Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Kota adalah konsentrasi kebudayaan manusia dan telah mencatat berbagai puncak kebudayaan dari satu
bangsa. Urbanisasi oleh karena itu sering disebut sebagai usaha atau proses modernisasi (friedman,
1971; santos, 1975; potter, 1998). Kawasan Industri Terboyo dengan luas lahan 300 hektare, merupakan
salah satu kawasan industri terbesar yang ada di Kota Semarang. Kawasan tersebut memiliki
perkembangan industri yang tinggi, dan tentunya akan berakibat juga makin bertambahnya pekerja dari
tiap industri
Perkembangan Industri yang tinggi ini tentunya akan berakibat juga semakin bertambahnya
karyawan dari tiap industri. Karyawan-karyawan ini tidak hanya berasal dari lingkup kota Semarang saja
tetapi juga daerah sekeliling kota Semarang yang mempunyai jarak relative dekat dengan Semarang.
Para pekerja ini rata-rata menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencapai lokasi industri yang ada
dikarenakan penempatan lokasi industri yang umumnya diletakkan di daeah pinggir kota agar polusinya
tidak berdampak langsung pada kota, terutama daerah tempat tinggal. Sedangkan jam kerja yang mereka
jalani cukup tinggi sehingga wktu untuk beristirahat pun berkurang apalagi ditambah dengan waktu
perjalanan yang cukup jauh. Jauhnya lokasi ini juga berakibat bertambahnya biaya yang dikeluarkan pihak
industri untuk menyediakan dana transport, baik itu yang berupa gaji mapun alat transportasi untuk antar
jemput. Banyaknya pekerja pabrik ini juga berakibat munculnya kemacetan-kemacetan pada saat jam-jam
mulai kerja maupun pulang kerja. Dengan adanya permasalahan-permasalahan diatas maka akan berefek
negative terhapat perkembangan permukiman kota, karena banyaknya para pekerja dari kota-kota sekitar
yang umumnya berpenghasilan rendah menari permukiman yang dekat dengan lokasi pekerjaan dengan
biaya yang semurah mungkin. Hal ini memungkinkan munculnya daerah kumuh pada kota
Seiring bertambahnya jumlah pekerja industri, kebutuhan akan tempat tinggal masyarakat
menjadi hal yang sangat penting

karena jika hal tersebut tidak dipenuhi maka akan menggangu

kelangsungan hidup masyarakat dan akan kesulitan dalam menjalankan kehidupan dan aktivitas
kesehariannya. Visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mengusahakan dan
mendorong terwujudnya kondisi setiap orang atau keluarga di Indonesia mampu bertanggung jawab
dalam memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan permukiman
(Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Pola Unit Pelaksana Teknis (UPT)
2004).
Peningkatan permintaan kebutuhan perumahan menghadapi persoalan yaitu dengan minimnya
ketersediaan lahan yang dibutuhkan bagi pengembang di wilayah perkotaan. Kondisi keterbatasan lahan
perkotaan sangat dirasakan saat penyediaan lahan perumahan untuk masyarakat golongan

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


berpenghasilan rendah. Keterbatasan pemerintah dalam menyediakan lahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah ini memicu munculnya kawasan-kawasan perumahan yang tidak tertata dan
terkesan kumuh. Kecenderungan perkembangan kawasan menjadi kumuh ini sebenarnya dapat
diantisipasi akan tetapi usaha untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan menjadi kumuh
pada kawasan perumahan dirasakan masih kurang.
Dalam kaitannya penyediaan tempat tinggal untuk masyarakat buruh industri dengan rumah
susun sederhana dengan sistem sewa (Rusunawa) yang layak dan terjangkau serta mampu menampung
kegiatan penghuni dengan tingkat aksebilitas yang tinggi terhadap lingkungan industri dapat memberikan
nuansa yang berbeda bagi kalangan pekerja pabrik maupun industri itu sendiri. Jika tempat kerja dekat
dengan tempat tinggal, waktu tak banyak terbuang di jalan. Para pekerja pun lebih bisa berhemat, bahkan
meningkatkan kualitas hidup karena frekuensi bertemu dengan keluarga lebih banyak. Pada jam istirahat
siang, misalnya, tidak sedikit pekerja yang memilih pulang ke rumah dan makan bersama dengan
keluarga Karena lokasinya dekat maka tingkat biaya yang dikeluarkan untuk transportasipun berkurang
baik bagi pekerja pabrik maupun dari kalangan industri.
1.2

Perumusan Masalah
Masalah yang ada di wilayah studi yaitu Kelurahan Sumbungharjo dapat dilihat pada sekma

permasalahan berikut ini:

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Banyaknya Buruh Industri Tinggal Di Rum

Keterangan

Akses Kep

Sebab
Akibat
Dampak Luas

Terbatasnya lahan perkotaaan


Penyediaan rum
Kawasan permukiman yang tidak terintegrasi dengan k

Banyaknya
permukiman yang tidak terenc
Banyaknya migrasi
pendatang

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 1.1
Pohon Masalah

Kawasan permukiman industri Terboyo tidak terencana dengan baik, sehingga terintegrasi
dengan industri di Kecamatan Genuk, dimana masyarakatnya bekerja sebagai buruh industri. Disamping
itu, permasalahan permukiman yang diperuntukan bagi buruh industri dihadapkan oleh dua permasalahan
inti yaitu penyediaan rumah yag kini cenderung tidak pro pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
seperti buruh, mengingat penghasilan buruh yang tidak memungkinkan untuk mencicil rumah dengan
harga cukup tinggi dan banyaknya migrasi yang datang membuat terbatasnya lahan perkotaan.
Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan sebagian besar buruh industri di Kawasan

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Sembungharjo belum mampu mengakses kepemilikan rumah, dan berdampak luas pada masih
banyaknya buruh industri tinggal di tempat tidak layak huni.
1.3

Tujuan dan Sasaran


Adapun tujuan dan sasarna dari penyusunan proptek ini adalah sebagai berikut:

1.3.1

Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun konsep

pembangunan dan strategi kemitraan pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah dalam
upaya pengadaan dan pembangunan perumahan yang layak dan terjangkau (affordable adequate
housing) bagi buruh industri di Kawasan Industri Terboyo secara terpadu.
1.3.2

Sasaran
Sasaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan peneitian di atas diantaranya sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan karakteristrik Kawasan Industri Terboyo;
2. Mengidentifikasi ketersediaan perumahan yang memiliki harga terjangkau di dekat kawasan
Industri Terboyo;
3. Mengidentifikasi dan merumuskan karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik fisik rumah
tinggal buruh industri sebagai penerima manfaat perencanaan yang akan di susun.
4. Menganalisis kebutuhan hunian dan fasilitas penunjang sesuai karakteristik sosial ekonomi
buruh Kawasan Industri Terboyo;
5. Mengidentifikasi dan menentukan lokasi rencana pembangunan rumah yang sesuai dengan
harapan kelompok sasaran yang nantinya akan menerima manfaat;
6. Merencanakan desain tapak dan memperkirakan biaya konstruksi pembangunan hunian
yang sesuai dengan harapan kelompok sasaran yang nantinya akan menerima manfaat;
7. Mengidentifikasi potensi dan peluang kemitraan dengan berbagai stakeholders terkait
pengadaan lahan, pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan perumahan bagi kelompok
sasaran sebagai penerima manfaat; dan
8. Merumuskan konsep dan strategi kemitraan baik untuk pengadaan lahan, pembiayaan dan
pelaksanaan pembangunan perumahan bagi kelompok sasaran sebagai penerima manfaat.

1.4

Ruang Lingkup
Pembahasan pada ruang lingkup terdiri dari dua bagian, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang

lingkup materi. Ruang lingkup wilayah mencakup batas wilayah studi yang berupa batas administratif.
Sedangkan ruang lingkup materi merupakan batasan pembahasan substansi studi.
1.4.1

Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi yaitu tentang perencanaan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan

rendah. Penyediaan rusun ini untuk menampung 500 Kepala Keluarga (500 unit rumah) kaum buruh

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


industri yang berpenghasilan rendah dan tinggal dirumah yang tidak layak huni. Pilihan ini di analisis
berdasarkan keterjangkauan permukiman dengan kawasan industri, hunian yang layak dan kelayakan
finansial.
1.4.2

Ruang Lingkup Wilayah


Ruang lingkup wilayah terdiri dari ruang lingkup wilayah makro dan ruang lingkup wilayah mikro.

a. Ruang Lingkup Wilayah Makro


Ruang lingkup wilyah makro adalah Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Kecamatan Genuk
memilki luas wilayah sebesar 770,30 ha dengan jumlah penduduk sebesar 88.967 jiwa. Berikut peta
administrasi Kecamatan Genuk.

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 1.2
Peta Administrasi Kecamatan Genuk

Secara administrasi, Kecamatan Genuk terbagi menjadi 10 kelurahan. Berikut adalah batasbatas wilayah dari Kecamatan Genuk :
Utara

: Kecamatan Semarang Utara

Timur

: Kecamatan Gayamsari

Selatan : Kecamatan Semarang Selatan


Barat

: Kecamatan Semarang Tengah

b. Ruang Lingkup Wilayah Mikro

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Ruang lingkup wilayah mikro lokasi perencanaan yang memiliki luas 5 Ha berada pada
Kelurahan Sembungharjo.

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 1.3
Peta Administrasi Kelurahan Sembungharjo

Adapun batas-batas administrasi wilayah Kelurahan Sembungharjo adalah sebagai berikut.


Utara

: Kelurahan Banjardowo dan Kelurahan Karangroto

Timur

: Kelurahan Penggaron Lor

Selatan : Kelurahan Bangetayu Wetan


Barat

1.5

: Kelurahan Bangetayu Kulon dan Kelurahan Genuksari

Kerangka Kerja
Kerangka kerja merupakan bagan yang menjelaskan alur berpikir sekaligus proses dalam hal ini

untuk menyusun perencanaan penanganan masalah kawasan perumahan masyarakat berpenghasilan


rendah di kawasan industri.

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rumah S

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

BAB II
GAMBARAN AWAL WILAYAH STUDI
2.1 Profil Wilayah Studi Makro Kecamatan
2.1.1 Kondisi Fisik Kecamatan Genuk
Kondisi fisik Kecamatan Genuk terdiri dari letak administratif, topografi, litologi, tata guna lahan
kesesuaian lahan dan RTRW, serta sarana prasarana Kecamatan Genuk.
2.1.1.1 Letak Administratif
Kecamatan Genuk merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di sebelah timur laut Kota
Semarang dengan luas wilayah 770,30 Ha atau 7,33% terhadap luas Kota Semarang. Berdasarkan
administrasinya Kecamatan Genuk terbagi menjadi 13 Kelurahan meliputi Kelurahan Muktiharjo Lor,
Gerbangsari, Genuksari, Bangetayu Kulon, Bangetayu Wetan, Sembungharjo, Penggaron Lor, Kudu,
Karangroto, Banjardowo, Trimulyo, Terboyowetan, dan Terboyo Kulon.

Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Gambar 2.1
Peta Administrasi Kecamatan Genuk

2.1.1.2 Topografi
Dilihat dari topografinya Kecamatan Genuk hanya memiliki satu jenis topgrafi sebesar 0-2% atau
tergolong datar dengan jarak antar kontur yang relatif jauh. Melihat topografinya yang datar maka
kecamatan ini memiliki potensi yang besar untuk dibuat menjadi suatu kawasan terbangun. Selain itu,
Kecamatan Genuk berbatasan langsung dengan Laut Jawa dengan ketinggian 8mdpl.

Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011

Gambar 2.2
Peta Topografi Kecamatan Genuk

2.1.1.3 Litologi
Kecamatan Genuk memiliki 3 jenis tanah, diantaranya adalah jenis tanah Aluvial, Asosiasi Aluvial
Kelabu, dan Grumusol.

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011

Gambar 2.3
Peta Litologi Kecamatan Genuk

Berdasarkan peta jenis di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar Kecamatan Genuk terdiri dari jenis
tanah asosiasi aluvial kelabu di bagian selatan dan barat sedangkan proporsi jenis tanah grumusol dan
jenis tanah aluvial cukup seimbang dengan dominasi jenis tanah aluvial dibagian utara dan jenis tanah
grumusol di bagian timur.
2.1.1.4 Tata Guna Lahan
Dalam RTRW Kota Semarang, Kecamatan Genuk termasuk dalam BWK IV yang memiliki fungsi
daerah sebagai kawasan Industri, Sub Pelayanan Kota, Pusat Lingkungan, dan Sistem Transportasi. Tata
guna lahan di Kecamatan Genuk beragam seperti fasilitas kesehatan, permukiman, perdagangan dan
jasa, dan lain-lain. Pemanfaatan yang ada di Kecamatan Genuk ini sudah sesuai dengan RTRW Kota
Semarang. Berikut tata guna lahan Kecamatan Genuk.

10

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011

Gambar 2.4
Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Genuk

2.1.1.5 Kesesuaian Lahan dan RTRW Kecamatan Genuk


KecamatanGenuk berdasarkan RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031 pasal 10 poin d tentang
rencana pembagian wilayah kota (BWK) Kecamatan Genuk termasuk dalam BWK IV yakni kawasan yang
direncanakan sebagai kawasan industri dengan sub pusat pelayanan kota meliputi Kelurahan Genuksari,
dan Kelurahan Banjardowo. Berikut peruntukan Kecamatan Genuk berdasarkan RTRW Kota Semarang
Perda No 14 Tahun 2011 antara lain:
a. Kecamatan Genuk diperuntukan sebagai rencana ruang evakuasi bencana dalam pasal 52.
b. Kecamatan Genuk diperuntukan sebagai kawasan pantai berhutan bakau/mangrove dalam pasal
67 huruf c.
c. Bahaya geologi yang terdapat pada Kecamatan Genuk berupa rawan rob, abrasi, banjir
berdasarkan pasal 73, 74, 75
d. Direncanakan sebagai kawasan industri dan pergudangan.
e. Berdasarkan pasal 86, Kecamatan Genuk diperuntukan sebagai pengembangan dan
peningkatan kawasan bahari karena letaknya yang berada di kawasan pesisir.
f. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan seperti dalam pasal 89 huruf a.
g. Kawasan yang diperuntukan sebagai perikanan tangkap dalam pasal 92.
2.1.1.6 Sarana dan Prasarana
a. Sarana

11

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Sarana yang menunjang kegiatan masyarakat Kecamatan Genuk terdiri dari sarana
pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana peribadatan.
1) Sarana Pendidikan
Di Kecamatan Genuk terdapat salah salah satu universitas besar di Kota Semarang, yaitu
Universitas Sultan Agung. Berikut merupakan rincian dari jumlah sarana pendidikan berdasarkan
tingkat pendidikan di Kecamatan Genuk Tahun 2011.

No

Kelurahan
Muktiharjo Lor
Gebangsari
Genuksari
Bangetayu Kulon
Bangetayu Wetan
Sembungharjo
Penggaron Lor
Kudu
Karangroto
Banjardowo
Trimulyo
Terboyo Wetan
Terboyo Kulon

10.
11.
12.
13.

Tabel II.1
Sarana Pendidikan Kecamatan Genuk Tahun 2011
TK
SD
SMP
SMA
MI
2
6
5
1
6
2
2
2
5
2
1
2
0

3
5
6
1
4
3
0
2
5
2
2
1
0

0
1
0
0
2
1
0
1
2
1
0
1
1

0
1
1
2
1
0
0
0
2
1
0
0
1

0
1
2
0
0
2
2
0
1
1
1
0
0

MTS
0
0
0
0
2
0
1
0
1
0
0
0
0

MA
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0

Perguruan
Tinggi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

Sumber: Kecamatan Genuk dalam Angka, 2011

Persebaran sarana pendidikan hierarki rendah sudah dirasa merata pada Kecamatan Genuk,
akan tetapi pada beberapa Kelurahan tidak mempunyai sarana pendidikan hierarki rendah
seperti pada kelurahan Terboyo Kulon dan Penggaron Lor. Persebaran sarana pendidikan hieraki
tinggi berada di Kelurahan Gebangsari, Terboyo Kulon, Banget Ayu Wetan, dan Karangroto. Ini
mengindikasikan persebaran sarana pendidikan hierarki tinggi yang tidak tersentral akan tetapi
disebar secara merata di 4 kelurahan yang mempunyai jangkauan yang sama ke seluruh
kelurahan lain di Kecamatan Genuk.
2) Sarana Kesehatan
Rumah sakit yag ada di kecamatan Genuk yaitu Rumah Sakit Sultan Agung yang terdapat di
Kelurahan Terboyo Kulon. Sarana kesehatan yang masih minim terdapat pada kelurahan
Penggaron Lor yang sama sekali tidak mempunyai sarana kesehatan serta kelurahan Kudu dan
Terboyo Wetan yang hanya mempunyai satu sarana kesehatan. Sedangkan kelurahan yang
mempunyai sarana kesehatan yang banyak yaitu kelurahan Gebangsari dengan jumlah sarana
kesehatan sebanyak 11 buah kemudian Kelurahan genuksari yang notabene Ibukota Kecamatan
dengan 10 sarana kesehatan.

No

Kelurahan

Tabel II.2
Sarana Kesehatan Kecamatan Genuk Tahun 2011
Rumah
R.S
Poliklinik
Puskesmas
Dokter
Sakit
Bersalin
Praktek

12

Bidan
Praktek

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Muktiharjo Lor
Gebangsari
Genuksari
Bangetayu Kulon
Bangetayu Wetan
Sembungharjo
Penggaron Lor
Kudu
Karangroto
Banjardowo
Trimulyo
Terboyo Wetan
Terboyo Kulon

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

2
2
5
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1

1
1
1
0
1
0
0
0
2
0
0
0
0

0
8
3
4
4
3
0
1
0
6
4
1
0

2
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0

Sumber: Kecamatan Genuk dalam Angka, 2011

3) Sarana Peribadatan
Keberadaan sarana masjid dan surau tersebar di seluruh kelurahan yang berada di
Kecamatan Genuk sedangkan untuk gereja hanya terdapat di beberapa kelurahan saja dan
terbanyak di Kelurahan gebangsari. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di Kecamatan
Genuk beragama islam sehingga untuk sarana masjid dan surau tersebar di seluruh kelurahan.
adapun kelurahan yang mempunyai jumlah masjid terbanyak yaitu kelurahan Bangetayu Kulon.

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Tabel II.3
Sarana Peribadatan Kecamatan Genuk Tahun 2011
Kelurahan
Masjid Surau
Gereja
Vihara
Muktiharjo Lor
2
5
0
0
Gebangsari
5
2
3
0
Genuksari
5
28
1
0
Bangetayu Kulon
11
28
0
0
Bangetayu Wetan
4
41
1
0
Sembungharjo
7
25
0
0
Penggaron Lor
1
22
0
0
Kudu
4
25
0
0
Karangroto
9
12
0
0
Banjardowo
1
30
1
0
Trimulyo
1
10
0
0
Terboyo Wetan
3
3
0
0
Terboyo Kulon
1
9
0
0

Sumber: Kecamatan Genuk dalam Angka, 2011

b. Prasarana
Prasarana di wilayah studi berupa jaringan yang saling terhubung dan mendukung
keberlangsungan aktivitas masyarakat Kecamatan Genuk.
1) Prasarana Transportasi
Kecamatan Genuk merupakan perbatasan Kota Semarang bagian timur dengan Kabupaten
Demak. Hal itu merupakan potensi kecamatan Genu untuk mengembangkan sistem transportasi
untuk menjangkau dari pusat kota menuju hinterand maupun ke Kabupaten Demak dan
sekitarnya. Hal itu memberikan kemudahan akses bagi para industri di Kawasan Industri Genuk
agar memudahkan mobilitas aliran barang dan jasa. Dalam rangka memperlancar lalu lintas
hubungan darat menuju daerah kabupaten dan kota lainnya jalan-jalan dalam kota dilengkapi

13

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


dengan fasilitas lalu lintas dan pemeliharaan berupa rambu-rambu seperti traffic light, marka
jalan, zebra cross sesuai dengan ketentuan dan tuntutan perkembangan lalu lintas. Adapun
kondisi jalan pada Kecamatan Genuk adalah sebagai berikut:
Tabel II.4
Pembagian Kelas Jalan serta Persentase Kerusakannya di Kecamatan Genuk
Kelas Jalan
Baik
Rusak
Total
Persentase Baik
Arteri Primer
4636,93
425,2119
5062,142
91,60
Arteri Sekunder
2455,208
1678,123
4133,331
59,40
Kolektor Primer
5738,47
548,1255
6286,596
91,28
Kolektor Sekunder
7528,189
4875,693
12403,88
60,69
Lokal
164336,4
52515,09
216851,5
75,78
Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2011

Pada Kecamatan Genuk terdapat 3 kelas jalan yaitu arteri, kolektor, dan lokal. Adapun jalan
yang memiliki persentase paling baik adalah jalan arteri primer. Hal ini dikarenakan jalan arteri
primer ini pada beberapa tahun terakhir telah mendapatkan perhatian khusus oleh karena
adanya banjir di Kecamatan Genuk dan kondisi jalan sebagian besar sudah dibeton. Adapun
jalan yang mempunyai persentase kerusakan paling itnggi adalah jalan arteri sekunder dan
kolektor sekunder. Hal ini dikarenakan jalan ini perkerasannnya berupa aspal serta dilalui oleh
beban kendaraan yang sangat besar serta terdapat banjir yang menggenang karena saluran
drainase yang buruk.
2) Jaringan Drainase
Kecamatan Genuk memiiki 3 jenis drainase berdasarkan status pengaliranny yaitu drainase
primer, sekunder dan tersier. Drainase primer di kecamatan genuk berada pada aliran sungaisungai utama. Drainase primer melewati ini melewati Kelurahan penggaron Lor, Kudu,
Karangroto, Banjardowo, dan Trimulyo. Drainase sekunder sebagai wadah pengaliran dari
drainase tersier sebelum ke drainase primer. Drainase sekunder tersebut dapat berupa anakanak sungai dari drainase primer pada Kecamatan Genuk terdapat pada hampir seluruh jalan
arteri primer serta pada kelurahan Genuksari, Gebangsari, Bangetayu Kulon, Terboyo Kulon, dan
Terboyo Wetan. Drainase tersier terdapat pada saluran pembuangan limbah rumah tangga yang
berada di lingkungan permukiman maupun perkotaan. Drainase ini terletak hampir di seluruh
Kelurahan di Kecamatan Genuk.
3) Jaringan Air Bersih
Penyediaan air bersih di Kecamatan Genuk dilakukan secara komunal oleh PDAM Tirta
Modal. Berikut peta jaringan air bersih di Kecamatn Genuk.

14

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2011

Gambar 2.5
Peta Jaringan Air Bersih Kecamatan Genuk

Penyediaan air minum di Kecamatan Genuk dilakukan secara komunal oleh PDAM Tirta
Moedal. Pada Kecamatan Genuk terdapat satu reservoir di Kelurahan Banjardowo dan satu
water treatment di Kelurahan Kudu. Reservoir ini berguna untuk mengalirkan air ke tempat yang
mempunyai ketinggian lebih tinggi atau dengan sistem pompa. Adapun water treatmen plan
berfungsi untuk membersihkan air yang dialirkan sehingga layak digunakan ataupun dikonsumsi.
Namun, penyediaan air oleh PDAM pada tahun 2011 masih sangat minim sehingga sebagian
besar di tiap kelurahan masih didominasi oleh penyediaan air dengan menggunakan sumur.
4) Jaringan Persampahan
Sumber sampah di Kecamatan Genuk 96% didominasi oleh sampah yang bersumber dari
residential, industri dan komersial. Berikut peta jaringan persampahan Kecamatan Genuk.

15

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2011

Gambar 2.6
Peta Jaringan Persampahan Kecamatan Genuk

Contoh sampah yang berasal dari residential yaitu sampah yang berasal dari rumah tangga
seperti sampah makanan. Sedangkan contoh sampah yang berasal dari komersial adalah
sampah yang berasal dari pasar yang terdapat di Kelurahan Genuksari, pertokoan di sepanjang
jalan Kolektor, serta fasilitas kesehatan. Adapun limbah industri berasal dari industri yang berupa
limbah padat maupun limbah cair yang berada di Kelurahan Terboyo Kulon.
Sampah-sampah yang telah terkumpul di kecamatan Genuk dilakukan penngelolaan
sampah dengan cara diangkut dan di bakar. Bebapa kelurahan melkukan pengangkutan sampah
lalu diteruskan ke TPA yang terdapat di Kecamatan Ngaliyan, kelurahan tersebut adalah adalah
Kelurahan Muktiharjo, Gebangsari, Genuksari, Bangetayu Kulon, Karangroto, Terboyo Kulon, dan
Terboyo Wetan. Adapun kelurahan sisanya pengelolaannya dengan cara dibakar ataupun
ditimbun sesuai dengan kebijakan individu.
5) Jaringan Sanitasi
Permasalahan sanitasi di Kecamatan Genuk berupa limbah cari dan limbah padat dari
kegiatan masyarakat masih terdapat beberapa yang tercampur dengan sistem drainase.
Sedangkan limbah padat (tinja) di Kecamatan Genuk masih menggunakan sanitasi setempat (on
site sanitation). Permasalahan diatas akan menibulkan kendala dimasa yang akan datang

16

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


dengan pertumbuhan pendudu yang tinggi pembanguan jaringan sistem limbah perkotaan
menjadi penangan limbah di Kecamatan Genuk.
6) Jaringan Listrik
Kelurahan yang mempunyai jumlah terlayani listrik oleh PLN terbanyak yaitu Kelurahan
Trimulyo dan Terboyo Wetan yang mencapai 100% keluarga. Adapun kelurahan yang
mendapatkan pelayanan listrik dari PLN yang terendah adalah Kelurahan Banjardowo, Kudu, dan
Penggaron Lor dengan persentase kurang dari 80%. Kecamatan Genuk dilalui oleh jaringan
SUTET (Saluran Bertegangan Ekstra Tinggi). Adapun penerangan jalan di Kecamatan Genuk
90% menggunakan listrik dari non pemerintah. Adapun kelurahan yang penerangan jalannya
menggunakan listrik yang tidak dibiayai oleh pemerintah yaitu Kelurahan Sembungharjo dan
Kudu.
Tabel II.5
Persentase Jumlah Pemakai Listrik PLN dan Non PLN di Kecamatn Genuk per Kelurahan
Kelurahan
KK PLN
KK Non PLN
Muktiharjo Lor
86,40
13,60
Gebangsari
99,32
0,68
Genuksari
83,09
16,91
Bangetayu Kulon
84,72
15,28
Bangetayu Wetan
87,10
12,90
Sembungharjo
88,73
11,27
Penggaron Lor
76,07
23,93
Kudu
78,44
21,56
Karangroto
81,35
18,65
Banjardowo
74,69
25,31
Trimulyo
100,00
0,00
Terboyo Wetan
90,87
9,13
Terboyo Kulon
100,00
0,00
Sumber : BPS Kota Semarang,2011

2.1.2

Kondisi Non Fisik Kecamatan Genuk


Kondisi non fisik Kecamatan Genuk terdiri dari aspek kependudukan, sosial dan budaya, serta

aspek perekonomian.
2.1.2.1 Kependudukan
Kependudukan merupakan ilmu yang mempelajari dinamika penduduk atau manusia meliputi
ukuran, struktur, dan persebarannya yang dipengaruhi oleh mortalitas, natalitas, dan migrasi. Jumlah
penduduk Kecamatan Genuk sebanyak 88.967 jiwa pada tahun 2011 yang terdiri dari 44.638 jiwa
penduduk laki-laki dan 44.329 jiwa penduduk perempuan denganjumlah rumah tangga sebanyak 22.903
KK.

17

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


a. Struktur Kependudukan
Struktur kependudukan Kecamatan Genuk dapat dilihat dari piramida penduduk yang
merepresentasikan umlah penduduk per kelompok umur. Berikut struktur kependudukan Kecamatan
Genuk berdasarkan data BPS tahun 2011.
75+
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4
(6,000) (4,000) (2,000)
Laki-Laki

2,000 4,000 6,000

Perempuan

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.7
Piramida Penduduk Kecamatan Genuk Tahun 2011

Komposisi penduduk jenis kelamin laki-laki dan perempuan cukup seimbang, dengan usia produktif
jauh lebih banyak dibandingkan usia non produktif. Struktur kependudukan di atas juga menunjukan
bahwa telah terjadi bonus demografi di Kecamatan Genuk yaitu 58,85% dari total jumlah penduduk
Kecamatan Genuk.
b. Kepadatan Penduduk
Kecamatan Genuk memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 108,74 jiwa/ha pada tahun
2011. Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kelurahan Bangetayu Kulon, sedangkan kepadatan
penduduk terendah terletak di Kelurahan Terboyo Kulon.

18

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.8
Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Genuk Tahun 2011

c. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan merupakan unsur yang sangat penting dalam mencerminkan kualitas SDM.
Kecamatan Genuk dapat dikatakan sebagian besar masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, karena jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah mencapai 30.016 orang. Pendidikan yang
paling banyak dienyam oleh pendudukt Kecamatan Genuk hanya sebatas tingkat sekolah dasar.
Sedangkan penduduk yang berhasil menyelesaikan studinya hingga perguruan tinggi hanya
sebanyak 8%.

34%

21%

SD
SMP

18%
8%

SMA
Perguruan Tinggi

19%

Tidak Tamat

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.9
Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Kecamatan Genuk Tahun 2010

19

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa penduduk yang mengenyam bangku sekolah
dasar cukup banyak, dibandingkan tingkatan pendidikan lainnya yaitu sebesar 21%. Sedangkan
prosentase penduduk yang tidak tamat sekolah dan lulus perguruan tinggi secara berturut-turut
sebanyak 34% dan 8%. Prosentase ini menujukan masih rendahnya tingkat pendidikan di
Kecamatan Genuk.
d. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian memiliki hubungan yang erat dengan tingkat kesejahteraan dan kemampuan
konsumsi masyarakat. Berikut mata pencaharian penduduk Kecamatan Genuk pada tahun 2010
berdasarka data BPS Kota Semarang 2011.

6%
1%
5%
21%
2%
11%
0%
53%

Petani

Nelayan

Pengusah
a

Buruh

Pedagan
g

Angkutan

PNS/Abri

Pensiuna
n

Jasa/Lain
nya

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.10
Persentase Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian Kecamatan Genuk Tahun 2010

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Genuk
berprofesi sebagai buruh industri dan petani yaitu sebesar 53% dan 21% sedangkan sebagian kecil
masyarakat merupakan pensiunan dan pengusaha yaitu sebesar 1% dan 2%. Hal ini
menggambarkan bahwa mayoritas daya beli masayarakat Kecamatan Genuk kecil, karena
pendapatan sebagai buruh industri dan petani cukup kecil. Berdasarkan hal tersebut, daya beli
masyarakat yang paling dominan adalah untuk kebutuhan primer seperti pangan dan tempat tinggal.
Namun, dengan pendapatan yang kecil tidak sebanding dengan harga tempat tinggal yang terus
mengalami kenaikan harga, ditambah lagi harga-harga kebutuhan pokok yang semakin melonjak
naik. Kejadian ini menyebabkan sedikitnya buruh industri yang merupakan mata pencaharian
mayoritas masyarakat memiliki rumah atau tempat tinggal miliki sendiri dengan kondisi yang layak
huni. Berdasarkan hal tersebut mendorong adanya penyediaan rumah yang terjangkau dan layak
huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah
2.1.2.2 Sosial dan Budaya
Kondisi masyakat di Kecamatan Genuk secara sosial dapat dikatakan baik dari segi pendidikan,
karena sudah lengkapnya sarana pendidikan di Kecamatan Genuk dan terdistribusi secara merata.
Namun bila dilihat dari tingkat pendidikan yang dilewati oleh masyarakat Kecamatan Genuk dapat

20

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


dikatakan tidak baik karena masih banyaknya jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dan jumlah
penduduk yang tamat tingkat sekolah dasar masih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penduduk
tamat SMP, SMA, terutama perguruan tinggi. Hal ini menggambarkan proses sosial khususnya dalam hal
ini pendidikan tidak berjalan dengan baik, karena program wajar 9 tahun belum mampu terlaksanan
secara baik bila melihat masih banyaknya lulusan yang sebatas SD. Kondisi sosial bila dilihat dari aspek
kesehatan sudah dapat dikatakan baik, namun masih terdapat 1 kelurahan yang belum mempunyai
saranan kesehatan. Sedangkan untuk kondisi budaya, upacara adat jawa dan upacara keagamaan masih
sering dilakukan sekalipun tidak terdapat budaya yang khas dari Kecamatan Genuk.
2.1.2.3 Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kecamatan Genuk ini tidak terlepas dari perkembangan
dalam sektor perekonomian Kota Semarang. Jika ditinjau dari sisi kontribusi berdasarkan sektor lapangan
usaha terhadap PDRB, sektor lapangan usaha yang memiliki kontribusi terbesar secara berturut-turut
adalah industri dan pertanian. Sebaliknya, lapangan usaha yang memiliki kontribusi paling sedikit
terhadap PDRB Kota Semarang adalah lapangan usaha dari sektor listrik, gas dan air bersih, bangunan
serta keuangan, dan hotel. Hal ini dikarenakan pada Kecamatan Genuk dikonsentrasikan sebagai salah
satu kawasan industri di Kota Semarang yang dapat menumbuhkembangkan tingkat perekonomian baik
di Kecamatan Genuk maupun Kota Semarang.
Sebagian besar penduduk Kecamatan Genuk bekerja sebagai buruh industri. Sebesar 41%atau
sebanyak 18.245 masyrakat bekerja sebagai buruh industri pada tahun 2011. Hal ini didukung dengan
RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031 yang menyebutkan Kecamatan Genuk tergolong sebagai BWK
IV Kota Semarang yang diperuntukan sebagai kawasan industri didukung pula dengan adanya Kawasan
Industri Genuk dan Terboyo. Selain bekerja sebagai buruh industri, sebagian besar lainnya bekerja di
bidang pertanian dengan prosentase sebesar 14%, buruh bangunan dengan prosentase 13% dan
pedagang dengan prosentase 11%. Berdasarkan PDRB Kecamatan Genuk, sektor utama Kecamatn
Genuk adalah Industri Pengolahan yang menyumbang pendapatan terbesar. Berikut beberapa industri
yang terdapat di kawasan industri Terboyo.
Tabel II.6
Industri di Kawasan Industri Terboyo
Pemasaran
Nama

Alamat

PT.
Nagasaki
Furnindo
CV. Rkafurindo

Jl. Kawasan Industri Terboyo Blok N /


1
Jl. Terboyo Industri Timur Blok E / no.
12
Kawasan Industri Terboyo Blok N3,
Semarang
Kawasan Industri Terboyo, Semarang

Bonanza
(LTD) PT
Harumi

Megah

Kategori
Manufaktur

100 orang

Eropa dan Australia

Manufaktur

50 orang

Indonesia

Manufaktur

50 orang

Indonesia

Peralatan
Rumah Tangga

100 orang

Amerika Utara dan Eropa


Timur

Sumber: BPS Kota Semarang, 2011

2.2 Profil Wilayah Studi Mikro Kelurahan Sambungharjo

21

Jumlah

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


2.2.1

Justifikasi Pemilihan Wilayah Studi Makro


Kecamatan Genuk memiliki perkembangan wilayah yang cukup tinggi karena di dukung oleh

adanya kawasan industri Terboyo, Universita Sultan Agung dan Rumah Sakit Sultan Agung. Hal tersebut
semakin menjadi potensi tarikan masyarakat untuk melakukan pegerakan akitifitas ke Kecamatan Genuk.
Salah satu fokus yaitu pada Kawasan Industri Terboyo. Kawasan Industri ini memiliki luas sekitar 300
Hektar dengan berbagai macam industri yang beraktivitas setiap hari dengan pegawaopegawai buruhburuh industri yang berasal dari berbagai tempat. Pengembanga hunian disekitar Kawasn Industri Terboyo
saat ini semakin dikembangkan berupa rumah deret, rumah susun dan sebagainya yang ditawarkan untuk
para pegawai yang bekerja di kawasan tersebut.
Wilayah studi yang nantinya akan digunakan sebagai lokasi pembangunan perumahan dan
permukiman buruh industri berada di kelurahan Sembuharjo dan Kelurahan Karangroto. Seiring
berjalannya waktu pemenuhan lahan kosong sebagai dasar untuk tempat tinggal dan membangun hunian
dirasakan semakin sulit. Kurang efisien dan mengeluarkan banyak sumberdaya, jika melakukan relokasi
atau pemindahan lahan sementara. Kelurahan tersebut dipilih karena masih cukup banyak terdapat lahan
kosong yang masih dapat digunakan untuk membangun sebuah komplek rusun untuk buruh. Rusun akan
digunakan untuk mengakomodasi 300 hunian yang difokuskan kepada buruh.
Selain lahan kosong, di kelurahan tersebut memiliki permasalahan fisik yang tidak cukup parah.
Permasalahan fisik di Kecamatan Genuk yaitu banjir rob dan amblesan tanah yang cukup tinggi di bagian
utara kecamatan. Kelurahan Sembuharjo dan Kelurahan Karangroto berada pada bagian tenggara
Kecamatan Genuk cukup jauh dari bahaya amblesan dan banjir.
Di kelurahan tersebut didukung dengan fasilitas yang cukup memadai seperti fasilitas pendidikan
saranaa kesehatan hingga sarana peribadatan. Prasarana di kelurahan tersebut jga cukuo memadahi
untuk sebuah hunian sebagai syarat permukiman layak huni.

22

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber : Analisis kelompok 7A, 2011

Gambar 2. 10
Peta Deliniasi wilayah studi

2.2.2

Kondisi Fisik Wilayah Studi Mikro


Kondisi fisik wilayah studi mikro terbagi menjadi beberapa aspek diantaranya letak administratif,

topografi, TGL, kesesuaian lahan dan RTRW serta sarana dan prasarana..
2.2.2.1 Letak Administratif
Lokasi perencanaan pembangunan rumah susun bagi buruh industri dengan penghasilan rendah
terletak di Kelurahan Sembungharjo. Kelurahan ini memiliki luas wilayah sebesar 208.904 km 2. Berikut
peta admin Kelurahan Sembungharjo.

23

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber : BAPPEDA Kota Semarang, 2011

Gambar 2. 11
Peta Administrasi Kelurahan Sembungharjo

Adapun batas administrasi dari Kelurahan Sembungharjo adalah sebagai berikut:


Utara
Barat
Timur
Selatan
2.2.2.2 Topografi

: Kelurahan Bandardowo dan Kelurahan Karangroto


: Keurahan Genuksari dan Kelurahan Bangetayu Kulon
: Kelurahan Panggaron Lor
: Kelurahan Bangetayu Wetan

Secara umum topografi di Kelurahan Sembungharjo sama dengan topografi di kelurahan lain di
kecamatan Genuk. Topografi kelurahan ini relatif datar, yaitu sebesar 0-2% dengan ketinggian berkisar
antara 6-12 meter dari permukaan laut. Daerah dengan topografi yang datar sangat menunjang untuk
pengembangan kawasan, khususnya untuk kawasan terbangun (kawasan permukiman) dengan jumlah
yang besar. Di Kelurahan ini sendiri sebagian besar wilayahnya digunakan untuk kawasan permukiman,
walaupun demikian masih terdapat cukup banyak lahan kosong yang berfungsi sebagai perkebunan dan
tegalan yang dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk ditanami komoditi tertentu untuk
kemudian dijual. Berikut peta topografi Keluraahn Sembungharjo.

24

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011

Gambar 2. 12
Peta Topografii Kelurahan Sembungharjo

2.2.2.3 Litologi
Kelurahan Sembungharjo memiliki karakteristik tanah Asosiasi Aluvial Kelabu, dengan struktur
geologi Endapan Permukaan Aluvial. Asosiasi Aluvial Kelabu sendiri merupakan tanah yang berasal dari
bahan induk alluvium dan memiliki beberapa ciri, yaitu teksturnya beraneka ragam, belum terbentuk
struktur, konsistensi basah-lekat, pH bermacam-macam, dan kesuburan sedang-tinggi. Jenis tanah
tersebut cocok untuk dibangun permukiman, dikarenakan sifat dari tanah Asosiasi Aluvial Kelabu yang
tidak mudah tererosi sehingga mudah untuk didirikan bangunan dan untuk pengembangan ruang terbuka
hijau. Pada lokasi perencanaan, jenis tanah yang ada mendukung berkembangnya permukiman di wilayah
tersebut.

25

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber : BAPPEDA Kota Semarang, 2011

Gambar 2.13
Peta Litologi Kelurahan Sembungharjo

2.2.2.4 Tata Guna Lahan


Pada wilayah studi merupakan lahan terbangun, yaitu rumah-rumah warga beserta
pekarangannya. Karena merupakan kawasan yang tidak direncanakan, tipe-tipe rumahnya sangat
beragam, mulai dari tipe tradisional hingga modern, rumah-rumahnya cenderung menyebar di seluruh
lokasi perencanaan dan tidak mengumpul pada satu titik. Rata-rata rumah di lokasi perencanaan memiliki
pekarangan dan jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain agak renggang. Meskipun terletak di
perkotaan dan telah bersifat perkotaan, sifat penggunaan lahannya hampir seperti pedesaan.

26

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

Sumber : BAPPEDA Kota Semarang, 2011

Gambar 2.14
PetaTata Guna Lahan Kelurahan Sembungharjo

2.2.2.5 Kesesuaian Lahan dan RTRW


Berdasarkan RDTRK tahun 2000-2010, Pasal 7 bahwa Kecamatan Genuk sebagai BWK IV
dibagi kedalam blok-blok, dimana Kelurahan Sembungharjo termasuk ke dalam blok 2.2 Dengan luas
wilayah sebesar 377,386 ha dan peruntukan penggunaan lahan permukiman adalah sebesar 298,767 ha.
Hal tersebut mengindikasikan lahan yang berada di Kelurahan Sembungharjo dapat dibudidayakan
peruntukannya sebagai fungsi lahan permukiman sedang hingga tinggi dalam skala kota.
Kelurahan Sembungharjo memiliki potensi bahaya geologi, seperti land subsidence, menurut
RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031, kelurahan ini mengalami amblesan antara 0-2 cm/tahun pada
sebagian kecil bagiannya. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya intensitas pengambilan air tanah
sehingga berpotensi menyebabkan land subsidence di Sembungharjo. Namun sebagian besar dari tidak
mengalami hal tersebut sehingga cukup aman untuk digunakan sebagai kawasan permukiman terutama
permukiman vertikal.
2.2.2.6 Sarana dan Prasarana
a. Sarana
Sarana memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung kehidupan dan aktivitas
ekonomi masyarakat. Berikut sarana-sarana yang terdapat pada Kelurahan Sembungharjo.

27

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


1) Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan pada Kelurahan Sembungharjo hanya berupa Taman Kanak-kanak (TK),
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta madrasah Ibtidaiyah. Namun untuk
Sekolah Menegah Atas (SMA) atau jenis madrasah lain belum terdapat pada kelurahan ini. Apabila
dilihat secara kondisinya, sarana pendidikan terbilang cukup baik dan layak untuk dijadikan tempat
untuk menimba ilmu.
(a)

(b)

Sumber: Dokumentasi Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.15
(a) Sarana Pendidikan SMP (b) Sarana Pendidikan SD

Ketersedian sarana pendidikan terbilang tidak sesuai dengan Standar Pelanyanan Minimum. Hal
ini terlihat pada jumlah penduduk <1000 diharuskan memiliki TK, SD, SLTP dan SMU. Namun pada
keyataan ini, jumlah TK, SD, SMP dan SMA tidak sesuai dengan SPM yang ada. Sehingga dapat
dikatakan tidak sesuai standar.
Tabel II.7
Sarana Pendidikan Kelurahan Sembungharjo Tahun 2011
Sarana Pendidikan
Jumlah
TK
2
SD
3
SMP
1
SMA
0
Madrasah Ibtidaiyah
2
Madrasah Tsanawiyah
0
Madrasah Aliyah
0
Sumber: Kecamatan Genuk Dalam Angka, 2011

2) Sarana Kesehatan
Kondisi Sarana Kesehatan pada Kelurahan Sembungharjo terbagi hanya pada 2 jenis saja.
Pertama ialah Sarana Kesehatan yang berjenis Praktek Dokter yang berjumlah 3 unit saja.
Sedangkan yang kedua ialah ketersediaan dukun bayi yang berjumlah 4 bayi yang dapat dalam
proses kehamilan. Apabila dilihat secara kondisi dan ketersediaan sarana Kesehatan juga dapat
dikatakan tidak sesuai dengan SPM. Hal ini terlihat apabila jumlah penduduk yang ada ialah 9500,

28

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


maka setidaknya memiliki balai pengobatan. Namun pada kenyataan tidak terdapat juga sarana
kesehatan yang menunjang kondisi masyarakat yang ada.
Tabel II.8
Sarana Kesehatan Kelurahan Sembungharjo Tahun 2011
Sarana Kesehatan
Jumlah
RS
0
RS Bersalin
0
Poliklinik
0
Puskesmas/Puskesmas Pembantu
0
Praktek Dokter
3
Bidan Praktek
0
Tenaga Dokter
0
Tenaga Perawat
0
Dukun Bayi
4
Apotik
0
Sumber: Kecamatan Genuk Dalam Angka, 2011

3) Sarana Perekonomian
Kondisi Sarana Perekonomian pada Kelurahan Sembungharjo terbagi menjai 3 jenis yaitu
took/kios kecil, warung makan, pedagang kaki lima. toko dan kios merupakan jenis sarana
perekonomian yang paling banyak dan paling sering ditemukan pada kelurahan ini, yaitu berjumlah
160 unit.

Sumber: Dokumentasi Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.16
Sarana Perdagangan Warung

Kelurahan Sembungharjo tidak memiliki pasar yang berfungsi untuk melakukan transaksi barang
atau jasa. Sehingga masyarakat yang menginginkan untuk berbelanja diharuskan pergi ke kelurahan
lain untuk memenuhi kebutuhannya. Berikut jenis dan jumlah sarana perdaganagn di Kelurahan
Sembungharjo.
Tabel II.9
Sarana Perekonomian Kelurahan Sembungharjo Tahun 2011

29

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Sarana Perekonomian
Pasar
Toko/Kios
Warung Makan
Pedagang Kaki Lima

Jumlah
0
160
31
103

Sumber: Kecamatan Genuk Dalam Angka, 2011

b. Prasarana
Prasarana berupa jaringan yang saling integrasi. Sama halnya dengan sarana, prasarana
merupakan pendukung yang sangat penting dalam keberlangsungan aktivitas masyarakat.
1) Jaringan Jalan
Tingkat aksesibilitas suatu wilayah umumnya dapat diukur berdasarkan beberapa variabel yaitu
ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang dan lebar jalan, serta kualitas jalan.
Aksesibilitas di lokasi perencanaan tergolong sedang. Hal tersebut dilihat berdasarkan kondisi dan
kualitas jalan serta ketersediaan sarana transportasi yang ada. Sebagian besar perkerasan jalan di
lokasi perencanaan sudah diaspal dan di-paving, namun tidak sedikit juga ruas jalan yang belum dipaving bahkan mengalami kerusakan. Kerusakan jalan juga beragam, ada yang berupa amblesan
pada jalan paving, jalan berlubang pada jalan aspal dan sebagainya. Jalan yang belum diaspal
ataupun di-paving), khususnya di gang-gang kecil, masih berupa tanah sehingga akan sangat kotor
dan berlumpur saat turun hujan.

Sumber: Dokumentasi Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.17
Jaringan Jalan

Sebagian besar jalan di lokasi perencanaan merupakan jalan lokal dan jalan lingkungan,
sedangkan Jalan Kudu Banjardowo, Widoro Raya, Sedayu Tugu dan Perbal I merupakan jalan
kolektor sekunder. Kondisi tersebut mengacu pada RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031. Selain itu
menurut RDTRKKota Semarang, Kelurahan Sembungharjo yang termasuk dalam blok 2.2 dengan
luas jaringan jalan dan utilitasnya mencapai 199.769 Ha.
2) Jaringan Air Bersih
Penduduk Kelurahan Sembungharjo menggunakan sumur dan PDAM sebagai sumber air bersih
yang digunakan setiap harinya. Walaupun, hampir seluruh warga memiliki kedua sumber air bersih

30

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


tersebut, namun mayoritas penduduk lebih memilih menggunakan air PDAM, karena dinilai warga
lebih baik kualitasnya dibanding dengan air sumur yang dimiliki. Namun, hal ini tidak mengartikan
bahwa kondisi air sumur kelurahan ini memiliki kualitas yang buruk. Kualitas air sumur tergolong baik
karena tidak berbau, berwarna, tidak tercemari oleh limbah, dan tidak berubah warna apabila sedang
dalam musim hujan. Ketersediaan air bersih pada kelurahan ini terbilang sudah mencukupi.Terbilang
pada saat musim kemarau, ketersediaan air tetap mencukupi dan selama sepuluh tahun terakhir
belum pernah terjadi kekeringan pada kelurahan ini. Jaringan air bersih menurut RDTRK terbagi
menjadi 2 yaitu jaringan sekunder di Jalan Sembungharjo - Karangroto (KS12 dan KS13, serta
Jaringan tersier diletakkan di jalan Sembungharjo (LS12 dan LS11).
3) Jaringan Listrik
Pada setiap RT atau RW yang ada di Kelurahan Sembungharjo, semua adalah pelanggan PLN.
Hal ini mengartikan bahwa semua masyarakat pada Kelurahan ini sudah dapat mengakses serta
menggunakan listrik sebagai satu-satunya sumber penerangan. Penggunaan listrik pada kelurahan ini
nantinya akan mendukung kegiatan yang dilakukan masyarakat pada kawasan tersebut. Setelah
melakukan wawancara dengan salah seorang warga, dikatakan bawa sering terjadinya pemadaman
listrik dalam satu bulan terkhir ini.Namun hal ini masih dapat dimaklumi oleh penduduk disana.Menurt
RDTRK saluran udara ekstra tinggi melewati Kelurahan Sembungharjo, saluran udara tegangan
menengah melalui jalan Kelurahan Sembungharjo.

Sumber: Dokumentasi Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.18
Jaringan Listrik

4) Jaringan Telekomunikasi
Penduduk Kelurahan Sembungharjo, melakukan komunikasi dengan menggunakan telepon.
Sedikit dari penduduk tersebut yang menggunakan atau berlangganan telepon rumah.Namun, saat ini
hampir seluruh penduduk memiliki telepon gengam atau handphone sebagai media komunikasi.Hal ini
disebabkan karena telepon genggam dinilai sebagai media komunikasi yang mudah, murah, memiliki

31

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


banyak fungsi.Selain itu, hal ini didukung dengan kekuatan sinyal yang ada pada kelurahan ini, yang
semakin memudahkan penggunaan telepon genggam.Sedangkan apabila penduduk menggunakan
jasa telepon rumah, maka penduduk harus membayar batas minimum penggunaan telepon
tersebut.Selain itu, penduduk pada kelurahan Sembungharjo sudah mulai mengakses internet,
beberapa warung internet ditemukan pada kelurahan ini. Menurut RDTRK Jaringan Sekunder terletak
di jalan yang melewati Kelurahan Sembungharjo (LS13), Rumah Kabel diletakan pada Jalan Raya
Kaligawe dan Kelurahan Sembungharjo (KS 12).
5) Jaringan Drainase
Drainase merupakan infrastruktur penting yang harus ada di suatu wilayah. Fungsi utama
drainase adalah untuk mengalirkan air hujan yang tidak dapat diserap oleh tanah untuk kemudian
dialirkan ke sungai-sungai terdekat sehingga tidak menggenang dan mengganggu aktivitas penduduk.
Ketersediaan drainase di lokasi perencanaan hanya terlihat di beberapa ruas jalan. Umumnya
drainase tersedia di pinggiran jalan paving atau aspal. Drainase yang tersedia merupakan drainase
buatan berukuran kecil yang telah disemen dan bersifat terbuka karena aktivitas dan kepadatan di
wilayah tersebut tergolong rendah. Drainase yang ada juga umumnya kering dan dipenuhi oleh
sampah-sampah. Namun di beberapa titik di lokasi perencanaan, terdapat genangan air disertai
sampah yang dikhawatirkan dapat menjadi potensi penyebab terjadinya banjir ketika musim
penghujan.

Sumber: Dokumentasi Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.19
Selokan/Saluran Drainase

Sedangkan pada ruas jalan yang masih berupa tanah atau di sisi kanan kiri jalan yang berupa
kebun, tegalan, pakarangan atau sawah, tidak terdapat jaringan drainase. Hal itu karena air hujan
dapat meresap langsung ke dalam tanah tanpa menyebabkan genangan air. Berdasarkan RDTRK
Kota Semarang, drainase yang ada di lokasi perencanaan merupakan saluran drainase tersier yang
ada di tiap-tiap lingkungan permukiman.

32

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


6) Jaringan Persampahan
Pengolahan sampah di lokasi perencanaan sebagian besar masih dengan cara on site, yaitu
dengan membakar sampah-sampah tersebut untuk mengurangi jumlah sampah yang menumpuk. Hal
ini dilakukan karena masih belum adanya koordinasi terkait pengelolaan sampah dengan pihak
kelurahan maupun kecamatan. Selain itu sebagian besar rumah tangga di lokasi perencanaan
memiliki pekarangan yang cukup luas sehingga banyak warga memilih membakar sampah di
pekarangan rumahnya.
Di lokasi perencanaan juga terdapat perumahan skala kecil, pengolahan sampah di daerah
perumahan juga belum terorganisir walaupun beberapa rumah menyediakan tempat sampah di depan
rumahnya. Di Kelurahan Sembungharjo sendiri tidak tersedia fasilitas tempat pembuangan sampah
sementara (transfer dipo/container). Berdasarkan RDTRK Kota Semarang, lokasi perencanaan
memang belum memiliki TPS. TPS yang terdekat dengan lokasi perencanaan adalah di Pasar Genuk
Kelurahan Genuksari.
2.2.3

Kondisi Non Fisik Wilayah Studi Mikro


Kondisi non fisik wilayah studi mikro menggambarkan aspek-aspek non fisik di wilayah studi yang

mempengaruhi penyediaan rumah susun di kawasan idnustri meliputi aspek kependudukan, aspek sosial
dan budaya, dan aspek perekonomian.
2.2.3.1 Kependudukan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Semarang, pada tahun 2011 Kelurahan
Sembungharjo memiliki jumlah penduduk 9.475 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 4.845
jiwa dan penduduk perempuan 4.630 jiwa. Dengan luas wilayah sebesar 208.904 km2, tingkat kepadatan
penduduk di kelurahan ini mencapai 3,775 jiwa/km2 dengan rata-rata jiwa per rumah tangga sebanyak 4
orang. Jika dibandingkan dengan kelurahan lain, Kelurahan Sembungharjo berada pada tingkatan
kepadatan penduduk yang sedang.
75+
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4

Laki-Laki

15

10

Perempuan

05

33

00

05

10

15

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.20
Piramida Penduduk Kelurahan Sembungharjo Tahun 2011

Berdasarkan piramida penduduk diatas terlihat jumlah penduduk terbanyak berada pada usia 30
sampai dengan 34 tahun. Pertumbuhan penduduk di wilayah ini juga tidak terlepas dari berbagai faktor
yang mempengaruhinya seperti faktor kelahiran, kematian, dan migrasi. Pada piramida diatas juga dapat
terlihat tingkat kelahiran (usia 0-4 tahun) di Kelurahan Sembungharjo cukup tinggi. Jumlah kelahiran di
tahun 2011 yaitu sebesar 209 jiwa. Tingkat kelahiran di Kelurahan Sembungharjo ini merupakan ketiga
yang terbesar setelah kelurahan Genuksari dan Bangetayu Kulon. Sementara untuk tingkat kematian di
kelurahan ini tidak rendah juga tidak tinggi, hanya sebesar 36 jiwa di tahun 2011. Sedangkan untuk tingkat
migrasi yang meliputi jumlah penduduk yang datang dan pergi berjumlah 376 jiwa untuk penduduk yang
datang dan 172 jiwa untuk penduduk yang pergi (pindah).
2.2.3.2 Kondisi Sosial Budaya
Kelurahan Sembungharjo merupakan salah satu dari 13 kelurahan di Kecamatan Genuk yang
sebagian besar penduduknya beragama islam. Pada tahun 2011 jumlah penduduk yang beragama islam
di kelurahan ini sebanyak 8.849 jiwa atau sebesar 98% dari jumlah total penduduk di kelurahan ini. Hal ini
didukung dengan ketersediaan masjid dan surau/musholla yang tersebar di berbagai wilayah dengan
jumlah yang sudah mencukupi. Jumlah masjid sebanyak 7 unit, dan musholla sebesar 25 unit untuk
33.328 jiwa, berdasarkan SNI 03-1733-2004 musholla/masjid mampu melayani 2.500 jiwa. Disamping
agama islam agama protestan menduduki peringkat kedua sebagai agama yang dianut sebagian besar
penduduk di kelurahan ini, yaitu sebesar 116 jiwa.Dan yang terbesar ketiga adalah agama katolik dengan
jumlah penganut sebanyak 103 jiwa. Selain itu, kondisi sosial masyarakat juga dapat terlihat dari berbagai
kegiatan atau organisasi masyarakat baik di lingkup yang luas seperti RW maupun dalam lingkup sempit
seperti RT. Di Kelurahan Sembungharjo sendiri terdapat beragam kegiatan atau organisasi sosial
masyarakat seperti poskamling, PKK RW, PKK RT dan sebagainya. Selain itu, kegiatan sosial seperti
kegiatan gotong royong di lingkungan tempat tinggal juga menjadi kegiatan rutin yang diadakan oleh
warga, yang bertujuan selain memperbaiki prasarana di wilayah tempat tinggalnya juga untuk menjalin
keakraban antar warga.
2.2.3.3 Kondisi Perekonomian
Tingkat perekonomian di Kelurahan Sembungharjo dapat tercermin pada mata pencaharian
dominan penduduknya. Pada diagram dibawah dapat terlihat, sebagian besar penduduk di Kelurahan
Sembungharjo bermata pencaharian sebagai petani, baik petani sendiri maupun petani buruh. Jumlah
penduduk yang bekerja di sektor tersebut sebesar 1.459 jiwa atau sebesar 38% dari jumlah penduduk
total. Kondisi tersebut didukung oleh masih terdapatnya lahan pertanian dan tegalan yang cukup banyak.
Mata pencaharian dominan kedua di Kelurahan Sembungharjo adalah buruh, baik buruh industri maupun
buruh bangunan. Jumlah buruh yang ada di kelurahan tersebut adalah sebesar 1.695 jiwa atau sebesar

34

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


35%. Hal tersebut dikarenakan jarak yang cukup dekat dengan kawasan industri terboyo yang merupakan
kawasan industri yang cukup besar di Kota Semarang. Sedangkan mata pencaharian dominan ketiga di
Kelurahan Sembungharjo berasal dari sektor jasa yang ditunjukkan dengan jumlah penduduk di sektor ini
sebesar 530 jiwa atau sebesar 11%. Kegiatan jasa di kelurahan ini cukup beragam seperti tukang jahit,
tukang photo, fotokopi, salon kecantikan, reparasi sepeda dan reparasi sepeda motor. Sedangkan untuk
ketersediaan bank dan lembaga keuangan lainnya tidak tersedia di kelurahan ini, baik asuransi, koperasi,
bank umum maupun BPR.

11% 0%

1% Buruh Industri dan Bangunan Pedagang Angkutan


Petani Sendiri dan Buruh Pengusaha
3%
11%
PNS/ABRI

Jasa

38%

Pensiunan0%

35%

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 2.21
Persentase Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian Kelurahan Sembungharjo Tahun 2010

BAB III
KONSEP PERENCANAAN
3.1 Tujuan Perencanaan
Berkembangnya industri di kawasan perkotaan menjadi suatu magnet bagi masyarakat
perkotaan serta para migran. Tidak hanya bagi kaum berpendidikan tinggi bahkan hingga masyarakat
yang berpendidikan rendah. Proses pengkotaan yang terjadi cukup pesat mengakibatkan terjadinya
ketidak seimbangan antara ketersediaan lahan yang ada dengan kebutuhan lahan akan tempat tinggal.
Akibat minimnya lahan serta harga yang relatif tinggi tersebut, membuat munculnya permukiman kumuh
yang diciptakan oleh migran khususnya kaum buruh. Melihat fenomena ini, maka diperlukannya

35

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


permukiman baru bagi masyarakat berpenghasilan rendah terutama bagi para buruh industri guna
mengurangi munculnya pemukiman kumuh serta menciptakan lingkungan yang layak untuk tempat
tinggal. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan suatu tujuan perencanaan yaitu:
Menyediakan rumah susun ekonomis dan layak huni bagi buruh industri berpenghasilan
rendah dan terintegrasi dengan kawasan industri Terboyo guna mengoptimalkan lahan perkotaan
yang terbatas.
3.2 Sasaran Perencanaan
Sasaran yang diharapkan dari perencanaan penyediaan tempat tinggal bagi kaum buruh industri
berpenghasilan rendah ialah sebagai berikut:
a. Tersedianya permukiman bagi buruh industri yang terintegrasi dengan kawasan industri
Terboyo;
b. Tersedianya rumah susun sewa yang pro kepada masyarakat berpenghasilan rendah;
c. Tersedianya rumah susun yang dapat menampung para kaum migran;
d. Terciptanya kawasan permukiman yang memiliki kualitas lingkungan yang baik.
3.3 Literatur Konsep
3.3.1 Aspek Kelembagaan/Kemitraan
Pemerintah dalam melaksanakan tugas mensejahterakan masyarakat untuk mendapatkan
penghidupan dan tempat tinggal yang layak terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah melalui
pengadaan rumah susun (Rusun). Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
Rusunawa yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan
dan pengendalian Rusunawa.
Pelaksanaan pembangunan hunian yang layak seperti rusun pemerintah menugaskan kepada
Badan Pelaksana. Dalam Pasal 72 UU rusun menyebutkan bahwa untuk mewujudkan penyediaan rumah
susun yang layak dan terjangkau bagi masarakat berpenghasilan rendah, pemerintah menugasi atau
membentuk Badan Pelaksana. Peraturan mengenai Badan Pelaksana diatur dalam Pasal 72 dan 73 UU
Rusun.
Penugasan atau pembentukan Badan Pelaksana adalah bertujuan untuk:
1.

Mempercepat penyediaan rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan


rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (Rumah Susun Umum) dan rumah susun yang
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus (Rumah Susun Khusus), terutama di
perkotaan;

2.

Menjamin bahwa rumah susun umum hanya dimiliki dan dihuni oleh masyarakat berpenghasilan
rendah

3.

Menjamin tercapainya asas manfaat rumah susun

4.

Melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah susun umum dan rumah susun khusus

36

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Selanjutnya, Badan Pelaksana memiliki fungsi pelaksanaan pembangunan, pengalihan, kepemilikan dan
distribusi rumah susun umum dan rumah susun khusus secara terkoordinasi dan terintegrasi. Adapun
untuk melaksanakan fungsi tersebut, badan pelaksana memiliki tugas sebagai berikut:
1.

Melaksanakan pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus

2.

Menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor, termasuk dalam penyediaan prasarana,


sarana dan utilitas umum

3.

Melaksanakan peningkatan kualitas rumah susun umum dan rumah susun khusus

4.

Memfasilitasi penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun
khusus

5.

Memfasilitasi penghunian, pengalihan, pemanfaatan, serta pengelolaan rumah susun umum dan
rumah susun khusus

6.

Melaksanakan verifikasi pemenuhan persyaratan terhadap calon pemilik dan/atau penghuni


rumah susun umum dan rumah susun khusus

7.

Melakukan pengembangan hubungan kerja sama di bidang rumah susun dengan berbagai
instansi di dalam dan di luar negeri

Lebih lanjut mengenai penugasan dan pembentukan Badan Pelaksana berdasarkan Pasal 73 UU Rusun,
akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam pengelolaan rusun menjadi tanggungjawab dari pemerintah (Perumnas) dan swasta
dimana dalam setiap sektor tersebut memiliki unit-unit daalam pelaksanaan pembangunan dan
pengelolaan rusun.
3.3.2

Aspek Peraturan/Ketentuan Bangunan/Lingkungan


Rumah susun merupakan hunian bertingkat atau bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal maupun vertikal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama,
benda bersama dan tanah bersama. (SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan
perumahan di perkotaan).
Menurut pasal 22 ayat (2) Undang-undang no.1 thn 2011 tentang perumahan dan kawasan
permukiman, rumah susun merupakan salah satu dari tiga jenis rumah berdasarkan jenis dan
bentuknya.Pada Pasal 34 ayat (1) disebutkan bahwa Pembangunan rumah susun dilaksanakan
berdasarkan perhitungan dan penetapan koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan yang
disesuaikan dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan yang mengacu pada rencana
tata ruang wilayah. Lalu pada pasal berikutnya, (2) Ketentuan mengenai koefisien lantai bangunan dan
koefisien dasar bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal terdapat

37

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


pembatasan ketinggian bangunan yang berhubungan dengan: a. ketentuan keamanan dan keselamatan
operasional penerbangan; dan/atau b. kearifan lokal.
Lalu pada persyaratan teknis rumah susun tertuang pada pasal 35, yang terdiri dari a.tata
bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan; dan b.
keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Setiap rumah susun wajib melengkapi lingkungannya dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang
ada di lingkungan rumah susun, dengan mempertimbangkan kemudahan dan keserasian hubungan
dalam kegiatan sehari-hari; pengamanan jika terjadi hal-hal yang membahayakan; dan struktur, ukuran,
dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya (pasal 40).
3.3.3

Aspek Pembiayaan
Rencana anggaran biaya bangunan atau sering disingkat RAB adalah perhitungan biaya

bangunan berdasarkan gambar bangunan dan spesifikasi pekerjaan konstruksi yang akan di bangun,
sehingga dengan adanya RAB dapat dijadikan sebagai acuan pelaksanaan pekerjaan nantinya.
Untuk menghitung RAB diperlukan data data antara lain:

Gambar Rencana Bangunan.


Spesifikasi Teknis Pekerjaan yang biasa disebut juga sebagai RKS ( Rencana Kerja dan

syarat syarat )
Volume masing masing pekerjaan yang akan di laksanakan.
Daftar harga bahan bangunan dan upah pekerja saat pekerjaan di laksanakan.
Analisa BOW atau harga satuan pekerjaan.
Metode kerja pelaksanaan
Ada beberapa cara dalam menghitung RAB tersebut adalah:
1. Biaya Bangun Rumah Sistem m2 Bangunan
Cara ini merupakan yang paling mudah dan paling cepat dilakukan, berikut adalah cara
menghitungnya:
a. Pertama harus diketahui ukuran rumah yang akan dibangun untuk mengetahui luas
bangunan dalam satuan m2.
b. Langkah selanjutnya adalah mencari tahu kira kira stadar harga per m2 bangunan
2.

pada daerah yang akan dibangun dan waktu pelaksanaan pembangunan berlangsung.
Sistem Analisis Harga Satuan Bangunan
Cara ini lebih rumit dan membutuhkan ketelitian karena harus menguraikan detail pekerjaan
yang ada, mencari harga masing-masing pekerjaan lalu membuat total keseluruhan dalam
bentuk rekapitulasi. Akan tetapi cara ini banyak digunakan kontraktor sebagai laporan atau
pengendalian biaya proyek. Cara ini dimulai dari menentukan bentuk bangunan,
menghitung volume pekerjaan lalu menghitung biaya bangun rumah. Kelebihan dari cara ini
yaitu kita dapat menghitung kebutuhan bahan dan tenaga, serta hasil perkiraan biayanya

3.

lebih mendekati kebenaran.


Sistem Volume x Harga Pekerjaan

38

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Cara ini hampir sama dengan sistem analisa harga satuan bangunan, namun lebih
mempermudah tanpa harus menghitung koefisien analisa harga satuan, jadi bisa lebih
cepat. Caranya yaitu dengan melihat daftar harga satuan yang diterbitkan oleh pemerintah
pusat atau daerah setiap bulan. Jadi hanya mencari daftar quantitas atau volume pekerjaan
3.3.4

lalu mengalikanya dengan harga satuan standar pemerintah.


Aspek Pengadaan Lahan
Lahan merupakan unsur utama dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Pengadaan

lahan adalah proses kegiatan memperoleh lahan sehingga lahan tersedia untuk sesuatu kegiatan diatas
lahan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Persyaratan lahan
ada 3 hal, diantaranya sebagai berikut:
1. Administrasi yaitu memiliki bukti otentik atas nama yang bersangkutan seperti girik/bukti
pembayaran pajak, akta jual beli, keterangan pejabat berwenang, pelepasan hak, dll.
2. Fisik, obyeknya jelas (letak dan batasnya), dikuasai, dijaga, dipelihara, digarap oleh
pemilik/penguasanya.
3. Hukum, yaitu mempunyai bukti yang kuat (sertifikat). Dengan hubungan hukum yang jelas (Jenis
Hak).
Adapun proses pengadaan lahan terbagi menjadi :
1. Pengadaan tanah/baru (Jual beli, Ganti rugi/Pembebasan, Hibah)
2. Optimalisasi pemanfaatan lahan yang telah diperuntukkan untuk Perumahan (sudah ada
Hak/Sertifikat).
3. Pemanfaatan lahan yang telah ada pemilik/penguasanya.
Proses penyiapan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman memiliki
persyaratan :
1. Sesuai dengan Tata Ruang dan Tata Guna
Lokasi perumahan harus memenuhi kesesuaian dengan RTRW. Kepadatan dan tata letak
bangunan rusunami juga merupakan hal penting sehingga harus memperhatikan KLB, KDB,
KDH, ketinggian bangunan. Pemerintah menetapkan jumlah lantai rusunami maksimum adalah
20 lantai, namun pada realisasinya baru mencapai 15 lantai. Adapun untuk KLB maksimum
adalah 6 dengan KDB 40%.
2. Bebas dari rawan fisik (bencana alam, banjir, geologis, dll)
Keterbebasan dari rawan fisik antara lain bencana alam, banjir dan fenomena geologis menjadi
prasyarat utama dalam pemilihan lahan perumahan.
3. Bebas dari rawan sosial, yaitu mempunyai kepastian dan perlindungan hukum (bebas tuntutan
dari pihak lain)
Untuk rusunami yang sedang berjalan, pengadaan lahannya diantara lain berasal dari Pemda,
BUMN maupun swasta. Adapun jenis hak atas tanah untuk rumah susun adalah dalam bentuk
HGB atau Hak Milik atas Penghuni dengan Pertelaan. Sedangkan untuk sarusun, WNI memiliki
Hak Milik dan WNA hanya dikenakan Hak Pakai.

39

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


4. Perijinan, yaitu kesesuaian dengan Peraturan Perundang-undangan (Izin Prinsip, Izin Lokasi,
Permohonan Hak, Pemecahan Sertifikat).
5. Persetujuan masyarakat setempat/kebersamaan, yaitu adanya kesepakatan bersama melalui
3.3.5

musyawarah mufakat (khusus untuk pemanfaatan tanah masyarakat).


Aspek Teknologis Bangunan dan Infrastruktur Lingkungan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan menjelaskan bahwa adanya panduang rancang bangunan suatu
lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengandalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan
dan lingkungan serta memuat meteri pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan; rencana umum
dan panduan rancangan; rencana investasi; ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian
pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan melalui RTBL (Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan). RTBL sendiri mengatur suatu kawasan lingkungan/kawasan dengan luas 5-60 Ha, dengan
ketentuan:
1. Kota Metropolitan dengan luas 5 Ha;
2. Kota Besar/Sedang dengan luas 15-60 Ha;
3. Kota Kecil/Desa dengan luas 30-60 Ha.
Pentuan kawasan sendiri dibagi menjadi lima yaitu administratif; non administratif; kawasan yang memiliki
kesatuan karakter tematis; kawasan yang memiliki sifat campuran dan jenis kawasan.
Berdasarkan bagian Program dan Lingkungan dijabarkan lebih detil mengeain perencanaan dan
peruntukan lahan yang telah ditetapkan. Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan
dengan melalui analisis kawasan dan lingkungan perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak
lingkungan dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat yang menghasilkan
dasar perancangan tata bagunan dan lingkungan. Komponen analisis yang harus ditanjau antara lain
perkembangan social-kependudukan; prospek pertumbuhan ekonomi; daya dukung fisik dan lingkungan;
aspek legal konsolidasi lahan perencanaan; daya dukung prasarana dan fasilitas lingkungan serta kajian
aspek signifikansi historis kawasan dengan menggunakan analisis SWOT.
Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan muncul setelah adanya hasil dari
tahapan analisis. Konponen dasar perancangannya meliputi visi pembangunan; konsep perancangan
struktur tata bangunan dan lingkungan; konsep komponene perancangan kawasan serta blok-blok
pengembangan kawasan dan program penanganan. Komponen-komponen rancangan antara lain:
1. Struktur Peruntukan Lahan
Meliputi komponen peruntukan lahan makro dan peruntukan lahan mikro (peruntukan lanai dasar,
lantas atas maupun besmen; peruntukan lahan tertentu).
2. Intensitas Pemanfaatan Lahan
Meliputi komponen berupa KDB, KLB, KDH, KTB, system insentif-disentif pengembangan dan
TDR.
3. Tata Bangunan

40

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Meliputi komponen berupa pengaturan blok lingkungan; pengaturan kaveling/petak lahan;
pengaturan bangunan serta pengaturan ketinggian dan elevasi lantai bangunan
4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
Meliputi komponen system jaringan jalan dan pergerakan; system sirkulasi kendaraan umum;
system sirkulasi kendaraan pribadi; system sirkulasi kendraaan umum informal; system
pergerakan transit; system parkir; system perencanaan jalur servis/pelayanan lingkungan;
system sirkulasi pejalan kaki dan sepeda serta system jaringan jalur penghubung terpadu.
5. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Meliputi komponen system ruang terbuka umum; system ruang terbuka pribadi; system ruang
terbuka privat yang dapat diakses oleh umum; system pepohonan dan tata hijau; bentang alam
serta area jalur hijau.
6. Tata Kualitas Lingkungan
Meliputi komponen konsep identitas jalan, konsep orientasi lingkungan dan wajah jalan.
7. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Meliputi komponen system jaringan air bersih; system jaringan air limbah dan air kotor; system
jaringan drainase; system jaringan persampahan; system jaringan listrik; system jaringan telepon;
system jaringan pengamanan kebakaran serta system jaringan jalur penyelamatan atau evaluasi.
3.3.6

Aspek Prosedur Perijinan Pelaksanaan Pembangunan


Dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, menyatakan bahwa

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,


pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Selain itu dalam undang
undang yang sama menyatakan bahwa konsolidasi lahan adalah penataan kembali lahan sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan lahan bagi kepentingan pembangunan dengan
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya.
Dalam pengembangan suatu pemukiman, izin dalam setiap tahapan pembangunan merupakan suatu hal
yang wajib dimiliki baik oleh pengembang dalam bentuk swasta maupun pemilik lahan. Untuk
mengembangkan suatu kawasan pemukiman padat ke dalam lingkungan yang lebih baik, dibutuhkan
suatu tahapan perizinan yang sah sebagai bukti atas hukum. Dengan adanya ijin organ pemerintah telah
menciptakan hak-hak dan kewajiban- kewajiban tertentu bagi yang berkepentingan (Ch. Lucia 2013).
Berikut adalah tahapan perizinan yang harus diikuti dalam tahapan pembangunan suatu kawasan hunian:
1. Persyaratan Administratif
Dalam pengembangan suatu kawasan hunian, persyaratan administratif merupakan tahapan
penting guna mendapatkan kesahan suatu pembangunan. Dalam awal pembangunan, izin lokasi
adalah izin pertama yang harus didapatkan oleh pengembang ataupun pemilik lahan, sementara
untuk pemerintah izin lokasi adalah dasar untuk melakukan pembebasan lahan. Selanjutnya adalah
keterangan rencana kota. Perizinan ini adalah keterangan rencana kabupaten/kota yang digunakan
sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan seperti penentuan KDB,KLB, GSB maupun

41

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


sinkronisasi jaringan utilitas kota. Tahapan selanjutnya adalah perizinan peruntukan lahan dan
kejelasan status atas tanah. Kedua izin ini diberikan atas dasar izin lokasi yang telah sah. Sementara
untuk hak atas tanah, dasar hukum yang mengaturnya adalah Undang-Undang Nomor 50 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
2. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis berhubungan dengan persyaratan struktur bangunan. Setiap bangunan
gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan. Fungsi bangunan gedung dapat
dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan
fungsi khusus.
3. Persyaratan Ekologis
Persyaratan ekologis ini umumnya merupakan salah satu bentuk kelegalan hukum terkait upaya
penkonservasian lingkungan. Dalam persyaratan ekologis, izin lingkungan merupakan bentuk
realisasi dari persyaratan lingkungan. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang
yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan. Dasar hukum terkait izin ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan
4. Persyaratan Lain
Persyaratan lain yang harus diperhatikan adalah analisis dampak lalu lintas. Analisa dampak lalu
lintas adalah setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan
jalan wajib dilakukan analisis dampak lalu lintas. Pengembang atau pembangun melakukan analisis
dampak lalu lintas dengan menunjuk lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat.
Dalam pembangunan kawasan pemukiman dan peumahan, salah satu aspek yang harus
diperhatikan adalah terkait perbandingan hunian berimbang. Hunian berimbang adalah perumahan dan
kawasan permukiman yang dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu dalam bentuk rumah
tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah, atau dalam
bentuk rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial, atau dalam bentuk rumah
tapak dan rumah susun umum.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang harus
memenuhi persyaratan komposisi sebagai berikut:
a. Komposisi jumlah rumah merupakan perbandingan jumlah rumah sederhana, jumlah rumah
menengah, dan jumlah rumah mewah. Perbandingan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 3 : 2 :
1 yaitu 3 (tiga) atau lebih rumah sederhana berbanding 2 (dua) rumah menengah berbanding 1
(satu) rumah mewah.

42

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


b. Komposisi luasan lahan merupakan perbandingan luas lahan untuk rumah sederhana, terhadap
luas lahan keseluruhan.
c. Dalam hal hanya membangun rumah mewah, setiap orang wajib

membangun sekurang-

kurangnya 2 (dua) rumah menengah dan rumah sederhana 3 (tiga) kali jumlah rumah mewah
yang akan dibangun.
d. (Dalam hal hanya membangun rumah menengah, setiap orang wajib membangun rumah
sederhana sekurang-kurangnya 1 (satu setengah) kali jumlah rumah menengah yang akan
dibangun.
e. (Dalam hal Pengembang tidak dapat membangun rumah sederhana, Pengembang perumahan
dapat membangun Rumah Susun Umum yang jumlahnya senilai dengan harga kewajiban
membangun Rumah Sederhana dalam satu hamparan yang sama.
Selanjutnya dalam proses pembangunannya, pengembang atau pemilik lahan wajib memiliki Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). IMB diberikan setelah pemohon memperoleh dokumen seperti SIPPT, surat
bukti kepemilikan tanah, Ketetapan Rencana Kota (KRK), dan penilaian TPAK, TPKB, dan TPIB untuk
jenis bangunan tertentu seperti rumah susun. IMB ini merupakan dasar dalam mendirikan bangunan
dalam pemanfaatan ruang.
Setelah bangunan perumahan tersebut terealisasi, maka perizinan tahap terakhir yang harus disiapkan
adalah permohonan sertifikat laik fungsi dan bukti kepemilikan bangunan. Kedua perizinan ini adalah
syarat yang wajib dimiliki pemilik lahan, agar bangunan yang dimiliki tidak dianggap sebagai bangunan
informal, yakni bangunan yang didirikan di atas tanah dengan kepemilikan yang jelas dan sah, namun
tidak ada bukti atas kepemilikan bangunan. Sementara untuk pengembangan rumah susun, tahap
perizinan yang terakhir adalah terkait akta pemisahan tanah. Akta ini merupakan tanda bukti pemisahan
rumah susun atas satuan-satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama yang didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat yang nantinya akan disahkan oleh
Gubernur. Akta pemisahan ini diperlukan sebagai dasar dalam penerbitan sertifikat hak milik atas satuan
rumah susun.
3.3.7

Aspek MBR, Pemberdayaan, dan Keswadayaan


Pembukaan UU perumahan dan permukiman tahun 2011 menyatakan Bahwa pemerintah perlu

lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan
permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang
berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam
wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Salah satu aspek perlunya peningkatan perumahan dan permukiman adalah ditujukan untuk
masyarakat yang berpenghasilan rendah karena tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal

43

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


yang layak. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. (Pasal
1 Angka 24 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Masyarakat
berpenghasilan rendah adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu
mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh sarusun umum. (Pasal 1 Angka 14 UU Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Rumah Susun). Karena salah satu tujuan pengadaan rumah susun adalah memenuhi
kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap
mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi
MBR(Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun)dan untuk meningkatkan mutu kehidupan
bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah harus ditingkatkan, terutama untuk mendorong dan
membina peranan, kemampuan dan prakarsa masyarakat sendiri untuk ikut serta dalam pembangunan
pemukiman.
Adanya masalah dalam penyediaan perumahan dan permukiman bagi MBR salah satunya
adalah karena MBR cenderung menempati kawasan yang kumuh sehingga perlu aspek pemberdayaan
dan keswadayaan masyarakat dalam hal pencegahan munculnya perumahan dan permukiman kumuh
(Pasal 95 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Hal ini sesuai
dengan tujuan rumah susun yakni mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan
permukiman kumuh(Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun). Pemberdayaan
masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman
melalui pendampingan dan pelayanan informasi (UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman) yang sesuai dengan tujuan rumah susun yakni memberdayakan para pemangku
kepentingan di bidang pembangunan rumah susun(Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun).
Dengan pembangunan rumah susun maka akan terbentuk Selain itu pemerintah dan pemerintah
daerah juga perlu mendorong pemberdayaan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman untuk
MBR (Pasal 118 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman) hal ini
merupakan upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan
perumahan, antara laindalam bentuk pemberian pedoman, pelatihan/penyuluhan, serta pemberian
kemudahan dan/atau bantuan (Pasal 103 Ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman). Sehingga dengan pembangunan rumah susun untuk MBR tercapai peningkatkan
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta penyediakan ruang terbuka hijau di kawasan
perkotaan dalam terciptanya kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan
memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, mengarahkan
pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif dan menjamin
terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan

44

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan
permukiman yang terpadu(Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun).
3.4 Best Practice Pembangunan Perumahan bagi MBR
Pertumbuhan kota Jakarta yang semakin padat, harga perumahan yang semakin meningkat dan
tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat, merupakan tantangan Perumnas untuk terus berupaya
dalam memenuhi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sentra Timur Residence,
konsep kawasan terpadu di bilangan Jakarta Timur adalah salah satu jawaban atas tantangan tersebut
dan juga wujud komitmen dalam merealisasikan program 200 Tower Rusunami di Jakarta.
Peluncuran 5 Tower Tahap 2 Rusunami Sentra Timur Residence ini mengatakan sebenarnya
konsep pembangunan Sentra Timur Residence adalah konsep back to the city untuk memfasilitasi
masyarakat berpenghasilan menengah bawah. Harga yang terjangkau, lokasi strategis, sarana dan
prasarana pendukung yang memadai merupakan faktor kunci yang terus kami garap guna untuk
mewujudkan komitmen.
Setelah sukses dengan 2.357 unit dan telah dihuni sekitar 1.274 Kepala Keluarga dari 6 tower
sebelumnya, kini Sentra Timur Residence memperkenalkan dan memasarkan secara perdana 5 Tower
Tahap 2 Sentra Timur Residence dengan ikon tower unggulannya yaitu Brown Tower.
Angka bancklog hunian yang semakin tinggi dan sedikitnya hunian dengan harga terjangkau di
kawasan Jakarta menjadi Prioritas Perumnas dalam mengembangkan kawasan Terpadu di Jakarta Timur
ini. Sentra Timur dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian berkualitas dan nyaman, hal ini sejalan
dengan visi Perumnas menjadi Pengembang Permukiman dan Perumhan Rakyat Terpercaya di
Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, Djafarullah menegaskan bahwa pembangunan project Sentra
Timur Residence selalu on target baik dari segi mutu maupun dari segi on time delivery. Ini sesuai
dengan komitmen Sentra Timur Residence untuk mewujudkan progress pembangunan tepat waktu
sehingga masyarakat Jakarta Timur dapat menikmati perkembangan kota Jakarta Timur yang kini menjadi
destinasi hunian terbaik di Jakarta. tegas Project Director KSU Perumnas PT. Bakrie Pangripta Loka.
Tower Brown Sentra Timur Residence adalah bagian dari 5 Tower terbaru pembangunan Sentra
Timur Tahap 2 dan merupakan bagian dari 15 tower yang akan berdiri. 5 Tower Tahap 2 ini masih
menerapkan konsep yang sama seperti pendahulunya yaitu diperuntukkan bagi Masyarakat
Berpenghasilan menengah bawah (MBM). Sentra Timur tetap memberikan konsep hunian yang
berkualitas, nyaman dan terpadu sehingga akan memberikan nilai tambah bagi penghuni secara
berkelanjutan. Dengan menyuguhkan design yang colorful dan dinamis merupakan bukti komitmen
Perumnas untuk memberikan pelayanan dan kualitas yang terbaik bagi masyarakat.

45

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

BAB IV
RANCANGAN KEGIATAN
4.1 Kebutuhan Data
Dalam penyusunan kebutuhan data

dapat disajikan dalam bentuk tabel kebutuhan yang

berisikan data-data terkait dengan kondisi wilayah studi yaitu Kelurahan Sembungharjo. Tentunya dalam
penyusunan kebutuhan data harus disesuaikan dengan permasalahan yang ingin dikaji dan metode
analisis yang akan digunakan sehingga antara data terkait dengan masalah yang ada dapat dijadikan
bukti untuk memperkuat permasalahan. Datadata angka seperti kependudukan time series, PDRB time
series, jumlah sarana prasarana adalah basis data untuk pengolahan data dengan menggunakan metode
kuantitatif. Dari data hasil analisis menggunakan metode kuantitaif kemudian dapat diolah kembali dengan
metode kualitatif. Berikut ini adalah bagan dalam pembuatan tabel kebutuhan data:

Informasi

Penentuan

Informasi

Kebutuhan Data
Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

Gambar 4.1
Bagan Pembuatan Tabel Kebutuhan Data

46

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


Berikut macama-macam kebutuhan data yang dibutuhkan. Data-data tersebut dapat berasal dari
data sekunder maupun data primer. Kebutuhan data ini merupakan salah satu langkah penting untuk
menetukan data apa saja yang akan digunakan agar memastikan tidak ada data yang kurang
dikemudiannya.

Aspek
Fisik Alamiah
Fisik Alamiah
Fisik Alamiah
Fisik Alamiah
Infrastruktur &
Fasilitas
Infrastruktur
&Fasilitas
Kependudukan
Kependudukan
Ekonomi
Ekonomi
Sosial &
Budaya
Sosial &
Budaya

Tabel IV.1
Kebutuhan Data
Nama Data
Tahun
Luas Wilayah Administrasi
2011
Topografi
2013
Litologi
2013
Tata Guna Lahan
2013
Jumlah Sarana dan Prasaran
2011

Jenis
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder

Bentuk
Angka
Peta
Peta
Peta
Angka

Sumber
BPS
Bappeda
Bappeda
Bappeda
BPS

Teknik
Telaah Peta
Telaah Peta
Telaah Peta
Telaah Peta
Telaah Dokumen

Kondisi Sarana dan Prasarana

2015

Primer

Gambar

Lapangan

Observas

Kepadatan Penduduk
Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk berdasarkan
Mata Pencaharian
PDRB
Jumlah penduduk berdasarkan
Agama
Organisasi

2011
2011
2011

Sekunder
Sekunder
Sekunder

Angka
Angka
Angka

BPS
BPS
BPS

Telaah Dokumen
Telaah Dokumen
Telaah Dokumen

2011
2011

Sekunder
Sekunder

Angka
Angka

BPS
BPS

Telaah Dokumen
Telaah Dokumen

2015

Primer

Deskripsi

Lapangan

Wawancara

Sumber: Analisis Kelompok Perumahan dan Permukiman 7A, 2014

4.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data


4.2.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan dan pengolahan data-data terkait dengan wilayah perencanaan rumah
susun sewa untuk buruh industri di Kelurahan Sembungharjo yang dibutuhkan. Data yang diperoleh
diharapkan mampu memberikan gambaran tentang lokasi perencanaan rumah susun sewa. data
berdasarkan cara pengumpulannya terbagi menjadi 2, yaitu :
4.2.1.1 Data Primer
Data primer merupakan yang diperoleh secara langsung dari kegiatan observasi lapangan. Data
primer dapat diperoleh dari beberapa cara berikut, yaitu:
a. Kuesioner
Merupakan beberapa pertanyaan tertulis yang disebar di Kecamatan Genuk dengan
mengambil beberapa sampel yang dapat mewakili seluruh MBR di Kecamatan Genuk.
b. Observasi
Pengamatan langsung dengan tujuan untuk mengetahui kondisi lokasi perencanaan rumah
susun sewa di Kelurahan Sembungharjo. Output dari kegiatan ini adalah hasil dokumentasi
yang berupa foto objek-objek amatan yang memberikan gambaran keadaan secara
langsung di Kelurahan Sembungharjo.

47

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan


4.2.1.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui kajian literatur dan telaah dokumen.
Telaah dokumen atau studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi
itu dapat diperoleh dari peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, dan sumber-sumber tertulis baik
tercetak maupun elektronik lain.
4.2.2

Metode Pengolahan Data


Data yang digunakan dapat diolah dengan berbagai cara, diantaranya ialah sebagai berikut:

4.2.2.1 Tahap Kompilasi Data


Tahap input dan kompilasi data dilakukan untuk mengelola data dari teknik pengumpulan data
baik observasi, kuesioner, maupun kajian literature. Ada beberapa proses pengolahan data, yaitu

4.2.3

:
a. Input dan kompilasi data hasil observasi
b. Input dan kompilasi data hasil kuisioner
c. Input dan kompilasi data kajian literatur
Analisis Data dan Pengenalan Masalah
Tahapan analisis data dapat diartikan sebagai proses yang terdiri dari beberapa komponen yang
saling berhubungan untuk menyajikan data lebih informative sehingga dibutuhkan beberapa
metode analisis seperti metode trendline penduduk.

4.3 Metode Penyajian Data


Metode penyajian data dilakukan secara rinci dan informative, penyajian data dilakukan setealh
metode pengumpulan dan analisis data telah dilakukan. Metode penyajian dilakukan dengan memberikan
point-point penekanan pada informasi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran perencanaan, seperti
tujuan perencanaan rumah susun sewa untuk buruh industri di Kelurahan Sembungharjo, selain itu
penyajian data analisis disajikan dalam bentuk diagram, grafik, table dan peta yang variatif dan menarik,
sehingga mempermudah dalam pemahaman isi laporan.

48

PROPOSAL TEKNIS

Pengadaan Rusun Layak Huni dan

DAFTAR PUSTAKA
Alif, Rtizal. 2009. Analisis Kepemilikan Hak atas Tanah Satuan Rumah Susun di dalam Kerangka Hukum
Benda. Bdung: CV Nuansa Aulia.
Anonim. Tanpa angka tahun. Rencana Anggaran Biaya Bangunan. Dalam http://www.ilmusipil.com.
Diunduh Sabtu, 12 Maret 2015.
Hazliansyah. 2014. Perumnas Luncurkan Proyek Tower Brown Sentra Timur Residance. Dalam
http://nasional.republika.co.id. Diunduh Sabtu, 12 Maret 2015.
Kecamatan Genuk Dalam Angka 2011.
Perda No 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Semarang.
Santosa, Urip. 2006. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Ed. 1. Cet.2. Jakarta: Kencana..
SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan.
UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

49

Anda mungkin juga menyukai