Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau
racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya
kekebalan tubuh seseorang.1
Sekarang vaksinasi adalah merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan antigen yang berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan sakit mampu mereproduksi limfosit yang peka sebagai
antibodi dan sel memori. Cara ini cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan
infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk merespon imun sehingga apabila
terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh
dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen/penyakit yang masuk tersebut.
Berbagai Keuntungan Vaksinasi antara lain:1
(1) Pertahanan tubuh yang dibentuk oleh beberapa vaksin akan dibawa seumur hidupnya.
(2) vaksinasi adalah cost-effective karena murah dan efektif.
(3) vaksinasi tidak berbahaya.
Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang dari komplikasi yang timbul apabila
terserang penyakit tersebut secara alami.
A. JENIS VAKSIN
Beberapa jenis vaksin yang dibuat berdasarkan proses produksinya antara lain:1,2
1. Vaksin hidup (live attenuated vaccine) Yaitu vaksin yang terdiri dari kuman atau virus
yang dilemahkan, masih antigenik akan tetapi tidak patogenik.
Contohnya yaitu virus polio oral. Oleh karena vaksin yang diberikan sesuai infeksi
alamiah (oral), virus dalam vaksin akan hidup dan berkembang biak di epitel saluran
cerna, sehingga akan memberikan kekebalan lokal. Sekresi antibodi igA lokal yang
ditingkatkan akan mencegah virus liar masuk kedalam sel tubuh. Imunitas aktif dari
vaksin hidup tidak dapat berkembang karena pengaruh dari antibodi yang beredar.
Antibodi yang masuk melalui plasenta atau transfusi dapat mempengaruhi perkembangan
vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak ada respon.1,2,3
1

Vaksinasi campak merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi


yang beredar dalam tubuh. Respon imun terhadap vaksin hidup attenuated pada
umumnya sama dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah.1
2. Vaksin Mati (Killed Vaccine/Inactivated Vaccine) Vaksin mati ini tidak patogenik dan
tidak berkembang biak dalam tubuh. Oleh karena itu diperlukan pemberian beberapa kali.
Vaksin ini selalu membutuhkan dosis multipel. Pada umumnya protektif, tetapi hanya
memacu atau menyiapkan sistem imun. Respon imun protektif baru timbul setelah dosis
kedua atau ketiga hal ini berbeda dengan vaksin hidup. Yang mempunyai respon imun
mirip atau sama dengan vaksin hidup, respon imun terhadap vaksin mati sebagian besar
bersifat humoral, hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas selular. Antibodi
terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu. Titer sebagai hasilnya
maka vaksin inactivated membutuhkan dosis suplemen (tambahan) secara periodik.
3. Rekombinan. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitoporganisme yang
patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen
epitop bagi sel penerima vaksin. Terdapat 3 jenis vaksin yang dihasilkan dengan rekayasa
genetik yang saat ini tersedia.
a. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukan suatu segmen gen virus hepatitis
B ke dalam sel ragi. Sel ragi yang telah berubah ini menghasilkan antigen permukaan
hepatitis B murni.
b. Vaksin tifoid (Ty21a) adalah bakteria Samonella typhy yang genetiknya diubah
(modified) sehingga tidak menyebabkan sakit.
c. Tiga dari 4 virus yang berada dalam vaksin rotavirus hidup adalah rotavirus kera rhesus
yang menghasilkan antigen rotavirus manusia apabila mengalami replikasi.1,2
4. Vaksin polisakarida. Vaksin polisakarida adalah sub-unit yang inactivated dengan
bentuknya yang unik terdiri dari atas rantai panjang molekul-molekul gula yang
membentuk permukaan kapsul bakteri tertentu. Vaksin polisakarida murni tersedia untuk
3 macam penyakit yaitu pneumokokus, meningkokus, dan heamophillus influenza tipe B.
5. Toksoid Bahan yang bersifat imunogenik dibuat dari toksin kuman. Pemanasan dan
penambahan formalin biasanya digunakan dalam proses pembuatannya. Hasil dari
pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai Natural Plain Toxoid, dan
2

merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakterial toksoid efektif selama


satu tahun. Bahan adjuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigen dan
meningkatkan imunogenistasinya.1,2
6. Vaksin DNA Plasma (Plasmid DNA Vaccine) Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA
mikroba yang mengandung kode antigen yang pathogen, dan saat ini dalam
pengembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percoban menunjukan
bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon hormonal dan selular yang
cukup kuat, sedangkan penelitian ini klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan.
Berdasarkan fungsinya vaksin terbagi menjadi 8 yaitu: vaksin BCG (bacillus calmette
guerine) yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa. Vaksin DPT
(Difteri 33 Partusis Tetanus) untuk pemberian kekebalan secara stimulan terhadap difteri,
pertusis, dan tetanus.1,3
a. Vaksin TT (Tetanus Toksoid) yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tetanus.
b. Vaksin DT (Difteri dan Tetanus) untuk pemberian kekebalan stimulan terhadap
difteri dan tetanus.
c. Vaksin polio yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.
d. Vaksin campak yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
e. Vaksin hepatitis B untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus hepatitis B.
f. Vaksin DPT/HB untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
tetanus, pertusis dan hepatitis B.

Sifat-sifat vaksin berdasarkan kepekaan atau sensivitasnya terhadap suhu dibedakan menjadi 2
yaitu antara lain:1,2
1. Vaksin yang bersifat sensitif terhadap panas (heatsensitive) merupakan golongan vaksin
yang akan rusak jika terpapar dengan suhu yang berlebihan, yaitu vaksin Polio, BCG, dan
Campak.
a. Polio yaitu pada suhu beberapa derajat celsius diatas udara luar (ambient
temperatur < 34oC) dan dapat bertahan selama 2 hari.
b. Campak dan BCG yang akan rusak pada suhu berapa derajat celsius diatas suhu
udara luar (ambient temperatur < 34oC) dan dapat bertahan selama 7 hari.
3

2. Vaksin yang sensitif terhadap beku (freeze sensitive) merupakan vaksin yang akan rusak
bila terpapar dengan golongan dalam sifat ini antara lain suhu dingin atau pembekuan.
Vaksin yang tergolong dalam sifat ini antara lain hepatitis B, B-PID, DPT-HB, DT dan
TT.
a. Hepatitis B dan DPT-HB pada suhu -0,5 oC. Dapat bertahan selama maksimal
setengah jam.
b. DPT, DT, dan TT pada suhu -5oC 10oC dapat bertahan selama maksimal 1,5 2
jam.
c. DPT, DPT-HB, DT berapa derajat celsius diatas suhu udara luar (ambient
temperatur < 34oC) dan bertahan selama 14 hari.
d. Hepatitis B dan TT beberapa derajat celsius diatas suhu udara luar (ambient
temperatur < 34 derajat celsius) bertahan selama 30 hari.
B. MASA REMAJA
Ruang lingkup bidang pediatri adalah memberi perhatian pada kesehatan bayi, anak, dan
remaja, tidak hanya pertumbuhan dan perkembangan melainkan juga mengusahakan kesempatan
mereka untuk mencapai potensi maksimal sebagai manusia dewasa. Usia sekolah dan remaja
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan dengan paparan lingkungan yang luas dan
beranekaragam. Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan dengan paparan
lingkungan yang luas dan beranekaragam, masa remaja merupakan suatu bagian dari proses
tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari masa anak-anak
ke dewasa. Perubahan dalam regulasi hormon selama masa remaja menyebabkan terjadinya
perubahan biologis, merupakan masa kritis yang harus dihadapi oleh semua remaja. Sifat
biologis remaja menjadikan peluang berbagai penyakit dan toksin untuk gangguan fungsi dan
maturasi.1
Beberapa alasan mengapa remaja perlu diimunisasi1:

Kadar antibodi terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi cenderung
menurun. Misalnya, kejadian KLB difteri di Cianjur tahun 2002, Surabaya tahun 2011-

2013 dan beberapa KLB lain/daerah lain


Cakupan yang rendah saat masa bayi atau prevalensi penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi pada masa remaja masih tinggi


Menghadapi risiko terkena penyakit masa dewasa
4

Menurut WHO terdapat beberapa insiden penyakit pada masa remaja1,4:

Penyakit infeksi dalam kesehatan masyarakat (misalnya hepatitis A)


Penyakit yang mengancam jiwa seperti serangan asma bronkiale
Penyakit yang berhubungan dengan makanan
Berhubungan dengan masalah substance abuse
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) membuat jadwal kunjungan

imunisasi yang direkomendasikan untuk remaja. Kunjungan vaksinasi untuk remaja dibagi
mejadi 3, yaitu kunjungan vaksinasi awal (11-12 tahun), menengah (14-15 tahun), dan akhir (1718 tahun). Kunjungan vaksinasi awal (11-12 tahun) merupakan program penguat imuniasasi
primer, kunjungan 14-15 tahun merupakan waktu catch up untuk semua vaksinasi yang
terlambat, dan kunjungan 17-18 tahun merupakan kesempatan untuk mendapatkan vaksinasi
yang direkomendasikan.5
C. CAKUPAN IMUNISASI
Data cakupan imunisasi pada anak sekolah dan remaja masih sangat sedikit khususnya di
negara yang sedang berkembang. Data terbanyak didapatkan dari hasil penelitian atau survei
yang dilakukan suatu daerah atau oleh lembaga swadaya masyarakat. Data cakupan imunisasi
pada anak remaja tersebut penting untuk diketahui para penentu kebijakan bidang kesehatan.
Seperti halnya memonitor hasil program vaksinasi dan menetapkan kelompok masyarakat daerah
risiko tinggi yang cenderung mengalami KLB karena cakupan imunisasi yang rendah.1,3
Rendahnya cakupan imunisasi pada usia anak sekolah dan remaja perlu diupayakan untuk
ditingkatkan. Banyak orangtua dari anak remaja tidak mengerti bahwa vaksinasi penguat perlu
diberikan dan tidak tahu pada usia berapa anaknya memerlukan vaksinasi penguat tersebut. Hal
tersebut terjadi karena kurangnya informasi tentang jadwal vaksin pada usia remaja kurang jelas
atau membingungkan masyarakat sehubungan dengan perubahan jadwal imunisasi. Oleh karena
itu sangat penting untuk memberikan penyuluhan yang terus-menerus di masyarakat dengan cara
penyuluhan di sekolah pada pertemuan para guru dan orangtua murid. Penyuluhan serupa harus
pula dilakukan di dalam kamar praktek seorang dokter sehari-hari, baik di rumah sakit maupun
pribadi.1
5

D. JADWAL IMUNISASI REKOMENDASI IDAI


Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI secara berkala di evaluasi untuk penyempurnaan
berdasarkan perubahan pola penyakit, kebijakan DEPKES/WHO, kebijakan global, dan
pengadaan vaksin di Indonesia. Imunisasi untuk anak sekolah dan remaja bertujuan untuk catch
up immunization dan penguat/booster; diberikan pada hampir semua jenis vaksinasi dasar,
diantaranya yaitu hepatitis B, polio, varisela, hepatitis A, tetanus, difteria (Td), influenza, rubela,
campak dan gondongan. Khusus untuk HPV merupakan vaksinasi primer.1

Gambar 1. Jadwal imunisasi Anak Rekomendasi IDAI.1


E. VAKSIN BARU
Pemberian vaksinasi ulangan kepada remaja ialah, (1) secara tidak langsung melindungi
anak-anak yang lebih muda dan orang lanjut usia di sekitarnya; (2) memberikan vaksinasi
kepada anak usia remaja merupakan suatu kesempatan yang baik untuk memeriksa anak remaja
secara menyeluruh.1,3
Sejak beberapa tahun ini dikenal beberapa vaksin baru yang ditunjukan bagi anak remaja,
yaitu vaksin pertusis aseluler (ap), gabungan tetanus, difteri dan pertusis asesular (Tdap),
influenza, dan untuk mencegah karcinoma serviks (HPV).
Infeksi HPV telah terbukti secara sitologi, histologi, dan pemeriksaan visual merupakan
penyebab kanker serviks, terutama infeksi genitalia pada saat remaja. Oleh karena itu, sudah
seharusnya dilakukan tindakan pencegahan primer untuk menghilangkan akar penyebab dari
kanker serviks ini yaitu dengan memberikan vaksinasi terhadap HPV untuk anak remaja
perempuan.1,3,6
6

F. IMUNISASI PENGUAT (booster) PADA REMAJA


Vaksinasi DTP ulangan

Apabila imuisasi dasar belum pernah diberikan pada anak usia kurang dari 7 tahun maka
DTP diberikan dalam 4 dosis, ke-1 sampai ke-3 diberikan selang waktu 1-2 bulan dan

yang ke-4 enam bulan kemudian.


Apabila anak sudah berumur lebih dari 7 tahun, diberikan vaksin Td (adult tetanus

diphtheria toxoid) atau Tdap kemudian penguat diberikan setiap 10 tahun.


Imunitas terhadap pertusis berlangsung selama 10 tahun setelah mendapat imunisasi
dasar. Meskipun demikian seorang anak yang sudah menerima 5 dosis vaksin pertusis,
kemungkinan terjangkitnya pertusis masih dapat terjadi pada usia remaja. Maka

dianjurkan untuk memberikan suntikan ulangan pada usia remaja.


Pada usia praremaja (usia 10-14 tahun) diperlukan vaksinasi ulang terhadap tetanus (Td).
Khususnya anak perempuan guna mecegah tidak terjadinya tetanus neonatorum pada bayi
yang dilahirkan di kemudian hari.1,4,5,6

MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, parotitis, dan campak Jerman
(Rubella). Vaksin measles, mumps, dan rubella diberikan kepada anak semua kelompok umur di
atas satu tahun. Bagi anak yang sudah pernah menderita penyakit campak maupun gondongan
bukan merupakan halangan untuk mendapatkan vaksinasi MMR. Hal tersebut karena anak yang
pernah menderita secara anamnesis sulit dibuktikan kebenarannya. Vaksinasi MMR menjadi
penting bagi wanita usia subur karena komponen rubella yang ada di dalamnya dapat mencegah
rubella kongentinal.1,2,4,5,6
Hepatitis B
Pencegahan khusus. Program imunisasi universal pada bayi baru lahir berhasil
menurunkan prevalensi infeksi VHB dan KHS di Taiwan, Gambia, Alaska, Polynesia. Cakupan
imunisasi hepatitis B di Indonesia (Depkes 2008) pada anak usia 12-23 bulan sebesar 62,8%.
Walaupun cakupan masih rendah, tetapi secara bermakna dapat menurunkan angka kesakitan

hepatitis B baik akut maupun kronik. Hepatitis B dikalangan anak-anak dan remaja telah
berkurang hingga lebih dari 95% dan hingga 75% pada dewasa.1
Pemberian ketiga dosis vaksin hepatitis B dengan dosis sesuai rekomendasi, akan
menyebabkan terbentuknya respons protektif (anti-HBs 10mIU/mL) pada > 90% dewasa, bayi,
anak, dan remaja.2,4,5,6
Vaksin diberikan secara intramuskular, pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral
paha, sedangkan anak besar dan dewasa diberikan di region deltoid.
Pada dasarnya, jadwal immunisasi hepatitis B sangat fleksibel sehingga tersedia berbagai pilihan
untuk menyatukannya ke dalam program imunisasi terpadu. Namun demikian ada beberapa hal
yang perlu diingat.1,4,5

Imunisasi minimal diberikan 3 kali


Imunisasi pertama diberikan segera setelah lahir
Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah 0, 1, 6 bulan karena respons antibodi paling

optimal
Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan. Memanjang interval
antara dosis pertama dan kedua tidak akan mempengaruhi imunogenisitas atau titer

antibodi sesudah imunisasi selesai (dosis ketiga)


Dosis ketiga merupakan penentu respon antibodi karena merupakan dosis booster.
Semakin panjang jarak antara imunisasi kedua dengan imunisasi ketiga (4-12 bulan),

semakin tinggi titer antibodinya


Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi kedua.
Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari imunisasi

kedua
Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan
Pada anak yang berumur antara 6 minggu sampai 2 tahun dapat diberikan kombinasi
vaksin Hep B dengan DTaP dan Polio (inactivated) dan Hib vaksin yaitu vaksin
pentavalen DTwP-Hep B-Hib. Untuk anak 6 minggu sampai 2 tahun, vaksin hep B dapat

diberikan secara kombinasi dengan vaksin hexavalen DTaP-Hib-IPV.


Vaksin kombinasi Hepatitis A dan B (catch-up immunization) dapat diberikan pada anak
berumur 18 bulan atau lebih dengan jadwal 0, 1, 6 bulan
8

Pasien hemodialisis membutuhkan dosis yang lebih besar atau penambahan jumlah
suntikan
Catch up immunization. Merupakan imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah

diimunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B,
imunisasi catch up ini diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan
kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu
sesudah dosis pertama.2,4,5,6
Efektivitas, Lama proteksi. Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah
90%-95%. Memori sistem imun menetap minimal sampai 15 tahun pasca imunisasi namun
secara teoritis menetap seumur hidup sehingga pada anak normal, tidak diperlukan untuk
imunisasi booster.
Vaksinasi hepatitis B tidak perlu diulang, namun apabila pada pemeriksaan laboratorium
menunjukan tidak adanya pembentukan antibodi atau kadar terhadap hepatitis B rendah di bawah
ambang pencegahan (<10 microgram/ dL), imunisasi ulang harus diberikan. Kadar anti-HBs
akan berkurang dari tahun ke tahun, namun ternyata bertahan selamanya setelah mendapatkan
imunisasi primer yang lengkap. Meskipun kadar anti-HBs sudah menurun sekali bahkan negatif,
seseorang masih terlindungi dari sakit secara klinis dan sakit kronis. Dosis ulang untuk hepatitis
B tidak diperlukan lagi bagi orang yang jelas telah mendapatkan imunisasi primer lengkap tiga
kali dan memberikan respon baik setelah imunisasi.

Gambar 2. Jadwal Imunisasi Dewasa Rekomendasi ACIP 2015.4,5


Campak
Berdasarkan laporan Dirjen PP & PL DepKes RI tahun 2009, pada tahun 2008 masih
terdapat banyak kasus campak diseluruh provinsi di Indonesia (Dirjen PP & PL Depkes RI).
Demikian juga, KLB campak masih sering terjadi di Indonesia. Pada tahun 2008, beberapa KLB
terjadi terutama pada daerah dengan cakupan imunisasi campak yang rendah, misalnya di
Bangka Belitung terjadi 6x KLB, di Jawa Barat 31x, Jawa Tengah 12x, dan Jawa Timur 32x.1
Bahaya penyulit penyakit campak adalah (1) kurang gizi sebagai akibat diare berulang
dan berkepanjangan pasca campak; (2) sindrom subakut panensefalitis (SSPE) pada anak > 10
tahun; (3) munculnya gejala penyakit tuberkulosis paru yang lebih parah pasca mengidap
penyakit campak yang berat yang disertai pneumoni.2,4,5,6
Telah dikeluarkan Permenkes no 42 tahun 2013 mengenai pemberian imunsasi untuk
campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan sebagai imunisasi dasar dan pada umur 2 tahun
10

sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian pada anak usia sekolah dasar, diberikan imunisasi campak
yang ketiga pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).1
Tifoid
Salmonella typhi merupakan kuman patogen pada manusia yang menyebabkan infeksi
sistemik, ditandai dengan demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi atau diare. Bila tidak diobati
dapat menyebabkan kematian pada 10%-20% kasus karena perforasi usus, perdarahan, toksemia,
dan karena komplikasi lain. Virulensi Salmonella typhi untuk melakukan sirkulasi ke dalam
sirkulasi sebagian berhubungan dengan antigen permukaan Vi.2,4,5
Vaksin Demam Tifoid
Vaksin demam tifoid oral dibuat dari Salmonella typhi non pathogen yang telah
dilemahkan. Bakteri dalam vaksin akan mengalami siklus pembelahan dalam usus dan
dieleminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parentral, respon
imun pada vaksin ini termasuk sekretorik Ig A. Secara umum efektifitas vaksin oral sama dengan
vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemanasan, namun vaksin oral mempunyai reaksi
samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a.2,6
Dosis dan Kemasan1,2,3

Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan

untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman


Imunisasi ulangan diberikan tiap lima tahun. Namun pada individu yang terus terpapar

dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul tiap beberapa tahun
Penyimpanan pada suhu 2oC-8oC
Kemasan dalam bentuk kapsul, direkomendasikan untuk anak umur 6 tahun atau lebih
Cara pemberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari selang sehari, ke 1, 3 dan 5, 1 jam
sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37oC. Kapsul ke-4 pada hari ke-7

terutama bagi wisatawan


Kapsul harus ditelan untuh dan tidak boleh dibuka karena kuman dapat mati oleh asam

lambung
Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic, sulfonammid, atau antimalaria

yang aktif terhadap salmonella


Saat ini vaksin tifoid oral tidak beredar lagi di Indonesia
11

Vaksin Polisakarida Parentral4,5

Setiap 0,5 ml vaksin polisakarida mengandung kuman Salmonella typhi, polisakarida


0,025 mg, fenol dan larutan buffer yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat,

monosodium fosfat dan pelarut


Penyimpanan pada suhu 2oC-8oC,jangan dibekukan
Kadaluarsa dalam 3 tahun
Pemberian secara suntikan intramuscular atau subkutan dalam pada daerah deltoid atau

paha, direkomendasikan untuk anak mulai umur 2 tahun


Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
Reaksi samping local berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri otot,
nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang, bisa terjadi reaksi alergi berupa

pruritus, ruam kulit dan urtikaria


Indikasi kontra: alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin. Juga pada saat demam,

penyakit akut maupun kronik progresif


Daya proteksi 50%-80%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan untuk melakukan
seleksi pada makanan dan minuman

Hepatitis A
Infeksi virus hepatitis A (VHA) bersifat global dengan variasi demografis epidemiologis
sesuai tingkat higiene-sanitasi dan sosial-ekonomi suatu negara. Bersifat self limiting namun
potensial menimbulkan banyak dampak epidemiologis dan klinis yang dapat mematikan serta
dapat menimbulkan ledakan kejadian luar biasa. Indonesia merupakan daerah endemis hepatitis
virus, baik VHA maupun hepatitis virus B (VHB) dan C (VHC). Sulit untuk mengetahui insidens
pasti VHA karena pada sebagian kasus bersifat asimtomatis terutama pada anak berusia <6
tahun. Kelompok asimtomatis ini merupakan reservoir infeksi bagi komunitasnya, termasuk
orangtua. Pada pasien penyakit hati kronis (PHK) yang terkena hepatitis A

mempunyai

morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi.1,3,6


Epidemiologi
Di Negara prevalens tinggi, infeksi VHA umumnya terjadi pada usia <10 tahun. Di
daerah prevalens sedang, infeksi terjadi pada usia remaja dan dewasa muda, sedangkan di daerah
12

prevalens rendah, infeksi terjadi pada dewasa dan usia lanjut. Di daerah urban seperti di Jakarta,
prevalens anti HAV pada kelompok usia <9 tahun 39,6%, usia 10-19 tahun 67,8%, dan 95% pada
usia >50 tahun. Di Bandung, prevalens antibodi HAV 63,2% dan di rural Sulawesi 47,5%.
Penelitian lain pada anak usia 6-8 tahun dan kelompok sosial ekonomi tinggi di Jakarta
menunjukkan bahwa prevalens anti HAV hanya 1,7% dan mereka inilah yang kelompok yang
rentan dan perlu imunisasi VHA.1
Transmisi. Transmisi VHA terjadi melalui penularan fecal-oral dalam bentuk penularan
antar individu (kontak erat) dan penularan melalui makanan atau minuman yang tercemar.
Transmisi terjadi selama eksresi virus di tinja masih berlangsung yaitu sejak 2-3 minggu sebelum
sampai dengan 8-19 hari sesudah gejala klinis muncul. Transmisi dalam kontak erat terbukti
dengan terjadinya penularan intrafailial satu rumah (26%), di tempat penitipan anak (11%), di
lembaga retardasi mental, di kalangan homoseksual (15%). Meskipun jarang, transmisi dapat
pula terjadi di rumah sakit. Transmisi antar anak di sekolah bukan merupakan modus transmisi
yang sering di jumpai. Infeksi VHA di sekolah merefleksikan adanya, infeksi di populasi.2,6

Populasi Resiko Tinggi Tertular VHA


Penularan pada anak usia 2 tahun, terutama anak di daerah endemis sering terjadi oleh
karena antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak, kehidupan sosialnya semakin luas
sehingga dapat pula menyebabkan semakin tinggi paparan terhadap makanan dan minuman yang
tercemar.
Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan upaya terpenting, dilakukan dengan pola hidup
bersih/sehat dan imunisasi pasif maupun aktif.2,6
Imunisasi pasif
Normal human immunoglobulin (NHIG) mengandung 100 IU anti HAV. Setiap mililiter
diberikan sebagai upaya pencegahan setelah kontak (kontak serumah, kontak seksual, saat

13

epidemi) atau disebut profilaksis pasca paparan. Seyogyanya diberikan tidak lebih dari 2 minggu
setelah paparan.
Immunoglobulin diberikan secara intramuscular dengan dosis 0,02 mL/kg berat badan
pada anak besar dan dewasa 5 mL, sedangkan pada anak kecil atau bayi tidak melebihi 3 mL.4,5
Imunisasi aktif
Imunisasi menyebabkan antibodi neutralisasi terbentuk terhadap epitop permukaan virus.
Kandidat vaksinasi VHA berdasarkan rekomendasi ACIP. Kebijakan imunisasi hepatitis A lebih
bersifat individual dan diberikan pada anak berusia 2 tahun. Kandidat vaksinasi HVA, yaitu
anak di daerah endemis HVA atau daerah dengan wabah periodik.
Kelompok resiko tinggi2,6:

Staff bangsal neonatologi


Pasien yang memerlukan konsentrat factor VIII
Staff TPA, staff dan penghuni institusi untuk cacat mental
Pekerja dengan primate bukan manusia
Pelancong ke daerah endemis yang belum mempunyai kekebalan terhadap HVA
Kontak dengan kelompok yang berisiko
Pria homoseksual dengan pasangan ganda
IVDU

KIPI
Vaksin HVA aman dan jarang menimbulkan efek samping. Reaksi lokal merupakan efek
samping tersering (21%-54%) tetapi umumnya ringan. Demam dialami 4% resipien.1,3
Lama Proteksi
Lama proteksi antibodi antiHVA diperkirakan menetap selama 20 tahun. Proteksi
jangka panjang terjadi akibat antibodi protektif yang menetap atau akibat anamnestic boosting
infeksi alamiah.4,5
Pemberian Bersama Vaksin Lain

14

Pemberian vaksin VHA bersamaan dengan vaksin lain tidak mengganggu respons imun
masing-masing vaksin dan tidak meningkatkan frekuensi efek samping.
Indikasi Kontra dan Kondisi yang Memerlukan Perhatian Khusus
Pemberian imunisasi terhadap hepatitis A, dosis anak tetap berpedoman pada usia dan
tidak pada berat badan anak. Meskipun berat badan melebihi orang dewasa dosis vaksin hepatitis
A tetap dengan dosis anak seperti halnya pada hepatitis B karena response rate ternyata lebih
tinggi dari orang dewasa meskipun berat badan melebihi normal.2,5,6
Influenza
Influenza adalah penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan oleh virus influenza.
Penyakit ini sangat menular, umunya ringan tapi dapat menyebabkan komplikasi serius. Sering
kali masyarakat dan dokter, memakai istilah influenza atau flu untuk setiap penyakit infeksi
saluran napas dengan gejala demam, rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk, nyeri kepala, nyeri otot,
apapun virus penyebab. Penyakit dengan gejala yang tidak spesifik disebut sebagai influenza like
illness (ILI).2
Pemberian vaksin influenza yang dilemahkan (inactivated influenza vaccine) kepada
individu yang berisiko timbulnya komplikasi terinfeksi, merupakan satu-satunya cara untuk
pencegahan atau mengurangi infeksi influenza serta mencegah kematian pada saat epidemik.
Setelah vaksinasi, hampir semua orang yang divaksinasi mempunyai titer antibody yang dapat
melindunginya dari galur virus yang ada di dalam vaksin. Sebagai tambahan, individu tersebut
juga diproteksi terhadap berbagai varian. Bayi, orang usia lanjut, dan pasien dengan gangguan
kekebalan, akan menghasilkan titer antibodi yang lebih rendah setelah vaksinasi. Harus diingat
bahwa vaksin influenza tidak mencegah infeksi primer akibat virus lain maupun bakteri pathogen
dalam saluran napas.
Vaksin influenza (seasonal)
Setiap tahun dua kali WHO mengkaji dan merekomendasikan komposisi galur influenza
yang dimasukkan ke vaksin musim berikutnya, galur virus yang diperkirakan akan bersirkulasi di
musim yang akan datang. Vaksin influenza mengandung antigen dari 2 subtipe virus influenza A
(A/H1N1 dan A/H3N2) dan satu galur virus influenza B, dikenal sebagai vaksin trivalent. WHO
15

merekomendasikan untuk belahan bumi utara dan selatan. Rekomendasi WHO dilakukan setiap
tahun kaena adanya sifat virus influenza yang berubah secara genetic (antigenic drift).
Rekomendasi WHO mengenai galur yang akan dipakai untuk vaksin musim influenza yang akan
datang, berdasarkan laporan surveilans dari berbagai negar di seluruh dunia. Terdapat lebih dari
110 pusat influenza nasional di 89 negara yang rutin melaporkan setiap tahun.2,4,5,6
Vaksin trivalent terdiri dari 2 macam inactivated dan live attenuated. Terdapat 3 tipe
vaksin inactivated yaitu whole, split virion dan subunit vaksin. Live attenuated influenza
vaccines (LAIVs) dikembangkan dengan cara yang sama dengan inactivated influenza vaccines,
bedanya virus ditanam melalui penjamu asing (tissue culture cells), agar terjadi mutasi yang akan
mengurangi virulensi virus, tetapi imunogentias nya tidak berubah.
Rekomendasi Satgas Imuniasasi IDAI
Anak usia > 6 tahun sampai 18 tahun dan orang yang berisiko tinggi harus mendapat
vaksinasi influenza. Vaksin seasonal influenza tetap harus diberikan setiap tahun.1
Indikasi

Anak sehat usia > 6 bulan


Anak dengan penyakit jantung kronik, penyakit saluran napas kronis seperti asma,
diabetes, penyakit ginjal kronis seperti sindroma nefrotik, kelemahan system imun missal

HIV atau minum obat imunosupresif


Anak yang tinggal bersama missal di asrama, panti asuhan, sekolah, pesantren, tempat

virus influenza mudah menyebar dalam waktu singkat


Orang yang bisa menularkan virus influenza ke seseorang yang berisiko tinggi mendapat
komplikasi yang berhubungan dengan influenza, seperti petugas kesehatan dan petugas di
tempat perawatan dan orang-orang sekitarnya, semua orang yang kontak serumah,
pengasuh anak usia 6-23 bulan, yang mempunyai risiko tinggi.

Jadwal dan dosis1

Dosis untuk umur < 3 tahun 0,25 ml dan untuk 3 tahun 0,5 ml. Untuk anak umur , 12
tahun jenis vaksin split, subunit, sedangkan untuk > 12 tahun dapat split, subunit dan
whole
16

Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza trivalent (TIV) usia < 9 tahun
vaksin deiberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4 minggu, kemudian imunisasi

diulang setiap tahun (satu kali)


Vaksin influenza diberikan secara suntikan intramuscular di otot deltoid pada orang

dewasa dan anak yang lebih besar sedangkan pada bayi dapat diberikan anterolateral
Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan 2 dosis dengan jarak interval

minimal 4 minggu untuk mendapatkan antibody yang memuaskan


Untuk anak usia 9 tahun atau lebih cukup satu kali saja, teratur, setiap tahun satu kali

HPV
Kanker serviks merupakan komplikasi jangka panjang dari infeksi human papilomavirus
(HPV) pada genitalia dan merupakan salah satu penyebab kematian karena kanker pada wanita
di seluruh dunia. Infeksi HPV umumnya mengenai wanita dengan usia yang lebih muda dari
pada kanker lainnya.1,2,6
Di Indonesia berdasarkan data ICO 2013, jumlah kematian disebabkan kanker serviks
7493 orang dengan angka kematian tertinggi pada usia 60-64 tahun. Kurang lebih 13.760 kasus
baru ditemukan, kanker serviks menempati urutan ke-2 penyebab kanker pada wanita usia 15-44
tahun.1,3
Human Papiloma Virus (HPV) dan Kanker Serviks
Insidens tertinggi infeksi HPV terjadi pada remaja dan perempuan muda dengan seksual
aktif. Kejadian infeksi pada wanita berkisar 50% - 80% selama hidupnya, 50% diantaranya
merupakan tipe onkogenik.1,2,5,6
Virus HPV terdiri dari DNA dengan rantai ganda yang sirkular. Dilapisi oleh kapsid
dengan region yang bersifat onkogenik (E), region ini akan mengaktifkan gen p53 (tumor
supresor gen), dan kapsid dengan region yang bersifat imunogenik (L).
Klasifikasi dari HPV berdasarkan DNA dan sampai saat ini sudah lebih 100 virus HPV
sudah teridentifikasi dengan 40 diketahui menginfeksi traktus genitalia.

17

HPV genitalia dibagi menjadi dua subgroup yaitu onkogenik risiko rendah (terutama tipe
6 dan 11) yang ditemukan pada genital warts (kondiloma akuminata) dan onkogenik risiko tinggi
(terutama tipe 16 dan 18) yang sering dihubungkan dengan kanker serviks. Penulaaran dari
infeksi HPV ini terjadi dari manusia ke manusia.
Faktor risiko yang berperan untuk terjadi karsinoma serviks adalah usia dimulainya
aktivitas seksual, berhubungan seks dengan pasangan yang berbeda-beda, tingkah laku pasangan
laki-laki, riwayat infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Sedang kofaktor yang
mempengaruhi infeksi HPV menjadi kersinoma serviks alat kontrasepsi hormonal, frekuensi
persalinan, imunosupresi/infeksi HIV, koinfeksi klamidia, koinfeksi HSV-2 (herpes simplex
virus), merokok aktif atau pasif, factor genetic, status social ekonomi rendah (gizi buruk,
pendapatan, pendidikan rendah, dan kurangnya fasilitas untuk skrining dan pelayanan
kesehatan).1,6
Vaksin Human Papiloma Virus
Melalui teknik rekombinaan telah dikembangkan 2 vaksin untuk mencegah infeksi HPV
yaitu vaksin bivalent yang melindungi terhadap tipe 16 dan 18 dan vaksin quadrivalent,
melindungi terhadap empat tipe HPV 16, 18, 6 dan 11. Vaksin HPV direkomendasikan pada anak
mulai umur 10 tahun. Berdasarkan uji klinis menunjukan bahwa vaksin HPV quadrivalent atau
bivalent mempunyai evikasi antara 90% - 100% untuk mencegah infeksi HPV 16/18 yang
berhubungan dengan neoplasia intraepithelial serviksal stadium 2 dan 3, adenokarsinoma in situ
dan karsinoma serviks. Di Indonesia beredar vaksin HPV quadrivalent dan bivalent.
Efek samping yang sering dilaporkan yaitu sinkop, pusing, mual, nyeri kepala, dan
reaksi tempat suntikan. Dari 1741 laporan reaksi tempat suntikan, 608 terjadi pada hari vaksinasi.
Dilaporkan 937 kasus nyeri kepala hipersentivitas, dan 28 anafilaksis. Dari 42 kasus yang
dilaporkan dengan Guillain-Barre Syndrome (GBS), 12 sari 21 kasus (57%) kilnis memenuhi
criteria GBS. Risiko relative GBS oleh karena HPV adalah 0,3/100.000 orang.2,4,5,6
Rekomendasi Satgas Imunisasi IDAI1

18

Imunisasi vaksin HPV bivalen diperuntukkan pada anak perempuan sejak berumur 10

tahun. Sedangkan HPV quadrivalen untuk perempuan dan laki-laki


Dosis 0,5 ml, diberikan secara intramuscular pada daerah deltoid

Jadwal

Vaksinasi HPV bivalen, jadwal 0, 1 dan 6 bulan


Vaksin HPV quadrivalen, jadwal 0, 2 dan 6 bulan

KIPI vaksin HPV


Dari auji klinis menunjukkan bahwa 75,3% penerima vaksin mempunyai keluhan
bengkak, kemerahan, nyeri, demam seperti pemberian vaksinasi pada umumnya, sedangkan
dengan placebo keluhan tersebut hanya 50,0%. Namun tidak ada efek samping serius yang
dilaporkan. Tidak ada perbedaan efek samping antara vaksin quadrivalent dan bivalent. Pada
umumnya KIPI vaksin HPV yaitu, nyeri, bengkak, kemerahan (reaksi local), fatigue, nyeri
kepala, gangguan gastrointestinal dan demam (reaksi sistemik). Reaksi local maupun sistemik ini
masih dalam batas toleransi yang terjadi setelah imunisasi pada umumnya.
Laporan dari VAERS (Vaccine adverse event reporting system) di US dari 23 juta dosis
vaksin HPV yang diberikan 12.424 laporan efek samping setelah vaksinasi HPV. Sebagian besar
(94%) efek samping yang dilaporkan kepada VAERS tidak serius. Empat puluh persen dari efek
samping terjadi pada hari vaksinasi diberikan, 61% pada dosis pertama, 25% setelah dosis kedua,
dan 13% setelah dosis ketiga.1,3
Daftar Pustaka
1. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke-5.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
2. Medical Health and Medical Research Council. National Immunisation Program: The
Australian Immunisation Handbook. Edisi ke-9. Commonwealth of Australia; 2008.
3. Mulyani NS, Rinawati M. Imunisasi untuk Anak. Edisi ke-1. Nuha Medika Yogya:
Yogyakarta. 2013.
4. CDC. Recommendation of the activity committee on immunization practices. MMWR.
2013;62:24.
19

5. Advisory Committee on Immunization Practice (AICP). Immunisation for adolescence.


CDC: Atlanta. 2001.
6. Watson C National and Medical Research Council. The Australian Immunization
Handbook. Edisi ke-9. Canberra: WHMRC. 2008.

20

Anda mungkin juga menyukai