Anda di halaman 1dari 22

FT

RA

Pemahaman simetri secara utuh memungkinkan


penyelesaian sederhana namun sistematik
terkait dengan sifat statik dan dinamik dari

RA

FT

suatu sistem.

AGUS PURWANTO, PH.D

RA

FT

PENGANTAR TEORI GRUP

PUBLISHER OF THIS BOOK

FT
RA
D

Copyright 2010 Agus Purwanto, Ph.D


published by publisher of this book

tufte-latex.googlecode.com
Hubungi penulis untuk meniadakan tulisan draft pada setiap halamannya.
First printing, April 2010

FT

RA

Contents

Irrep Pada Sistem Bujursangkar

13

RA

Bibliography

FT

Pendahuluan

FT

RA

FT

Kupersembahkan khusus bagi siapa saja

yang berminat menggali informasi dengan

RA

memanfaatkan simetri secara utuh.

FT

RA

Pendahuluan

FT

Untuk suatu grup kecil (yang sudah diketahui order g dan banyaknya
kelas dalam grup), kita dapat melakukan deduksi sederhana untuk
menentukan karakter dari representasi irreducible. Dasar dari deduksi
tersebut adalah:
1. Banyaknya representasi irreducible sama dengan banyaknya kelas
dalam grup.

2. Dimensi s dari representasi irreducible dari suatu grup dengan


order g memenuhi:
(1)
s2 = g.

RA

Kemudian, karena karakter dari identitas E adalah ukuran dari


representasinya, maka isi dari kolom pertama pada tabel karakter
adalah s .

3. Dalam setiap grup, selalu terdapat representasi identitas 1-D dan


(S ) = 1, sehingga (S ) = 1. Hal ini menentukan satu baris pada
tabel karakter yang biasanya diletakkan pada baris pertama.
4. Masing-masing baris saling ortogonal dengan faktor bobot c p dan
ternormalisasi dengan g,

cpp

() ( )
p

= g .

(2)

Khususnya, pilih mengacu pada representasi identitas, sehingga

cpp

()

= 0,

(3)

untuk yang bukan merupakan representasi identitas.

5. Masing-masing kolom saling ortogonal dan ternormalisasi dengan


bobot g/c p ,
g
() ()
(4)
c p p q = c p pq .
p
()

Khususnya, pilih q

mengacu class E sehingga

s p

()

=0

(5)

FT

RA

a3 a2

a2 a1
A

a4

a1

a3

(a)

Irrep Pada Sistem Bujursangkar

a4

(b)

a1 a4
B

a4 a3

a2

a3

a1

atau
Tanpa panah:

RA

1. Simetri A yang merupakan rotasi CCW 900 yang mengakibatkan:


a1 menjadi a40 , a2 menjadi a10 , a3 menjadi a20 dan a4 menjadi a30 .
Notasi lain: a1 a40 , a2 a10 , a3 a20 dan a4 a30 , atau

1 2 3 4

(6)
,
4 1 2 3

1432 .
1
4

atau

2
1

3
2

4
3

(1 4 3 2) .

(7)

(8)

(9)

a2

(c)

(d)

a2 a3
D

a4 a1
E

FT

Mari kita mulai dengan menentukan hasil operasi simetri dari operasi
simetri yang tertera pada Tabel 1 terhadap suatu bangun bujursangkar
2-D seperti tertera pada Gambar 1. Untuk mudahnya, kita mulai
dengan operasi aktif dimana operasi simetri dilakukan terhadap objek
(dalam hal ini adalah kotak tersebut), sementara sistem koordinat
tidak diproses.

a1

a4

a3

(e)

a1 a2

(f)

a2

a3 a4
G

a4

a3

(g)

a2

a1

(h)

Gambar 1: Konfigurasi (a) awal dan


setelah transformasi koordinat akibat
operasi simetri (b) simetri A, (c) simetri
B, (d) simetri C, (e) simetri D, (f) simetri
E, (g) simetri F dan (h) simetri G.

pengantar teori grup

Dalam matriks, representasi R(A) dapat ditulis1 :


a0 OS a

= a R (A)

(13)

a10

a20

a30

a40

a1

a2

a3

a4

a2

a3

a4

a1
1800

2. Simetri B yang merupakan rotasi CCW


dalam bahasa permutasi,
!
1 2 3 4
,
3 4 1 2

0
1
0
0

0
0
1
0

0
0
0
1

1
0
0
0

{z

R(A)

(14)

yang mengakibatkan,

atau

(15)

(16)

R(B)

R(B),

0
1

0
0
}

(17)

3. Simetri C yang merupakan rotasi CCW 2700 yang mengakibatkan:


!
1 2 3 4
,
(18)
2 3 4 1

(1 2 3 4) ,

yang menghasilkan matriks representasi

0 1 0
0 0 1

R(C) =
0 0 0
1 0 0

(10)

Perhatikan pertukaran ruas dari


vektor dengan aksen dan tanpa aksen,
dibandingkan dengan Pers. (14). Jika
tidak dilakukan pembalikan tersebut,
maka ditulis

a1
0 1 0 0
a1
a 0 0 0 1 0 a2
2 =

a 0 0 0 0 1 a3
3
a40
1 0 0 0
a4
|
{z
}
M(A)

RA

 
1 3 2 4 = (1 3) (2 4) ,

dan dalam persamaan terkait dengan matriks representasi

0 0 1
 
 0 0 0


= a1 a2 a3 a4
a10 a20 a30 a40
1 0 0
0 1 0
|
{z

atau

R(A)

a40
a0
1
=
a0 .
2
a30

FT

Terkadang ada yang terbiasa


menuliskan vektor basis sebagai matriks kolom. Untuk itu, penjabarannya
menjadi agak berbeda:


0
a1
0 0 0 1
a1
a2 1 0 0 0 a 0

=
2
a3 0 1 0 0 a 0
3
a4
0 0 1 0
a40
|
{z
}

a2
a3

=
a4 .
a1

(11)

Pers. (11) mengikuti


a0 OS a

= M (A)a .

(12)

Perhatikan adanya pertukaran indeks dan pada M (Pers. (12))


dibandingkan dengan indeks pada
R (Pers. (13)). Catatan: pada matriks
yang ortogonal, inverse sama dengan
transpose.

(19)

R(C),

0
0

1
0

(20)

4. Simetri D yang merupakan rotasi 1800 terhadap sumbu-y yang


mengakibatkan:
!
1 2 3 4
,
(21)
4 3 2 1

Tabel 1:
S
I
A
B
C
D
E
F
G

Definisi Operasi Simetri


operasi aktif
operasi pasif
identitas
identitas
rot. kotak CCW 900
rot. koord. CW 900
rot. kotak CCW 1800
rot. koord. CW 1800
rot. kotak CCW 2700
rot. koord. CW 2700
rot. kotak 1800
balik koord.
dgn sb. y
dgn sb. y
rot. kotak 1800
balik koord.
dgn sb. x
dgn sb. x
rot. kotak 1800
tukar koordinat
dgn sb. diag. 2-4
tukar koordinat
rot. kotak 1800
balik dan
dgn sb. diag. 1-3
tukar koordinat

irrep pada sistem bujursangkar

atau

(1 4) (2 3) ,

(22)

yang menghasilkan matriks representasi R(D),

R(D) =

0
0
0
1

0
0
1
0

0
1
0
0

1
0
0
0

(23)

atau

(1 2) (3 4) ,

(25)

yang menghasilkan matriks representasi R(E ),

1
0
0
0

0
0
0
1

0
0
1
0

RA

R(E ) =

0
1
0
0

FT

5. Simetri E yang merupakan rotasi 1800 terhadap sumbu-y yang


mengakibatkan:
!
1 2 3 4
,
(24)
2 1 4 3

(26)

6. Simetri F yang merupakan rotasi 1800 terhadap diagonal melalui


2 dan 4 . yang mengakibatkan:
1
3

atau

2
2

3
1

4
4

(1 3) (2) (4) ,

(27)

(28)

yang menghasilkan matriks representasi R(F ),

1
1

2
4

R(F ) =

0
0
1
0

0
1
0
0

1
0
0
0

0
0
0
1

(29)

7. Simetri G yang merupakan rotasi 1800 terhadap diagonal melalui 1


dan 3 . yang mengakibatkan:
3
3

4
2

!
,

(30)

atau

(1) (3) (2 4) ,

(31)

pengantar teori grup

yang menghasilkan matriks representasi

1 0 0
0 0 0

R(G) =
0 0 1
0 1 0

R(G),

0
1

0
1

a3 a2

a3 a2
x

a4

(32)

yA

a1

a4

a1

(a)

(b) x A

a3 a2

a3 a2

xC
yC

xB

a4

a1

(c)

a4

yB

a1
(d)

yD

a3 a2

a3 a2

xD
xE

a4

a1

FT

Operasi aktif tersebut ekuivalen dengan operasi pasif sesuai dengan


Tabel 1. Untuk melihat ekuivalensi tersebut secara visual, perhatikan
Gambar 1 dan 2. Ekuivalensi pada hasil simetri A misalnya, kita lihat
bahwa konfigurasi kotak relatif terhadap sistem koordinat xA yA
(pada Gambar 2(b)) adalah sama dengan konfigurasi kotak terputar
relatif terhadap sistem koordinat x y (pada Gambar 1(b)). Pada
operasi pasif tersebut, sistem koordinat terputar relatif terhadap sistem
koordinat awal dapat dinyatakan sebagai (perhatikan bahwa basisnya
merupakan matriks kolom, bukan baris):
!
!
!
eA
ex
0 1
x
=
(33)
eA
1 0
ey
y

(e)

a4

a1

(f) y E

xF

a3 a2

a3 a2

yF

RA

Bentuk yang lebih umum, terkait dengan operasi tersebut adalah


!
cos(/2) sin(/2)
(34)
Rz (/2) =
sin(/2) cos(/2)
Representasi yang dihasilkan dengan cara tersebut akan terbukti
sebagai irrep 2 2, dan akan disebut sebagai D 5 (A). Hasil operasi
pasif simetri B:

D 5 (B) = Rz ( )
=

cos( )
sin( )
!
1 0
0 1

sin( )
cos( )

(35)

Hasil operasi pasif simetri C:

D 5 (C) = Rz (3/2)
=

cos(3/2)
sin(3/2)
!
0 1
1 0

sin(3/2)
cos(3/2)

(36)

Untuk bisa disebut representasi, kita perlu memeriksa apakah aturan


perkalian dalam operasi simetri dapat diwakili oleh representasinya.
Kita pilih yang akan di periksa yaitu perkalian BA: operasi simetri

a4

a1

(g)

a4
(h)

a1
xE

Gambar 2: Konfigurasi (a) awal dan


setelah transformasi koordinat akibat
operasi simetri (b) simetri A, (c) simetri
B, (d) simetri C, (e) simetri D, (f) simetri
E, (g) simetri F dan (h) simetri G.

irrep pada sistem bujursangkar

A dilanjutkan dengan operasi simetri B, yang ternyata adalah sama


dengan operasi simetri C. Dalam bentuk representasi:
!
!
1 0
0 1
5
5
D (B) D (A) =
0 1
1 0
!
0 1
=
1 0

= D 5 (C )

(37)

Tabel 2: Hasil Operasi Simetri (agar


ringkas dalam tabel, penulisan kurung
ditiadakan).
S
Permu
D(S)
tasi
1 0 0 0
0 1 0 0
I
(1)(2)(3)(4)
0 0 1 0
0 0 0 1
0 0 0 1
1 0 0 0
A
(1432)
0 1 0 0
0 0 1 0
0 0 1 0
0 0 0 1
B
(13)(24)
1 0 0 0
0 1 0 0
0 1 0 0
0 0 1 0
C
(1234)
0 0 0 1
1 0 0 0
0 0 0 1
0 0 1 0
D
(14)(23)
0 1 0 0
1 0 0 0
0 1 0 0
1 0 0 0
E
(12)(34)
0 0 0 1
0 0 1 0
0 0 1 0
0 1 0 0
F
(13)(2)(4)
1 0 0 0
0 0 0 1
1 0 0 0
0 0 0 1
G
(1)(3)(24)
0 0 1 0
0 1 0 0

FT

Jadi, paling tidak, kita bisa pastikan bahwa aturan perkalian tersebut
tidak dilanggar (terbalik misalnya). Kalau sampai aturan tersebut
terbalik, maka kita perlu ambil transpose dari matriks yang semula
kita anggap sebagai representasi. Kita lanjutkan dengan operasi pasif
simetri D. Dengan melihat Gambar 1(e), terlihat bahwa operasi pasif D
membalik koordinat x dengan koordinat y tetap, sehingga:
!
1 0
5
(38)
D (D) =
0 1

RA

Selanjutnya, dengan melihat Gambar 1(f), terlihat bahwa operasi


pasif E membalik koordinat y dengan koordinat x tetap, sehingga:
!
1 0
5
D (E) =
(39)
0 1

Untuk mengenali hasil operasi pasif dari simetri F, kita lihat pada
operasi aktif (Gambar 1(g)) bahwa aF
2 berada di antara sumbu-x dan
F
y. Sebelum sumbu-x ada a3 dan sesudah sumbu-y ada aF
1 . Untuk
operasi pasif, kita ambil konfigurasi kotak awal namun dengan sistem
koordinat yang diputar sehingga sumbu xF dan yF mengapit a2 .
Sebelum sumbu xF ada a3 dan sesudah sumbu yF ada a1 . Perhatikan
bahwa arah putaran antara operasi aktif dengan pasif memang
berlawanan (lihat Tabel 1). Konfigurasi demikian menunjukkan bahwa
terjadi pertukaran antar sumbu, sehingga:
!
0 1
5
D (F) =
(40)
1 0
Dengan argumetasi serupa dengan simetri F, diperoleh untuk simetri
G:
!
0 1
5
(41)
D (G) =
1 0
Lihat kolom 3 dan 4 pada Tabel 2 masing-masing untuk rangkuman
operasi simetri aktif dan pasif untuk kasus kotak ini. Terlihat bahwa
grup mempunyai 8 elemen (I, A, B, C, D, E, F, G), sehingga dikatakan
bahwa order dari grup adalah 8.

D (5)
(S)
1
0

0
1

0
1

1
0

1
0

0
1

0
1

1
0

1
0

0
1

1
0

0
1

0
1

1
0

0
1

1
0

pengantar teori grup

Tabel Perkalian
Tahap berikutnya adalah membuat tabel perkalian dengan melakukan
operasi simetri secara berturutan. Kita sudah tahu bahwa
AB = C = BA.

(42)

Dapat pula dibuktikan bahwa


(43)

BC = A = CB,

(44)

A2 = B,

(A) D

(D) =

0
1

1
0

1
0

0
1

0
1

1
0

= D (5) ( G ) ,

DA D

(5)

(D) D

(5)

(A) =

Sebagai latihan, lakukan juga dengan


representasi 4 4 dan juga dengan
gambar.
2

RA

AD D

F
F
D
G
E
A
C
I
B

(46)

Sekarang, kita periksa AD:2


(5)

E
E
F
D
G
B
I
A
C

(45)

C2 = B.

(5)

D
D
G
E
F
I
B
C
A

FT

AC = CA = I = B2 ,

Tabel 3: Tabel Perkalian


I
A
B
C
I
I
A
B
C
A
B
C
I
A
B
B
C
I
A
C
C
I
A
B
D
D
F
E
G
E
E
G
D
F
F
F
E
G
D
G
G
D
F
E

1
0

0
1

= D (5) ( F )

0 1
1 0

0
1

1
0

(47)

(48)

Terlihat bahwa operasi AD tidak commute. Berarti, tak mungkin irrep


nya 1 1 (matriks 1 1 pasti commute). Sementara itu, sudah terbukti
bahwa D (5) adalah faithful.3 Maka, D (5) pastilah irreducible. Setelah
melakukan semua perkalian matriks terkait, hasilnya dirangkum
dalam Tabel 3.

Penentuan klas dalam group

Karena banyaknya klas adalah sama dengan banyaknya irrep, maka


kita perlu menentukan banyaknya klas:
1. Klas 1 hanya mengandung identitas I.
2. Kita pertimbangkan A. Lalu cari elemen grup yang tidak commute
terhadap A. Elemen yang tak commute tersebut, bersama A, akan

Tidak ada lebih dari satu elemen yang


direpresentasikan dengan matriks yang
sama.
3

G
G
E
F
D
C
A
B
I

irrep pada sistem bujursangkar

masuk dalam klas tersendiri.


BAB1
CAC1
DAD1
EAE1
FAF1
GAG1

= BAB = BC = A commute abaikan


= CAC = CI = C commute abaikan
= DAD = DG = C
= EAE = EF = C
= FAF = FD = C
= GAG = GE = C.

(49)

Maka, A dan C berada di klas 2.

4. Untuk D,

= ADC = AG = E
= BDB = BE = B commute abaikan
= CDA = CF = E
= EDE = EB = D commute abaikan
= FDF = FA = E
= GDG = GC = E.

RA

ADA1
BDB1
CDC1
EDE1
FDF1
GDG1

4
Untuk latihan, buktikanlah dengan
perkalian matriks D (5) (S) bahwa B
commute dengan A, C, D, E, F, dan G

Tabel 4: Simetri pada masing-masing


klas
Klas
S
pk
1
I
1
2
A, C
2
3
B
1
4
D, E
2
5
F, G
2

FT

3. Dapat dibuktikan 4 bahwa B commute dengan semua elemen dari


grup B berada dalam klas 3. Dengan Tabel 3, komutasi ini
dapat dibuktikan dengan cepat (hanya untuk representasi yang
mempunyai matriks inverse sama dengan matriks itu sendiri)
melalui operasi yang sama yang dihasilkan dari 2 cara: baris
bertemu kolom dan kebalikannya.

(50)

Maka, D dan E berada dalam klas 4.


5. Untuk F,

AFA1 = AFC = AD = G.

(51)

Tidak perlu semua perkalian dilakukan, karena semua elemen


sudah masuk dalam klas nya masing-masing. Jadi, F dan G masuk
dalam klas 5.

Maka, seluruhnya terdapat 5 klas (lihat Tabel 4) yang berarti terdapat


5 irrep. Dengan order grup g = 8, sesuai dengan Burnside theorem,5
diperoleh
5

ni = g

i =1

1 + 1 + 1 + 1 + 22 = 8.

(52)

Maka, terdapat empat 1 1 irrep dan satu 2 2 irrep (yaitu D (5) (S)).
Salah satu dari 1 1 irrep adalah irrep identitas, yang selalu muncul:

D (1) (S) = (1).

(53)

D (1) (S) jelas tidak faithful, karena terdapat lebih dari satu representasi
dengan matriks yang sama.

5
Lax, M. Symmetry Principles in Solid
State and Molecular Physics. John Wiley &
Sons, Inc., 1974

10

pengantar teori grup

Pembuatan tabel karakter


Kolom pertama pada Tabel 5 timbul dari Pers. 53. Baris pertama
diperoleh dari simetri identitas untuk empat matriks 1 1 dan satu
matriks 2 2. Kolom terakhir diperoleh dengan melakukan trace
dari matriks D (5) (S) pada Tabel. 2 halaman 7. Baris ketiga diperoleh
dengan menggunakan hubungan ortogonalitas:

pk (i) (k)(5) (k) = 8 i5 .

(54)

Angka yang dilingkari pada baris j = 2, 3, 4 diperoleh dengan


menggunakan hubungan ortogonalitas:

(55)

Terutama untuk angka yang dilingkari, kita perlu pastikan bahwa


irrep harus memenuhi Tabel 3 (angka tak dilingkari sudah jelas).
Misalkan, untuk D (4) (S) = (4) (S) (karena matriks 1 1):
)
D (4) ( A)D (4) ( B) = (1)(1) = (1)
OK
(56)
D (4) ( A)D (4) ( B) = D (4) (C ) = (1)
)

RA

D (4) ( A)D (4) ( D ) = (1)(1) = (1)


D (4) ( A)D (4) ( D ) = D (4) ( G ) = (1)
D (4) ( A)D (4) ( F ) = (1)(1) = (1)
D (4) ( A)D (4) ( F ) = D (4) ( D ) = (1)

D (4) ( D )D (4) ( A) = (1)(1) = (1)


D (4) ( D )D (4) ( A) = D (4) ( F ) = (1)

OK

(57)

OK

(58)

OK

(59)

Perhatikan bahwa Pers. (57) dan (59) menunjukkan bahwa grupnya


adalah non-abelian (yaitu ada anggota grup yang tidak commute,
walaupun matriksnya 1 1). Hal ini sesuai dengan tabel perkalian
(lihat Tabel 3). Mapping nya adalah homomorphism ( 1 1), bukan
isomorphism (1 1)

Tabel 6: Tabel Karakter (kolom terakhir


berasal dari 4 4 D(S) dari Tabel 2
halaman 7, digunakan untuk Pers. (60)).
Tabel ini merangkum Tabel 5
Kl(S)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1(I)
1
1
1
1
2
2(A,C)
1
1
1
1
0
3(B)
1
1
1
1
2
4(D,E)
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
5(F,G)

FT

pk ( j) (k)(1) (k) = 8 j1 .

Tabel 5: Tabel Karakter (jls jelas, Kl


klas, Tab Tabel, pk banyaknya
elemen dalam klas). Rangkumannya
(beserta ) dapat dilihat pada Tabel 6.
Kl
( p k ) (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1(1)
1
1
1
1
2
2(2)
1
1
1
1
0
3(1)
1
1
1
1
2
1
1
1
1
0
4(2)
0
5(2)
1
1
1
1

jls
Tab. 2

jls
jls

4
0
0
0
2

irrep pada sistem bujursangkar

Penentuan irrep
Irrep untuk kasus ini dapat ditentukan dari tabel karakter (lihat
Tabel 6 halaman 10) dan D (5) (S) (Tabel 2 halaman 7). Irrep tersebut
dapat dilihat pada Tabel 7.
Banyaknya irrep D () (S) dalam representasi reducible D(S), kita
tentukan 6



1 5
(1)
p

(
k
)
(k)
k
8 k
=1

1 1 4 + 2 1 2
8 |{z} |{z} |{z} |{z} |{z} |{z}
p1

(1) (1 )

p5

(1)

(1) (5 )

=1

(5)

(61)

c (2) = c (3) = 0
c

(4)

(62)



1 5
= p k (4) ( k ) ( k )
8 k =1

RA

(63)



1 5
p k (5) ( k ) ( k )

8 k =1

1
(1 2 4)
8
=1

Maka,

D (reducible) (I) =

1
0
0
0

0
1
0
0

0
0
1
0

0
0
0
1

Persamaan dasarnya adalah


c() =

1
(1 1 4 + 2 1 2)
8
=1

c (5) =

Tabel 7: Irrep (irreducible representation)


D () (k) (lihat Tabel 6 halaman 10 untuk
D () (S), = 1, 2, 3, 4 dan Tabel 2
halaman 7 untuk D (5) (S)).
S
D (1)
D (2)
D (3)
D (4)

I
1
1
1
1

A
1
1
1
1

B
1
1
1
1

C
1
1
1
1

D
1
1
1
1

E
1
1
1
1

F
1
1
1
1

G
1
1
1
1

FT

c (1) =

(64)

D (reducible) (A) = D (1) (A) D (4) (A) D (5) (A)


!

 

0 1
= 1 1
1 0

1 0 0 0
0 1 0 0

0 0 0 1
0 0 1 0

(65)

(66)

11

1
h

pk

k =1

() ( k )

(k)

(60)

D (5)
1 0
0 1
0 1
1 0
1 0
0 1
0 1
1 0
1 0
0 1
1 0
0 1
0 1
1 0
0 1
1 0










pengantar teori grup

D (reducible) (B) =

D (reducible) (C) =

D (reducible) (D) =

D (reducible) (E) =

0
1
0
0

0
0
1
0

0
0
0
1

1
0
0
0

0
1
0
0

0
0
0
1

0
0
1
0

1
0
0
0

0
1
0
0

0
0
1
0

0
0
0
1

1
0
0
0

0
1
0
0

0
0
1
0

0
0
0
1

1
0
0
0

0
1
0
0

0
0
0
1

0
0
1
0

1
0
0
0

0
1
0
0

0
0
0
1

0
0
1
0

D (reducible) (G) =

(67)

(68)

(69)

(70)

RA

D (reducible) (F) =

1
0
0
0

FT

12

(71)

(72)

D (reducible) (S) terkait dengan D(S) melalui transformasi similaritas,


yang matriks penghubungnya tidak mudah ditentukan.7

Untungnya kita tak memerlukan


matriks penghubung tersebut untuk
menghasilkan irrep.
7

Bibliography

RA

FT

[1] Lax, M. Symmetry Principles in Solid State and Molecular Physics.


John Wiley & Sons, Inc., 1974.

Anda mungkin juga menyukai