Iskemia ginjal

Hipovolemia dan hipotensi akibat adanya:


- Intake cairan yang kurang
- Meningkatnya evaporasi oleh karena demam
- Pelepasan kinin, histamine, serotonin, prostaglandin semua ini akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran
-

albumin dan cairan ekstravaskuler.


Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel yang menyebabkan permeabilitas

sel dan vaskuler meningkat.


Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan menyebabkan

vasokonstriksi.
Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan
viskositas darah meningkat.

Iskemia ginjal, glomerulonefritis dan TIN, invasi kuman menyebabkan terjadinya


nekrosis (GGA) sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi (TNF-, IL-1, PAF, PDGF, TXA2, LTC4, TGF-) dan terekspresinya leucocyte adhesion molecules yang akan
meregulasi fungsi leukosit sebagai respon adanya renal injury.
Bentuk gagal ginjal akut pada leptospirosis:
a. Gagal ginjal akut oliguria
Temasuk disini adalah produksi urine <600ml/24jam dan penderita sudah dalam
keadaan hidrasi yang baik, kadar kreatinin darah >2gr%. Terjadi kira-kira pada 54%
penderita leptospirosis, dan mempunyai mortalitas yang tinggi serta prognosis yang kurang
baik. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis kurang baik adalah:
-

Adanya oliguri atau anurinyang berlangsung lama


BUN selalu meningkat >60mg%/24jam
Ratio ureum urine : ureum darah, tidak meingkat

b. Gagal ginjal akut non-ologuri


Terdapat 50% dari leptospirosis, produksi urine >600ml/24jam, mortalitas lebih rendah
dibandingkan GGA oliguri. GGA oliguri mempunyai prognosis yang kurang baik, dengan
mortalitas 50-90%.

33

Histopatologi dengan pemeriksaan mikroskop electron:


1. pada GGA oliguri, Nampak adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus
dan endapan komplemen pada membrane basalis glomerulus, dan infiltrasi sel
radang pada jaringan interstitialis.
2. Pada GGA non-oliguri, Nampak edema pada tubulus dan jaringan interstitium
tanpa adanya nekrosis. Duktus kolektiferus pars medularis resisten terhadap
vasopressin, sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria.
Perubahan abnormal elektrolit dan hormone pada GGA leptospirosis:
1. Hipokalemia, terjadi oleh karena peningkatan fractional urinary excretion (Fe)
kalium yang diikuti FeNa. Hal ini oleh karena sekresi K + meningkat dan adanya
gangguan reabsorbsi Natrium oleh tubulus proximal. Fe K + dan FeNa berkorelasi
dengan beratnya GGA.
2. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat dan akan meningkatkan eksresi kalium
lewat urine. Sehingga makin menambah hipokalemia, sehingga perlu penambahan
kalium.
3. CD3, CD4 menurun, Limfosit B meningkat, bersifat reversible.
II.

Perdarahan Paru20

Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga


akibat dari endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler.
Hemoptisis terjadi pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli,
trakheobronkhial, kelainan berupa: kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang
multifocal, infiltrasi sel mononuclear. Manifestasi klinis: batuk, blood tinged sputum
sampai terjadi hemoptisis masif sehingga menyebabkan asfiksia. 13,20
III.

Liver Failure20

Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada
hati terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada
leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Kerusakan sel hati.
2. Gangguan fungsi ginjal, yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga
meningkatkan kadar bilirubin darah.

34

3. Terjadinya

perdarahan

pada

jaringan

dan

hemolisis

intravaskuler

akan

meningkatkan kadar bilirubin.


4. Proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik.
Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain: penurunan hepatic flow dan
toksinyang dilepas leptospira. Gambaran histopatologi tidak spesifik pada leptospirosis,
karena disosiasi sel hati, proliferasi histiositik dan perubahan peri porta terlihat juga pada
penyakit infeksi yang parah. 13,20

IV.

Perdarahan gastrointestinal

Perdarahan terjadi akibat adanya lesi endotel kapiler. 1,13

V.

Shock20

Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai


peran pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia,
hiperviskositas koagulasi. Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang,
meningkatnya permeabilitas kapiler oleh efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan
sebagai respon adanya infeksi. Koagulasi intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan
LPS yang akan mempengaruhi keadaan pada mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler
dan anoxia jaringan. Hiperviskositas, akibat dari peleasan bahan-bahan mediator terjadi
permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga
menyokong terjadinya disfungsi organ. 1,13
VI.

Miokarditis

Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem


konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis
miokarditis sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal
jantung kongesif yang fatal. Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara
genetic yang berbeda-beda pada setiap penderita. 13,20

35

Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan
tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan.
Sebagian akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan
menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural
dianggap normal. 13,20

VII.

Enchepalophaty

Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan


cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10-100/mm 3,
sel terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau
rendah, protein meningkat (dapat mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tandatanda menngismus tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan
patologi didapatkan: infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang pleositosis. Setiap
serotip leptospira yang patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis aseptic, paling
sering Conikola, Icterohaemorrhagiae dan Pamoma.12,20

BAB VI
PENATALAKSANAAN

A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur
intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan
intervensi pada penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh
desinfektans seperti lisol. Maka upaya Lisolisasi upaya "lisolisasi" seluruh permukaan
lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang
mungkin sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah
"mewabah"-nya leptospirosis.
36

Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan


dengan menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan tercemar kuman dari
hewan piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar. Hindari berkontak
dengan kencing hewan piaraan.
Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak
dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot, terutama jika
kulit ada luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan,
ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor.
Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih
sehat diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang memiliki
risiko tinggi terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Tikus rumah perlu
dibasmi sampai ke sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan pengerat lain. Jangan
lupa bagi yang aktivitas hariannya di peternakan, atau yang bergiat di ranch. Kuda, babi,
sapi, bisa terjangkit leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang mungkin
singgah ke peternakan dan pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah, dan
berolahraga di danau atau sungai. Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga baik
dan diklorinasi.
Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat
mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa
sampai setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai
Swine herds disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan
ternaknya dan jauh dari sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke
tempat khusus sehingga tidak mencemari lingkungan.
B. TERAPI KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G,
dosis dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.
Tujuan Pemberian Obat
1.

Regimen

Treatment
a. Leptospirosis ringan

Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau

37

Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau


Amoxicillin 4 x 500 mg/oral

b.Leptospirosis sedang/ berat

Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau


Ampicillin 1 g/6jam i.v atau
Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau
Eritromycin 4 x 500 mg i.v

2.

Kemoprofilaksis

Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

Terapi untuk leptospirosis ringan


Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa. Pada
golongan ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang menyebabkan
penderita mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum tampak nyata. Sehingga
penatalaksanaan cukup secara konservatif.15
Penatalaksanaan konservatif

Pemberian antipiretik, terutama apabila demamnya melebihi 38C

Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.


Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen, dianjurkan
sekitar 2000-3000 kalori tergantung berat badan penderita. Karbohidrat dalam
jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein diberikan 0,2 0,5
gram/kgBB/hari yang cukup mengandung asam amino essensial.

Pemberian antibiotik-antikuman leptospira.


paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada minggu
pertama setelah infeksi. Pemberian penicilin setelah hari ke tujuh atau setelah
38

terjadi ikterus tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta unit, bahkan
pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada
yang memberikan selama 10 hari.

Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan
terhadap fungsi ginjal sangat perlu.

Terapi untuk leptospirosis berat16

Antipiretik

Nutrisi dan cairan.


Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya
menurun maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang
dengan kebutuhan kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang.
Diberikan protein essensial dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah
terjadi hiperkalemia maka masukan kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari.
Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada fase oligurik maksimal 0,5gram/hari.
Pada fase ologurik pemberian cairan harus dibatasi. Hindari pemberian cairan
yang terlalu banyak atau cairan yang justru membebani kerja hati maupun ginjal.
Infus ringer laktat misalnya, justru akan membebani kerja hati yang sudah
terganggu. Pemberian cairan yang berlebihan akan menambah beban ginjal.
Untuk dapat memberikan cairan dalam jumlah yang cukup atau tidak berlebihan
secara sederhana dapat dikerjakan monitoring / balance cairan secara cermat.
Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara
parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan
nutrisinya.

Pemberian antibiotik

Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta
unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi,
bahkan ada yang memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol.
fluoroquinolone dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik
39

dibanding antibiotik konvensional tersebut di atas, meskipun masih perlu


dibuktikan keunggulannya secara in vivo.

Penanganan kegagalan ginjal.


Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari leptospirosis.
Kelainan ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN). Terjadinya ATN dapat
diketahui dengan melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal bila ratio
<1). Juga dengan melihat perbandingankreatinin urine dan plasma, renal failire
index dll.

Pengobatan terhadap infeksi sekunder.


Penderita leptospirosis sangat rentan terhadap terjadinya beberapa infeksi
sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara lain:
bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi dialisis
peritoneal), dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis terdapat pada
20-70% kasus (Kevins O Neal, 1991). Pengelolaan sangat tergantung dari jenis
komplikasi yang terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis / syok septik
mempunyai angka kematian yang tinggi.

Penanganan khusus
1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin
(10-20 U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan
cardiac arrest.
2. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis (0,3 x
KgBB x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)
3. Hipertensi diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung pembatasan cairan, digitalis dan diuretik
5. Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati
dan uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya, mempertahankan
oksigenasi / sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.
6. Perdarahan transfusi

40

Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering mnakutkan.


Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat. Perdarahan
kadang0-kadang terjadi pada waktu mengerjakan dialisis peritoneal.
Untuk menyampingkan enyebab lain perlu dilakukan pemeriksaan faal
koagulasi secara lengkap. Perdarahan terjadi akibat timbunan bahanbahan toksik dan akibat trpmbositopati.
7. Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik,
dialisis.17

BAB VIII
KESIMPULAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman


leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental.
Leptospi Gejala klinis sering tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis.
Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila
terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat
akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang
beresiko tinggi terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,
2.

edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.


Speelman, Peter. (2005). Leptospirosis, Harrisons Principles of Internal

Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.


3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman Tatalaksana
Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta.
4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer Obor :
Jakarta. 2002.
5. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
6. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis Kumpulan Makalah
Simposium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

42

7. World

Health

Organization/

International

Leptospirosis

Society.

Human

Leptospirosis guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva :


WHO.2003.109
8. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional Bahaya
Dan Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
9. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah Kesehatan No.
15 Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.
10. Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis di
RSUPNCM, 2002.
11. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in patients with
severe leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII
PETRI, Malang, Juli 2002.
12. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be misdiagnosed as
dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, 2002
13. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in northeastern
Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J Trop Med Public
Health 2002; 33: 155-60
14. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus infection
in an urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13. 2002. 264-8
15. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with
leptospirosis and acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo. 2000.42(6):32732
16. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure; (Brenners &
Rectors) ed WB Saunders. 2001: 465-83
17. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars of
Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals of
Semarang. Konas PETRI, 2002.
18. Grenn-Mckenzie J, Shoff WH. Leptospirosis in humans. Sept, 13, 2006.
http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm
19. Anonymous. Leptospirosis. Sept. 2006. www.hpa.org.uk/infections/topics az
/zoonoses/leptospirosis/gen info.htm
20. http://www.infokedokteran.com/wpcontent/uploads/2010/04/3943463557_219650aaf5.jpg
21. http://4.bp.blogspot.com/_JNo1RsgGHH4/SGip9wROLqI/AAAAAAAAAq0/1PS
VnW4OGIc/s320/engalgo.gif
22. http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Leptospira
23. http://www.vetmed.hokudai.ac.jp/organization/microbiol/_src/sc395/elepm.jpg
24. http://caribbean.scielo.org/img/revistas/wimj/v54n1/a09tab3.gif
25. http://www.physicianbyte.com/images/LEPTOSPIROSIS_Image1.jpg
43

26. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f2.jpg
27. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f1.jpg

44

Anda mungkin juga menyukai