LUAR NEGERI
BAB V
A. PENDAHULUAN
V/3
B. PERKEMBANGAN INTERNASIONAL
V/4
meningkat, defisit transaksi berjalan negara-negara berkem-
bang pengekspor minyak bumi sebesar US$ 6,3 miliar pada tahun
1989 berbalik menjadi surplus sebesar US$ 11,7 miliar pada
ta hun 1990. Sebalikn ya b ag i ne ga ra -n eg ar a be rk em ba ng b uk an
pengekspor minyak bumi defisit transaksi berjalan meningkat
dari US$ 24,8 miliar dalam tahun 1989 menjadi US$ 40,8 miliar
dalam tahun 1990.
V/5
hingga 5% dari jumlah jenis barang yang diperdagangkan antara
negara-negara anggota ASEAN. Selanjutnya terus ditingkatkan
pula kerja sama di bidang perdagangan, pariwisata, investasi,
pertanian dan energi antara ASEAN dengan negara-negara indus-
tri seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia dan Masyarakat
Ekonomi Eropa.
V/6
harga rata-rata minyak bumi dan telah meningkatkan penerimaan
ekspor minyak bumi Indonesia selama tahun 1990/91.
V/7
dalam paket Mei 1990 ditentukan bahwa eksportir kopi ter-
daftar dapat mengekspor kopi, baik ke negara kuota maupun
nonkuota, tanpa melalui Kelompok Pemasaran Bersama (KPB).
V/8
negara-negara lain, baik hubungan bilateral, regional dan
multilateral, terus ditingkatkan. Indonesia aktif berpartisi-
pasi dalam negosiasi Putaran Uruguay (GATT) dan berbagai
forum kerja sama internasional seperti Asosiasi Negara-negara
Penghasil Karet Alam (ANRPC), Organisasi Karet Alam Inter-
nasional (INRO), Organisasi Kopi Internasional (ICO), dan
Asosiasi Negara Produsen Timah (ATPC). Khusus mengenai timah,
dalam kaitannya dengan kemerosotan harga timah dewasa ini,
negara-negara anggota ATPC dalam sidangnya di Bolivia pada
hulan September 1990 telah sepakat untuk membatasi ekspor
timah dalam tahun 1991 menjadi 6% lebih rendah dibandingkan
tahun 1990.
V/9
dalam keadaan terpasang (CBU) telah dibuka kembali dengan bea
masuk yang lebih rendah dan dengan kuota sebanyak 37.415 unit,
sampai akhir tahun 1991. Selanjutnya dalam rangka memenuhi
kebutuhan tenaga listrik bagi kegiatan produksi di sektor
industri, pada bulan Januari 1991 bea masuk atas impor mesin
diesel dengan output melebihi 375 KVA yang dipergunakan se-
bagai pembangkit tenaga listrik kawasan industri dibebaskan.
Dalam pada itu, dana yang berasal dari luar negeri masih
tetap diperlukan guna memenuhi kebutuhan pembiayaan pemba-
ngunan yang belum sepenuhnya dapat dibiayai oleh dana yang
berasal dari dalam negeri. Dana pinjaman yang berasal dari
luar negeri tersebut meliputi pinjaman pemerintah, pinjaman
sektor swasta dan penanaman modal asing.
V/10
Untuk mendorong gairah investasi, baik Penanaman Modal
Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), be-
berapa kebijaksanaan penting telah diambil. Pada tahun
1989/ 90 dikeluark a n d a f t a r y a n g j a u h l e b i h s e d e r h a n a y a n g
mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal
(Daftar Negatif Investasi) sebagai pengganti dari Daftar
Skala Prioritas. Selanjutnya untuk mendukung diversifikasi
ekspor nonmigas, mulai bulan Mei 1990 PMA diijinkan melakukan
budi daya ayam ras dengan syarat bekerja sama dengan peter-
nakan rakyat dan mengekspor sekurang-kurangnya 65 persen dari
hasil produksinya.
V/11
Sementara itu, nilai impor (f.o.b.) keseluruhan dalam
tahun 1990/91 meningkat pesat yaitu dengan 32,5%, sedangkan
dalam tahun 1989/90 impor meningkat dengan 21,4%. Seperti
yang disebutkan di atas, peningkatan impor selama dua tahun
terakhir ini terutama disebabkan oleh peningkatan impor di
luar migas sebagai akibat dari peningkatan kegiatan investasi.
V/12
TABEL V - 1
Repelita V
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
3) Termasuk gas minyak bumi cair (LPG)
4) Termasuk yang dibiayai melalui Bantuan Khusus
5) Termasuk Bantuan Khusus yang tidak berupa Bantuan Program (Local Cost dan Sector Loan)
6) Pokok pinjaman
V/13
TABEL V - 2
Repelita V
Di luar Minyak
dan Gas Bumi 12.184 14.493 (19,0) 15.380 (6,1)
1) Angka sementara
2) Termasuk gas minyak bumi cair (LPG)
GRAFIK V - 1
PERKEMBANGAN NILAI EKSPOR (F.O.B),
1988/89 - 1990/91
V/14
TABEL V - 3
Repelita V
Di luar Minyak
dan Gas Bumi 12.239 14.845 (21,3) 19.448 (31,0)
1) Angka sementara
GRAFIK V - 2
PERKEMBANGAN NILAI IMPOR (F.O.B),
1988/89 - 1990/91
V/15
Di sektor swasta, pemasukan modal (netto) dalam tahun
1990/91 mengalami pelonjakan tajam, dari US$ 575 juta tahun
1989/90 menjadi US$ 5.856 juta. Di antara transaksi modal
tersebut penanaman modal asing meningkat dari US $ 1.071 juta
menjadi US$ 1.849 juta atau meningkat sebesar 72,6%. Begitu
pula pemasukan modal oleh BUMN dan sektor swasta lainnya
masing-masing meningkat dari US$ 289 juta menjadi US$ 1.301
juta dan dari US$ 1.395 juta menjadi US$ 5.061 juta.
D. EKSPOR
V/16
aluminium serta emas menurun dan harga berbagai komoditi per-
tanian penting seperti karet dan lada merosot. Sementara itu
volume ekspor kayu bulat dan gergajian juga menurun. Sedang-
kan ekspor hasil-hasil industri pengolahan justru masih me-
ningkat cukup pesat.
V/17
US$ 1.054,4 juta, atau menurun sebesar 4,6% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Sebaliknya dapat dikemukakan bahwa
nilai ekspor tembaga dan batu bara mengalami kenaikan sehu-
bungan dengan meningkatnya produksi.
V/18
TABEL V - 4
VOLUME DAN NILAI BEBERAPA EKSPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI, 1)
1988/89 – 1990/91
(Volume dalam ribu ton dan Nilai dalam juta US dollar)
V/19
TABEL V – 5
HARGA BEBERAPA JENIS BARANG EKSPOR, 1)
1988/89 – 1990/91
v/20
E. IMPOR DAN JASA-JASA
V/21
TABEL V - 6
Repelita V
Golongan Ekonomi
2)
1988/89 1989/90 2) 1990/91 3)
V/22
TABEL V - 7
Repelita V
2)
Golongan Ekonomi 1988/89 1989/90 1990/913)
V/23
GRAFIK V - 3
PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI,
1988/89 - 1990/91
Repelita V
V/24
Sementara itu selama dua tahun pertama pelaksanaan Repe-
lita V, impor bahan baku/penolong mengalami peningkatan ber-
turut-turut sebesar 26,6% dan 8,4%. Peningkatan ini antara
lain berasal dari kenaikan impor: bahan kimia sebesar 28,1%,
dari US$ 836,6 juta menjadi US$ 1.071,9 juta; besi beton,
besi dan baja batangan sebesar 114,0% dari US$ 328,2 juta
menjadi US$ 702,3 juta, dan preparat kimia dan farmasi me-
ningkat sebesar 23,4% dari US$ 277,4 juta menjadi US$ 342,3
juta.
V/25
GBHN, pengelolaan pinjaman luar negeri selalu dilaksanakan
secara hati-hati, baik mengenai jumlah, persyaratan maupun
penggunaannya. Dalam hal persetujuan pinjaman baru diusahakan
pengurangan pinjaman bersyarat kurang lunak dan komersial,
serta makin ditingkatkan peranan pinjaman bersyarat lunak.
Sejak tahun keempat Repelita IV telah dimanfaatkan pinjaman
khusus bersyarat lunak yang segera dapat digunakan untuk mem-
percepat pelaksanaan program dan proyek pembangunan yang mem-
punyai prioritas tinggi.
V/26
TABEL V - 8
Repelita V
1988/89 1989/90 2)
1990/91 3)
Jenis Bantuan/Pinjaman
(% Kenaikan/ (% Kenaikan/
Nilai Nilai Nilai
Penurunan) Penurunan)
1) Pinjaman IGGI atas dasar pledge dan pinjaman di luar IGGI atas dasar persetujuan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
4) Berupa Bantuan Program, Dana Pendamping (Local Cost) dan Pinjaman Sektor
( S e c t o r L oa n )
5) Termasuk kredit ekspor
6) Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari kelompok bank
V/27
TABEL V – 9
PERSETUJUAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,1)
1988/89 – 1990/91
(juta US dollar)
V/28
baga-lembaga keuangan internasional (multilateral) semakin
meningkat.
TABEL V - 10
Tahun Pelunasan 1)
Nilai 2) (% dari nilai
Pinjaman Ekspor Ekspor)
1988/89
(Akhir Repelita IV) 6.328 19.824 (31,9)
1989/90
(Tahun Pertama 6.202 23.830 (26,0)
Repelita V)
1990/91 3)
(Tahun Kedua 6.721 28.143 (23,9)
Repelita V)
V/29
Sementara itu, perbandingan antara jumlah pembayaran
pinjaman luar negeri Pemerintah terhadap nilai ekspor barang
(atau Debt Service Ratio) menurun yaitu dari 26,0% pada tahun
1989/90 menjadi 23,9% pada tahun 1990/91.
V/30