LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. F
Jenis kelamin
: laki-laki
Usia
: 21 tahun
Alamat
: Bojong Herang
Pekerjaan
: Karyawan Pabrik
Agama
: Islam
Status
: Belum menikah
MRS
: 30 Juli 2016
II. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis terhadap pasien tanggal 1 Agustus 2016 di Manggis RSUD
Cianjur
Keluhan Utama :
Demam sejak 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS datang ke Unit Gawat Darurat RSUD Cianjur dengan keluhan demam sejak
hari
yang lalu, pasien mengeluhkan demam yang terjadi secara tiba-tiba. Demam naik turun
tidak menentu. Keluhan diserta nyeri kepala, pusing seperti berputar, mual, nyeri pada
peurt dan pegal-pegal pada seluruh badan.
Riwayat penyakit gula, hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal dalam keluarga
disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan :
OS mengaku belum minum obat atau berobat ke dokter untuk keluhannya saat ini.
OS juga tidak pernah mengkonsumsi jamu-jamuan atau obat-obatan warung.
Riwayat psikososial :
OS seorang laki-laki 21 tahun, sehari hari bekerja sebagai karyawan pabrik. Pola makan
tidak teratur. Sering makan diluar rumah. Tidak pernah bepergian ke luar kota atau
daerah yang jauh. Lingkungan rumah baik dan tidak kotor. Namun, di pabrik tempat OS
bekerja terdapat saluran pembuangan yang airnya sedikit tergenang yang sering dilalui
oleh pasien.
Riwayat alergi :
Riwayat alergi obat, makanan, cuaca dan debu disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK (29/6/2016)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis/E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 20 x / menit, regular
Suhu
: 37,9 C (aksilla)
Antropometri
Berat Badan
: (tidak diketahui)
Status Generalis
Sistem
Kepala
Deskripsi
Bentuk normocephal, warna rambut hitam, distribusi rambut
2
Mata
Hidung
Mulut
hidung (-)
Bibir kering (+), tidak terdapat sianosis, faring hiperemis (-),
Telinga
Leher
Jantung
midclavicularis sinistra
Perkusi: Batas kanan jantung: linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung: linea midclavicularis sinistra
Auskultasi: BJ I dan BJ II normal, murmur(-), gallop (-)
Inspeksi: dada simetris (+/+), retraksi dinding dada (-/-)
Paru
Abdomen
Ekstremitas
atas
Ekstremitas
bawah
PEMERIKSAAN HASIL
Hematologi
PEMERIKSAA
Hemoglobin
13,8
N
Hematologi
Hematokrit
Hemoglobin 41,7
RUJUKAN
HASI
SATUAN
RUJUKA
SATUA
13.5 N17.5
g/dl N
13,0
42 52
13.5
10^6/ul
%
10^3/ul
10^6/ul
10^3/ul
10^3/ul
Fl
10^3/ul
g/dl
Eritrosit
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Leukosit
MCV
Trombosit
2,80
81
55
17.5
4.2 5.4
42 52
4.8 10.8
4.2 5.4
150 450
4.8 10.8
80 84
150 450
MCH MCV
28
81
273180 84
Pg
Fl
MCHC MCH
35,5
28
33 37
2731
Pg
RDW-SD
MCHC
15.4
35,5
37 54
33 37
fL
15.4
914 37 54
fL
fL
16,9
8 12914
fL
fL
PDW
RDW-SD
MPV
PDW
39,1
15,2
87
2.9
8,9
MPV
Differential
LYM%
2,80
14,5
8,9
Differential
4,4
LYM%
8 12
fL
3,3
26 36
26 36
MXD %
MXD %
3,2
2,2
0 11
48
NEU% NEU%
90,4
91,8
40704070
EOS% EOS%
1.7
1.7
1-3
1-3
BAS% BAS%
0.30
0.30
<1
<1
0,48
1.00
1.00 1.43
1.43
0 120 12
10^3/L
10^3/L
1.8 7.6
1.8 7.6
0.02
0.02 0.50
0.50
0.00 0.00
0.10
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
AbsolutAbsolut
LYM#
LYM#
0,67
MXD # MXD #
0.49
NEU#
EOS #
NEU#
EOS #
BAS # BAS #
0.49
13.29
13.75
0.34
0.24
0.07
0.04
0.10
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
5
HASIL
RUJUKAN
SATUAN
Hematologi
Hemoglobin
13,0
13.5 17.5
g/dl
Hematokrit
39,1
42 52
Eritrosit
2,80
4.2 5.4
10^6/ul
Leukosit
14,5
4.8 10.8
10^3/ul
Trombosit
55
150 450
10^3/ul
L0-15
mm/jam
65
70-110
Mg%
Bilirubin Total
4,56
<1,1
mg%
Bilirubin Direk
3,36
0-0,3
mg%
SGOT
419
<40
U/L
SGPT
69
<42
U/L
Fungsi Hati
PEMERIKSAAN
HASIL
RUJUKAN
Ureum
129,6
10-50
Kreatinin
5,6
0,5-1,0
Na
134,7
135-148
3,09
3,50-5,30
Ca
0,96
1,15-1,29
Fungsi Ginjal
Elektrolit
Urine Rutin
Warna
Coklat
Kuning
Kejernihan
Agak keruh
Jernih
Berat jenis
1,020
1,013-1030
pH
5,0
4,6 -8,0
Nitrit
Positif
Negatif
Protein urin
75/2 +
Negatif
Glukosa (Reduksi)
50/2+
Normal
Keton
15/2 +
Negatif
Urobilinogen
8/3 +
Normal
Bilirubin
3/2 +
Negatif
Eritrosit
250/5+
Negatif
Leukosit
500/3+
Negatif
Leukosit
15-20
1-4
Eritrosit
9-10
0-1
Epitel
15-20
Kristal
Negatif
Negatif
Silinder
Negatif
Negatif
HbsAg
Non reaktif
Non Reaktif
Mikroskopis
V.
PEMERIKSAA
HASI
RUJUKA
SATUA
N
Hematologi
Hemoglobin
11,0
13.5 17.5
g/dl
TA
Hematokrit
30,7
42 52
Eritrosit
4,05
4.2 5.4
10^6/ul
Leukosit
20,6
4.8 10.8
10^3/ul
Trombosit
54
150 450
10^3/ul
MCV
75,8
80 84
Fl
MCH
27,2
2731
Pg
MCHC
35,8
33 37
RDW-SD
41,6
37 54
fL
PDW
17
914
fL
MPV
8,1
8 12
fL
Differential
LYM%
3,5
26 36
MXD %
1,0
0 11
NEU%
94,6
4070
EOS%
0.7
1-3
BAS%
0.2
<1
Absolut
LYM#
0,71
1.00 1.43
10^3/L
MXD #
0.22
0 12
10^3/L
NEU#
19,52
1.8 7.6
10^3/L
EOS #
0.15
0.02 0.50
10^3/L
BAS #
0.04
0.00 0.10
10^3/L
D
AF
MASALAH
1. DHF
2. Leptospirosis
9
VI. ASSESSMENT
1. Suspek. Leptospirosis
2. Suspek DHF
VII. RENCANA TERAPI
1. Suspek Leptospirosis
Cek IgG dan IgM
2. Febris ec. DHF
IVFD D5% 1500cc/24 jam
Ceftriaxone 1x2 gr
Ketorolac 2x30mg
OMZ 2x20 mg
VIII. USULAN PEMERIKSAAN
IX. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam
: Ad bonam
- Qou Ad Functionam : Dubia ad bonam
- Quo Ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever,
autumnal fever, infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever,
nanukayami fever, 7-day fever dan lain-lain. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang
disemua benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan
leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira.
Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu,
10
kuda, kucing, marmut, dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan
vektor yang paling banyak. Tikus merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica
penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap
dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara
terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens
dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens
tertinggi terjadi selama musim hujan.
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002,
dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis
dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh
urin hewan yang terinfeksi.
III. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies
yaitu L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau
saprofit). Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi
menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L.
Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain.
Serovar yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan
reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan
babi. 2,3
11
Menurut West Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup leptospira yang
sering menyebabkan leptospirosis adalah:
12
Gambar 1. Leptospira
IV. PENULARAN3,5
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan
langsung dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman
leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit
akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung
terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur
yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang
terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulanbulan , maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.
13
V. PATOGENESIS2,3,4
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk
kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau
mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk
melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang,
pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air
saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung
yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau
dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan
kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat
sampai sepuluh perjalanan penyakit.
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang
penting
adalah
perlekatannya
pada
permukaan
sel
dan
toksisitas
selular.
14
15
- Hati
- Paru
- Otot lurik
: nekrosis fokal
- Jantung
- Mata
VI. PATOLOGI1,7,9
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat
perbadaan antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada
leptospirosis lesi histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan
kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa
kerusakan bukan berasal dari struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan
infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan
16
kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier.
Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat
masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal ini menyebabkan
meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah.
Kelainan spesifik pada organ:
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat
nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal
ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan
kerusakan ginjal.
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium
dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan
plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal
pada miokardium dan endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis
yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada
mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh
mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel
17
mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling
sering disebabkan oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe
kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab Weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh
serotype copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,
hepatic atau disfungsi vascular.
yaitu fase
kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa
muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus
(50%). Pada hari ke 3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia.
Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau
urtikaria.
Kadang-kadang
dijumpai
splenomegali,
hepatomegali,
serta
limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan
membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat
dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit
yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 13 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau
fase imun.
minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak dialami oleh kasus anak-anak
dibandingkan dengan kasus dewasa
Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari
darah selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang
ditemukan adalah nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30
% kasus ), hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan
pada 2-10 % kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari
penyakit. Gejala iritis, iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang
dapat menetap selama beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun
dapat pula muncul beberapa bulan setelah awal penyakit.
Komplikasi mata yang paling sering ditemukan adalah hemoragia
subconjunctival, bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous.
Keluhan dan gejala gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria,
proteinuria dan oliguria ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan
pada 20-70 % kasus. Selain itu, limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot
juga dapat ditemukan.
Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien
leptospirosis anikterik maupun ikterik.
Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak
tumpang tindih dengan fase septikemia.
21
Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan
kecepatan memperoleh terapi yang tepat.
Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi
dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.
22
Gambaran klinik
Spesimen laboratorium
Leptospirosis anikterik *
Fase leptospiremia (3-7 Demam tinggi, nyeri kepala, Darah,
hari)
cairan
conjunctival
suffusion.
Demam ringan, nyeri kepala,
Fase imn (3-30 hari)
urin
Leptospirosis ikterik
Fase
leptospiremia
dan Demam,
nyeri
kepala, Darah,
cairan
fase imn (sering menjadi mialgia, ikterik, gagal ginjal, serebrospinal (minggu I)
satu atau tumpang tindih)
hipotensi,
perdarahan,
manifestasi
pneumonitis
hemoragik, leukositosis.
* antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)
23
BAB III
DIAGNOSIS
I. ANAMNESIS1,8,9
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis
penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan
lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena
berhubungan dengan leptospirosis.
24
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak
aktif di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal
termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering
tergenang air maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih
dengan adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam
mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun
dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah
betis dan paha.
Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri
hebat dan hiperestesi kulit.
25
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1. Pemeriksaan laboratorium umum
a. Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun.
- Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil.
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang
biasa
terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan fungsi hati
- Jika tidak ada gejala ikterik fungsi hati normal.
- Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat.
- Kerusakan jaringan otot kreatinin fosfokinase meningkat
peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata
mencapai 5 kali nilai normal.
26
Laboratorium
diperlukan
untuk
memastikan
diagnosa
Leptospirosis yang sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan
sel-sel PMN ( pada awal ) tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS
normal atau meningkat, sedangkan glukosanya normal.
VI. DIAGNOSIS2,3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien,
apakah termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah,
pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan
gejala klinis berupa demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian
frontal, nyeri otot, mata merah / fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan demam, bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lainlain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit
menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED yang meninggi. Pada urin dijumpai
proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila terdapat hepatomegali maka bilirubin
darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa meningkat bila
terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh
dan serologis.
Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan
laboratorium. dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :
Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu
dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala
klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial
menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih
28
29
BAB IV
DIAGNOSIS BANDING2
Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam
berdarah dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan
kimia, demam tifoid, demam enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,
hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal
failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.
30
BAB V
KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
I.
Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal
ringan sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis
disebut sindroma pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria,
piuria, hematuria, disusul dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi
klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan
31
gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi
dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan
disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam. Prognosis gagal ginjal akut non oliguri
lebuh baik disbanding gagal ginjal non-ologuri. 27
Iskemia ginjal
vasokonstriksi.
Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan
viskositas darah meningkat.
33
Perdarahan Paru20
Liver Failure20
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada
hati terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada
leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Kerusakan sel hati.
2. Gangguan fungsi ginjal, yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga
meningkatkan kadar bilirubin darah.
34
3. Terjadinya
perdarahan
pada
jaringan
dan
hemolisis
intravaskuler
akan
IV.
Perdarahan gastrointestinal
V.
Shock20
Miokarditis
35
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan
tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan.
Sebagian akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan
menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural
dianggap normal. 13,20
VII.
Enchepalophaty
BAB VI
PENATALAKSANAAN
A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur
intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan
intervensi pada penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh
desinfektans seperti lisol. Maka upaya Lisolisasi upaya "lisolisasi" seluruh permukaan
lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang
mungkin sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah
"mewabah"-nya leptospirosis.
36
Regimen
Treatment
a. Leptospirosis ringan
37
2.
Kemoprofilaksis
terjadi ikterus tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta unit, bahkan
pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada
yang memberikan selama 10 hari.
Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan
terhadap fungsi ginjal sangat perlu.
Antipiretik
Pemberian antibiotik
Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta
unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi,
bahkan ada yang memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol.
fluoroquinolone dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik
39
Penanganan khusus
1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin
(10-20 U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan
cardiac arrest.
2. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis (0,3 x
KgBB x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)
3. Hipertensi diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung pembatasan cairan, digitalis dan diuretik
5. Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati
dan uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya, mempertahankan
oksigenasi / sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.
6. Perdarahan transfusi
40
BAB VIII
KESIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,
2.
42
7. World
Health
Organization/
International
Leptospirosis
Society.
Human
26. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f2.jpg
27. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f1.jpg
44