Anda di halaman 1dari 8

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

STABILITAS EKSTRAK PIGMEN DARI BUAH LAKUM (Cayratia trifolia (L.) Domin)
DAN APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA PANGAN

Hilaria Defena Panarigas1*, Nora Idiawati1

Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,


Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124
*
email: hilary.dev2@gmail.com

ABSTRAK
Pigmen dari buah lakum berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada produk
pangan. Ekstraksi pigmen buah lakum telah dilakukan menggunakan pelarut air selama 2 jam
pada suhu 70oC. Uji stabilitas warna dilakukan terhadap penambahan gula sukrosa 0, 10, 20,
30, 40 dan 50%, penambahan garam NaCl 0, 2, 4, 6, 8 dan 10%, lama penyimpanan selama 18
hari pada suhu ruang dan pada suhu refrigerator serta pemanasan pada suhu air mendidih
selama 0, 30, 60, 90 dan 120 menit. Analisis stabilitas warna dilakukan dengan mengukur
perubahan absorbansi larutan pigmen menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 531 nm. Kondisi dengan stabilitas terbaik diperoleh dari penambahan gula 10%,
penambahan garam 4%, penyimpanan pada suhu 4oC dan lama pemanasan 30 menit, masingmasing dengan presentase perubahan absorbansi sebesar 0,10%, 2,88%, 5,58% dan 17,05%.
Ekstrak pigmen kemudian diaplikasikan pada produk minuman dingin dan agar-agar.
Berdasarkan uji organoleptik, diketahui bahwa penambahan ekstrak pigmen yang paling disukai
untuk minuman dingin dan agar-agar adalah 7,5% V/V masing-masing dengan nilai 3,40 dan
3,20. Karakteristik dari produk yang dihasilkan adalah berbau sedikit harum khas buah lakum,
berasa sedikit asam dan berwarna merah.
Kata kunci: buah lakum, pigmen, stabilitas, organoleptik

Salah satu tumbuhan di Kalimantan Barat


yang berpotensi untuk digunakan sebagai
sumber pigmen antosianin adalah lakum. Lakum
(Cayratia trifolia (L.) Domin) merupakan
tumbuhan perdu yang tumbuh secara liar dan
banyak terdapat di Kalimantan Barat. Lakum
memiliki buah yang berwarna ungu kehitaman
setelah matang (Yeo, et al., 2012). Warna ungu
pada buah lakum ini menunjukkan adanya
pigmen dari golongan antosianin (Neliyanti dan
Idiawati, 2014). Pigmen inilah yang menyebabkan
lakum berpotensi digunakan sebagai pewarna
alami. Pemanfaatan buah lakum sebagai
pewarna alami pada bahan pangan telah
dilakukan oleh Rezeki, et al. (2011), yaitu sebagai
bahan baku dalam pembuatan sirup dan selai.
Widhiana, et al. (2012) telah melakukan
penelitian yang menunjukkan bahwa ekstrak
buah lakum ungu mengandung golongan
senyawa flavonoid, saponin dan alkaloid,
sehingga
berpotensi
sebagai
antioksidan.
Informasi ini menunjukkan bahwa penggunaan
buah lakum sebagai pewarna alami dapat
memberikan nilai tambah pada bahan pangan,
yaitu sebagai antioksidan.

PENDAHULUAN
Antosianin merupakan salah satu kelompok
zat warna alami (pigmen) yang memberikan
warna merah muda, merah tua, ungu dan biru
pada daun, bunga dan buah dari tumbuhan
(Winarno, 1995). Beberapa tumbuhan yang kaya
akan antonianin telah digunakan sebagai
pewarna alami pada bahan pangan, seperti buah
anggur dan stroberi. Pewarna alami telah lama
digunakan sebagai pewarna pangan dan hingga
saat ini penggunaannya masih dianggap lebih
aman dari pada pewarna sintetik (Koswara,
2009). Sebagai contoh: daun suji digunakan
untuk mewarnai serabi dan dadar gulung serta
kunyit lazim digunakan untuk mewarnai nasi
kuning dan tahu (Winarno, 1995). Penggunaan
pigmen antosianin di Indonesia telah diizinkan
berdasarkan
Permenkes
RI
No.033/MENKES/PER/2012
tentang
Bahan
Tambahan Pangan. Di samping perannya
sebagai pewarna pangan, antosianin juga
memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan.
Beberapa
penelitian
menyatakan
bahwa
antosianin dapat berfungsi sebagai anti-alergi,
anti-inflamasi, anti-virus, anti-mutagenik, antimikroba, pencegah diabetes dan perlindung
terhadap kerusakan jantung pada manusia
(Ghosh and Konishi, 2007).

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

sintetik, sirup komersial dan serbuk agaragar.


Prosedur Penelitian
Ekstraksi Pigmen dari Buah Lakum
Sampel buah lakum matang ditimbang
sebanyak 200 gram, Kemudian ditambahkan
200 mL akuades dan asam sitrat 2% b/v.
Buah
lakum
kemudian
dihaluskan
menggunakan blender selama 3 menit,
kemudian dipanaskan pada suhu 70oC
selama 120 menit. Ekstrak kasar yang
diperoleh kemudian disaring sehingga
diperoleh ekstrak pigmen buah lakum
(Neliyanti dan Idiawati, 2014).

Gambar 1. Buah Lakum


Salah
satu
faktor
yang
perlu
diperhatikan pada penggunaan pewarna
pada bahan pangan adalah kestabilan warna
yang dihasilkan. Pewarna yang memiliki
warna lebih stabil umumnya lebih disukai
oleh konsumen. Dalam aplikasinya sebagai
pewarna pangan, pigmen lakum biasanya
dicampurkan dengan berbagai bahan lain
yang dapat meningkatkan cita rasa
makanan, seperti gula dan garam. Pewarna
pangan juga diproduksi melalui beberapa
proses pengolahan bahan pangan, seperti
pemanasan dan penyimpanan. Proses
pencampuran dan pengolahan bahan
pangan tersebut dapat mempengaruhi
stabilitas pigmen yang digunakan sehingga
mempengaruhi kualitas dari warna yang
dihasilkan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan uji stabilitas pigmen buah lakum
terhadap penambahan gula dan garam serta
lamanya
proses
pemanasan
dan
penyimpanan. Data stabilitas ekstrak pigmen
diamati dari pengukuran absorbansi untuk
menentukan kualitas warna yang dihasilkan.
Pigmen alami dari buah lakum yang
diperoleh juga diaplikasikan pada produk
agar-agar dan minuman dingin untuk
mengetahui variasi penambahan ekstrak
pigmen yang paling disukai panelis serta
karakteristik organoleptik dari produk pangan
yang dihasilkan.

Uji Stabilitas Ekstrak Pigmen dari Buah


Lakum
Uji stabilitas pigmen dari buah lakum
yang dilakukan meliputi uji stabilitas terhadap
gula sukrosa, garam NaCl, lama pemanasan
serta pengaruh suhu selama penyimpanan.
Absorbansi larutan diukur pada panjang
gelombang maksimum pigmen, yaitu 531
nm. Setiap pengukuran dilakukan dengan
tiga kali pengulangan (triplo). Persentase
perubahan
absorbansi
dihitung
menggunakan persamaan berikut (Neliyanti
dan Idiawati, 2014):

Keterangan:
A0 = Absorbansi mula-mula
A1 = Absorbansi akhir
Pengaruh Kadar Gula Sukrosa
Prosedur ini mengacu pada penelitian
Winarti, et al. (2008) dengan modifikasi pada
lama penyimpanan. Sebanyak 5 mL ekstrak
pigmen dituangkan ke dalam 6 buah wadah,
kemudian ditambahkan 100 mL larutan gula
sukrosa masing-masing dengan kadar 0, 10,
20, 30, 40 dan 50%, kemudian diaduk hingga
homogen. Semua larutan disimpan di tempat
gelap dan diukur absorbansinya setiap 24
jam pada panjang gelombang maksimum
selama 7 hari berturut-turut.

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang
digunakan
dalam
penelitian ini meliputi peralatan gelas
standar, blender, bulb, hot plate, kertas
saring, magnetic stirrer, neraca analitik, pHmeter, penyaring vakum, refrigerator,
spektrofotometer UV-Vis (Genesys-6) dan
thermometer.
Sampel yang digunakan berupa buah
lakum matang dari Kecamatan Sungai
Rengas, Kalimantan Barat. Bahan-bahan
yang digunakan meliputi akuades, asam
sitrat, gula sukrosa, natrium klorida, pewarna

Pengaruh Kadar Garam NaCl


Prosedur ini mengacu pada penelitian
Winarti, et al. (2008) dengan modifikasi pada
lama penyimpanan. Sebanyak 5 mL ekstrak
pigmen dituangkan ke dalam 6 buah wadah,
kemudian ditambahkan 100 mL larutan
garam NaCl masing-masing dengan kadar 0,
2

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

2, 4, 6, 8 dan 10%, kemudian diaduk hingga


homogen. Semua larutan disimpan di tempat
gelap dan diukur absorbansinya setiap 24
jam pada panjang gelombang maksimum
selama 7 hari berturut-turut.

dan uji mutu hedonik. Uji mutu hedonik


dilakukan untuk menentukan karakteristik
produk yang dihasilkan. Karakteristik yang
paling dominan diwakili oleh tingkat pilihan
terbanyak (Setyaningsih, et al., 2010).
Uji hedonik dilakukan untuk menentukan
variasi mana yang lebih disukai panelis.
Penilaian
yang
diberikan
panelis
dikonversikan pada 5 tingkatan skala
hedonik
masing-masing
dengan
skor
sebagai berikut: sangat suka (5), suka (4),
cukup suka (3), kurang suka (2) dan tidak
suka (1). Data yang diperoleh kemudian
dianalisis secara statistik menggunakan
analisis variansi (ANOVA) menggunakan
metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan bantuan program SPSS. Produk
yang paling disukai oleh responden diwakili
oleh tingkat pilihan terbanyak (Setyaningsih,
et al., 2010).

Pengaruh Suhu Penyimpanan


Prosedur ini mengacu pada penelitian
Saraswati dan Astutik (2011) dengan
modifikasi
konsentrasi
dan
lama
penyimpanan. Sebanyak 10 mL ekstrak
pigmen dicampurkan dengan akuades dan
ditepatkan dalam labu ukur 250 mL. Dibagi
larutan pigmen menjadi 2 bagian yang sama
banyak, kemudian diukur absorbansi awal
larutan pada panjang gelombang maksimum.
Larutan pertama disimpan di tempat gelap
pada suhu 28oC dan larutan kedua pada
suhu 4oC. Absorbansi dari kedua larutan
diukur kembali setiap 3 hari hingga hari ke18.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengaruh Lama Pemanasan
Sebanyak 20 mL ekstrak pigmen
dicampurkan dengan akuades dalam labu
ukur 500 mL. Larutan pigmen diambil dan
ditepatkan pada 5 buah labu ukur 50 mL,
kemudian dituangkan ke dalam 5 buah gelas
beaker. Masing-masing larutan dipanaskan
selama 0, 30, 60, 90 dan 120 menit
menggunakan hot-plate pada suhu air
mendidih. Larutan kemudian ditepatkan
kembali pada labu ukur 50 mL dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum.

Ekstraksi Pigmen dari Buah Lakum


Proses ekstraksi dilakukan selama 120
menit dengan bantuan pemanasan pada
suhu 70oC. Pemilihan suhu ini didasarkan
pada hasil penelitian Neliyanti dan Idiawati
(2014) yang menunjukkan bahwa ekstraksi
pigmen dari buah Lakum optimum pada suhu
70oC. Pemanasan pada proses ekstraksi
dapat meningkatkan kecepatan perpindahan
massa dari solut ke solvent karena
temperatur dapat mempengaruhi nilai
koefisien transfer massa dari suatu
komponen (Mardiah, 2010). Akan tetapi,
pemanasan pada suhu lebih tinggi dapat
menurunkan jumlah pigmen yang terekstrak.
Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai
absorbansi ekstrak yang disebabkan oleh
dekomposisi pigmen (Sharifi dan Hassani,
2012).
Ekstrak kasar yang diperoleh kemudian
disaring, sehingga diperoleh filtrat berwarna
merah lembayung sebanyak 300 mL.
Adanya warna merah lembayung ini
menunjukkan
adanya
pigmen
yang
terkandung dalam buah lakum, salah
satunya adalah antosianin.
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan,
diketahui
bahwa
panjang
gelombang maksimum untuk ektrak pigmen
buah lakum adalah 531 nm. Absorbansi
tersebut masih berada pada rentang panjang
gelombang antosianin, yaitu antara 457
560 nm (Harbone, 1996).

Aplikasi pada Produk Pangan


Ekstrak pigmen dari buah lakum
diaplikasikan pada 2 jenis produk pangan,
yaitu minuman dingin dan agar-agar. Pada
minuman dingin, ditambahkan pigmen lakum
sebanyak 50 mL, 75 mL dan 100 mL serta
sirup
anggur
komersial
pembanding
sebanyak 100 mL hingga volume larutan
mencapai 1.000 mL. Pada agar-agar,
ditambahkan pigmen lakum sebanyak 35
mL, 53 mL dan 70 mL serta pewarna ungu
sintetik pembanding sebanyak 0,7 mL dalam
larutan 700 mL.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan menggunakan
metode angket terhadap 15 panelis semi
terlatih yang terbiasa mencicipi produk
pangan tersebut. Uji organoleptik yang
digunakan adalah uji hedonik (kesukaan)

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

% perubahan absorbansi

Stabilitas Ekstrak Pigmen Buah Lakum


Pengaruh Kadar Gula Sukrosa
Penambahan gula sukrosa dapat
meningkatkan stabilitas warna pigmen dari
buah lakum. Warna larutan paling stabil
diperoleh dari penambahan gula 10% yang
menghasilkan
rata-rata
persentase
perubahan nilai absorbansi paling kecil.
Penambahan gula dengan kadar 20% hingga
50% menyebabkan terjadinya penurunan
stabilitas warna larutan secara signifikan
yang ditandai dengan meningkatnya nilai
persentase perubahan absorbansi larutan
pigmen (Gambar 2). Data ini menunjukkan
bahwa penambahan gula dengan kadar yang
lebih tinggi dapat menyebabkan warna
antosianin terdegradasi. Sudarmanto (1989)
menyatakan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi laju kerusakan antosianin
adalah lama penyimpanan, suhu tinggi dan
peningkatan kadar gula. Hal ini diperkuat
pula oleh hasil penelitian Nikkhah, et al.
(2007) terhadap pigmen antosianin buah Beri
menunjukkan bahwa pada kadar hingga
20%, gula dapat mempertahankan kestabilan
antosianin, namun pada kadar yang tinggi
dapat menyebabkan pigmen mengalami
degradasi.
0%

40

10%
30

20%
30%

20

40%
10

50%

0
1

jamur berupa benang-benang putih halus


(hifa) pada dasar larutan yang mulai terlihat
pada hari ketiga. Pada larutan pigmensukrosa 10%, pertumbuhan mikroorganisme
mulai tampak sejak hari keempat, sedangkan
larutan pigmen-sukrosa 20% dan 30% sejak
hari kelima. Akan tetapi, pada larutan
pigmen-sukrosa dengan kadar 40% dan 50%
tidak terlihat adanya mikroorganisme hingga
hari ke tujuh. Hal ini menunjukkan bahwa
kadar gula sukrosa yang tinggi dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroba,
sehingga gula sukrosa dapat digunakan
sebagai bahan pengawet makanan.
Efek dari penambahan gula terhadap
stabilitas antosianin bergantung pada
struktur, konsentrasi dan jenis gula yang
digunakan
(Nikkhah,
et
al.,
2007).
Pengurangan aktifitas air (Aw) dengan
penambahan gula sukrosa juga dapat
mencegah kerusakan antosianin (Garzn
dan
Wrolstad,
2001).
Rein
(2005)
menyatakan bahwa peningkatan kestabilan
dan kelarutan pigmen antosianin dalam
larutan gula dapat disebabkan oleh reaksi
glikosilasi pada struktur antosianin. Jenis
gula yang dapat mengalami reaksi glikosilasi
adalah monosakarida dan disakarida.
Jumlah gugus gula yang terikat juga
mempengaruhi stabilitas warna antosianin.
Reaksi dengan gula dapat menyebabkan
antosianin
terpolimerisasi
yang
menghasilkan warna coklat (Krifi, et al.,
2000). Menurut Huang (1956), reaksi
pencoklatan dan pembentukan polimer
pigmen
kemungkinan
menghasilkan
penghambat reaksi enzimatik dan mencegah
reaksi hidrasi pada sisi aktif pigmen,
sehingga menjadi lebih terlindung dari reaksi
degradasi.

Hari

Pengaruh Kadar Garam NaCl


Penambahan garam NaCl juga dapat
meningkatkan kestabilan warna pigmen dari
buah lakum. Hal ini terlihat dari kecilnya
persentase perubahan absorbansi larutan
pigmen-garam. Pigmen yang ditambahkan
larutan garam
mengalami
penurunan
absorbansi rata-rata yang relatif kecil hingga
hari
ketujuh.
Persentase
perubahan
absorbansi yang paling kecil terdapat pada
kadar garam 4%, sedangkan kadar garam
0% memiliki persentase perubahan nilai
absorbansi yang paling besar (Gambar 2).
Nilai persentase perubahan absorbansi
larutan sampel tidak berbeda secara nyata

Gambar
2.
Persentase
perubahan
absorbansi ekstrak pigmen terhadap lama
penyimpanan pada variasi kadar sukrosa
Pada larutan pigmen yang tidak
ditambahkan larutan gula (kadar sukrosa
0%), terjadi kenaikan rata-rata persentase
perubahan absorbansi warna yang paling
besar. Hal ini diduga karena pelarut air
merupakan media yang memungkinkan bagi
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
mendekomposisi senyawa-senyawa yang
telah diekstrak, sehingga dapat memudarkan
warna
pigmen.
Pertumbuhan
mikroorganisme di dalam larutan pigmen
dapat diamati secara visual dari munculnya
4

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

% perubahan absorbansi

dari kadar garam 2% hingga 10%, namun


berbeda nyata dengan kadar 0%. Hal ini
menunjukkan bahwa variasi kadar garam
NaCl
yang
digunakan
dapat
mempertahankan stabilitas warna dari
ekstrak pigmen buah lakum.
40
30
20
10
0
1

hidrasi dan dapat menyebabkan pemucatan


warna pigmen (Hubbermann, et al., 2006).

Pengaruh
Suhu
terhadap
Lama
Penyimpanan
Proses penyimpanan dapat menurunkan
stabilitas pigmen yang terlihat dari adanya
penurunan absorbansi warna yang terukur
0%
pada
spektrofotometer UV-Vis. Nilai
2%
persentase perubahan absorbansi sampel
selama proses penyimpanan pada suhu 4oC
4%
dan 28oC menghasilkan perbedaan yang
6%
signifikan secara statistika (Gambar 3).
8%
Larutan pigmen yang disimpan pada suhu
10% 4oC menghasilkan warna yang lebih stabil
dibandingkan pada suhu 28oC.

Hari
% perubahan absorbansi

Gambar
3.
Persentase
perubahan
absorbansi ekstrak pigmen terhadap lama
penyimpanan pada variasi kadar NaCl
Larutan pigmen yang tidak ditambahkan
garam mengalami penurunan absorbansi
yang paling besar. Hal ini dikarenakan
larutan pigmen mengalami degradasi oleh
mikroba yang dapat berkembang dan
menghasilkan enzim-enzim tertentu yang
dapat mendegradasi warna larutan pigmen.
Pertumbuhan mikroba ini ditunjukkan oleh
munculnya hifa sejak hari ketiga yang
jumlahnya terus meningkat hingga hari
ketujuh.
Hasil penelitian Winarti dan Firdaus
(2010) menunjukkan bahwa penambahan
garam sampai 200 ppm pada sirup dan sari
buah, dapat membantu mempertahankan
kualitas warna yang dihasilkan. Hal ini
dikarenakan garam dapat menstabilkan
struktur pigmen antosianin dan mencegah
pertumbuhan
mikroba
yang
dapat
mendegradasi warna. Hasil penelitian Goto,
et al. (1976) juga menunjukkan bahwa
penambahan garam dapat meningkatkan
stabilitas antosianin. Beberapa mekanisme
stabilisasi yang disarankan yaitu: promosi
reaksi intra-molekuler antosianin (Hoshino, et
al, 1981), pembentukan pasangan-ion antara
ion garam dan antosianin (Goto, et al,. 1976)
atau penurunan aktivitas air karena solvasi
ion garam yang mengurangi hidrasi ion
flavilium (Brouillard and Dangles, 1993).
Akan tetapi, konsentrasi ion garam yang
tinggi dapat meningkatkan kapasitas solvasi
pelarut yang menyebabkan terjadinya reaksi

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

46,37
41,59

29,56
22,21

4oC

16,55
2,74
2,66
0,8
3

28oC

4,07

4,78

12

5,22

15

5,58

18

hari

Gambar
4.
Persentase
perubahan
absorbansi ekstrak pigmen terhadap lama
penyimpanan pada 4oC dan 28oC
Hasil penelitian Albarici dan Pessoa
(2012) juga menunjukkan penyimpanan pada
suhu yang lebih tinggi dapat menurunkan
stabilitas antosianin pada minuman sari buah
Acai. Penyimpanan pada suhu ruang akan
memungkinkan
pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menguraikan
(mendekomposisi) senyawa-senyawa dalam
pigmen,
sehingga
terjadi
penurunan
absorbansi larutan. Pada suhu yang lebih
rendah, enzim penyebab dekolorisasi
oksidatif antosianin menjadi inaktif, sehingga
proses
degradasi
antosianin
dapat
diperlambat. Proses penghilangan warna
antosianin adalah akibat reaksi oksidasi
enzim. Enzim-enzim yang menyebabkan
terjadinya dekolorinasi oksidatif pigmen
antosianin dikenal sebagai antosianase
(Sharifi dan Hassani, 2012). Inaktifnya enzim
ini
menyebabkan
pigmen
dapat
mempertahankan kestabilannya.

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

% perubahan absorbansi

Pengaruh Lama Pemanasan


Lama pemanasan pada suhu 96oC
menyebabkan
terjadinya
perubahan
absorbansi sampel setiap selang waktu 30
menit yang berbeda nyata secara statistika.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
lama
pemanasan dapat menurunkan kestabilan
warna dari larutan pigmen. Semakin lama
pemanasan yang dilakukan, maka nilai
persentase perubahan absorbansi pigmen
yang dihasilkan semakin besar. Perubahan
nilai absorbansi yang terkecil adalah pada
pemanasan 30 menit dan perubahan
absorbansi yang terbesar adalah pada
pemanasan 120 menit (Gambar 4). Nilai ini
sesuai dengan hasil penelitian Sari (2005)
yang menyatakan lama pemanasan pada
suhu 100oC menyebabkan penurunan retensi
warna yang semakin besar.

Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan terhadap 3
variasi penambahan ekstrak pigmen lakum,
yaitu 5%, 7,5% dan 10%. Pembanding yang
dingunakan adalah sirup komersial 10% dan
pewarna pangan sintetik 0,1% berperisa
anggur.
Pemilihan
pembanding
ini
didasarkan pada kesamaan keluarga antara
lakum dan anggur, yaitu Vitaceae. Tujuan
dari uji ini adalah menentukan karakteristik
dari masing-masing produk pangan serta
mengetahui manakah variasi konsentrasi
ekstrak pigmen lakum yang paling disukai.

34,73
27,89

30
20

IV

IV

17,05

Uji kesukaan terhadap produk pangan


dianalisis secara statistik menggunakan
ANOVA dengan bantuan program SPSS.
Rentang penilaian kesukaan terletak pada
angka 1 hingga 5. Semakin tinggi tingkat
penilaian menunjukkan produk pangan
semakin disukai. Hasil terbaik uji kesukaan
terhadap sampel minuman lakum terdapat
pada sampel SL7,5 dengan nilai 3,40.
Sehingga
diketahui
bahwa
jumlah
penambahaan sirup lakum terbaik pada
produk minuman dingin adalah dengan
konsentrasi 7,5% v/v. Akan tetapi, nilai ini
masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
minuman sirup komersial yang memperoleh
nilai 4,33. Hasil terbaik uji kesukaan
terhadap sampel agar-agar terdapat pada
sampel SL7,5 dengan nilai 3,20. Sehingga
diketahui bahwa jumlah penambahaan sirup
lakum terbaik pada produk agar-agar adalah
dengan konsentrasi 7,5% v/v.

10
0
30

60

menit

90

120

Gambar 5. Penurunan absorbansi ekstrak


pigmen pada suhu 96oC terhadap variasi
waktu pemanasan
Suhu dan lama pemanasan dapat
menyebabkan pigmen mengalami perubahan
struktur, sehingga terjadi penghilangan
warna. Penurunan stabilitas warna karena
suhu yang tinggi diduga akibat terjadinya
dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon
menjadi calkon. Pemanasan lebih lanjut akan
menutuskan rantai calkon menghasilkan
asam benzoat yang tidak berwarna (Cabrita,
et al., 2014).
R1

R1

OH

OH
HO

III

III

(a)
(b)
Gambar 7. Produk minuman (a) dan agaragar (b) dengan pewarna alami buah lakum
10% v/v (II), 7,5% v/v (III), 5% v/v (IV) dan
pewarna sintetik (I)

40,38
40

II

II

HO

OH

R2

R2
OR'

OR'
OR"
Kation Flavilium (Aglikon)

OR"

Calkon (C)

Gambar 6. Perubahan struktur pigmen


antosianin dari aglikon menjadi calkon

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

Tabel 1. Hasil Penilaian Panelis terhadap


Produk Minuman Dingin
Kriteria
Kode
Sampel
Warna
Aroma
Rasa
Merah
Tidak
Sedikit
SL5
muda
berasa
asam
Sedikit
Sedikit
SL7,5
Merah
harum
asam
Sedikit
Sedikit
SL10
Merah
harum
asam
Ungu
Tidak
SK10
Harum
tua
asam

DAFTAR PUSTAKA
Albarici, T.R., and Pessoa, J.D.C., 2012,
Effects Heat Treatment and Storage
Temperature on The Use of Aa Drink
by
Nutraceutical
and
Beverage
Industries, J. Chientia e Tecnologia de
Alimentos, 32(1): 9-14.
Brouillard, R. And Dangles, O., 1993,
Flavonoids and Flowers Color. In:
Flavonoids Advances In Research Since
1986 (Ed. J.B. Harborne), Chapman and
Hall, London.
Cabrita, L., Petrov,V. and Pina, F., 2014, On
Thermal Degradation of Anthocyanin:
Cyanidin, J. RSC Advances, 4:1893918944.
Garzn, G.A. and R.E., Wrolstad, 2001, The
Stability
of
Pelargonidin-Based
Anthocyanin at Varying Water Activity, J.
Food Chem., 75:185.
Ghosh, D. and Konishi, T., 2007,
Anthocyanins and Anthocyanin-Rich
Extract: Role in Diabetes and Eye
Function, Asia Pacific J. Clin. Nutr., 16
(2): 200-208.
Goto, T., Hoshino, T. and Obha, M., 1976,
Stabilization Effect of Neutral Salts on
Anthocyanins:
Flavilium
Salts,
Anhidrobase
and
Genuine
Anthocyanins, J. Agr. Biol. Chem, 40(8):
1593-1596.
Harbone, J.B., 1996, Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Kosasih P. dan Iwang S.
(Alih bahasa), ITB, Bandung.
Hoshino, T., Matsumoto, U. and Goto, T.,
1981., Journal Phytochemistry, 20:
1971-1976.
Huang, H.T., 1956, The Kineticks of The
Decolorization of Anthocyanin by Fugal
Anthocyanse, J. Am. Chem. Soc., 57:4346.
Hubbermann, E.M., Heins, A., Stockmann,
H. and Schwarz, K., 2006, Influence of
acids, salt, sugars and hydrocolloids on
the colour stability of anthocyanin rich
black
currant
and
elderberry
concentrates, J. Eur. Food Res.
Technol., 223: 83-90.
Krifi, B.F.C., J. Bondurant and M. Metche,
2000, Degradation of Anthocyanin from
Blood Orange Juice, J. Food Sci.,
35:275-283.

Tabel 2. Hasil Penilaian Panelis terhadap


Kriteria Produk Agar-agar
Kriteria
Kode
Sampel
Warna
Aroma
Rasa
Merah
Sedikit
AL5
Harum
muda
asam
Sedikit
Sedikit
AL7,5
Merah
Harum
asam
Sedikit
Sedikit
AL10
Merah
Harum
asam
Ungu
Tidak
AK0,1
Harum
Tua
asam
Berdasarkan uji Duncan terhadap
keempat variasi sampel tersebut, diketahui
bahwa masing-masing nilai yang diperoleh
tidak berbeda nyata secara statistika. Hal ini
berarti bahwa variasi jumlah dan jenis
pigmen yang digunakan tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kesukaan panelis.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan
disimpulkan
bahwa
pada
penyimpanan selama 7 hari, hasil terbaik
pada penambahan gula sukrosa 10% dan
garam NaCl 4% dengan nilai persentase
perubahan absorbansi terkecil masingmasing 0,10% dan 2,88%. Penyimpanan
ekstrak pigmen selama 18 hari pada
refrigerator (4oC) dan suhu ruang (28oC)
menghasilkan perubahan nilai absorbansi
masing-masing sebesar 5,58% dan 46,37%.
Lama pemanasaan pada suhu 96oC dapat
menurunkan stabilitas warna pigmen buah
lakum. Penambahan ekstrak pigmen lakum
yang paling disukai untuk minuman dingin
dan agar-agar adalah 7,5% , masingmasing dengan nilai 3,40 dan 3,20.
Karakteristik dari produk yang dihasilkan
adalah berbau agak harum khas buah lakum,
berasa agak asam dan berwarna merah.
7

JKK, Tahun 2015, Volume 4(3), halaman 1-8

ISSN 2303-1077

Koswara, S., 2009, Pewarna Alami: Produksi


dan
Penggunaannya,
ebookpangan.com.
Mardiah, 2010, Ekstraksi Kelopak Bunga dan
Batang Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
sebagai Pewarna Alami, Universitas
Juanda (Laporan Penelitian).
Neliyanti dan Idiawati, N., 2014, Ekstraksi
dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari
Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.)
Domin), J. Kim. Khatulistiwa, 3(2): 8693.
Nikkhah, E., Khayamy, M., Heidari, R., and
Jamee, R., 2007, Effect of Sugar
Treatment on Stability of Anthocyanin
Pigments in Berries, J. of Biol. Sci., 7:
1412-1417.
Permenkes RI No.033/MENKES/PER/2012
Tentang Bahan Tambahan Pangan.
Rein, M., 2005, Copigmentation Reaction
and
Color
Stability
of
Berry
Anthocyanins, University of Helsinki
(Disertasi).
Rezeki, F.S., Khoetiem, M., Widyana, W.,
Hadi, R.P. dan Prasetyo, B., 2011,
Merintis Bisnis Prospektif melalui
Pengembangan Olahan Buah Lakum
(Vitis diffusa) sebagai Minuman dan
Makanan yang Menyehatkan Berbasis
Home Industri, Universitas Tanjungpura
Pontianak (Laporan Penelitian).
Saraswati, D.N. dan Astutik, S.E., 2011,
Ekstraksi Zat Warna Alami dari Kulit
Manggis serta Uji Stabilitasnya, Fakultas
Teknik,
Universitas
Diponegoro,
Semarang (Monograf).
Sari, P., Agustina, F., Komar M., Unus, Fauzi
M., dan Lindriati, T., 2005, Ekstraksi dan
Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah

Duwet (Syzygium cumini). J. Tekno. dan


Industri Pangan 16(2): 142-150.
Setyaningsih, D., Apriliyantoro, A. dan Sari,
M.P., 2010, Analisis Sensori: Untuk
Industri Pangan dan Agro, IPB Press,
Bogor.
Sharifi, A. and Hassani, B., 2012, Extraction
Methods and Stability of Color Extracted
From Barberry Pigments, Inter. J. of Agri
Sci., 2: 320-327.
Sudarmanto, 1989, Bahan Pewarna Alami
dalam Tanaman Pangan: Proyek
Peningkatan Perguruan Tinggi. UGM,
Yogyakarta.
Widhiana, E.T., Fitriana, N., Neliyanti dan
Anugrah, E.T., 2012, Skrining Fitokimia
dan Aktivitas Antioksidan Buah Lakum
(Vitis diffusa) dalam Berbagai Fraksi
Khas
Kalimantan
Barat,
Laporan
Penelitian, Fakultas MIPA, Universitas
Tanjungpura,
Pontianak
(Laporan
Penelitian).
Winarno, F.G., 1995, Kimia Pangan dan Gizi,
Gramedia, Jakarta.
Winarti, S. dan Firdaus, A., 2010, Stabilitas
Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela
untuk Pewarna Makanan dan Minuman,
J. Tekno. Pertanian, 11: 87-93.
Winarti, S., Sarofi, U. dan Anggrahini, D.,
2008, Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi
Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) sebagai
Pewarna Alami, J. Teknik Kimia, 3: 207214.
Yeo, C.K., Ang, W.F., Lok, A.F.S.L., and
Ong, K.H., 2012, Cayratya Juss.
(Vitaceae) of Singapore: With A Special
Note On Cayratia japonica (Thunb.)
Gagnep, J. Nature In Singapore, 5: 331338.

Anda mungkin juga menyukai