Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau
racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya
kekebalan tubuh seseorang.1
Sekarang vaksinasi adalah merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan antigen yang berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan sakit mampu mereproduksi limfosit yang peka sebagai
antibodi dan sel memori. Cara ini cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan
infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk merespon imun sehingga apabila
terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh
dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen/penyakit yang masuk tersebut.
Berbagai Keuntungan Vaksinasi antara lain:1
(1) Pertahanan tubuh yang dibentuk oleh beberapa vaksin akan dibawa seumur hidupnya.
(2) vaksinasi adalah cost-effective karena murah dan efektif.
(3) vaksinasi tidak berbahaya.
Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang dari komplikasi yang timbul apabila
terserang penyakit tersebut secara alami.
A. JENIS VAKSIN
Beberapa jenis vaksin yang dibuat berdasarkan proses produksinya antara lain:1,2
1. Vaksin hidup (live attenuated vaccine) Yaitu vaksin yang terdiri dari kuman atau virus
yang dilemahkan, masih antigenik akan tetapi tidak patogenik.
Contohnya yaitu virus polio oral. Oleh karena vaksin yang diberikan sesuai infeksi
alamiah (oral), virus dalam vaksin akan hidup dan berkembang biak di epitel saluran
cerna, sehingga akan memberikan kekebalan lokal. Sekresi antibodi igA lokal yang
ditingkatkan akan mencegah virus liar masuk kedalam sel tubuh. Imunitas aktif dari
vaksin hidup tidak dapat berkembang karena pengaruh dari antibodi yang beredar.
Antibodi yang masuk melalui plasenta atau transfusi dapat mempengaruhi perkembangan
vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak ada respon.1,2,3
1
Sifat-sifat vaksin berdasarkan kepekaan atau sensivitasnya terhadap suhu dibedakan menjadi 2
yaitu antara lain:1,2
1. Vaksin yang bersifat sensitif terhadap panas (heatsensitive) merupakan golongan vaksin
yang akan rusak jika terpapar dengan suhu yang berlebihan, yaitu vaksin Polio, BCG, dan
Campak.
a. Polio yaitu pada suhu beberapa derajat celsius diatas udara luar (ambient
temperatur < 34oC) dan dapat bertahan selama 2 hari.
b. Campak dan BCG yang akan rusak pada suhu berapa derajat celsius diatas suhu
udara luar (ambient temperatur < 34oC) dan dapat bertahan selama 7 hari.
3
2. Vaksin yang sensitif terhadap beku (freeze sensitive) merupakan vaksin yang akan rusak
bila terpapar dengan golongan dalam sifat ini antara lain suhu dingin atau pembekuan.
Vaksin yang tergolong dalam sifat ini antara lain hepatitis B, B-PID, DPT-HB, DT dan
TT.
a. Hepatitis B dan DPT-HB pada suhu -0,5 oC. Dapat bertahan selama maksimal
setengah jam.
b. DPT, DT, dan TT pada suhu -5oC 10oC dapat bertahan selama maksimal 1,5 2
jam.
c. DPT, DPT-HB, DT berapa derajat celsius diatas suhu udara luar (ambient
temperatur < 34oC) dan bertahan selama 14 hari.
d. Hepatitis B dan TT beberapa derajat celsius diatas suhu udara luar (ambient
temperatur < 34 derajat celsius) bertahan selama 30 hari.
B. MASA REMAJA
Ruang lingkup bidang pediatri adalah memberi perhatian pada kesehatan bayi, anak, dan
remaja, tidak hanya pertumbuhan dan perkembangan melainkan juga mengusahakan kesempatan
mereka untuk mencapai potensi maksimal sebagai manusia dewasa. Usia sekolah dan remaja
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan dengan paparan lingkungan yang luas dan
beranekaragam. Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan dengan paparan
lingkungan yang luas dan beranekaragam, masa remaja merupakan suatu bagian dari proses
tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari masa anak-anak
ke dewasa. Perubahan dalam regulasi hormon selama masa remaja menyebabkan terjadinya
perubahan biologis, merupakan masa kritis yang harus dihadapi oleh semua remaja. Sifat
biologis remaja menjadikan peluang berbagai penyakit dan toksin untuk gangguan fungsi dan
maturasi.1
Beberapa alasan mengapa remaja perlu diimunisasi1:
Kadar antibodi terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi cenderung
menurun. Misalnya, kejadian KLB difteri di Cianjur tahun 2002, Surabaya tahun 2011-
imunisasi yang direkomendasikan untuk remaja. Kunjungan vaksinasi untuk remaja dibagi
mejadi 3, yaitu kunjungan vaksinasi awal (11-12 tahun), menengah (14-15 tahun), dan akhir (1718 tahun). Kunjungan vaksinasi awal (11-12 tahun) merupakan program penguat imuniasasi
primer, kunjungan 14-15 tahun merupakan waktu catch up untuk semua vaksinasi yang
terlambat, dan kunjungan 17-18 tahun merupakan kesempatan untuk mendapatkan vaksinasi
yang direkomendasikan.5
C. CAKUPAN IMUNISASI
Data cakupan imunisasi pada anak sekolah dan remaja masih sangat sedikit khususnya di
negara yang sedang berkembang. Data terbanyak didapatkan dari hasil penelitian atau survei
yang dilakukan suatu daerah atau oleh lembaga swadaya masyarakat. Data cakupan imunisasi
pada anak remaja tersebut penting untuk diketahui para penentu kebijakan bidang kesehatan.
Seperti halnya memonitor hasil program vaksinasi dan menetapkan kelompok masyarakat daerah
risiko tinggi yang cenderung mengalami KLB karena cakupan imunisasi yang rendah.1,3
Rendahnya cakupan imunisasi pada usia anak sekolah dan remaja perlu diupayakan untuk
ditingkatkan. Banyak orangtua dari anak remaja tidak mengerti bahwa vaksinasi penguat perlu
diberikan dan tidak tahu pada usia berapa anaknya memerlukan vaksinasi penguat tersebut. Hal
tersebut terjadi karena kurangnya informasi tentang jadwal vaksin pada usia remaja kurang jelas
atau membingungkan masyarakat sehubungan dengan perubahan jadwal imunisasi. Oleh karena
itu sangat penting untuk memberikan penyuluhan yang terus-menerus di masyarakat dengan cara
penyuluhan di sekolah pada pertemuan para guru dan orangtua murid. Penyuluhan serupa harus
pula dilakukan di dalam kamar praktek seorang dokter sehari-hari, baik di rumah sakit maupun
pribadi.1
5
Apabila imuisasi dasar belum pernah diberikan pada anak usia kurang dari 7 tahun maka
DTP diberikan dalam 4 dosis, ke-1 sampai ke-3 diberikan selang waktu 1-2 bulan dan
MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, parotitis, dan campak Jerman
(Rubella). Vaksin measles, mumps, dan rubella diberikan kepada anak semua kelompok umur di
atas satu tahun. Bagi anak yang sudah pernah menderita penyakit campak maupun gondongan
bukan merupakan halangan untuk mendapatkan vaksinasi MMR. Hal tersebut karena anak yang
pernah menderita secara anamnesis sulit dibuktikan kebenarannya. Vaksinasi MMR menjadi
penting bagi wanita usia subur karena komponen rubella yang ada di dalamnya dapat mencegah
rubella kongentinal.1,2,4,5,6
Hepatitis B
Pencegahan khusus. Program imunisasi universal pada bayi baru lahir berhasil
menurunkan prevalensi infeksi VHB dan KHS di Taiwan, Gambia, Alaska, Polynesia. Cakupan
imunisasi hepatitis B di Indonesia (Depkes 2008) pada anak usia 12-23 bulan sebesar 62,8%.
Walaupun cakupan masih rendah, tetapi secara bermakna dapat menurunkan angka kesakitan
hepatitis B baik akut maupun kronik. Hepatitis B dikalangan anak-anak dan remaja telah
berkurang hingga lebih dari 95% dan hingga 75% pada dewasa.1
Pemberian ketiga dosis vaksin hepatitis B dengan dosis sesuai rekomendasi, akan
menyebabkan terbentuknya respons protektif (anti-HBs 10mIU/mL) pada > 90% dewasa, bayi,
anak, dan remaja.2,4,5,6
Vaksin diberikan secara intramuskular, pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral
paha, sedangkan anak besar dan dewasa diberikan di region deltoid.
Pada dasarnya, jadwal immunisasi hepatitis B sangat fleksibel sehingga tersedia berbagai pilihan
untuk menyatukannya ke dalam program imunisasi terpadu. Namun demikian ada beberapa hal
yang perlu diingat.1,4,5
optimal
Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan. Memanjang interval
antara dosis pertama dan kedua tidak akan mempengaruhi imunogenisitas atau titer
kedua
Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan
Pada anak yang berumur antara 6 minggu sampai 2 tahun dapat diberikan kombinasi
vaksin Hep B dengan DTaP dan Polio (inactivated) dan Hib vaksin yaitu vaksin
pentavalen DTwP-Hep B-Hib. Untuk anak 6 minggu sampai 2 tahun, vaksin hep B dapat
Pasien hemodialisis membutuhkan dosis yang lebih besar atau penambahan jumlah
suntikan
Catch up immunization. Merupakan imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah
diimunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B,
imunisasi catch up ini diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan
kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu
sesudah dosis pertama.2,4,5,6
Efektivitas, Lama proteksi. Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah
90%-95%. Memori sistem imun menetap minimal sampai 15 tahun pasca imunisasi namun
secara teoritis menetap seumur hidup sehingga pada anak normal, tidak diperlukan untuk
imunisasi booster.
Vaksinasi hepatitis B tidak perlu diulang, namun apabila pada pemeriksaan laboratorium
menunjukan tidak adanya pembentukan antibodi atau kadar terhadap hepatitis B rendah di bawah
ambang pencegahan (<10 microgram/ dL), imunisasi ulang harus diberikan. Kadar anti-HBs
akan berkurang dari tahun ke tahun, namun ternyata bertahan selamanya setelah mendapatkan
imunisasi primer yang lengkap. Meskipun kadar anti-HBs sudah menurun sekali bahkan negatif,
seseorang masih terlindungi dari sakit secara klinis dan sakit kronis. Dosis ulang untuk hepatitis
B tidak diperlukan lagi bagi orang yang jelas telah mendapatkan imunisasi primer lengkap tiga
kali dan memberikan respon baik setelah imunisasi.
sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian pada anak usia sekolah dasar, diberikan imunisasi campak
yang ketiga pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).1
Tifoid
Salmonella typhi merupakan kuman patogen pada manusia yang menyebabkan infeksi
sistemik, ditandai dengan demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi atau diare. Bila tidak diobati
dapat menyebabkan kematian pada 10%-20% kasus karena perforasi usus, perdarahan, toksemia,
dan karena komplikasi lain. Virulensi Salmonella typhi untuk melakukan sirkulasi ke dalam
sirkulasi sebagian berhubungan dengan antigen permukaan Vi.2,4,5
Vaksin Demam Tifoid
Vaksin demam tifoid oral dibuat dari Salmonella typhi non pathogen yang telah
dilemahkan. Bakteri dalam vaksin akan mengalami siklus pembelahan dalam usus dan
dieleminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parentral, respon
imun pada vaksin ini termasuk sekretorik Ig A. Secara umum efektifitas vaksin oral sama dengan
vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemanasan, namun vaksin oral mempunyai reaksi
samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a.2,6
Dosis dan Kemasan1,2,3
Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan
dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul tiap beberapa tahun
Penyimpanan pada suhu 2oC-8oC
Kemasan dalam bentuk kapsul, direkomendasikan untuk anak umur 6 tahun atau lebih
Cara pemberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari selang sehari, ke 1, 3 dan 5, 1 jam
sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37oC. Kapsul ke-4 pada hari ke-7
lambung
Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic, sulfonammid, atau antimalaria
Hepatitis A
Infeksi virus hepatitis A (VHA) bersifat global dengan variasi demografis epidemiologis
sesuai tingkat higiene-sanitasi dan sosial-ekonomi suatu negara. Bersifat self limiting namun
potensial menimbulkan banyak dampak epidemiologis dan klinis yang dapat mematikan serta
dapat menimbulkan ledakan kejadian luar biasa. Indonesia merupakan daerah endemis hepatitis
virus, baik VHA maupun hepatitis virus B (VHB) dan C (VHC). Sulit untuk mengetahui insidens
pasti VHA karena pada sebagian kasus bersifat asimtomatis terutama pada anak berusia <6
tahun. Kelompok asimtomatis ini merupakan reservoir infeksi bagi komunitasnya, termasuk
orangtua. Pada pasien penyakit hati kronis (PHK) yang terkena hepatitis A
mempunyai
prevalens rendah, infeksi terjadi pada dewasa dan usia lanjut. Di daerah urban seperti di Jakarta,
prevalens anti HAV pada kelompok usia <9 tahun 39,6%, usia 10-19 tahun 67,8%, dan 95% pada
usia >50 tahun. Di Bandung, prevalens antibodi HAV 63,2% dan di rural Sulawesi 47,5%.
Penelitian lain pada anak usia 6-8 tahun dan kelompok sosial ekonomi tinggi di Jakarta
menunjukkan bahwa prevalens anti HAV hanya 1,7% dan mereka inilah yang kelompok yang
rentan dan perlu imunisasi VHA.1
Transmisi. Transmisi VHA terjadi melalui penularan fecal-oral dalam bentuk penularan
antar individu (kontak erat) dan penularan melalui makanan atau minuman yang tercemar.
Transmisi terjadi selama eksresi virus di tinja masih berlangsung yaitu sejak 2-3 minggu sebelum
sampai dengan 8-19 hari sesudah gejala klinis muncul. Transmisi dalam kontak erat terbukti
dengan terjadinya penularan intrafailial satu rumah (26%), di tempat penitipan anak (11%), di
lembaga retardasi mental, di kalangan homoseksual (15%). Meskipun jarang, transmisi dapat
pula terjadi di rumah sakit. Transmisi antar anak di sekolah bukan merupakan modus transmisi
yang sering di jumpai. Infeksi VHA di sekolah merefleksikan adanya, infeksi di populasi.2,6
13
epidemi) atau disebut profilaksis pasca paparan. Seyogyanya diberikan tidak lebih dari 2 minggu
setelah paparan.
Immunoglobulin diberikan secara intramuscular dengan dosis 0,02 mL/kg berat badan
pada anak besar dan dewasa 5 mL, sedangkan pada anak kecil atau bayi tidak melebihi 3 mL.4,5
Imunisasi aktif
Imunisasi menyebabkan antibodi neutralisasi terbentuk terhadap epitop permukaan virus.
Kandidat vaksinasi VHA berdasarkan rekomendasi ACIP. Kebijakan imunisasi hepatitis A lebih
bersifat individual dan diberikan pada anak berusia 2 tahun. Kandidat vaksinasi HVA, yaitu
anak di daerah endemis HVA atau daerah dengan wabah periodik.
Kelompok resiko tinggi2,6:
KIPI
Vaksin HVA aman dan jarang menimbulkan efek samping. Reaksi lokal merupakan efek
samping tersering (21%-54%) tetapi umumnya ringan. Demam dialami 4% resipien.1,3
Lama Proteksi
Lama proteksi antibodi antiHVA diperkirakan menetap selama 20 tahun. Proteksi
jangka panjang terjadi akibat antibodi protektif yang menetap atau akibat anamnestic boosting
infeksi alamiah.4,5
Pemberian Bersama Vaksin Lain
14
Pemberian vaksin VHA bersamaan dengan vaksin lain tidak mengganggu respons imun
masing-masing vaksin dan tidak meningkatkan frekuensi efek samping.
Indikasi Kontra dan Kondisi yang Memerlukan Perhatian Khusus
Pemberian imunisasi terhadap hepatitis A, dosis anak tetap berpedoman pada usia dan
tidak pada berat badan anak. Meskipun berat badan melebihi orang dewasa dosis vaksin hepatitis
A tetap dengan dosis anak seperti halnya pada hepatitis B karena response rate ternyata lebih
tinggi dari orang dewasa meskipun berat badan melebihi normal.2,5,6
Influenza
Influenza adalah penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan oleh virus influenza.
Penyakit ini sangat menular, umunya ringan tapi dapat menyebabkan komplikasi serius. Sering
kali masyarakat dan dokter, memakai istilah influenza atau flu untuk setiap penyakit infeksi
saluran napas dengan gejala demam, rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk, nyeri kepala, nyeri otot,
apapun virus penyebab. Penyakit dengan gejala yang tidak spesifik disebut sebagai influenza like
illness (ILI).2
Pemberian vaksin influenza yang dilemahkan (inactivated influenza vaccine) kepada
individu yang berisiko timbulnya komplikasi terinfeksi, merupakan satu-satunya cara untuk
pencegahan atau mengurangi infeksi influenza serta mencegah kematian pada saat epidemik.
Setelah vaksinasi, hampir semua orang yang divaksinasi mempunyai titer antibody yang dapat
melindunginya dari galur virus yang ada di dalam vaksin. Sebagai tambahan, individu tersebut
juga diproteksi terhadap berbagai varian. Bayi, orang usia lanjut, dan pasien dengan gangguan
kekebalan, akan menghasilkan titer antibodi yang lebih rendah setelah vaksinasi. Harus diingat
bahwa vaksin influenza tidak mencegah infeksi primer akibat virus lain maupun bakteri pathogen
dalam saluran napas.
Vaksin influenza (seasonal)
Setiap tahun dua kali WHO mengkaji dan merekomendasikan komposisi galur influenza
yang dimasukkan ke vaksin musim berikutnya, galur virus yang diperkirakan akan bersirkulasi di
musim yang akan datang. Vaksin influenza mengandung antigen dari 2 subtipe virus influenza A
(A/H1N1 dan A/H3N2) dan satu galur virus influenza B, dikenal sebagai vaksin trivalent. WHO
15
merekomendasikan untuk belahan bumi utara dan selatan. Rekomendasi WHO dilakukan setiap
tahun kaena adanya sifat virus influenza yang berubah secara genetic (antigenic drift).
Rekomendasi WHO mengenai galur yang akan dipakai untuk vaksin musim influenza yang akan
datang, berdasarkan laporan surveilans dari berbagai negar di seluruh dunia. Terdapat lebih dari
110 pusat influenza nasional di 89 negara yang rutin melaporkan setiap tahun.2,4,5,6
Vaksin trivalent terdiri dari 2 macam inactivated dan live attenuated. Terdapat 3 tipe
vaksin inactivated yaitu whole, split virion dan subunit vaksin. Live attenuated influenza
vaccines (LAIVs) dikembangkan dengan cara yang sama dengan inactivated influenza vaccines,
bedanya virus ditanam melalui penjamu asing (tissue culture cells), agar terjadi mutasi yang akan
mengurangi virulensi virus, tetapi imunogentias nya tidak berubah.
Rekomendasi Satgas Imuniasasi IDAI
Anak usia > 6 tahun sampai 18 tahun dan orang yang berisiko tinggi harus mendapat
vaksinasi influenza. Vaksin seasonal influenza tetap harus diberikan setiap tahun.1
Indikasi
Dosis untuk umur < 3 tahun 0,25 ml dan untuk 3 tahun 0,5 ml. Untuk anak umur , 12
tahun jenis vaksin split, subunit, sedangkan untuk > 12 tahun dapat split, subunit dan
whole
16
Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza trivalent (TIV) usia < 9 tahun
vaksin deiberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4 minggu, kemudian imunisasi
dewasa dan anak yang lebih besar sedangkan pada bayi dapat diberikan anterolateral
Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan 2 dosis dengan jarak interval
HPV
Kanker serviks merupakan komplikasi jangka panjang dari infeksi human papilomavirus
(HPV) pada genitalia dan merupakan salah satu penyebab kematian karena kanker pada wanita
di seluruh dunia. Infeksi HPV umumnya mengenai wanita dengan usia yang lebih muda dari
pada kanker lainnya.1,2,6
Di Indonesia berdasarkan data ICO 2013, jumlah kematian disebabkan kanker serviks
7493 orang dengan angka kematian tertinggi pada usia 60-64 tahun. Kurang lebih 13.760 kasus
baru ditemukan, kanker serviks menempati urutan ke-2 penyebab kanker pada wanita usia 15-44
tahun.1,3
Human Papiloma Virus (HPV) dan Kanker Serviks
Insidens tertinggi infeksi HPV terjadi pada remaja dan perempuan muda dengan seksual
aktif. Kejadian infeksi pada wanita berkisar 50% - 80% selama hidupnya, 50% diantaranya
merupakan tipe onkogenik.1,2,5,6
Virus HPV terdiri dari DNA dengan rantai ganda yang sirkular. Dilapisi oleh kapsid
dengan region yang bersifat onkogenik (E), region ini akan mengaktifkan gen p53 (tumor
supresor gen), dan kapsid dengan region yang bersifat imunogenik (L).
Klasifikasi dari HPV berdasarkan DNA dan sampai saat ini sudah lebih 100 virus HPV
sudah teridentifikasi dengan 40 diketahui menginfeksi traktus genitalia.
17
HPV genitalia dibagi menjadi dua subgroup yaitu onkogenik risiko rendah (terutama tipe
6 dan 11) yang ditemukan pada genital warts (kondiloma akuminata) dan onkogenik risiko tinggi
(terutama tipe 16 dan 18) yang sering dihubungkan dengan kanker serviks. Penulaaran dari
infeksi HPV ini terjadi dari manusia ke manusia.
Faktor risiko yang berperan untuk terjadi karsinoma serviks adalah usia dimulainya
aktivitas seksual, berhubungan seks dengan pasangan yang berbeda-beda, tingkah laku pasangan
laki-laki, riwayat infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Sedang kofaktor yang
mempengaruhi infeksi HPV menjadi kersinoma serviks alat kontrasepsi hormonal, frekuensi
persalinan, imunosupresi/infeksi HIV, koinfeksi klamidia, koinfeksi HSV-2 (herpes simplex
virus), merokok aktif atau pasif, factor genetic, status social ekonomi rendah (gizi buruk,
pendapatan, pendidikan rendah, dan kurangnya fasilitas untuk skrining dan pelayanan
kesehatan).1,6
Vaksin Human Papiloma Virus
Melalui teknik rekombinaan telah dikembangkan 2 vaksin untuk mencegah infeksi HPV
yaitu vaksin bivalent yang melindungi terhadap tipe 16 dan 18 dan vaksin quadrivalent,
melindungi terhadap empat tipe HPV 16, 18, 6 dan 11. Vaksin HPV direkomendasikan pada anak
mulai umur 10 tahun. Berdasarkan uji klinis menunjukan bahwa vaksin HPV quadrivalent atau
bivalent mempunyai evikasi antara 90% - 100% untuk mencegah infeksi HPV 16/18 yang
berhubungan dengan neoplasia intraepithelial serviksal stadium 2 dan 3, adenokarsinoma in situ
dan karsinoma serviks. Di Indonesia beredar vaksin HPV quadrivalent dan bivalent.
Efek samping yang sering dilaporkan yaitu sinkop, pusing, mual, nyeri kepala, dan
reaksi tempat suntikan. Dari 1741 laporan reaksi tempat suntikan, 608 terjadi pada hari vaksinasi.
Dilaporkan 937 kasus nyeri kepala hipersentivitas, dan 28 anafilaksis. Dari 42 kasus yang
dilaporkan dengan Guillain-Barre Syndrome (GBS), 12 sari 21 kasus (57%) kilnis memenuhi
criteria GBS. Risiko relative GBS oleh karena HPV adalah 0,3/100.000 orang.2,4,5,6
Rekomendasi Satgas Imunisasi IDAI1
18
Imunisasi vaksin HPV bivalen diperuntukkan pada anak perempuan sejak berumur 10
Jadwal
20