Anda di halaman 1dari 123

PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI

BAGIAN / SMF. ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MENGKURAT


RSUD ULIN BANJARMASIN
2004

Dr. Gladys Gunawan, Sp.A

DIARE AKUT
Definisi :
Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan
atau lendir delam tinja.
Diare akut
Diare persisten

; berlangsung kurang dari 2 minggu


; berlangsung lebih dari 2 minggu

Penyebab :
1. Infeksi
- Enteral
: bakteri, virus, parasit
- Parenteral
: ISPA, OMA, dll
2. Alergi
: protein susu sapi
3. Intoleransi
: karbohidrat, lemak, protein
4. Faktor makanan
: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
5. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
Dasar Diagnosis :
1. Anamnesis : buang air besar cair/encer, ada darah atau tidak, frekuensi, bau,
menyemprot, volume.
2. Pemeriksaan Fisik :
- tanda tanda dehidrasi
- tanda dan gejala gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa
3. Laboratorium
- Makros; tinja : darah/lendir
- Mikros; tinja : leukosit, eritrosit
PENILAIAN
Lihat keadaan
umum
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus

CARA MENILAI DEHIDRASI


A
B
Baik, sadar
* Gelisah

Turgor kulit

Normal
Ada
Basah
Minum biasa,
tidak haus
Kembali cepat

Derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi

Terapi

Rencana A

Cekung
Tidak ada
Kering
* Haus, banyak
minum
Kembali lambat (= 2
detik)
Dehidrasi ringan /
sedang, Bila ada
tanda * ditambah 1
atau lebih tanda lain
Rencana B

C
* Kesadaran menurun
/ tidak sadar
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
* Sedikit minum / tidak
bisa minum
Kembali sangat lambat
(> 2 detik)
Dehidrasi Berat, Bila
ada tanda * ditambah
1 atau lebih tanda lain
Rencana C

Penatalaksanaan :
1. Untuk diare tanpa dehidrasi diberikan cairan rumah tangga dari pada biasanya, untuk
mencegah dehidrasi (Rencana pengobatan tipe A).
2. Untuk diare dengan dehidrasi ringan sedang diberikan cairan oralit (rencana
pengobatan tipe B). Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 ml/kgbb.
3. Untuk diare dengan dehidrasi berat :
- Mulai berikan cairan I.V. segera (Ringer Laktat)
Umur
Pemberian pertama 30 ml/kg
Kemudian 70 ml/kg
dalam
dalam
Bayi < 12 bulan
1 jam*
5 jam
Anak > 1 tahun
- 1 jam*
2 jam 3 jam
-

Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba (*)


Nilai kembali keadaan penderita tiap 1-2 jam bila rehidrasi belum tercapai, percepat
tetesan IV.
Juga berikan oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bisa minum.
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita menggunakan bagan
penilaian kemudian lanjutkan rencana pengobatan tipe A atau B.

4. Pemberian obat-obatan :
- Jika panas diberikan anti piretik (parasetamol).
- Jika kejang diberikan anti konvulsi (diazepam, dilantin, largaktil).
- Antibiotik diberikan jika penyebabnya kholera dan disentri.
- Anti diare dan anti vomiting tidak dianjurkan.

Penatalaksanaan
RENCANA PENGOBATAN A
UNTUK MENGNOBATI DIARE DI RUMAH
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU
Teruskan mengobati anak di rumah
Berikan pengobatan awal bila terkena diare lagi

MENERANGKAN TIGA CARA PENGOBATAN DIARE DI RUMAH


1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK MENCEGAH
DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (seperti sup, air tajin)
dan air matang, gunakan oralit untuk anak seperti yang dijelaskan dalam kotak di bawah
(catatan : jika anak berusia < 6 bulan dan belum makan makanan yang padat lebih baik
diberikan oralit dan air matang dari pada makanan cair).
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau. Berikan oralit seperti di bawah sebagai penuntun
- Teruskan pemberian oralit ini sampai diare berhenti
2. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
- Teruskan ASI
- Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak yang kurang dari 6
bulan dan belum mendapat makanan padat :
a. Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacangkacangan, sayur, daging atau ikan, tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
b. Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menembah kalium
c. Berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik
d. Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
e. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tembahan setiap
hari selama 2 minggu.
3. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK DALAM 3 HARI
ATAU MENDERITA SEBAGAI BERIKUT :
- Buang air besar sering sekali
- Muntah berulang-ulang
- Sangat haus sekali
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinja berdarah

ANAK HARUS DIBERIKAN ORALIT DI RUMAH BILA


Seteleh mendapat rencana pengobatan B atau C
Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk
Memberikan oralit kepada semua anak yang datang kepetugas kesehatan merupakan
kebijaksanaan pemerintah

JIKA ANAK AKAN DIBERI LARUTAN ORALIT, TUNJUKKAN KEPADA IBU JUMLAH ORALIT YANG
DIBERIKAN SETIAP BUANG AIR BESAR DAN BERIKAN ORALIT YANG CUKUP UNTUK 2 HARI
UMUR
< 12 Bulan
1 4 Tahun
> 5 Tahun
Dewasa

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN


TIAP BAB
50 100 ml
100 200 ml
200 300 ml
300 400 ml

JUMLAH ORALIT YANG DISEDIAKAN


DI RUMAH
400 ml / hr (2 bungkus)
600 800 ml / hr ( 3 4 bungkus)
800 1000 ml / hr (4 5 bungkus)
1.200 2.800 ml / hr

Perkiraan kebutuhan oralit untuk 2 hari


TUNJUKKAN PADA IBU CARA MENCAMPUR ORALIT
TUNJUKKAN PADA IBU CARA MEMBERIKAN ORALIT
Berikan sesendok teh tiap 1 2 menit untuk anak di bawah 2 tahun.
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua
4

Bila anak muntah tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (misalnya
sesendok tiap 1 2 menit).
Bila diare berlanjut sertelah bungkus pertama oralit habis. Beritahu ibu untuk
memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali ke
petugas kesehatan untuk mendapat tambahan oralit.
RENCANA TERAPI B
UNTUK MENGOBATI DEHIDRASI

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA


ORALIT yang diberikan dengan mengalikan BERAT BADAN penderita (KG) dengan 75 ml

Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan, berikan
oralit paling sedikit sesuai tabel di bawah.
Umur
Jumlah oralit
-

< 1 tahun
300 ml

1 5 tahun
600 ml

> 5 tahun
1.200 ml

Dewasa
2.400 ml

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah


Dorong ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi di bawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100 200 ml air
masak selama masa ini.

AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT


-

Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan


Tunjukkan cara memberikan sesendok teh tiap 1- 2 menit untuk anak di bawah 2
tahun, beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua.
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit lebih
lambat, misalnya sesendok tiap 2 3 menit.
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak
atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana A bila pembengkakan telah hilang

SETELAH 3 4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK DENGAN MENGGUNAKAN BAGAN


PENILAIAN, KEMUDIAN PILIH RENCANA A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN
PENGOBATAN
-

Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana A. Bila dehidrasi telah hilang anak
biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan / sedang, ulangi Rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti Rencana A.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat lanjutkan Rencana C

BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA PENGOBATAN B


-

Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam pengobatan 3 jam di rumah.
Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
Rencana A.
5

Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit


Jelaskan 3 cara dalam Rencana A untuk mengobati anak di rumah
Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti
Memberi makan anak
Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu.
RENCANA TERAPI C
PENANGANAN DEHIDRASI BERAT DENGAN CEPAT

Ikuti tanda panah, jika jawaban ya, lanjutkan ke kanan, jika tidak lanjutkan ke bawah.
Mulai Disini

Daparkah Saudara
segera memberikan
cairan intravena ?

UMUR

Ya

Tidak

Apakah ada fasilitas


pemberian cairan
intravena yang terdekat
(dalam 30 menit) ?

Ya

Apakah Saudara telah


dilatih menggunakan pipa
nasogastrik untuk
rehidrasi ?

Pemberian pertama
30 ml/kg selama :

Pemberian berikut
70 ml/kg selama :

Bayi
(< 12 bln)
1 jam*
5 jam
Anak
(12 bln5 th)
30 menit*
2 jam
* ulangi sekali lagi jika denyut lemah/tak teraba.
Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum
membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.
Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak
mau minum : biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak).
Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Klasifikasikan Dehidrasi. Kemudian pilih Rencana Terapi
yang sesuai (A, B atau C) unt melanjutkan pengobatan.

Rujuk SEGERA untuk pengobatan intravena.


Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan
cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama
dalam perjalanan.

Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa


nasogastrik atau mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam
(total 120 ml/kg).
Periksa kembali anak setiap 1-2 jam :
- Jika anak muntah terus menerus atau perut makin
kembung, beri cairan lebih lambat.
- Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk
anak untuk pengobatan intravena.
Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan
dehidrasi. Kemudian tentukan Rencana Terapi yang sesuai
(A, B atau C) untuk melanjutkan pengobatan.

Tidak

Tidak

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisi minum, beri


oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100
m/kg cairan Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan
NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Ya

Apakah anak masih


bisa minum ?

Tidak

CATATAN :
* Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah
rehidrasi untuk meyakinkan bahwa Ibu dapat mempertahankan
hidrasi dengan pemberian larutan oralit per oral.
6

Rujuk SEGERA
untuk pengobatan
IV / NGT

MALNUTRISI ENERGI PROTEIN / KEP


Definisi
Keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi protein dalam
makanan sehari-hari. Sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG).
Klasifikasi
1. KEP ringan bila berat badan menurut
- Umur (BB/U) 70 80 %;
- Tinggi badan (BB/TB) 80 90 %;
Berdasarkan baku median WHO NCHS
2. KEP sedang bila BB/U 60 70 %; BB/TB 70 80 %
3. KEP berat (gizi buruk) bila BB/U < 60 %; BB/TB < 70 %
Secara klinis KEP berat ada 3 tipe
1. Marasmus; BB < 60 % tidak disertai edema
2. Kwashiorkor; BB 60 80 % disertai edema
3. Marasmik Kwashiorkor; BB < 60 % disertai edema
Diagnosa
1. Kwashiorkor
- Edema seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis kemerahan
- Warna rambut jagung
- Apatis dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot otot mengecil
- Adanya crazy pavement dermatosis
- Sering disertai penyakit infeksi, anemia dan diare
2. Marasmus
- Tampak sangat kurus hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng / rewel
- Baggy pants
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai penyakit infeksi dan diare
3. Marasmik Kwashiorkor
Gejala campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus

Penatalaksanaan :
Bagan & jadwal pengobatan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

FASE

Hipoglikemia
Hipotermia
Dehidrasi
Elektrolit
Infeksi
Mulai
pemberian
makanan
Tumbuh kejar
7. peningkatan
pemberian
makanan
8. Mikronutrlent
9. Stimulasi
10. Tindak lanjut

STABILISASI
Hari ke 1 - 2 Hari ke 2 - 7
-------------- >
-------------- >
-------------- >
------------------------------------ >
------------------------------------ >

TRANSISI
Minggu ke 2

REHABILITASI
Minggu ke 3 - 7

--------------- >
--------------- >

--------------------------------------------------------- >

--------------- >

------------------ >

----------- tanpa Fe ------------------ > dengan Fe --------------------- >


---------------------------------------------------------------------------------- >
----------------- >

Tatalaksana Rawat Nginap Gizi Buruk


A. Prinsip dasar pengobatan rutin gizi buruk
1. Atasi Hipoglikemia
a. Bolus Glukosa 10% sebanyak 50 ml atau larutan sukrosa 10%, secara oral/pipa
NGT.
b. Dilanjutkan setiap 30 menit selama 2 jam dengan cairan tersebut sebanyak 12,5
ml.
2. Pencegahan Hipotermi
a. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala
b. Letakkan dekat dengan lampu
c. Peluk anak di dada ibu dan diselimuti
3. Atasi / Cegah dehidrasi
a. Cairan resomal / pengganti sebanyak 5 ml / kg bb setiap 30 menit selama 2 jam
oral atau NGT.
b. Selanjutnya 5 10 ml/Kg/jam selama 4 10 jam
c. Pada jam ke 6 dan jam ke 10 cairan Resomal / pengganti diganti dengan
formula khusus.
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
a. Tambahkan kalium 2 4 meq/Kgbb/hari
b. Tambahkan magnesium 0,3 0,6 meq/Kgbb/hari
c. Berikan cairan rendah natrium resomal / pengganti
d. Siapkan makanan tanpa diberi garam / rendah garam
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi
8

a. Diberikan metronidazole (7,5 mg/Kgbb/8 jam selama 7 hari)


b. Ditambahkan antibiotik spektrum luas Cotrimoxsazol peditrik (2 x 5 ml)
c. Jika anak sakit berat (apatis, letargis), berikan injeksi Ampicillin 50 mg/Kgbb/IV
setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan Amoxillin oral 15 mg/Kg/8 jam
selama 5 hari dan ditambahkan injeksi gentamicin 7,5 mg/Kgbb/im/IV sekali
sehari (selama 7 hari), bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis
tambahkan Kloramfenikol 25 mg/Kgbb/im/IV setiap 6 jam.
d. Bila terdeteksi infeksi kuman spesifik diberikan antibiotik spesifik
e. Bila terdeteksi infeksi malaria, diberikan obat anti malaria
6. Mulai pemberian makanan
Melalui 3 periode :
a. Fase stabilisasi : hari 1 s/d hari ke 7, energi 8 100 kkal/Kg/hari, prtotein 1 1,5
gr/Km/hari, cairan 130 ml/Kg/hari atau 100 ml/Kg/hari bila ada oedema.
b. Fase transisi (minggu 2 3) energi 150 kkal/Kg/hari, protein 2 2 gr/Kg/hari,
cairan 150 ml/Kg/hari.
c. Fase rehabilitasi (minngu 3 6), energi 150 200 kkal/Kg/hari, protein 4 6
gr/hari, cairan 150 200 ml/Kg/hari
d. Cara pemberian peroral atau NGT
e. Porsi makan kecil dengan frekuensi makan sering
f. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan
rendah serat.
g. ASI diteruskan
h. BB < 7 Kg makanan bayi
Makanan lumat / makanan lembek
Sari buah
i. BB > 7 Kg makanan anak secara bertahap
Makanan lunak/makanan biasa
Buah
7. Fasilitas tumbuh kembang
a. penambahan berat badan 50 gr/minggu, lanjutkan pemberian makanan
b. penambahan berat badan 50 gr/minggu, cek asupan makanan atau adanya
infeksi
8. Koreksi defisiensi mikro nutrient
a. Berikan setiap hari :
Suplementasi multi vitamin
Asam folat 1 mg/hari
Seng (Zn) 2 mg/hari
Tembaga (Cu) 2 mg/hari
b. Bila bb mulai naik, berikan Fe 3 mg/kg/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kg/hari.
c. Vitamin A oral
Pada hari I : Umur < 1 th : 20.000 si
Umur 6 12 bulan : 100.000 si
Umur < 6 bulan : 50.000 si
Bila ada tanda/gejala defisiensi vitamin A berikan vitamin A dosis terapi
9

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emossional


a. kasih sayang
b. lingkungan yang ceria, dll

10. Tindakan lanjut dirumah


a. Gejala klinis tidak ada lagi
b. BB sudah mencapai 80% bb/u
ANAK DIKATAKAN SEMBUH
Nasehat :
1. Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrisi
2. Terapi bermain
3. Kontrol secara teratur
4. Imunisasi dasar dan ulangan
5. Pemberian vitamin A setiap 6 bulan
B. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
a. Berikan vitamin A pada hari 1, 2 dan 14 atau sebelum pulang
Umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
Umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali
Umur 0 5 bulan
: 50.000 SI/kali
b. Bila ada ulserasi pada mata
Beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap 2 3 jam
selama 7 10 hari
Teteskan tetes mata atropin 1 tetes 3 kali sehari selama 3 5 hari
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
2. Dermatosis
Kompres dengan larutan KMnO4 1% selama 10 menit
Beri salep / cream
Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) beri preparat Zn peroral
3. Parasit / cacing
Beri mebendazol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari
4. Diare melanjut
Berikan formula bebas / rendah laktosa
Kerusakan mukosa usus diberikan metronidazole 7,5 mg/kgBB/8 jam selama 7
hari
5. Tuberkulosis
Lakukan mantoux test, ro. Foto thoraks
Bila positif Tb obati sesuai pedoman pengobaran TB
C. Kegagalan pengobatan
Kenaikan BB
10

Jika bb naik 50 gr/kgBB/minggu dikatan baik


Jika bb naik < 50 gr/kgBB/minggu dikatakan kurang
Perlu reevaluasi keseluruhan
D. Penanganan pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas
- Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak bisa pulang, jika gejala klinis menghilang,
berat badan / umur minimal 70% atau berat bedan / tinggi badan 80%.
- Jika penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas, maka di rumah harus diberi TKTP
(tinggi Kalori 150 kkal/kgBB/hari, tinggi protein 4 6 hram/kgBB/hari).
- Beri makanan yang sesuai, sering dengan porsi terbagi.
E. Tindakan pada kegawatan
1. Syok (renjatan)
- Infus larutan Dektrose 5% : NaCl 0,9% (1 : 1) atau larutan Ringer Laktat dengan
kadar Dektrose 5% sebanyak 15 ml/kgBB dalam 1 jam pertama.
- Jika ada perbaikan klinis, terapi cairan 15 ml/kgBB diulang 1 jam lagi kemudian
dilanjutkan dengan pemberian Resomal / penggantian, peroral / nasogastrik 10
ml/kgBB/jam selama 10 jam. Selanjutnya mulai berikan formula khusus (F - 75 /
pengganti).
- Bila tidak ada perbaikan klinis berarti anak menderita syok septik, maka
diberikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan tranfusi darah
sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan dalam 3 jam. Kemudian mulailah
pemberian formula (F 75 / pengganti).
-

2. Anemia berat
Tranfusi darah diperlikan bila :
Hb < 4 gr%
Hb 4 6 gr% disertai diatres pernapasan atau tanda gagal jantung
- Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam
- Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cell untuk tranfusi dengan
jumlah yang sama.
- Beri furosemid 1 mg/kgBB secara intravena pada saat tranfusi dimulai

11

TETRALOGI FALLOT
Sub Bagian Kardiologi Anak RSU Ulin
Dr. Meriah Sembiring, Sp.A

TETRALOGI FALLOT merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling banyak
ditemukan yakni lebih kurang 10% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Tetralogi Fallot
merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu defek septum ventrikel, over-riding aorta,
stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan.
Hemodinamik :
Yang menentukan derajat TF adalah derajat obstruksi jalan keluar ventrikel kanan
(stenosis pulmonal); bila stenosis pulmonal makin berat, maka makin banyak darah dari
ventrikel kanan menuju ke aorta. Pada stenosis yang ringan darah dari ventrikel kanan
menuju ke paru dan hanya pada aktifitas fisik akan terjadi pirau dari kanan ke kiri dengan
meningkatnya usia infundibulum makin hipertrofi, pasien akan semakin sianotik. Hipertrofi
ventrikel kanan terjadi sekunder karena peningkatan tekanan ventrikel kanan. Stenosis
pada jalan keluar ventrikel kanan mengakibatkan kurangnya aliran darah ke paru dengan
mengakibatkan hipoksia. Kompensasi untuk mengetasi hipoksia melalui terjadinya
polisitenemia dan serkulasi korateral.

Manifestasi Klinis :
Manifestasi klinis TF mencerminkan derajat hipoksia berupa :
Jari tabuh mulai tampak dari usia 6 bulan.
- Serangan sianotik (sianotik spells, hypoxie spells, paroxysmal hyperpnea), ditandai
dengan : sesak napas mendadak, napas cepat dan dalam, sianosis bertambah,
kadang-kadang disertai kejang bahkan dapat menyebabkan kematian.
- Suara jantung II (A2 biasanya tunggal dan terdengar bising injeksi sistolik di daerah
pulmonal.
- squatting (jongkok) ini sering dilakukan anak penderita TF setelah anak dapat
berjalan.
Pemeriksaan Penunjang :
A. Darah didapatkan kenaikan jumlah eritrosit dan hematokrit
B. Radiologis akan tampak gambaran mirip dengan bentuk sepatu. Jantung relatif tidak
membesar.
C. Elektrokardiografi (EKG)
Pada anak mungkin gelombang T positip di V, disertai deviasi sumbu kekanan dan
hiper arofi ventrikel kanan.
D. Ekokardiografi
Gambaran yang menyolok adalah defek septum ventrikel yang besar disertai over
riding aorta. Aorta besar, arteri pulmonalis kecil, katup pulmonal tidak selalu jelas dilihat
dan infun di belum sempit.
Komplikasi
Komplikasi berikut dapat terjadi pada pasien TF yang tidak terkoreksi :
12

1. Cerebrovascular accident
2. Abses otak
3. Endokarditis infektif
4. Anemia relatif
5. Trombosis paru
6. Perdarahan
Tatalaksana
Tatalaksana pada TF terdiri dari perawatan medis dan tindakan bedah.
Tatalaksana Medis :
1. Pada serangan sianotik akut
a. knee chest position
b. oksigen masker 5 8 liter/menit
c. morfin sulfat 0,1 0,2 mg/kg/sub kutan/im
d. soduin bikarbonat 1/Meq/kg/IV koreksi asidosis
e. tranfusi darah bila hemaglobin kurang 15 g/dl
2. a. Propanol 0,1 mg/kg/IV secara bolus. Bila operasi belum berikan propanol
rumatan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dalam empat dosis.
b. anemi relatif berikan preparat Fe.
3. Higiene mulut dan gigi diperhatikan
Tatalaksana Bedah :
Pengobatan operatif terdiri atas 2 jenis, yakni operasi paliatif untuk menambah akrain
darah paru dan bedah korektip.

13

DEMAM REUMATIK AKUT DAN


PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyerupai Faringitis
yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung
berulang dan dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung yang didapat pada
anak dan dewasa muda diseluruh dunia. Kuman reumatik menimbulkan gejala sisa pada
katup-katup jantung disebut penyakit jantung reumatik.
Etiologi
Infeksi streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorokan yang menandai
terjadinya demam reumatik.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada demam reumatik akut dibedakan atas menifestasi mayor dan
minor. Manifestasi mayor antara lain :
1. Karditis
2. Artritis 70% bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poli arteritis migran)
3. Korea sydenham dijumpai 15 % pada penderita berupa gerakan yang tidak disengaja
dan tidak bertujuan, biasanya pada otot wajah dan ekstremitas, serta emosi yang lebih.
4. Eritema marginatum, ditemukan 5% dari penderita demam reumatik dengan ciri berupa
makular tidak gatal dengan tepi eritema yang mengelilingi kulit tampak normal. Sering
dijumpai pada dada dan tungkai proksimal.
5. Nodulus subkutan, nodulus berukuran antara 0,5 2 cm, tidak nyeri, umumnya didapat
pada permukaan ekskusor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian
kaki.
Manifestasi minor
Manifestasi minor dapat berupa; demam bersifat remiten, artralgia, nyeri abdomen,
nausea dan muntah.
Diagnosa
Diagnosa berdasarkan kriteria Jones (yang telah direvisi) lihat tabel 1
Tabel 1 : Kriteria Jones (revisi) untuk pedoman diagnosis demam reumatik*
Manifestasi
Mayor
Karditis
Poliartritis
Korea
- Eritema
marginatum
- Nodulus
subkutan

Manifestasi Minor

Ditambah

Klinik :
Bukti adanya infeksi streptokokus :
- Riwayat demam reumatik akut atau - Kenaikan titer antibodi
penyakit jantung rematik.
antistreptokokus : ASTO/lainnya.
Atralgia
- Biakan faring positif untuk
Demam
streptokokus grup A
- Demam skarlatina yang baru
Lab. : reaktans fase akut
Laju endap darah (LED)
Protein C reaktif (CRP)
Leukositosis
14

EKG : pemanjangan interval P-R


Adanya dua kreteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor
Menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik akut,
Jika didukung oleh bukti adanya infeksi etreptokokus grup A sebelummnya

* Committee on Rheumatic Fever and Bacterial Endocarditis, 1982

Penatalaksanaan
a. Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring yang lamanya dapat dilihat
dalam tabel 2.
Tabel 2 : Pedoman Tirah Baring dan Rawat Jalan pada Pasien Demam Reumatik*
Status karditis
Tidak ada karditis
Karditis, tidak ada kardiomegali
Karditis, dengan kardiomegali
Karditis, dengan gagal jantung

Penatalaksanaan
Tirah baring selama 2 minggu dan sedikit demi sedikit
rawat jalan selama 2 minggu.
Tirah baring selama 4 minggu dan sedikit demi sedikit
rawat jalan selama 4 minggu.
Tirah baring selama 6 minggu dan sedikt demi sedikit
rawat jalan selama 6 minggu.
Tirah baring ketat selama masih ada gejala gagal
jantung dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 3 bln

* Markowitz dan Gordis, 1972


b. Eradikasi streptococcus dan pencegahan sekunder lihat tabel 3.
Tabel 3 : Jadwal yang dianjurkan untuk pengobatan dan pencegahan infeksi streptokok.
Pengobatan faringitis (pencegahan primer)
1. Penisilin benzatin G im :
a. BB < 30 kg : 600.000 900.000 U
b. BB 30 kg : 1.200.000 U
Diberikan 1 x
2. Penisilin V oral 3 4 x 250 mg (10 hari)
3. Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam
2 4 dosis (10 hari)

Pencegahan infeksi (pencegahan sekunder)


1. Penisilin benzatin G im :
a. BB < 30 kg : 600.000 900.000 U
b. BB 30 kg : 1.200.000 U
Diberikan tiap 3 4 minggu
2. Penisilin V oral 2 x 250 mg
3. Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
4 dosis
4. Sulfadiazin :
a. BB < 30 kg : 1 x 0,5 g/hari
b. BB 30 kg : 1 g/hari

Sebagai pencegahan sekunder pasien tanpa karditis diberikan propilaktis selama 5


tahun sesudah serangan terakhir, sekurang-kurangnya sampai usia 18 tahun. Pasien
dengan keterlibatan jantung dilakukan sampai usia 25 tahun.
c.

Pengobatan analgetik dan antiradang lihat tabel 4.


Tabel 4 : Obat anti radang yang dianjurkan pada demam reumatik
Manifestasi Klinis
Artralgia
Artritis
Karditis

Pengobatan
Hanya analgesik (mis : asetaminofen)
Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu dan 25
mg/kgBB/hari selama 4 6 minggu.
Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, tapering off 2
minggu; salisilat 75 mg/kgBB/hari pada minggu kedua,
dianjurkan selama 6 minggu.

15

d.

Pengobatan karditis. Digoksin umumnya diberikan pada pasien dengan karditis berat
dan jgagal jantung. Dosis lihat pada gagal jantung.

e. Pengobatan korea
Pada kasus yang berat obat yang sering digunakan adalah haloferidol dimulai dengan
dosis rendah 0,5 mg, kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam bergantung respon
klinik.

GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah
secara adekuat kejaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, walaupun
aliran darah balik masih normal.
Gagal jantung dapat dibagi menjadi :
1. Gagal jantung kanan
2. Gagal jantung kiri
Bila kedua gagal jantung tersebut terjadi bersamaan walaupun kelainan terjadi pada salah
satu ventrikel saja yang dominan disebut dengan gagal jantung kongestif. Pada penderita
penyakit jantung bawaan sekitar 90% penderita akan mengalami gagal jantung kongestif
sebelum usia 1 tahun sedangkan sisanya terjadi antara usia 1 5 tahun. Pada usia 5 15
tahun umumnya oleh karena penyakit jantung didapat.
Etiologi
Secara fungsional gagal jantung dapat disebabkan oleh :
I.
Beban
1. Beban volume yang berlebihan (volume overload)
a. Pirau kiri ke kanan (VSD, ASD, PDA)
b. Regurgitasi pada katup (insufisiensi mitral, trihuspid, aorta dan pulmonal).
c. Retensi cairan inta vaskuler (penyakit ginjal, pemberian cairan parenteral
yang berlebihan.
2. Beban tekanan (pressure overload)
a. Obstruksi (stenosis pulmonal, tricuspida aorta).
b. Peningkatan tekanan intra vaskuler (hipertensi)
3. Curah jantung yang meningkat (anemia berat, beri-beri dan tirotoksikosis).
II.

Gangguan pada miokardium


1. Gangguan inotropic
a. Proses inflamsi / infeksi miokarditis difteri
b. Kelainan metabolisme / elektrolit / hipoglikemia, hipokalsemia, hipokalemia,
diabetes militus.
2. Gangguan kronotropik
a. Takidisritmia (takikardia supra ventikuler)
b. Bradidistritmia (blok jantung komplit)

Patofisiologi
Besarnya curah jantung ditentukan oleh 4 faktor :
1. Frekuensi denyut jantung
2. Kontraktilitas otot jantung
16

3. Preload
4. Afterload
1. Frekuensi Denyut Jantung
Sesuai dengan rumus bahwa curah jantung sama dengan isi sekuncup dikalikan
dengan frekuensi jantung, maka peningkatan frekuensi jantung memperbesar curah
jantung.
2. Kontraktilitas
Aktifitas serabut jantung ditentukan oleh kwantitas penyediaan ion kalsium untuk
protein kontraksi. Drajat aktivitas miokardium sangat menentukan kontraktilitas otot
jantung atau inotropic. Perubahan kontraktilitas adalah perubahan fungsi jantung yang
tidak tergantung pada preload maupun afterload. Stimulasi inotropic berpengaruh
terhadap penampilan jantung.
3. Preload (beban diastolik)
Sesuai dengan hukum starling, maka bertambahnya volume akhir diastolik sampai titik
optimal meningkatkan curah jantung
4. Afterload
Afterload adalah tenaga yang melawan injeksi ventrikel (beban sistolik). Apabila
afterload meningkat maka isi sekuncup dan curah jantung menurun dan sebaliknya. Di
dalam klinik penilaian efektifitas untuk menurunkan afterload dengan cara mengukur
tekanan darah dan frekuensi jantung serta menilai perfusi perifer.
Manifestasi Klinis
Secara hemodinamik, gejala klinis gagal jantung dapat digolongkan menjadi :
1. Perubahan pada jantung
a. Takikardi; bayi frekuensi jantung 150 200 x/mnt, pada anak 100 150 x/mnt
dalam keadaan istirahat.
b. Irama derap (gallop rhythm)
c. Peningkatan aktifitas prekardium
d. Ekstremitas teraba dingin, pulsasi prifer melemah (penurunan capillary refill)
e. Sianosis perifer
f. Failure to thrive
2. Kongestif paru
a. Takipnea, pada bayi tampak napas cepat dan dangkal
b. Dispnea dan ortopnea
c. Ronki basah halus terutama pada kedua basal paru
d. Sianosis sentral dan batuk kronik
3. Bendungan vena sistemik
a. Hepatomegali
b. Peningkatan tekanan vena jugularis
c. Edema, dapat terlihat didaerah ekstremitas dan sekitar mata, dapat terjadi asites
dan efusi pleura.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Dada
Gagal jantung selalu dengan kardiomegali yang nyata dengan CTR > 50%
2. Elektrokardiografi (EKG)
17

Perubahan EKG pada gagal jantung tidak khas, kadang-kadang ditemukan perubahan
ST T dan perubahan gelombang P. Frekuensi QRS cepat atau disritmia, dapat
ditemukan pembesaran ruang jantung serta tanda-tanda penyakit miokarditis atau
pericardium.
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi membantu dalam menegakkan diagnosa struktural dan kelainan
hemodinamik.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah, Hb dan Hematokrit
Darah, Hb dan Hematokrit perlu diperiksa pada setiap pasien gagal jantung.
Anemia dapat menyebabkan gagal jantung atau memperburuk gagal jantung.
Analisis gas darah dan elektrolit perlu dilakukan pemeriksaan dan gula darah harus
diperiksa pada bayi dengan gagal jantung.
b. Urinalisa
Dari urin biasanya menunjukkan oliguria, albuminuria dan hematuria mikrokopis.
Penatalaksanaan
Terdapat tiga aspek penting dalam pengobatan gagal jantung yaitu :
1. Pengobatan terhadap gagal jantung
2. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari
3. Pengobatan terhadap faktor pencetus
Pengobatan Umum
1. Istirahat (posisi setengah duduk)
2. Oksigen, pemberian oksigen dapat menaikkan oksigen arteri berkisar antara 10 20%.
Pemberian oksigen harus disertai perhatian terhadap kelembabannya agar dapat
membantu mengeluarkan sekret.
3. Diet dan cairan
Penderita dengan gagal jantung sering kali pemasukan cairan dan makanan peroral
tidak memadai atau mengandung bahaya aspirasi oleh karena itu perlu dipikirkan
pemberian cairan intravena. Pemberian cairan harus dibatasi jumlahnya sekitar 75
80% dari kebutuhan rumatan.
Pada bayi dan anak diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam.
Pemakaian garam harus dibatasi sampai 0,5 gram setiap hari.
Medika Mentosa
1. Digitalis (Digoksin)
Digoksin masih banyak digunakan dalam pengobatan gagal jantung pada bayi dan
anak. Tujuannya untuk menimbulkan efek inotropik yaitu menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi ventrikel. Dosis digoksin tergantung kepada umur dan berat badan
pasien (lihat tabel 1). Separuh dosis degitilisasi diberikan sebagai dosis awal,
dilanjutkan dengan 1/4 dosis digitalisasi tiap 8 atau 12 jam setelah dosis awal. Dosis
rumatan kira kira dosis digitalisasi diberikan 2 x sehari.
Tabel 1 : Preparat & Dosis Digitalis untuk Bayi & Anak
Nama
Obat
Digoksin

Cara
Pemberian
PO

Digitoksin

IM / IV
PO

Dosis Digitalisasi

Dosis Rumat

Prematur : 0,035 mg/kg


Neonatus : 0,05 mg/kg
< 2 th : 0,05 0,07 mgkg
> 2 th : 0,03 0,05 mg/kg

25 33% dosis
digitalisasi

Ampul 0,1 mg/ml


Eliksir 0,05 mg/ml
Tablet 0,250 mg

10 20% dosis

Ampul 0,02 mg/ml

75% dosis oral


Prematur : 0,020 mg/kg

Kemasan

18

Neonatus : 0,030 mg/kg


< 2 th
: 0,035 mgkg
> 2 th
: 0,025 mg/kg
Lanatosid /
Sedilanid

IM / IV
IM / IV

seperti oral
Prematur : 0,020 mg/kg
Neonatus : 0,030 mg/kg
< 2 th
: 0,35 mgkg
> 2 th
: 0,030 mg/kg

digitalisasi

Eliksir 0,05 mg/ml


Tablet 0,10 mg

Gunakan preparat
lain

Ampul 0,02 mg/ml

2. Diuretik
Diuretik sangat bermanfaat mengurangi beban awal, tetapi tidak memperbaiki curah
jantung. Bila gagal jantung dengan beban cairannya ringan biasanya cukup dengan
menggunakan diuretik oral (lihat tabel 2) preparat dan dosis diuretika.
Tabel 2 : Preparat & Dosis Diuretik
Nama Obat
A. Natriuretik
1. Asam Elekrinik
2. Furosemid
B. Tiazid
1. Klorotiazid
2. Hidroklorotiazid
C. Antagonis
Aldosteron
Spironolakton

Cara Pemberian

Dosis

Kemasan

IV
PO
IV
PO

1 mg/kg/hari
2 3 mg/kg/hari
1 mg/kg/hari
2 mg/kg/hari

Flakon 50 mg
Tab. 25;50 mg
Ampul 10 mg/ml
Tablet 40 mg

PO
PO
PO

20 30 mg/kg/hari
2 5 mg/kg/hari
1 2 mg/kg/hari

Tablet 250;500 mg
Tablet 25;50 mg
Tablet 25 mg

3. Vasodilator
Vasodilator bermanfaat pada gagal jantung akut dan kronik. Preparat yang banyak
dipakai adalah penghambat ACE, nitrat long acting, prazosin dan hidralazin (lihat tabel
3).
Tabel 3 : Jenis & Dosis Obat Vasodilator untuk Bayi & Anak
Nama Obat
Nifedipin
Nitroprusid
Kaptopril

Enalapril
Parazosin
Hidralazin

Dosis
Bayi : 0,1 0,3 mg/kg
Anak : 0,2 0,5 mg/kg
Sublingual tiap 6 jam atau PO tiap 8 jam
0,5 3 ug/kg/menit IV
maksimal 10 ug/kg/menit
Neonatus : 0,1 0,5 mg/kg PO tiap 8 12
jam, maksimal 4 mg/kg/hari
Bayi & anak : 0,1 2 mg/kg tiap 6 12
jam, maksimal 6 mg/kg/hari
Remaja : 6,25 12,5 mg/kg PO tiap 8
12 jam, mak. 50 70 mg/dosis
Anak & remaja : 0,08 mg/kg/PO tiap 12
24 jam.
0,01 0,05 mg/kg/PO tiap 12 24 jam
0,1 0,5 mg/kg IV tiap 6 8 jam
0,25 1 mg/kg PO tiap 6 8 jam

Indikasi
AI dan / atau MI
Pirau kiri ke kanan
Curah jantung rendah paska
operasi, hipertensi pulmonal dan /
atau bendungan vena sistemik
Disfungsi ventrikel kronik AI dan
atau MI
Pirau kiri ke kanan

Disfungsi ventrikel kronik AI dan


atau MI
Disfungsi ventrikel kronik AI dan
atau MI
Disfungsi ventrikel kronik AI dan
atau MI
Pirau kiri ke kanan

19

4. Obat Inotropik, selain digitalis


Obat obatan ini dicadangkan untuk keadaan keadaan gawat dimana curah jantung
menjadi rendah. Dosis dan efek samping obat inotropik parenteral (lihat tabel 4).
OBAT
Adrenalin

DOSIS (g/kBB/menit IV)


0,05 1

Isoproterenol

0,05 0,5

Dopamin

2 20

Dobutamin

2 10

Amrinon

5 10
(sebelumnya diberikan dosis
inisial 0,75 mg/kgBB)

EFEK SAMPING
Hipotensi
Disritmia
Vasodilatsi perifer & paru
Aliran darah koroner berkurang
2 5 g/kg/menit vasokontriksi ginjal
> 20 g/kg/menit vasokontriksi
Efek langsung ginjal <
Vasodilatasi <
Takikardia <

Terapi Bedah
Secara umum terapi definitif untuk penderita dengan gagal jantung akibat penyakit jantung
bawaan adalah tindakan bedah. Tindakan bedah diperlukan lebih dini baik berupa bedah
paliatif atau kokkty.

20

BRONKIOLITIS
Sub Bagian Pulmonologi Anak RSU Ulin
Dr. Meriah Sembiring, Sp.A

Definisi
Bronkiolitis adalah peradangan akut jaringan interstisial paru yang mengakibatkan
obstruksi saluran nafas kecil. Penyakit ini terjadi pada anak usia dua tahun pertama
kehidupan dengan puncak insidennya pada usia kira-kira 6 bulan; dan di berbagai daerah
penyakit ini memerlukan perawatan di Rumah Sakit.
Etiologi
Bronkiolitis akut sebagian besar disebabkan oleh respiratory synctyal virus (50 90%)
dan lainnya oleh para influensa virus.

c.

b.
1.
3.
4.
5.

Gejala Klinis
Pada awal perjalanan penyakit terdapat riwayat infeksi saluran bagian atas disertai
kenaikan suhu tubuh subfebril. Perkembangan kegawatan nafas terjadi secara bertahap,
anak mulai sesak makin lama makin berat, pernapasan cepat dan dangkal disertai batuk.
Gejala lain anak menjadi gelisah, pernapasan cuping hidung, sianosis disekitar mulut dan
hidung dan kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Secara klinis dapat diklasifikasikan :
a.
Ringan
Oksigenasi baik, respirasi rate kurang 40 x/menit, anak / bayi masih dapat makan
dengan baik.
b.
Sedang
Respirasi rate 40 70 x/menit, sianosis ringan bayi/anak mulai sukar untuk makan /
minum.
Berat
Respirasi rate lebih 70 x/menit, sianosis berat dan anak/bayi tidak mampu lagi untuk
makan / minum.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan darah lengkap dan darah putih dalam batas normal.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto thotak anterior posterior (AP) / lateral akan beberapa
kemungkinan didapatkan :
Hiperinfasi dan bercak bercak infiktrat
2.
Udara yang terperangkap
Diafragma yang datar
Atelektasis fokal
Meningkatnya diameter antero pasterior
21

6.

Peribronchial cuffring
Diagnosa
Diagnosa pada bronkiolitis didasarkan atas gejala dan adanya temuan klinis dan
pemeriksaaan penunjang.

1.
3.

7.

Penatalaksanaan
Pemberian zat asam
2.
IVFD dekstrosa 5% NaCl 0,225 + Kcl 10 meq / 500 cairan diberikan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
Air way Clear
4.
Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit
5.
Steroid : dexametason 0,5 mg / KgBB dengan dosis 34 x sehari.
6.
Inhalasi dengan normal saline dan betaagonis untuk memperbaiki transpor
mukosilier.
Pemberian antibiotik dilakukan bila ada indikasi

22

TUBERKULOSIS (TBC)
Difinisi
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobacterium tubercolusis (dapat
mengenai hampir seluruh organ tubuh) dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
infeksi primer. Tuberkulosisa terutama menyerang penduduk usia produktif (dewasa
muda) namun biasanya infeksi ini pertama sekali terjadi pada saat mereka masih anakanak (infeksi primer) dan mengenai paru-paru. Anak-anak sangat rentan mengingat daya
tahan tubuh mereka yang belum sempurna.
Patogenesis
Inhalasi Basil TB

Alveolus

Fagositosis oleh makrofag

Basil TB berkembangbiak

Destruksi Basil TB

Distruksi Makrofag

Resolusi

Pembentukan Tuberkel

Kelenjar Limpe

Kalsifikasi

Perkijuan

Penyebaran Hematogen

Kompleks Glon

Pecah

Lesi Sekunder Paru

Gambaran Klinis TBC Anak


Setelah infeksi TBC dengan masa inkubasi sekitar 2 10 minggu dimana reaksi tuberkulin
akan menjadi positif. Manifestasi klinis sangat tergantung pada jumlah basil TBC,
virulensinya, umur pasien dan kerentanan saat infeksi. Gejala umum / tanda-tanda yang
dicurigai adanya infkesi TB pada anak antara lain berupa : berat badan turun tanpa sebab
23

yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dalam penanganan gizi, anoreksia (sulit makan),
dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive),
demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai keringat malam,
pembesaran kelanjar getah bening yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari, diare
menetap yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Gejala spesifik antara lain : TBC
kulit, TBC tulang dan sendi, TBC otak, TBC syaraf dan TBC mata.

Diagnosis
Petunjuk diagnosis TB dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1
ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN TB ANAK
Hal-hal yang mencurigakan TB :
1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB yang BTA positif
2. Tes tuberkulin yang positif (> 10mm)
3. Gambaran foto rontgen sugestif TB
4. Terdapat reaksi kemerahan cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan
BCG
5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu
6. Sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas
7. Berat nadan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun
sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive)
8. Gejala-gejala klinis spesifik (pada kelanjar limfe, otak, tulang dll)
9.
Bila > 3 Positif

Dianggap TB

Bari OAT
Observasi 2 Bulan

Membaik

TB

OAT diteruskan
PERJATIAN :
Bila terdapat tanda-tanda bahaya seperti
Kejang
Kesadaran menurun
Kaku kuduk
Benjolan dipunggung
Dan kegawatan lain
- Segera rujuk ke Rumah Sakit

Memburuk / Tetap

Bukan TB

TB Kebal Obat (MDR)

Rujukan ke RS
Pemeriksaan lanjutan di RS :
- Gejala klinis
- Uji tuberkulin
- Foto rontgen paru
- Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
- Pemeriksaan patologi anatomi
Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai
dengan prosedur di RS yang bersangkutan.

24

Penatalaksanaan :
Rezimen penatalaksanaan TB paru adalah kombinasi INH dan RIF selama 6 bulan
dengan PZA dalam 2 bulan pertama. Pengobatan ini terdiri dari 2 fase :
1. Fase intensif, kombinasi 3 obat selama 2 bulan
2. Fase kontinue selama 4 bulan dengan 2 macam obat (INH dan RIF). Pada TB berat
(meningitis Tb milier, TB tulang) diberikan 4 kombinasi obat tuberkulosis (INH,
riphanfisin, streptomisin, etambutol dan PZA), sedangkan INH dan ripamfisin diberikan
sampai 12 bulan.
Jenis dan dosis obat TB dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2
JENIS DAN DOSIS OBAT TB ANAK
Jenis Obat
Isoniasid
Rifampisin
Pirasinamid

BB 5 10 Kg
50 mg
75 mg
< 5 kg
5 10 kg
100 mg
200 mg

BB 10 20 Kg
100 mg
150 mg
400 mg

BB 20 33 Kg
200 mg
300 mg
800 mg

Catatan :
Pendetita yang berat badannya kurang dari 5 kg harus dirujuk
Pemberian kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien TB tertentu, seperti :
- TBC milier
- TBC meningitis
- TBC endobronkial
- TBC pleuritis
- TBC perikarditis
- TBC peritonitis
Dosis prednison 1 2 mg/kg BB/hari selama 1 3 bulan
Kemoprefilaksis
1. Profilaksis primer :
Ada riwayat kontak dengan penderita TB dewasa dengan BTA yang positip; tapi belum
terinfeksi (uji tuberkulin negatif) obat INH 5 10 mg/kg BB/3 bulan.
2. Propilaksis skunder :
Diberikan pada anak dengan uji tuberkulin positif dan tanpa gejala klinis, dan foto paru
normal dan mempunyai resiko Tb aktif seperti anak usia dibawah 5 tahun, menderita
penyakit infeksi (morbili + varisella) mendapat obat imunosupresip (sitostatika, steroid),
25

usia akhir balik dan infeksi HIV. Obat diberikan INH 5 10mg/kgBB/hari selama 6 12
bulan.
Penghentian pengobatan TB
1. Bila sudah 6 bulan evaluasi membaik, berupa :
a. Batuk menghilang
b. Klinis membaik
c. Berat badan meningkat
d. Foto torax membaik
e. Penurunan LED
2. Bila setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, kemungkinan :
a. Kepatuhan minum obat yang kurang
b. MDR
c. Obat diganti
d. Diagnosis bukan TBC

26

PNEUMONIA
Defenisi
Pneumonia adalah radang parenkim paru dimana asinus berisi cairan dan sel radang,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam rongga interstitium. Terjadinya
pneumonia pada anak sering kali terjadi bersamaan dengan infeksi akut pada bronkus.
Secara anatomis pneumoni dapat diklasifikasikan sebagai pneumoni lobaris, pneumoni
intersisialis (bronkiolitis) dan pneumoni lobularis (bronkopnemonia).
Etiologi & kekerapannya menurut umur
Egen (Penyebab)
Bakteri
Virus
Mikoplasma
Klamidea
Pneumokestis
Tuberkulosa
Fungus

< 2 minggu
+++++
++
+

Kelompok Umur
2 minggu 3 bulan
4 bulan 5 tahun
++
++
++++
++++
+
+++
++
+
-

6 18 tahun
+
+++
++++
+
-

Keterangan :
+++++ = paling sering
Gejala Klinis
Secara umum gejala dan tanda pnemoni dapat dikelompokkan menjadi :
1. Manifestasi non spesifik berupa infeksi saluran napas bagian atas, panas tinggi 39
40 C, kadang-kadang sampai kejang, sakit kepala, gelisah dan keluhan gastro
intestinal.
2. Gejala saluran napas bawah ialah sesak napas, air hunger, takipne, merintih, napas
cuping hidung, batuk dan sianosis.
3. Tanda pneumonia ialah pekak perkusi, fremitus melemah, suara napas lemah, dan
rongki halus pada auskultasi.
4. Retraksi (chest indrawing) bersama dengan peningkatan frekuensi napas
merupakan tanda klinik pneumoni yang bermakna.
Pemeriksaan Penunjang
Darah, menunjukkan lekositosis dengan dominasi PMN ( 15.000 40.000/mm 3 ) dengan
pergerakan ke kiri.
Radiologis dapat ditemukan bercak bercak infiltrat tersebar satu atau beberapa lobus
paru.
27

Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi atau
sebagai dasar terapi yang optimal Untuk menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan,
WHO membagi pnemoni atas :
1. Pneumonia sangat berat
Bila dijumpai sianotik sentral dan anak tidak sanggup minum sehingga harus dirawat di
Rumah Sakit.
2. Pneumonia berat
Bila dijumpai adanya retraksi tanpa sianosis dan anak masih sanggup minum.
3. Pneumonia
Bila tidak ada retraksi tetapi ditemukan napas cepat dengan kreteria sbb :
- lebih 60 x / menit untuk bayi umur kurang dari 2 bulan
- lebih 50 x / menit untuk anak umur lebih dari 2 bulan sampai 1 tahun
- lebih 40 x / menit untuk anak umur 1 tahun sampai 5 tahun.
Pada kasus yang terakhir ini tidak perlu dirawat cukup diberi antibiotik oral.
Penatalaksanaan
Pada penderita yang dirawat, penatalaksanaan dibagi atas, penatalaksanaan umum dan
pengobatan kausal.
A. Penatalaksanaan Umum
- Pemberian oksigen
- Pemberian cairan, yang digunakan glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam
perbandingan 3 : 1 ditambah larutan Kcl 10 meq dalam 500 ml cairan infus. Jumlah
cairan sesuai rumus Darrow.
- Koreksi metabolik asidosis dengan rumus kebutuhan Na H CO 3 = 0,3 x BB x base
excess.
- Bila sesak sangat berat dapat diberikan dexametason 0,5 mg dalam 3 x pemberian
secara intra venus.
B. Pengobatan causal
Dalam pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan hasil kultur dan uji kepekaan akan
tetapi tidak dapat dilakukan karena belum tersedianya fasilitas dan membutuhkan
waktu yang lama, maka dalam prakteknya diberikan secara empiris dan polipragmasi.
Kobinasi antibiotik yang dipakai adalah ampicilin 100 mg/kgBB/hari dan klorampenikol
100 mg/kgBB/hari atau kombinasi ampisilin dan gentamisin dengan dosis 5 7
mg/kgBB/hari selama 7 10 hari.

28

ASMA
Defenisi
Asma adalah penyakit saluran napas dengan karakteristik berupa peningkatan reaktivitas
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan menifestasi klinik berupa
penyempitan saluran napas yang menyeluruh dengan derajat penyempitan sangat
bervariasi, manifestasi kliniknyapun dapat hilang secara spontan atau akibat pengobatan.
Etiologi
Sampai saat ini tidak diketahui penyebab asma.
Faktor faktor pencetus atau trigger terjadinya asma adalah :
1. Alergen
2. IRITAN (asap rokok, polusi udara, bau bauan yang merangsang, asap, dll)
3. Infeksi saluran napas
4. Faktor fisik (exercise, udara dingin)
5. Perubahan cuaca
6. Makanan dan food additives (pengawet, penyedap dan pewarna makanan)
7. Emosi (stres)
8. Obat obatan
9. Bahan bahan di lingkungan kerja
Gejala klinis
Pada anak sering menyebabkan timbul episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada
tertekan, batuk, khususnya pada malam atau dinihari. Gejala dan serangn asma biasanya
timbul bila pasien terpapar dengan faktor pencetus (trigger) sangat beragam dan bersifat
individual.
Diagnosa
A. Anamesis
Umumnya diagnosa asma tidak sulit, terutama bila ditemukan gejala klasik asma yaitu
batuk, sesak napas dan mengi yang timbul secara tiba tiba dan dapat hilang secara
spontan / pengobatan. Adanya riwayat asma / riwayat alergi dan faktor pencetus.
B. Pemeriksaan fisik
29

Dalam keadaan serangan tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan


dan denyut nadi meningkat. Mengi (Wheezing) sering terdengar tanpa stetoskop. Bunyi
pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi memanjang.
C. Pemeriksaan radiologi
Pada foto dada akan nampak corakan paru yang meningkat. Hyperinflasi terdapat
pada serangan akut dan kronik. Atelektasis kadang kadang dapat ditemukan.
D. Laboratorium
1. Darah
Analisa gas darah dapat menggambarkan derajat serangan asma dan darah tepi
sering dijumpai eosinofil yang meningkat.
2. Seputum
Untuk melihat adanya karbot leyden, spiral chruschman.
E. Pemeriksaan spirometri
Spirometri digunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Peningkatan FEV1 atau FCV
lebih 20% menunjukkan diagnosis asma.

D. PENILAIAN DERAJAT SERANGAN ASMA (EKSASERBASI) PN ASMA ANAK


Parameter klinis,
paru, laboratorium
Frekuensi nadi

fungsi

Ringan

Sedang

Berat

Ancaman, henti nafas

Normal

Takikardi

Takikardi

Bradikardi

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak sadar :


Usia
Frekuensi nadi normal
2 12 bulan
< 160 / menit
1 2 tahun
< 120 / menit
3 8 tahun
< 110 / menit
Pulsus Paradoksus
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada, tanda kelelahan
(pemeriksaannya tidak
< 10 mmHg 10 20
> 20
otot resipratorik
praktis)
mmHg
mmHg
PEFR atau FEV1
(% nilai
% nilai
- Pra bronkodilator
dugaan/
terbaik)
< 40 %
> 60 %
40 60 % < 60 %
- Pasca bronkodilator
> 80 %
60 80 % Respons
< 2 jam

30

DIAGNOSIS ASMA ANAK

Alur Diagnosis Asma Anak


Batuk dan/wheezing

31

Riwayat Penyakit
Pemeriksaan Fisis, Uji Tuberkulin

Tidak jelas asma :


Timbul masa neonatus
Gagal tumbuh
Infeksi kronik
Muntah/tersedak
Kelainan fokal paru
Kelainan sistem kardiovaskuler

Patut diduga asma :


Episodik dan/atau kronik
Nokturnal/morning dip
Musiman
Pajanan terhadap pencetus
Riwayat atopi pasien/keluarga

Periksa peak flow meter atau spirometer


untuk menilai :
Reversibilitas ( 15 %)
Variabilitas ( 15 %)
Tidak berhasil

Berikan bronkodilator

Pertimbangkan :
Foto Ro toraks & sinus
Uji faal paru
Uji respons terhadap bronkodilator
dan steroid sistemik 5 hari
Uji provokasi bronkus
Uji keringat
Uji imunologis
Pemeriksaan motilitas silia
Pemeriksaan refluks GE

Berhasil

Diagnosis kerja : asma

Berikan obat anti asma :


Tidak berhasil nilai ulang
diagnosis dan ketaatan
berobat

Tidak mendukung
diagnosis lain

Mendukung
diagnosis lain

Diagnosis & pengobatan penyakit lain

Pertimbangan asma
Disertai penyakit lain

Bukan
asma

32

Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak


Klinik/Unit Gawat Darurat

Nilai derajat serangan (1)


Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
Nebulisasi ketiga + antikoligernik
Jika serangan berat, nebulisasi agonis + antikoligenik

Serangan ringan
(nebulisasi 1x, respon baik)
Observasi 1 jam
Jika efek bertahan, boleh pulang
Jika gejala timbul lagi perlakukan
sebagai serangan sedang

Serangan berat
Serangan sedang
(nebulisasi 3x, respon buruk)
(nebulisasi 2x, respon parsial)
Sejak awal berikan oksigen saat/ diluar jalur nebulisasi
Berikan oksigen
Pasang
Nilai kembali derajat serangan,
jikajalur parenteral
Steroid intravena
sesuai dengan serangan sedang,
Nilai ulang klinisnya, jika sesuai
observasi di Ruang Rawat Sehari
dengan serangan berat, rawat di
Berikan steroid oral
Ruang Rawat Inap
Pasang jalur parenteral
Foto rontgen toraks

Boleh pulang
Bekali obat agonis
(hirupan/oral)
Jika sudah ada obat
pengendali,
terusakan
Jika infeksi virus
sebagai
pencetus, dapat
diberi steroid
oral (3-5 hari)
Dalam 24-48 jam
kontrol ke klinik
R. Jalan, untuk
reevaluasi

33

Ruang Rawat Sehari


/observasi
Oksigen teruskan
Steroid oral dilanjutkan
Nebulisasi tiap 2 jam
Bila dalam 12 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang, tetapi
jika klinis tetap belum membaik
atau memburuk

Ruang Rawat Inap


Oksigen teruskan
Atasi dehidarsi dan asidosis
jika ada
Steroid IV tiap 6-8 jam
Nebulisasi tiap 1-2 jam
Aminofilin IV awal, lanjutkan
rumatan
Jika membaik dalam 4-6 x
nebulisasi
Jika dalam 24 jam perbaikan
klinis
stabil, boleh pulang
Jika dengan steroid dan
aminofilin
parenteral tidak membaik,
bahkan
timbul ancaman henti nafas,
alih rawat
ke Ruang Rawat Intensif

Catatan :
Jika menurut penilaian serangannya berat,
nebulasasi pertama kali langsung dengan agonis
+ antikoligernik
Bila terdapat tanda ancaman henti nafas segera ke
Ruang Rawat Intensif
Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti
dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali
maksimal 0,3 ml/kali
Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2Alur Tatalaksana Asma Anak Jangka Panjang
4 L/menit diberikan

Obat pereda : -agonis atau teofilin


(hirupan atau oral) bila perlu

Asma Episodik Jarang


4-6 minggu

> 3 x dosis/minggu

Asma Episodik Sering

> 3 x dosis/minggu

Tambahkan obat pengendali :


Steroid hirupan dosis rendah
6-8 minggu, respons :

Asma Persiten

Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat :


-agonis kerja panjang (LABA)
Teofilin lepas lambat
Antileukotrien
Atau dosis steroid hirupan ditingkatkan (medium)

6-8 minggu, respons :

6-8 minggu,
respons :

Steroid dosis medium ditambahkan salah


satu obat :
-agonis kerja panjang (LABA)
Teofilin lepas lambat
Antileukotrien
Atau dosis steroid hirupan ditingkatkan
(tinggi)

34

Obat diganti steroid oral


Penatalaksanaan
1. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan facemask ( 4 liter / menit ) atau lewat hidung 2 l/m.
2. Lakukan nebulisasi salbutamol 2,5 mg dicampur dengan NaCl fisiologis sebanyak 2 ml
selama 5 10 menit dapat diulang sebanyak 3 x dengan interval 20 menit. Bila tidak
ada nebulizer dapat diberikan adrenalin 1 : 1.000 sebanyak 0,01 ml/kgBB/x subkutan
dapat diulang sebanyak 3 x dengan interval 20 menit dengan dosis maksimal 0,3 ml.
3. Bila dengan langkah 2 mengalami perbaikan maka penderita dapat diberikan
bronkodilator secara oral (golongan beta agonis) antara lain salbutamol : 0,08 0,15
mg/kgBB/x, 4 x/hari atau golongan santin seperti tiofilin : 3 4 mg/kgBB/hari.
4. Bila pada langkah 2 gagal / tidak ada perbaikan maka pasien dianggap sebagai
serangan asma berat (status asmatikus).
5. Pemberian aminopilin secara parenteral dengan dosis inisial 4 6 mg/kgBB dilarutkan
dalam glukosa atau cairan rumatan 20 ml dengan kecepatan 2 ml/menit, bila telah
mendapat aminopilin 6 8 jam sebelumnya maka dosis inisial diberikan hanya
sebesar 50% dari dosis inisial, dilanjutkan pemberian aminoplin rumatan dengan dosis
0,8 -1,2 mg/kgBB/jam.
6. Jika ada dehidrasi hendaknya dilakukan rehidrasi dengan cairan kristaloid
7. Untuk memperbaiki keseimbangan asam basa secara blind diberikan 7,5% Na
bikarborat dengan dosis 1 meg/kgBB secara intravena perlahan lahan.
8. Hidrokortison sebanyak 2 3 mg/kgBB diberikan secara intravena.
9. Bila tidak ada tanda tanda perbaikan maka perlu dilakukan intubasi dan pemakaian
ventilator.

35

dr. Ari Yunanto, Sp.A(K)

NEONATOLOGI
PEMERIKSAAN BAYI BARU LAHIR
Pemeriksaan bayi
1.
Pemeriksaan dilakukan dalam lingkungan yang hangat, dibawah lampu sorot yang
terang
2. Bila terdapat tanda-tanda kegawatan, lakukan penanganan segera dan keadaan bayi
distabilkan
3. Jika bayi memerlukan infus dan pemberian obat-obatan, timbang bayi segera dan
tentukan kebutuhan cairan dan dosis obat sesuai dengan berat badan bayi
4.
Hindari manipulasi bayi bayi sakit atau bayi kecil secara berlebihan.
Tanda-tanda kegawatan dan penanganan segera
Tanda-tanda kegawatan
Bayi tidak bernapas,atau megap-megap, atau
frekuensi napas dibawah 20 x/menit

Penanganan segera
Resusitasi

36

Perdarahan

Atasi perdarahan yang terlihat, apabila memungkinkan


(seperti : perdarahan dari umbilicus segera ikat
kembali pangkal umbilicus)
Vitamin K-1 (pitomenadion) 1 mg i.m./i.v.
Ambil sampel darah
Penanganan perdarahan.

Syok

Bila disebabkan karena perdarahan :


- Infus NaCl 0,9 % atau RL 10 ml/kgbb dalam
10 menit
- Dapat diteruskan selama 20 menit bila syok
belum teratasi
- Teruskan dengan infus D-10% sesuai
kebutuhan
Bila disebabkan bukan karena perdarahan
- Naikkan tetesan infus, dengan 20 ml/kgbb
dalam
1 jam, kemudian berikan infus sesuai dengan
kebutuhan
Hindari hipotermi
Penanganan sepsis

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir


Pemeriksaan dilakukan apabila tidak terdapat tanda-tanda kegawatan, apabila timbul
tanda-tanda kegawatan selama pemeriksaan, tindakan pemeriksaan segera dihentikan
dan dilakukan penanganan kegawatan.
- Pemeriksaan dilakukan dibawah lampu pemanas dan dengan cahaya yang terang
- Apabila memungkinkkan, izinkan ibu/ayah bayi dapat hadir selama pemeriksaan
- Pemeriksaan bayi dalam keadaan telanjang
- Apabila belum ditimbang, timbang bayi sebelum melakukan pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan
Warna kulit

Keadaan normal
Merah muda

Kelainan yang ada


Pucat

Manajemen
Periksa Hb, jika Hb < 8 g
% dan Ht < 24 %,
transfusi
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut

Ikterus
Sianosis sentral (kebiruan
pada bibir dan lidah ;
catatan : setiap keadaan
dengan kebiruan pada
bibir dan lidah

Terapi sinar atau


Transfusi
tukar (penanganan
ikterus)
Beri oksigen dengan
konsentrasi tinggi
37

merupakan keadaan
yang
serius)

Tentukan penyebab dan


penanganan lebih lanjut

30 60 x/menit
(Menghitung napas
dilakukan dalam 1
menit,bila > 60
/menit,diulang 1 kali
lagi)

Frekuensi < 30 atau > 60


x/menit
Merintih
Chest indrawing

Beri oksigen dengan


konsentrasi sedang
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut

Apne, atau frekuensi


napas < 20 x/menit

Resusitasi

Frekuensi denyut
jantung

100 160 x/menit

< 100 x/menit atau


>160x/menit

Tentukan penyebab
adanya kelainan denyut
jantung ,seperti : hipo/hipertermi,
perdarahan, gangguan
pernapasan dan lain-lain

Suhu tubuh

36,5 O C 37,5 O C

< 36,5 O C

Hangatkan, penanganan
hipo/hipertermi

> 37,5 O C

Penanganan
hipo/hipertermia

Tangan mengepal terusme


nerus,menggenggam
erat.
Epistotonus, leher kaku

Tentukan penyebab,
pertimbangkan : tetanus,
meningitis, kerusakan otak akibat
asfiksia.
Bila terdapat UUB
cembung
segera terapi sesuai
dengan
meningitis.

Frekuensi
pernapasan

Postur dan
pergerakan

Kepalan tangan
menggenggam, lengan aduksi
dan
fleksi, lutut fleksi (Pada
prematur, posisi
ekstremitas : ekstensi)
Pergerakan spontan,
simetris
mudah kaget.

Kejang, spasme

Postur / gerakan
menurun atau asimetri
Jitteriness (gerakan cepat
dan berulang biasanya
hilang dengan sentuhan,
pemberian minum, atau
kaki difleksikan)

Tonus otot dan


kepekaan

Tonus otot kuat,


genggaman
tangan kuat.
Tingkat kepekaan
sesuai.

Tonus otot lemah /


lunglai,
tidak mudah bangun,
tidak
peka / letargi. Tidak sadar

Tentukan penyebab,
adanya
trauma lahir,evaluasi luka
Selama pemeriksaan,
cari apakah ada / tidak
ada tanda-tanda spesifik.
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut.
Selama pemeriksaan cari
apa
kah ada / tidak ada
tanda-tanda spesifik.
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut

Iritabel
Kulit

Teraba hangat tanpa


kelainan yang nyata

Kemerahan atau
peradangan
kulit, pustula, melepuh.
Goresan atau aberasi
Robekan atau luka
sayatan
Memar sesuai dengan

Tentukan penyebab
kelainan
kulit dan penanganan
lebih
lanjut.
Tidak usah terapi,memar
38

Tali pusat

Warna
keputihputihan, terdapat 2 arteri dan 1
vena.

pre
sentasi bayi (contoh :
muka
pada presentasi muka)

a
kan hilang dalam
beberapa hari

Perdarahan tali pusat

Ikat kembali dengan erat


Bila masih terjadi
perdarahan
tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut.

Merah,bengkak, keluar
pus
berbau busuk.
Mata

Sklera
jernih,
pembuluh darah kecil
saling menyilang,
konjungtiva jernih

Perdarahan
subkonjungtiva
Keluar pus dari mata,
kelo
pak mata bengkak

Kepala dan wajah

Proporsi
normal
dengan tubuh, lingkar
kepala bayi aterm normal 32 38
cm.

Hidrosefalus

Tentukan penyebab dan


penanganan lebih lanjut.
Tidak usah terapi,akan
meng
hilang
dengan
sendirinya
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut
Konsultasi dengan Bag.
Bedah Syaraf.

UUB cekung
Penanganan dehidrasi
UUB cembung
Benjolan di kepala

Evaluasi & penanganan


unTuk meningitis
Riwayat trauma lahir.
Kaput susedaneum &
sefal hema
tom, tidak perlu terapi

Mulut dan hidung

Bibir dan palatum


bentuk
lengkap, dan utuh.
Lidah dan mukosa
mulut keMerahan dan basah

Labio/gnato/palato
skisis

Penanganan
pemberian mi
num.

Sianosis sentral

Oksigen konsentrasi
tinggi
Tentukan penyebab dan
penganan lebih lanjut

Thrush
Kering (disertai tandatanda
dehidrasi lainnya)

&

Olesi dengan Gentian


violet 0,5 % 4 kali sehari.
Penanganan dehidrasi

39

Abdomen, punggung,
Genital dan anus

Abdomen : lunak dan


sime
tris

Distensi abdomen

Tentukan penyebab dan


penanganan lebih lanjut

Gastroskisis & omfalokel

Punggung : lurus tanpa


deviasi
Genital : bedakan
genital laki-laki dan
wanita.
Laki-laki : perhatikan
ruge
skrotum,testis.
Wanita : labium mayus
menu
tup labium minus.

Spina bifida
Meningomielokel

Bayi dipuasakan
Pasang infus intravena
Tutup organ yang
menonjol
dengan kasa steril &
basah
Konsultasi Bag. Bedah

Hidrokel/hernia,
Hipospadia
Ambigus genital

Konsultasi Bag. Bedah


Syaraf

Anus imperforatus

Konsultasi Bag. Bedah


Konsultasi Bag. Bedah

Anus : lubang anus


Ekstremitas

Pergerakan sendi
penuh, pergerakan
simetris

Pergerakan dan posisi


abnor
mal. Pergerakan
asimetris
Nyeri perabaan

Evaluasi untuk riwayat


trauma lahir

Berat lahir

2.500 4.000 gram

< 2.500 gram

Penanganan masalah
bayibayi kecil

> 4.000 gram


Antisipasi pencegahan &
pe
nanganan hipoglikemia
Suhu aksiler

36,5 O C - 37,5 O C

< 36,5 O C

Penanganan hipo / hiper


termi

> 37,5 O C
Minum

Ekskrisi

Siap
untuk
minum
segera setelah lahir, dan minum
beberapa kali selama hari
perta
ma kehidupan.
Regurgitasi (gumoh)
dalam
jumlah kecil sesudah
minum
masih dalam batas
normal.
Diuresis : diuresis
terjadi segera setelah
lahir,tetapi melam-bat
sampai hari kedua.
Diuresis sering sesuai

Minum kurang sejak lahir


Malas minum
Batuk-batuk selama
minum

Tentukan penyebab
kesulitan minum

Muntah semua yang dimi

num.
Muntah dilapisi darah

Tentukan penyebab
muntah

Pengeluaran urin
menurun
kurang dari 6 kali atau
volu
menya < 1 ml/kgbb/jam

Penanganan dehidrasi

40

minum,warna keku ningan.


Tinja : Keluarnya
mekoneum
pada hari pertama
kehidupan
menjadi sering sesuai
makin
banyak minum

Frekuensi > 10 x, berak


cair
> 24 jam feses tidak
keluar

Penanganan dehidrasi
dan
tentukan penyebab diare
Nila dan tangani anus
imper
foratus

RESUSITASI NEONATUS
Prinsip dasar :
A. Air way
B. Breathing
C. Circulation

Jalan napas (memposisikan & membersihkan)


Pernapasan. (merangsang pernapasan)
Sirkulasi
(kompresi dada dan ventilasi tekanan positip)

Pada saat lahir,periksa dan nilai keadaan bayi berdasarkan 5 pertanyaan berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Bersih dari mekoneum ?


Bernapas atau menangis ?
Tonus otot baik ?
Warna kulit kemerahan ?
Cukup bulan ?
41

Bila jawabannya :
YA

---------------------------------> PERAWATAN RUTIN


* Memberi kehangatan
* Membersihkan jalan napas
* Mengeringkan

TIDAK (satu atau lebih) ---------------> LANGKAH AWAL

Memberikan kehangatan
Posisikan kepala, bersihkan jalan napas ^ (bila perlu)
Keringkan, rangsang, posisikan lagi
Beri oksigen (bila perlu)

Setelah 30 detik, evaluasi pernapasan, frekuensi jantung, warna kulit


Bila : bayi bernapas spontan,
frekuensi jantung > 100 kali/menit
warna kulit kemerahan
Bila : bayi tidak bernapas/megap-megap,
frekuensi jantung < 60 kali/menit

} ------------> PERAWATAN
SUPORTIF
} ------------> Ventilasi Tekanan
Positif ^(VTP)

Setelah 30 detik
Bila : bayi bernapas spontan
frekuensi jantung > 100 kali/menit
kulit kemerahan
Bila : frekuensi jantung < 60 kali/menit

} -------------> PERAWATAN
LANJUT
-------------> VTP^
Kompresi dada

Setelah 30 detik
Bila : frekuensi jantung > 60 kali/menit

-------------> VTP

Bila : frekuensi jantung < 60 kali/menit

-------------> Epinefrin

^ Pada beberapa keadaan pertimbangkan penggunaan ET

TERDAPAT MEKONEUM ?
- Tidak ------------------------------------>

Teruskan melakukan langkah awal :


Bersihkan jalan napas
Keringkan,rangsang pernapasan,
posisikan lagi
42

Berikan oksigen (bila diperlukan)


-Ya

------------> Lakukan penghisapan mulut,hidung, setelah kepala lahir


sebelum melahirkan bahu.

Bayi bugar ?

Ya --------------->
Tidak ------------->

Teruskan melakukan langkah awal


Lakukan penghisapan mulut & trakea
Teruskan melakukan langkah awal

CATATAN
Nilai Apgar tidak digunakan untuk menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi,tetapi
dicantumkan untuk keterangan keadaan bayi dan keberhasilan tindakan resusitasi. Yang
digunakan adalah 3 tanda
utama yang merupakan bagian dari Nilai Apgar,yaitu : PERNAPASAN, FREKUENSI
JANTUNG & WARNA KULIT.

43

SEPSIS NEONATAL
A. BATASAN
Sepsis neonatal adalah kumpulan gejala klinis dari kelainan sistemis yang disebabkan
oleh karena adanya bakteriemia yang terjadi pada masa neonatal.
B. DASAR DIAGNOSTIK
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keadaan umum : menurun (not doing well), malas minum (poor


feeding),hiper/hipotermia, edema, sklerema.
Sistem susunan saraf pusat : hipotonia, irritable, high pitch cry, kejang, letargi,
tremor, fontanela cembung.
Sistem saluran pernapasan : pernapasan tidak teratur, napas cepat (> 60
kali/menit), apne, dispne, sianosis.
Sistem kardiovaskuler : takikardia (> 160 kali/menit), bradi kardia (< 100 kali/menit),
akral dingin, syok.
Sistem saluran cerna : retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah, kembung.
Sistem hematologi : kuning, pucat, splenomegali, petekie, purpura, perdarahan.

C. Kriteria diagnostik
1. Possible/suspect sepsis
2. Probable sepsis
3. Proven sepsis

: bila terdapat 3 gejala klinik dari 6 kelompok diatas.


: bila terdapat 3 gejala klinik dan adanya kelainan
laboratoris.
: bila terdapat 3 gejala klinik dan kultur darah yang
positif.

D. Manifestasi klinis
1. Early onset (dini)

: terjadi 5 hari pertama pasca lahir, dengan gejala klinis yang


timbulnya mendadak, serta gejala sistemik yang berat,
terutama mengenai sistem saluran pernapasan, progresif,
akhirnya syok.
44

2. Late onset

(lambat)

3. Nosocomial infection

: timbul setelah umur 5 hari, dengan manifestasi klinis sering


disertai adanya kelainan sistem susunan saraf pusat.
: yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa risiko infeksi,
yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG (SEPTIC WORK-UP)


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Darah , urin, feses, rutin lengkap


Serum CRP
Pungsi lumbal, dengan analisa cairan serebrospinal
Foto Toraks
Kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi)
Pemeriksaan lain sesuai indikasi, seperti : bilirubin, analisis gas darah, foto
abdomen, USG kepala dan lain-lain.
C. TERAPI
D.1. ANTIBIOTIKA
1. Neonatus dengan risiko infeksi, tanpa gejala klinis.
- ketuban pecah dini (lebih dari 12 jam)
- air ketuban berwarna hijau, atau keruh, atau berbau
- partus kasep
- ibu febris atau infeksi (korioamnionitis)
- bayi dengan gejala distress respirasi
- bayi dengan tindakan resusitasi yang agresif
- bayi yang menderita luka pada kulit atau mukosa, selama persalinan
Diberikan antibiotik profilaksis :
- Prokain penisilin 50.000 UI i.m. 1 kali sehari
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari i.v. dalam 2 dosis.
Apabila air ketuban keruh/berbau, ditambah aminoglikosida 7,50 mg/kgbb/hari i.v.
dalam 2 dosis.
2.

Neonatus dengan possible sepsis


Diberikan antibiotika :
a.
Kombinasi ampisilin 200 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis
(umur <7hari), dalam 3 dosis (>7 hari), dengan aminoglikosida 7,50 mg/kgbb/hari
dalam 2 dosis.
b. Meropenem 30 40 mg/kgbb/hari terbagi dalam 3 dosis

D.2. PENGOBATAN SUPORTIF


Termoregulasi
Terapi oksigen / ventilasi mekanik
Terapi / penanganan syok
Koreksi asidosis metabolik
Terapi hipoglikemik / hiperglikemik
Transfusi darah / komponen darah
Terapi kejang
Nutrisi
Vit. K 1 5 hari sekali
Tranfusi tukar
45

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)


A. BATASAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR), adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir
kurang atau sama dengan 2.500 gram
Terbagi atas
a.
Bayi prematur(preterm), yaitu bayibayi dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu
b. Bayi dismatur (small for gestational age/intra uterine growth retardation), yaitu bayi
dengan berat badan lahir kurang dari persentil ke 10 grafik pertumbuhan janin dalam
uterus.
B. ANAMNESIS
1. Riwayat menstruasi
2.
Riwayat pemeriksaan USG antenatal
3.
Etologi : - Faktor ibu
- Faktor plasenta
- Faktor janin
C. PEMERIKSAAN FISIK
1.

Pemeriksaan fisik , neurologis, dan eksternal, sesuai dengan


Dubowitz dan Ballard serta Finstrom
2.
Pertumbuhan berat badan, panjang badan serta lingkar kepala,
dibandingkan dengan usia kehamilan.
3.
Karakteristik tanda-tanda fisik bayi prematur dan dismatur
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit,


gula darah, tes fungsi hati& ginjal

2.

Foto toraks AP dan Lateral posisi supine


sinar horizontal

3.

USG kepala
46

4.

Pemeriksaan lain sesuai kebutuhan (EKG,


analisis gas darah)

E. MASALAH
Beberapa masalah yang mungkin dihadapi dalam perawatan BBLR
1. Respirasi :
Sindrom gawat nafas
Periodik breathing dan apne
Peningkatan risiko aspirasi
2. Neurologis :
Perdarahan intrakranial
Ensefalopati iskemik hipoksif (HIE)
Kerusakan saraf pendengaran
3. Kardiovaskuler
Hipotensi dan hipovolemik
Gagal jantung kongestif
4. Hematologi
Anemia
Perdarahan
5. Nutrisi dan gastrointestinal
Problem makanan dan nutrisi
Refleks isap dan menelan yang lemah
Penurunan motilitas usus distensi abdomen
Penurunan fungsi pencernaan dan absorpsi
Enterokolitis nekrotikans (NEC)
6. Metabolisme
Gangguan keseimbangan elektrolit
Hipoglikemia
Hiperbilirubinemia
7. Suhu tubuh
Hipotermia
Hipertermia
8. Imunologi
Fungsi imun menurun
Mudah terkena infeksi
9. Mata
Keracunan oksigen fibroplasi retrolental
F. TERAPI
A. UMUM
1.
2.

Kelahiran di rumah sakit


Pencegahan dan penanganan masalah secara dini

B. KHUSUS
1. Lingkungan - inkubator/lingkungan harus hangat
- temperatur tubuh 36,5 37,5 C
2. Monitoring terjadinya apne dan bradikardi
3.
Nutrisi dan cairan sesuai kebutuhan

47

4.
5.

Terapi oksigen, secara hati-hati, pertahankan tekanan oksigen arteri 60 90


mmHg.
Pemantauan
darah : Hb, Ht, trombosit, gula darah, bilirubin
urin : produksi urin
dan lain-lain, sesuai kondisi penderita

PENYAKIT PERDARAHAN PADA NEONATUS


A.

BATASAN
Penyakit perdarahan pada neonatus adalah sautu gangguan perdarahan yang
disebabkan karena defisiensi faktor-faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K
(faktor II, VII, IX dan X). Perdarahan dapat terjadi pada umur < 24 jam biasanya pada hari
ke dua atau ke tiga
B. ANAMNESIS
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bayi prematur
Diit rendah vitamin K
Tidak mendapat vitamin K1 pasca lahir
Pemberian antibiotika yang lama
Gangguan absorpsi, seperti pada fibrosis kistik, atresia bilier
Nutrisi parenteral yang lama

C. GEJALA KLINIS
1. Perdarahan eksternal : perdarahan tali pusat, perdarahan saluran cerna, ekimosis,
epistaksis, perdarahan pada tempat pungsi kapiler, dan lain-lain.
2. Perdarahan internal : perdarahan intracranial dengan komplikasi berupa syok
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Darah tepi : fragmentasi sel darah merah, hitung trombosit
2.
Uji koagulasi : masa perdarahan dan masa pembekuan, masa
protrombin, masa tromboplastin parsial masa trombin, FDP (fibrin degradation
product) faktor V dan fibrinogen.
E. DIAGNOSIS
1.
normal

Manifestasi perdarahan, jumlah trombosit


48

2.

Masa

perdarahan

normal,

masa

pembekuan memanjang
3.
4.
5.

Masa protrombin sangnat memanjang


Masa tromboplastin parsial memanjang
Masa trombin, faktor V dan fibrinogen
normal

6.

FPD tidak ditemukan , fragmentasi sel


darah merah tidak ditemukan

F. TERAPI
1.
Profilaksis
Pemberian vitamin K1 pada bayi-bayi lahir, malabsorbsi usus, bayi yang mendapat
terapi antibiotik lama, nutrisi parenteral yang lama, fibrosis kistik, dan atresia bilier.
2.

Pengobatan
Vitamin K1 1 mg, biasanya perdarahan secara klinis berhenti dalam 2 jam. Bila terjadi
perdarahan intrakranial atau perdarahan masif, diberikan pasma segar 10 15
ml/kgbb. Atasi anemia dan syok, dengan tranfusi darah segar.

G. KONSULTASI
Sub Bagian Hematologi

PERDARAHAN INTRAKRANIAL
A. BATASAN
Perdarahan intrkranial adalah perdarahan yang terdapat di intrakranial, mencakup 4 tipe,
yaitu :
1.
Perdarahan subdural, terutama pada bayi
cukup bulan
2.
Perdarahan subarahnoid primer
3.
Perdarahan
periventrikuler

intraventrikuler
4.
Perdarahan intraserebeler
Perdarahan nomor 3 dan 4 terutama terdapat pada bayi prematur.
B. ANAMNESIS
1.
Riwayat trauma lahir dan hipoksia pada bayi cukup
bulan
2.
Bayi kurang bulan, dengan masa gestasi < 35 minggu
dengan atau tanpa riwayat hipoksia.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan yang ada sangat bervariasi, dari tanpa gejala sampai ditemukannya kelainan
neurologis yang berat.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Darah tepi
49

2.

Elektrolit darah, analisis gas darah,


foto toraks bila perlu untuk mencari etiologi

3.
4.

USG kepala
CT Scan, bila perlu.

E. DIAGNOSIS
Anamnesis, klinis, dan pemeriksaan ultrasonografi kepala.
F. TERAPI
1. Pencegahan
Penanganan adekuat pre/natal/post natal
Medikamentosa dengan fenobarbital (kontroversi) dan plasma beku
segar
Pemeriksaan penjaringan dengan USG kepala, pada bayi berat lahir
< 1.500 gram, atau yang mempunyai faktor risiko
2. Penanganan masa akut
- Pemeliharaan perfusi serebral
- Mencegah gangguan hemodinamik serebral
- Perawatan penunjang, yaitu ventilasi, sirkulasi,
keseimbangan metabolik
3. Pengobatan dilatasi ventrikel pasca perdarahan

suhu,

dan

G. KONSULTASI
Sub Bagian Saraf Anak

TROMBOSITOPENIA PADA NEONATUS


A. ANAMNESIS
1.
2.
3.
4.
5.

Perlu diketahui adanya penyakit pada ibu yang dapat


menyebabkan maternal autoimmune thrombocytopenia (ITP, SLE)
Penggunaan obat-obatan, seperti antihipertensi pada ibu
dengan pre/eklampsia
Riwayat imunisasi rubela
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi bakteri, seperti
prematuritas, ketuban pecah dini, amnionitis, gawat janin dan lain-lain.
Riwayat kelainan perdarahan dalam keluarga

B. PEMERIKSAAN FISIK
1.

Retardasi pertumbuhan, ruam , kuning,


hepatosplenomegali (infeksi kongenital, hemolisis berat), anomali kongenital (sindrom
trisomi, rubela kongenital, anemia Fanconi), hemangioma kavernosa.
2.
Periksa plasenta, untuk mendeteksi
adanya korioangioma plasenta

50

3.

Gejala klinik perdarahan selain dari


petekie, atau tanda lain dari penyakit sistemik (letargi, iritabilitas, tidak mau minum,
suhu tidak stabil).
4.
Tinja berdarah, dan disertai andomen,
menunjukkan adanya enterokolitis netikan (EKN).
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
3.

Darah tepi lengkap


Sediaan hapus darah tepi
Hitung trombosit, bila didapatkan :
antara 100.000 150.000, mengkawatirkan, sebaiknya diulang.
< 100.000, abnormal, harus dicari penyebabnya
4. Periksa faktor pembekuan (PT, PTT, fibrinogen)
5.
Bayi dengan trombositopeni disertai adanya gejala kelainan SSP, sebaiknya
diperiksa kemungkinan adanya perdarahan intrakranial, dengan USG kepala atau CT
Scan.
6.
Hitung jumlah trombosit ibu, ulangi riwayat kemungkinan adanya penyakit otoimun.
Trombositopeni neonatal sekunder dari penyakit otoimun maternal, dapat terjadi pada
ibu dengan trombosit normal.
D. TERAPI
1.

2.
3.
4.
5.

Bayi dengan perdarahan sekunder akibat trombositopeni,


sebaiknya diberikan suspensi trombosit 10 ml/kgbb. Respon yang inadekuat,
menunjukkan adanya konsumsi trombosit yang cepat (DIC, EKN) atau adanya
antibodi anti trombosit (isoimun atau maternal autoimune).
Perdarahan pada bayi dengan trombositopeni isoimun sering
memerlukan transfusi trombosit dari ibunya.
Perdarahan pada bayi dari ibu dengan trombositopeni otoimun,
mungkin memerlukan transfusi tukar dan atau steroid sebelum tranfusi dengan
suspensi trombosit donor.
Trombositopeni pada bayi tanpa perdarahan, mungkin hanya
perlu diobservasi dan tidak memerlukan tranfusi.
Heparinisasi sistemik merupakan indikasi, bila trombositopeni
adalah sekunder dari trombosis pembuluh darah besar.

KEJANG PADA NEONATUS


A. MASALAH
Dicari kemungkinan adanya pemberian obat-obatan selama hamil, adanya
kecanduan narkotika, adanya penggunaan obat-obatan anestesi, serta adanya riwayat
asfiksia.
B. BENTUK KEJANG
Pada neonatus, kejang dapat berbentuk kejang tonik, klonik fokal, klonik multi fokal
atau mioklonik. Sering ditemukan pula bentuk yang tidak khas, yaitu subtle, berupa
gerakan-gerakan bola mata abnormal, kedipan mata berulang, gerakan mulut dan lidah
yang abnormal, serangan apne, dan Jitteriness merupakan gerakan khas ektremitas
yang ritmis, sertai tremor kasar, yang sering dijumpai pada penderita hipokalsemia,
hipomagnesemia, hipoglikemia, withdrawal obat, atau asfiksia. Keadaan ini mungkin
51

pula ditemui pada bayi kurang bulan, bayi KMK, atau bayi dari ibu penderita diabetes
melitus.
C. PEMERIKSAAN
1.
analisis gas darah.
2.
3.
4.
5.
6.

Darah rutin, ureum kretinin, elektrolit,


Pemeriksaan funduskopi, foto tengkorak
USG kepala, CT Scan bila perlu
Pungsi lumbal
Bila perlu pemeriksaan rutin dan kultur urin
EEG

D. TERAPI
1. Antikonvulsan
1.
Fenobarbital, dosis awal 20 30 mg/kg bb diberikan i.v atau
i.m dilanjutkan dengan dosis pemeliiharaan 4 5 mg/kg bb/hari
2.
Dilantin, dosis awal 15 20 mg/kg bb secara i.v dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaaan 3 5 mg/kgbb/hari
3.
Diazepam, dosis tunggal 0,3 0,5 mg/kgbb
4.
Obat-obatan lain : Piridoksin
Paraldehid
2.

Penanganan etiologi
1.
Infeksi Antibiotika
2.
Hipoglikemia Glukosa 15 20 mg%
diberikan 2 4 ml/kgbb, dilanjutkan dengan dosis 6 8 mg/kgbb/menit.
3.
Hipokalsemia Kalsium glukonas 10% 1 2
nl/kgbb, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 50 100 mg/kgbb oral.
Pengobatan hipokalsemia tidak akan berhasil apabila masih terdapat
hipomagnesemia, yang harus ditangani terlebih dahulu.
4.
Hipomagnesemia Larutan Magnesium
sulfat 50% 0,2 ml/kgbb i.v atau i.m
5.
Edem
serebri
Kortikosteroid
(deksametason) 5 mg/kgbb/hari

E. TINDAK LANJUT (Follow up)


Pemeriksaan EEG perlu dilakukan hari ke-7 pasca kejang
1.
EEG & keadaan neurologis normal antikonvulsan intermiten
2.
EEG & keadaan neurologis abnormal antikonvulsan kontinyu, evaluasi setiap
3 bulan

HIPERBILIRUBINEMIA
A. BATASAN
Hiperbilirunemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin darah yang tinggi, dengan
ditandai warna kuning pada kulit dan konjungtiva, dan jaringan lainnya sesuai dengan
peninggian kadar bilirubin darah. Tanpa penanganan yang adekuat akan dapat terjadi
Kern ikterus .
B. METABOLISME BILIRUBIN
52

Pada neonatus, sebagian besar (75%) bilirubin dihasilkan dari pemecahan eritrosit. Dan
sisanya (25%), dihasilkan dari pemecahan protein lain, seperti myoglobin, sitokrom,
katalase, dan peroksidase. Selanjutnya bilirubin sebagai bilirubin unkonyugasi atau
bilirubin indirek (larut dalam lemak) lepas dari sistem retikuloendotelial masuk ke dalam
sirkulasi darah danterkait dengan albumin. Di dalam hati, ikatan albumin-bilirubin dipecah
dan albumin dilepas dilepas kembali ke dalam sirkulasi sedangkan bilirubin ditansfer
melalui membran sel ke dalam hepatosit. Didalam sel bilirubin diikat terutama pada
ligandin (protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation Stransferase lainnya, dan protein-Z. Kemudian bilirubin yang masuk di sel-sel hati akan
mengalami konyugasi menjadi bilirubin diglukoronid, bilirubin direk (larut dalam air),
diekskrisi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Di dalam usus , bilirubin
direk tidak diresorbsi, dibuang sebagai urobilin dan sebagian kecil dihidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan mengalami siklus enterohepatik.
Dianggap hiperbilirubinemia, apabila :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama pasca lahir
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Bilirubin serum sewaktu > 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan > 12,5 mg% pada
neonatus cukup bulan
4. Ikterus disertai tanda-tanda hemolisis (inkompatibilitas darah, defisisensi G6PD atau
sepsis)
5. Ikterus yang disertai :
Berat lahir < 2.000 gram
Masa gestasi <36 minggu
Asfiksia, Hipoksia, RDS
Infeksi
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemia, hiperkapnia
Hiperosmolaritas darah
C. ANAMNESIS
1.
2.
3.
4.
5.

Faktor predisposisi, seperti infeksi pada ibu, penyakit kronis


(DM, asma dan lain-lain)
Obat-obatan yang diminum selama hamil (sulfa, nitrofurantoin,
anti malaria dll)
Riwayat kelahiran (ekstraksi forseps/vakum) sefal hematom,
nilai Apgar, delayed cord clamping (penjepitan tali pusat yang terlambat).
Riwayat anemia dalam keluarga, kuning atau penyakit hati
Riwayat panas atau suhu tidak stabil, distensi perut, muntah,
kejang.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1.

Prematur, berat lahir rendah, cukup bulan


atau lebih bulan

2.

Adanya masa abdominal kanan atas (kista


duktus kholedokus)

3.

Mikrosefali,

hepatosplenomegali,

korioretinitis (TORCH)
53

4.
5.

Pucat (anemia, hemolitik)


Sefal hematom atau perdarahan lainnya

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Darah tepi lengkap, gambaran darah hapus


Kadar bilirubin serum direk dan indirek
Test Coomb
Tes fungsi hati
USG hati
Kultur darah atau urine
Sintigrafi sistem hepatobiler

F. TERAPI
Tabel 1 : Penanganan hiperbilirubinemia pada bayi aterm sehat
Umur
( dalam jam )

Terapi sinat
( bilirbin serum mg% )

Trasnfusi tukar
( bilirubin serum mg% )

< 24
25 48
49 72
> 72

10 12
12 15
15 18
18 20

20
20 25
25 30
25 30

Tabel 2 : Penanganan hiperbilirubinemia pada bayi aterm sakit


Umur
( dalam jam )

Terapi sinat
( bilirbin serum mg% )

Trasnfusi tukar
( bilirubin serum mg% )

< 24
25 48
49 72
> 72

7 10
10 12
12 15
12 15

18
20
20
20

Tabel 3 : Penanganan hiperbilirubinemia pada bayi prematur sehat dan sakit


Bayi prematur
Berat
( dalam gram )
< 24

Bayi prematur sehat


( bilirubin serum mg% )
Terapi
Sinar
57

Transfusi
Tukar
10

Bayi prematur sakit


( bilirubin serum mg% )
Terapi
Sinar
46

Transfusi
Tukar
8 10
54

25 48
49 72
> 72

7 10
10
10 12

10 15
17
18

68
8 10
10

10 12
15
17

ASFIKSIA PADA NEONATUS


Etiologi
Hipoksia janin dalam uterus, serta hipoksia yang berhubungan dengan faktor faktor yang
timbul pada proses persalinan, atau segera setelah bayi lahir.

55

Gejala klinik
6.
Denyut jantung janin yang turun sampai dibawah 100 / menit
(diluar his), atau denyut jantung janin yang tidak teratur.
7.
Bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur
setelah lahir.
Protokol diagnosis
1.
2.
nafas pada bayi baru lahir
Protokol terapi
8.

a.
b.
c.
d.
e.

Tanda tanda adanya gawat janin


Tanda tanda adanya sindroma gawat

Asfiksia berat (Nilai Apgar 0 - 3)


Resusitasi
Obat obatan
kalsium glukonas
1 cc/kg
bikarbonas natrikus 7,5% 1 2 mEq/kg
adrenalin (1 : 10.000) 0,5 1 ml
atropin 0,01 0,03 mg/kg
glukosa 40% 1 ml/kg

2. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4 6)


Rangsangan taktil
Frog breathing
Infus dengan dekstrose 5% atau 10%
Antibiotika
Pengawasan
1.
2.
3.

Suhu lingkungan yang hangat


Airway
Dietetik bila sudah memungkinkan (diutamakan ASI)

56

IKTERUS NEONATORUM
Batasan
Keadaan naiknya bilirubin tak langsung (indirect bilirubin) dalam darah bayi lahir :
bayi cukup bulan lebih besar atau sama dengan 12 mg%
bayi BBLR lebih besar atau sama dengan 10 mg%
Etiologi
-

pemecahan eritrosit berlebihan


klirens bilirubin terganggu defisiensi pada G 6PD

Protokol diagnosis
kulit dan selaput lendir kuning
adanya ikterus
tentukan kadar bilirubin pada bayi umur 36 jam dan duga
penyebabnya
Diagnosis banding
Meconium stain pada kulit dan selaput lendir
Protokol terapi
Fenobarbital 3 5 mg/kg BB, kerjanya merangsang konjungasi
bilirubin oleh ensim glucuronyl transferase.
Foto terapi pada :
1.
Bayi BBLR : bilirubin indirek lebih dari 10 mg%
2.
Bayi cukup bulan : 15 mg%
Maksimum 120 jam
Bayi terlentang, posisi diubah ubah, awasi dehidrasi
Tranfusi tukar

57

HYPERTROPHIC PYLORUS STENOSIS


Gejala klinis
-

timbul pada umur 4 8 minggu


muntah protektil
tidak ada warna empedu
konstipasi
tumbuh kembang kurang (failure to thrive)
epigastrium :
gerak peristaltik lambung
benjolan di episgastrium

Protokol diagnosis
gejala klinis
radiologis dengan barium enema :
pylorus memanjang
string sign
Pylorus concave upward
Double contract sign
Protokol terapi
Prabedah
-

awasi keseimbangan cairan + elektrolit


maintenance infus dektrose 5% + NaCl 0,225%
dehidrasi dekstrose 5% in RL atau RL

Bedah
-

cara Fredet Ramsted

58

dr. Ruslan Muhyi, Sp.A (K)

HEMATOLOGI LEUKEMIA AKUT


Batasan :
Keganasan berupa proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal.
Klasifikasi :
Berdasarkan marfologi leukemia akut (LA) dibagi menjadi :
1. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dibagi dalam tiga tipe yaitu : L 1, L2, L3.
2. Leukemia Non Limfoblastik Akut (LNLA) dibagi dalam tujuh tipe yaitu : M 1, M2, M3, M4,
M5 , M6 , M7 .
Dasar Diagnosis :
1. Klinis :
- Pucat, panas dan perdarahan.
- Organomegali (hepato-splenomegali, limfadenopati)
2.
Pemeriksaan Penunjang :
- Darah tepi :
Ditemukan : - Pansitopenia
- Limfositosis
-

Pungsi sumsum tulang :


a. Gambaran monoton yang hanya terdiri dari sel limfopoetik patologik
b. Sistem lain terdesak
59

3.

c. Pada LNLA selain gambaran monoton ditemukan hiatus leukemia (mieloblas


yang banyak), beberapa sel segment dan sangat kurang bentuk pematangan
sel yang ada.
Cairan serebrospinalis (Pungsi Lumbal)
Pada leukemia meningeal didapatkan peninggian jumlah sel patologik dan protein
pada cairan serebrospinal meninggi
4. Foto toraks :
5. Faal hati (SGOT/SGPT)
6. Kadar asam urat.

Terapi :
1. Sitostatika (lihat protokol)
Protokol untuk LLA :
Fase Induksi remisi.
Beri kombinasi 1+2+3a atau 1+2+3b
1. Vinkristin 1,5 mg/M2 (luas permukaan tubuh), 1 kali seminggu IV.
2. Prednison 50 mg/M2/24 jam peroral dibagi 3 dosis, setiap hari, selama 6 minggu
3a.Daunomisin 45 mg/M2 IV, diberikan hanya pada hari ke I,II,III atau
Adriablastin 40 mg/M2 IV diberikan hanya pada hari I,II,III atau
3b.Asparaginase
3. Transfusi komponen darah
4. Antibiotik pada keadaaan infeksi
5. Trimetroprim sebagai profilaksis terutama terhadap P. cranii
6. Pengobatan suportif

TALASEMIA
Batasan :
Suatu penyakit kongenital herediter (autosomal) karena kelainan pembentukan
hemoglobin akibat tidak ada atau berkurangnya dari satu atau lebih rantai
polipeptida dari globin.
Dasar Diagnosis :
1. Klinis
- Pucat
- Fasies mongoloid atau fasies cooleu
- Gangguan pertumbuhan
- Hepatosplenomegali
- Ada riwayat keluarga
- Ikterus atau sub ikterus
- Tulang : Osteoporosis, tampak struktur mozaik
Tengkorak : tampak struktur hair on end
- Jantung membesar karena anemia kronik
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah tepi : Kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas
normal.
- Hapusan darah tepi :
Hipokrom mikrositer
Anisopoikilositosis
Polikromasia sel target
60

Normoblast, fragmentosit
Fungsi umum sumsum tulang : hiperplasia normoblastik
Kadar besi serum meningkat
Bilirubin indirect meningkat
Kadar Hb F meningkat pada talasemia mayor
Kadar Hb A2 meningkat pada talasemia minor

Dasar Pengobatan :
1.
Talasemia tidak dapat disembuhkan, pengobatan hanya bersifat suportif
2. Penderita talasemia terjadi anemia berat karena proses hemolitik dan umur eritrosit
yang pendek.
3. Karena proses hemolitik dan transfusi yang berulang dapat terjadi penimbunan besi
pada jaringan tubuh.
4. Akibat aktifitas, dapat terjadi defesiensi asam folat relatif.

Penatalaksanaan :

1. Perawatan Umum
Makanan dengan gizi seimbang
Perawatan Khusus
Pengobatan suportif
Mengatasi anemia dengan PRC 10-15 ml/kg BB/kali.
Cara transfusi High Transfusi (Hb dipertahan kan 10 g%)
- Splenektomi, jika timbul tanda-tanda splenomegali S4 dan umur anak lebih 2
tahun.
- Mengatasi kelebihan besi didalam jaringan tubuh.
Diberikan Iron Chelating Agent Desferal (Desferioxamin) dosis 25 mg/kg/hari
im diberikan 5 hari dalam seminggu.
- Pengobatan terhadap komplikasi sesuai dengan komplikasi

61

ANEMIA DEFESIENSI BESI


Batasan :
Anemia yang disebabkan kekurangan atau gangguan metabolisme besi.
Dasar Diagnosis :
- Gejala klinis : anemis didukung atrofi papil lidah, hepar dan lien tidak membesar.
Respon yang baik terhadap terapi besi.
- Laboratorium : Hb rendah, MCV < 79 cu, MCH < 27 ug, gambaran darah tepi :
mikrositik, hipokrom serta poikilositosis; kadar besi serum rendah, IBC meningkat,
kadar ferritin serum turun.
- BMP : hiperplasia mikronormoblastik dari sistem eritrosit dan penurunan atau tak
ditemukan stainable iron.

7.

Penatalaksanaan :
1.
Indikasi rawat
Sesak pada aktifitas dan atau Hb < 6 g %
Medikamentosa
Peroral ;
Sulfas feerosus 3 x 10 mg/ kgbb/ hari
Ferum glukonas 3 x 20 mg/ kgbb/hari
IM ;
untuk kasus yang diduga gangguan absorbsi

62

ANEMIA APLASTIK
Batasan :
Pansitopenia pada darah tepi akibat berkurangnya atau terhentinya diferensiasi dan
pembentukan sel haemopoetik dalam sumsum tulang.
Etiologi :
- Tidak diketahui (idiopatik) : paling sering mungkin berhubungan dengan faktor
imunologik
- Penyebab yang diketahui : bahan kimia, toksin, insektisida, senyawa logam As, Au, Pb,
radiasi, obat-obatan, infeksi, kongenital sindrom Fanconi.
Dasar Diagnosis :
- Klinis : pucat, panas, perdarahan
- Laboratorium : Darah tepi pansitopenia (anemia, retikulosit, leukosit dan trombosit
rendah).
- BMP : hiperplasia atau aplasia semua sistem disertai peningkatan jaringan lemak.
Penatalaksanaan :
Medikamentosa
Prednison 2 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral
Testosteron 1-2 mg/kgbb/hari atau oxymetholon 1-2 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis.
Bila respon ada pengobatan diteruskan sampai remisi.
Kriteria timbul respon : retikulosit meningkat, Hb meningkat perlahan, lekosit
meningkat, kemudian trombosit meningkat sangat lambat.
63

Kriteria remisi : kadar Hb dan lekosit bertahan diatas normal lebih dari 1 bulan dan
tidak ada perdarahan spontan tanpa transfusi.
Transfusi darah : darah segar, PRC, suspensi trombosit tergantung indikasi.

NEFROLOGI

GLOMERULONEFRITIS AKUT
Batasan :
Sindrom klinik berupa : oedema, hematuria, proteinuria akut dapat disertai hipertensi atau
gangguan fungsi ginjal.
Dasar Diagnosis :
GNAPS (glomerulonefritis akut post streptokokus) ada riwayat ISPA atau infeksi kulit,
hematuri, proteinuria sesuai peningkatan ASTO.
Etiologi :
Pada anak terutama disebabkan infeksi streptokokus beta hemolitikus. Dapat disebabkan
berbagai keadaan lain misalnya intoksikasi obat/zat kimia, infeksi virus/bakteri, penyakit
Henoch Schonlein, dll.
Penatalaksanaan :
Medikamentosa
- Antibiotika PP 50.000 iu/kgbb/hari selama 10 hari.
Bila alergi di ganti Eritromisin 50 mg/kgbb/hari dibagi 3 atau 4 dosis.
- Diuretika Furosemide 1-2 mg/kgbb/kali iv. Untuk hip[ertensi lihat penatalaksanaan
Hipertensi encepalopati.
Tindakan Umum :
- Istirahat sampai oedema, gross hematuri, hipertensi hilang dan diuresis membaik.
64

Diit rendah garam 0,5-1 gram/hari. Jumlah cairan dibatasi pada keadaan edema,
kongesti vaskular, hipertensi dan oliguri.
Protein dibatasi 0,5 1 gram/kgbb/hari jika uremia

SINDROM NEFROTIK
Batasan :
Merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan
hipoalbuminemia, proteinuria masif dan hiperkolesterolemia.

edema,

hipoproteinemia,

Etiologi :
SN idiopatik (SNI) tidak diketahui, kemungkinan berkaitan dengan mekanisme imnulogik.
SN sekunder berkaitan dengan penyakit-penyakit tertentu seperti DM., amiloidosis,
sindrom Alport, infeksi Hep B, malaria, schistosoma, pasca infeksi streptokokus, obat,
toxin, logam berat, SLE, Henoch Schonlein, sarcoidosis.
Dasar Diagnosis :
Klinis dan laboratoris :
- Edema
- Hipoproteinemia (kadar protein serum < 5,5 g%)
Hipoalbuminemia (< 2,5 g%)
- Hiperkolesterolemia (> 250 mg%)
Kortikosteroid responsif : urin bebas protein atau negatif dengan pemeriksaan
semikualitatif 2 kali berturut dalam seminggu
Kortikosteroid non responsif : respon tidak tercapai selama 8 minggu pengobatan.
Pemeriksaan rutin :
- Darah tepi : Hb, Ht, trombosit, hitung jenis, LED.
65

Urinalisa
Kimia darah : albumin, globulin, ureum, kreatinin, as.urat, Na, K, Ca
Esbach

Penatalaksanaan :
Medikamentosa
1.
Steroid
Diberikan bila tidak ada kontra indikasi (hipertensi, azotemia, peritonitis, inf. virus)
Prednison 2 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis selama 4 minggu, dilanjutkan 4 minggu lagi
secara intermitten (senin, selasa, rabu tiap minggu) dengan dosis 2/3 nya dibagi 3
dosis.
Bila remisi tercapai dalam 4 minggu pertama pemberian dosis penuh, obat dihentikan
setelah pemberian dosis intermitten 4 minggu.
Bila remisi pada masa intermitten, maka pemberian intermitten dilanjutkan sampai 8
minggu. Untuk SN yang relaps dosis penuh diberikan sampai tercapai remisi, lalu
dilanjutkan dengan dosis intermitten kemudian obat dihentikan.
Bila tidak terjadi remisi dianggap steroid non responsif, maka diberikan sitostatika
(klorambusil 0,1-0,2 mg/kgbb/hr atau siklopospamid 2-3 mg/kgbb/hr) selama 6-8
minggu disertai dengan steroid intermitten.
Sitostatika juga diberikan pada SN sekunder yang disebabkan penyakit kolagen (SLE,
Henoch schonlein), relaps berulang dan steroid dependen kontraindikasi sitostatika :
infeksi virus/ bakteri sistemik, gangguan faal hepar, leukopeni/ netropeni.

2. Diuretika
Jika ada edema anasarka yang mengganggu fungsi pernafasan atau ada
kontraindikasi pemberian steroid, Furosemid 1-2 mg/kgbb.hari.
Bila tidak ada respon atau terdapat hipoalbuminemia berat (albumin darah < 1,5 g %)
diberikan plasma 10-20 cc/kgbb atau human albumin 0,5 g/kgbb.
Obat antihipertensi sesuai protap hipertensi.
Antibiotika diberikan sesuai dengan tanda-tanda infeksi atau sebagai profilaksis pada
keadaan edema anasarka dengan penyulit seperti laserasi skrotum atau pada keadaan
netropeni.
3.

Roboransia

multivitamin

yang

mengandung calcium dan vitamin D.


Perawatan :
- Istirahat di tempat tidur selama edema ansarka atau hipertensi.
- Diit rendah garam (< 1 g/hr), minum dibatsai selama ada edema anasarka dan
pengobatan steroid.
Protein 3-5 g/kgbb/hr bila tidak dijumpai azotemia. Bila ada azotemia diberikan 0,5-1
g/kgbb/hr.

66

ENSEFALOPATI HIPERTENSIF
Batasan :
Ensefalopati hipertensif adalah kumpulan gejala yang terdiri dari kenaikan mendadak
tekanan darah arterial sistemik, yang biasanya didahului oleh sakit kepala hebat,
penurunan kesadaran, kejang atau berbagai fenomena serebral lainnya.
Etiologi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dasar Diagnosis :
a.
b.
muntah
c.
d.
e.
f.
sesuai etiologi

Glomerulonefritis post streptokokus akut


Sindrom uremi hemolitik
Pielonefritis kronis
Penyakit-penyakit renovaskuler
Pengobatan dengan steroid adrenokortikal
lain-lain
Hipertensi akut
Sakit kepala yang berat, muntahGangguan visus
Kejang dan gangguan kesadaran
Kelainan neurologis fokal
Gejala klinis dan laboratoris lain
67

Terapi dan tindakan :


Penderita ensefalopati hipertensif harus dirawat di ruang intensif.
1. Infus : Dekstrose 10% tetesan pemeliharaan.
2. Oksigen
3. Diazepam 0,5 mg/kg BB iv pelan.
4. Antihipertensi :
a. Klonidin 0,002-0,006 mg/kg BB/hari iv pelan dilancarkan. Dapat diulang 30 menit
bila perlu, dilanjutkan perdrip/melalui tetesan bila perlu.
b. Kaptopril 0,3-6 mg/kgBB/hari peroral dalam dosis terbagi
c. Diuretik (furosemid 1 mg/kgbb/hari)
5. Antibiotika :
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari iv dalam dosis terbagi.
6. Lain-lain : - antipiretik
- obat-obat lain sesuai etiologik
Pemeriksaan Penunjang :
1. Darah rutin, urine rutin.
2. Test fungsi ginjal
3. X foto dada
4. EKG bila perlu
5. USG bila perlu
6. Konsultasi bagian mata, kulit dan lain-lain sesuai etiologi

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


Batasan :
Infestasi saluran kemih oleh mikroorganisme.
Etiologi :
1. Bakteri gram (-) terbanyak E.Coli
2. Bakteri gram (+), virus, jamur
Klinis :
a. Simptomatik : gejala ISK (+) dengan dukungan mikrobiologik/bakteriuria
bermakna.
b. Tersangka ISK : gejala ISK (+) tanpa dukungan mikrobiologik/bakteriuria bermakna.
c. Asimptomatik : ditemukan bakteriuria bermakna tanpa gejala ISK.
Dasar Diagnosis :
Bakteriuria bermakna : didapatkan kuman > 100.000 koloni/ml urin pada pengambilan urin
secara pancaran tengah, atau beberapa kuman saja pada pengambilan sampel urin
secara SSP.
Penatalaksanaan :
1. ISK simptomatik/ tersangka ISK
3. Ringan antibiotika peroral
68

Amoksisilin 100 mg/kg/hr


4. Berat Antibiotika parenteral
Ampisilin 200 mg/kg/hari dibagi 4 dosis ditambah Gentamisin 5 mg/kg/hari dibagi 2
dosis.
5. Setelah hasil kultur dan sensitivitas ada obati dengan antibiotika yang sesuai
6. Lama pengobatan : 10-14 hari.
7. ISK asimptomatik : diobati sesuai hasi test sensitivitas

KEJANG DEMAM
Batasan :
Semua bangkitan kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu rektal > 38,5 0C, tanpa adanya
kelainan primer intra-kranial.
Dasar Diagnosis :
1. Kejang Demam Sederhana :
a. Umur 6 bulan 4 tahun
b. Kejang bersifat umum
c. Lama kejang < 15 menit
d. Terjadi dalam 16 jam pertama sejak timbul panas
e. Neurologi sebelum dan sesudah kejang normal
f. Frekuensi kejang maximum 4 x /tahun
g. EEG satu minggu bebas panas dan kejang normal.
2. Kejang demam kompleks :
Serangan > 4 x/tahun, kejang demam berulang dengan EEG diluar serangan
abnormal.
Catatan : Livingstone saat telah ditinggalkan karena terlalu banyak yang terdiagnose
dan memerlukan terapi rumat.

69

Indikasi Rawat :
a.
b.
c.

KDS kejang pertama kali umur < 2 tahun


Kejang demam kompleks
Status konvulsivus defisit neurologi

Indikasi Observasi/rawat 1 hari :


a. KDS kejang pertama kali > 2 tahun
b. KDK dengan kejang lama

BAGAN MENGATASI KEJANG


KEJANG
Akses IV

(+)

(-)

Diaz ,3 0,5 mg/BB/x

Anak

: Diazep 5 mg Sup, BB < 10 kg


Diazep 10 mg Sup, BB > 10 kg
Neonatus : Luminal 30 mg , 1 minggu

Kejang
(+)

(-)

70

Ulang s/d 3 X
Interval 10

Luminal 8 10 mg/BB/x (1 minggu)


4 jam

Gagal

Berhasil

Luminal 4 5 mg/BB/hr (1 minggui)/PO 2 - 3 hari

Lihat status konvulsivus


Segera diberikan Diazepam
Intravena : dosis rata-rata 0,3 mg/kgbb atau perrektal dosis < 10 kg : 5 mg rektal,
> 10 kg : 10 mg rektiol
bila kejang tidak berhenti
tunggu 15 menit.
Dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama. Kejang berhenti. Berikan dosis awal
fenobarbital.
Dosis neonatus, 1 bulan 1 tahun
: 30 mg (im)
Lebih dari 1 tahun
: 50 mg (im)
4 jam kemudian berikan dosis rumatan fenobarbital
Dosis : hari 1 dan 2 = 8 10 mg/kgbb dibagi 2 dosis /IM hari berikutnya 4-5 mg/kgbb
dibagi 2 dosis (bisa IM / PO) selama 2-3 hari.
1. Antibiotik sesuai etiologi
PP 50.000 im/BB/hari
Streptomysin 30 mg/BB/hari
2. Antipiretik
Parasetamol 50 mg/BB/hari
Dipiron 10-15 mg/BB/kali

ENCEPHALITIS
Batasan :
Infeksi jaringan otak oleh berbagai mikroorganisme (virus, bakteri, spirocheta, protozoa
dan jamur).
Dasar Diagnosis
a.
Klinis :
Panas tinggi mendadak, kesadaran cepat menurun, sakit kepala dan muntah. Kejang
umum, fokal, twitching.
b.
Laboratorium :
- cairan serebrospinal : dalam batas normal atau sedikit peningkatan sel
protein dan glukosa
- Darah rutin : - Lekositosis
- Shift to left
Terapi :
1.
Atasi kejang sama dengan protokol kejang
2.
Turunkan suhu/udara sekitar diturunkan.
3.
Antibiotika

Jika umur > 1 bulan :


Ampisilin 200-400 mg/BB/hari dibagi 3 dosis.
71

Kloramfenikol 100 mg/BB/hari (max 2 g) dibagi 3 dosis

Jika umur < 1 bulan :


Ampisilin 100 mg/BB/hari dibagi 3 dosis
Gentamisin 5 mg/BB/hari dibagi 2 dosis
4. Kortikosteroid : Dexametason 0,5 1 mg/BB/hari dibagi 3 dosis.
5. Jika edem cerebral manitol 20% : 7 cc/BB (diberikan dalam jam).

MENINGITIS PURULENTA
Batasan :
Infeksi selaput otak yang disebabkan oleh kuman aseptik yang ditandai dengan cairan
spinal yang keruh dengan jumlah sel > 1000 mm 3.
Dasar Diagnosis :
1. Klinis :
a.
Gejala umum infeksi
b.
Gejala
tekanan
intrakranial
meninggi
c.
Gejala rangsangan meningeal
2. Laboratorium :
Cairan serebrospinal :
a.
Mikrobiologi : - cat gram/pembiakan.
- keruh dengan - PMN > MN
- Glukose
b.
Darah : - lekositosis
c. shift to left
Penatalaksanaan :
1. Kausal
72

Antibiotik polifragmasi sebelum diketahui kuman penyebab (diberikan 10-14 hari):


- Jika umur > 1 bulan
Ampicilin 200-400 mg/BB/hari dibagi 3 dosis
Kloramfenikol 100 mg/BB/hari 3 dosis (max 2 gr/hari)
- Jika umur < 1 bulan
Ampisilin 200-400 mg/BB/hari 3 dosis
Gentamisin 5 mg/BB/hari 2 dosis
2. Suportif
- Retriksi cairan 75% dari kebutuhan dengan dext. 10%.
- Untuk cegah kejang diazepam 0,3-0,5 mg/BB/hari
3. Antipiretika
- Parasetamol 50 mg/BB/kali atau
- Dipiron 10 - 15 mg/BB/kali
4. Dexametason 0,5 mg-1 mg/BB/hari
Pungsi Lumbal ulang dilakukan pada :
48 72 jam setelah pemberian antibiotik jika :
a.
panas tetap tinggi
b.
kesadaran mulai turun
c.
Kejang sukar diatasi
10 hari untuk menilai kemajuan terapi

MENINGITIS SEROSA
Batasan :
Infeksi atau radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer.
Dasar Diagnosis :
A. Terdapat gejala TBC post primer.
B. Terdapat gejala meningitis, gambaran klinis dibagi 3 stadium yaitu :
1.
Stadium prodromal
2.
Stadium transisi
3.
Stadium terminal
C. Lumbal pungsi : LCS jernih/xantokrom, glukosa turun, protein meningkat, pellicle (+),
LCS BTA (+) Diagnosis pasti.
Terapi :
1.
terapi TBC.
2.
3.
antipiretik

Obat antituberkulosa lihat protokol


Kortikosteroid : Prednison 2 mg/kgbb/hari
Pengobatan simptomatik anti kejang,

73

STATUS KONVULSIVUS
Batasan :
Kejang yang berlangsung > 30 menit, timbul berulang-ulang dengan interictal tidak
sadar.
Dasar Diagnosis :
Mula-mula seperti kejang umum tonik klonik biasa, setelah beberapa waktu terlihat
manifestasi autonom seperti takikardi, hipertensi dan hipersekresi. Terjadi juga hipoksia,
asidosis, renjatan dan sembab otak, jika kesadaran tetap buruk sampai beberapa lama
setelah kejang berhenti.
Etiologi :
1. Penyakit akut sistemik
2.
Penyakit SSP akut
3.
Penyakit SSP kronik
4.
Idiopatik
Penatalaksanaan :
74

1.

Kejang sesuai dengan bagan kejang : Bila diazepam setelah 3


kali pemberian kejang tidak teratasi, tindakan selanjutnya adalah fenitoin iv 15
mg/kgbb, lanjutkan dengan dosis 5 mg/kgbb/hr. Jika gagal ICU (ventilator).
2.
Dexamethasone 0,1-0,2 mg/kgbb/kali tiap 6 jam

STATUS EPILEPTIKUS
Suatu keadaan kejang yang berlangsung > 30 menit atau kejang berulang 30 menit tanpa
kembalinya kesadaran.
Beratnya kerusakan otak yang terjadi tergantung pada lamanya hipoxia, hipoglikemia,
etiologi dan umur saat terjadi.
Tatalaksana umum

ABC
Air way
Bebaskan jalan napas
Posisikan miring bila muntah
Isap lendir rutin
75

Berikan oksigen

Breathing
Usahakan nafas adekuat
Bila perlu bantuan napas dengan ambu bag atau intubasi

Sirkulasi
Monitor keadaan vital sign (nadi, tekanan darah, perfusi jaringan)
Pasang jalur parenteral (cairan)
Cek gula darah, bila rendah berikan glukosa 25% 1-2 ml/kg BB

Berantas kejang
Berikan diazepam rectal BB < 10 kg 5 mg
> 10 kg 10 mg
atau IV dosis 0,3-0,5 mg/ BB/Kg bila belum berhenti ulang 2X dengan interval 15 menit
Bila dengan Diazepam kejang tidak berhenti bolus fenitoim 10-20 mg/kg BB pelan (max
200 mg).
Bisa juga digunakan penobarbital dengan dosis 15 mg /BB/pelan > 5 menit.
Jika dengan prosedur diatas kejang belum berhenti rawat ICU dilakukan anastesi umum
dengan sodium thiopenton dosis 4-8 mg/kg IV.

KEJANG
Diazepam rectal BB < 10 kg 5 mg
> 10 kg 10 mg

Atau diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB/kali IV pelan


Tunggu 15 menit bila masih kejang
Ulangi seperti diatas
Tunggu 15 menit bila masih kejang
76

Fenitoin bolus 10-20 mg/kg BB IV atau penobarbital 15 mg/kg BB IM

Tunggu 2 jam

Berhenti

Bila masih kejang

ICU

Dosis rumatan

Anastesi

TETANUS NEONATORUM

Batasan :
Penyakit yang terjadi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kuman clostridium tetani yang
masuk melalui luka tali pusat atau tempat lainnya karena tindakan yang tidak memenuhi
syarat kebersihan.
Dasar Diagnosis :
Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau atau tidak dapat menetek lagi (trismus), sebelumnya
bayi menetek biasa. Mulut mencucu seperti mulut ikan (kapermond), mudah sekali dan
sering kejang disertai sianosis,kaku kuduk sampai epistotonus.
Pengobatan :
1.
IVFD D5% + NaCl fisiologis (4 :1) selama
48-72 jam sesuai dengan kebutuhan. selanjutnya IVFD untuk memasukkan obat .
2.
Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena
perlahan-lahan selama 2-3 menit. Dosis rumat 8-10 mg/kgbb/hari melalui IVFD
77

3.
4.
5.
6.

(Diazepam dimasukkan dalam cairan inravena dan diganti tiap 6 jam). Bila kejang
masih sering timbul, boleh diberikan diazepam tambahan 2,5 mg secara intravena
perlahan-lahan dan dalam 24 jam boleh diberikan tambahan diazepam 5 mg/kgbb/hari
sehingga dosis diazepam keseluruhan menjadi 15 mg/kgbb/hari. Setelah keadaan
klinisnya membaik, diazepam diberikan peroral dan diturunkan secara bertahap.
ATS 10.000 U/hari dan diberikan selama 2
hari berturut-turut.
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis
secara intravena selama 10 hari
Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70%
atau betadine
Perhatikan jalan nafas, diuresis dan
keadaan vital lainnya. Bila banyak lendir jalan nafas dibersihkan dan perlu diberikan
oksigen.

Pencegahan :
Ibu harus mendapatkan imunisasi TT.
Konsultasi :
Sub Bagian Neonatologi

TETANUS
Batasan :
Manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorbsi eksotoksin sangat kuat yang
dilepaskan oleh Clostridium tetani pada masa pertumbuhann aktif dalam tubuh manusia.
Dasar Diagnosa :
Masa tunasnya biasanya 5-14 hari. Tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada
infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah
terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
78

2.
3.
4.
5.

Kuduk kaku sampai opistotonus (karena ketegangan otot-oto erektor trunki)


Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).
Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornu anterior.
Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik
keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terwangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan
sering merupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme
mula-mula intemitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan
serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kdang-kadang terjadi perdarahan intramuskulus
karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi
urin dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura kolumna vertebralis dapat pula
terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1. Trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang
2. Trismus (3cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang
3. Trismus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan
Pengobatan :
1.
Perawatan luka
2.
ATS 20000 unit perhari selama 2 hari berturut-turut diberikan im
didahului oleh uji kulit atau mata. Bila hasil positif ATS diberkan secara besredka
3.
Antikonvulsan dan penenang
Bila kejang hebat fenobarbital dosis awal umur < dari 1 tahun 50 mg, umur > 1tahun
75 mg. Dilanjutkan dengan dosis 5 mg/hr/kgbb dibagi 6 dosis atau Diazepam 4
mg/kgbb/hr dibagi 6 dosis bila perlu diberikan secara iv.
Largaktil 4 mg/kgbb/hari dibagi 6 dosis.
Bila kejang sukar diatasi diberikan kloralhidrat 5 % dengan dosis 50 mg/kgbb/hr dibagi
3-4 dosis secara perrektal.
4. PP 50000 U/kgbb/hr, diberikan sampai 3 hari panas turun
5. Diet cukup kalori dan protein
Konsestensi tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan.
6. Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara dan ketenangan)
7. Oksigen bila perlu
8. Trachiostomi bila perlu

79

KOMA
Dr. Edi Hartoyo SpA.
Adalah gangguan kesadaran yang paling berat dan tidak dapat bereaksi terhadap
sekitarnya atau dibangunkan dengan rangsangan kuat.
Etiologi :
1) Kerusakan otak
a.
b.
2) Penyakit sistemik
a.
uremia)
b.
3) Keracunan
Logam berat, Co

Trauma, penyakit vaskuler


Infeksi, neoplasma, status epileptikus
Ensefalopati

metabolisme

(hipoglikemia,

ketoasidosis,

Ensefalopati hipoksik (hipertensi, gagal jantung)

80

Obat, alkohol
4) Penyebab fisik
Heart stroke
Hipotermia
Dasar Diagnosis :
Anamnesis
Riwayat trauma
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat pengobatan sebelumnya
Adanya kelainan lain (psikiatris)
Pemeriksaan fisik
1. Perhatikan tanda utama
2.
Pernafasan : fetor hepatis, ketoasidosis, uremia
3.
Kulit : trauma, stigmata penyakit hati, infeksi
Kepala : tanda-tanda infeksi intrakranial
Posisi : deserebrasi, dekortikasi
Neurologi
Pemeriksaan lab
1. Darah rutin, urinalisa, elektrolit, BUN, AGD, Fungsi hati, rontgen thoraks, EKG
2. Khusus : CT Scan, rontgen kepala, EEG, fungsi lumbal
3. Pemeriksaan hendaknya tergantung penyebab
Penatalaksanaan :
1. Penderita koma harus dirawat di ruang perawatan intensif
2. Tata laksana segera
Awasi jalan nafas (kalau perlu intubasi)
Ventilasi : - oksigen adekuat
- menghindari infeksi, aspirasi dan hiperkapnea
Sirkulasi :
- pasang cairan intra vena
- Jika tidak syok retriksi cairan 2 cc/kg/jam
3. Posisi Trendelenburg untuk mengalirkan sekret bronkhus
4. Pasang pipa nasogastrik (NGT), aspirasi cairan lambung untuk menghindari aspirasi
dan memperbaiki ventilasi
5. Tirah baring untuk mencegah dekubitus
6. Memasukkan nutrien : mula-mula berikan parenteral feeding kalau sudah
memungkinkan MLP.
7. Pengawasan buang air besar
8. Pengawasan buang air kecil : pasang kantong kencing (kalau perlu pasang cateter)
9. Perawatan mata : untuk menghindari lesi pada mata (tetesi dengan metil selulose/zalf
mata atau tutup dengan kasa steril)
10. Periksa glukosa darah : hipoglikemia (<3 mmol/l) berikan glukosa 10% 5 cc/kg
Tatalaksana untuk edema otak/kenaikan tekanan intrakranial
1.
Hindari cairan hipotonis dalam jumlah banyak
2.
Kontrol tekanan darah, nadi, osmolaritas
serum dan volume urin
3.
Hiperventilasi (Usahakan PCO2<25 mmHg)
4.
Cairan hiperosmoles
81

1). Manitol 20% : 0,5 1 g/kg BB iv diberikan dalam waktu 10-30 menit dengan
traffering off misal :
- hari 1
tiap 8 jam
- hari 2
tiap 12 jam
- hari 3
tiap 16 jam
- hari 4
tiap 24 jam
- hari 5
tiap 48 jam stop
5)
Untuk edema sitogenik/anoksia
6)
Dexamethason : 0,5 1 mg/ kgBB/hr iv
5. Tata laksana lain tergantung penyebab koma

Glasgow Come Scale


1.

Membuka mata
- Spontan
- Terhadap bicara
- Terhadap nyeri
- Tidak ada

2.

3.

4
3
2
1
Respon verbal

- Terorientasi
- Kata-kata
- Suara
- Menangis
- Tidak ada

5
4
3
2
1

Respon motorik
- Menurut perintah
- Lokalisasi terhadap nyeri
- Fleksi terhadap nyeri
- Ekstensi terhadap nyeri
- Tidak ada

5
4
3
2
1

Nilai normal
- Lahir 6 bulan
- 6-12 bulan
- 1-2 tahun
- 2-5 tahun
- lebih 5 tahun

9
11
12
13
14

Dr. Edi Hartoyo, Sp.A

ISOLASI
Definisi :
Memisahkan pasien yang menderita penyakit menular dalam ruangan atau rumah sakit
khusus.
Tujuan :
1.
Mencegah penularan penyakit dari pasien
kepasien lain atau dari pasien kepetugas rumah sakit.
2.
Mencegah
infeksi
pada
pasien
imunokompromais / daya tahan tubuh menurun dari pengaruh lingkungan.
82

Jenis Isolasi :
1. Isolasi Penyakit Menular ( isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi penyakit saluran napas,
isolasi penyakit saluran cerna, isolasi penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh).
2. Isolasi Perlindungan/pencegahan.
I.

Isolasi Penyakit Menular :


A. Isolasi ketat :
Jenis
isolasi
untuk
mencegah
penularan
penyakit
yang
sangat menular baik melalui kontak langsung maupun udara.
Contoh :
1. Difteri
2 2. Varisela
3 3. Morbili
4. Tetanus
5. Rabies
Tehnik :
1. Semua pasien dirawat diruang isolasi dengan pintu selalu tertutup.
2. Semua petugas atau pengunjung memakai baju kusus/masker yang telah
disediakan.
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki kamar isolasi
4. Baju, barang-barang lain harus dibungkus sebelum dikirim untuk sterilisasi.
5. Perhatian kusus semua pengunjung harus lapor keperawat sebelum
memasuki kamar isolasi.
B. Isolasi Infeksi Saluran Cerna :
Untuk mencegah penularan melalui kontak langsung maupun tidak langsung
melalui tinja/urine.
Jenis Penyakit :
1. Demam tifoid
2. Disentri amuba/basiler
3. Hepatitis
4. Kolera
5. Poliomyelitis
6. Gastroenteritis oleh karena virus : enterovirus, rotavirus dll.

Tehnik :
Infeksi saluran cerna yang sama dirawat diruang yang sama.
1. Semua orang yang berhubungan dengan pasien memakai baju kusus
2. Memakai sarung tangan bila kontak langsung dengan pasien atau tinja
penderita.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi.
4. Benda atau alat yang kontak dengan kotoran (tinja, urine) harus didesinfektan.
C. Isolasi Penyakit Saluran Napas
untuk mencegah penularan melalui kontak udara.
Jenis Penyakit :
1. TB paru
2. Parotitis epidemika
3 3. Pertusis
83

4. Pneumonia oleh karena Streptococcus group A dan Stapylococcus.


Tehnik :
1. Semua pasien dirawat diruang isolasi, pintu harus selalu tertutup
2. Petugas/pengunjung harus memakai masker
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruang isolasi.
4. Benda atau alat yang terkontaminasi dahak harus didesinfeksi.
2. Isolasi Pencegahan/Perlindungan :
Jenis isolasi untuk pasien yang dengan daya
(imunokompromais) terhadap penularan penyakit lain.
Jenis Penyakit :
1. Agranulositosis
4
2. Keganasan (leukemia, limfoma)
3. Pasien mendapat terapi imunosupresif
4. Luka bakar luas
5. Sindrom Steven Johnson
5 6. Pre dan Pasca kateterisasi jantung.
7. Pre dan Pasca dialisis ginjal

tahan

tubuh

menurun

Tehnik :
1. Pasien dirawat dikamar isolasi pada periode waktu tertentu
2. Petugas dan pengunjung memakai baju kusus dan masker
3. Petugas dan pengunjung mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki
kamar isolasi.

Lama Isolasi
Lama isolasi tidak sama tergantung pada cara penularan yaitu:
1. Sampai biakan negatif
2. Selama pasien dirawat di rumah sakit
3. Setelah terjadi perubahan klinis dengan pengobatan yang efektif.
Sarana Penunjang
Untuk menjaga agar system isolasi bisa berjalan dengan baik maka diperlukan sarana
yang memadai.
Sarana yang diperlukan adalah :
1. Ruangan dirancang kusus ( ventilasi, penerangan, pembuangan kotoran )
2. Alat kesehatan ( masker, baju, sarana cuci tangan, alat desinfeksi, pengiriman
spesimen).
3. Kesiapan petugas.
Perlu ditekankan mencuci tangan dengan baik dan benar adalah kunci keberhasilan
pencegahan infeksi dirumah sakit.

84

DEMAM TIFOID
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut sistemik yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhii.
Etiologi
Salmonella typhii adalah kuman gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul,
anaerob fakultatif dan tidak berspora. Mempunyai tiga macam antigen; antigen O
(somatic) menunjukan infeksi akut, antigen H (flagella) dan antigen Vi (kapsul). Selain itu
juga dihasilkan endotoksin yang pegang peranan dalam gejala klinis.

85

Patogenesis
Kuman masuk bersama makanan dan minuman melalui mulut, mencapai folikel limfe usus
halus (ileum dan yeyunum) kemudian ikut aliran kelenjar limfe mesenterika dan melewati
sirkulasi sistemik sampai kejaringan RES di organ hati dan limfa dan bermultiplikasi.
Setelah melalui masa inkubasi kuman menyebar melalui duktus thorasikus masuk
kesirkulasi sistemik dan akan mencapai organ : hati, limfa, sumsum tulang, kandung
empedu dan peyers patch di ileum terminal.
Gejala klinis
Pada anak masa ikkubasi 5-40 hari, masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60
hari, tetapi rata rata 7-14 hari. Gejala klinis bervariasi, tetapi umumnya dapat
dikelompokan menjadi :
1. Demam ( tipe demam step ladder temperature)
2. Gangguan gastrointestinal : muntah, sakit perut, kembung, diare atau obstipasi.
3. Gangguan kesadaran dari yang ringan (delirium) sampai berat (encephalopati)
4. Gejala lain : sakit kepala, anoreksia , mialgia
Pada pemeriksaan biasanya dijumpai: hepatomegali, splenomegali, rose spot, lidah kotor
ditengah, tepi hiperemis, tremor dan kadang kadang dijumpai bradikardi relative walaupun
pada anak jarang dijumpai.
Laboratorium
Darah tepi :
Bisa anemia normositik normokromik, leukopeni, aneosinofilia dan kadang dijumpai
trombositopenia.
Serologi :
Widal kadar titer O > 1/160 sekali periksa atau kenaikan > 4 kali selang satu minggu
mendukung diagnosis demam tifoid.
Biakan :
Bahan darah (minggu I), feces (minggu 2), urine (minggu 3) dan aspirasi sumsum tulang
merupakan diagnosis pasti.
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis, laboratorium dan diagnosis pasti berdasarkan ditemukanya
kuman salmonella typhii pada biakan.
Diagnosis banding.
Pada periode demam dapat didiagnosis banding dengan : malaria, infeksi saluran kencing,
infeksi TB paru, bronkitis.
Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dengan:
1. Istirahat ( tirah baring)
2. Diet: rendah serat, tinggi kalori, tinggi protein.
3. Medikamentosa: (pilih salah satu antibiotic dibawah ini )
7 a. Klorampenikol 50-100 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis (drug of choice) selama 10-14
8
hari
9 b. Tiamfenikol 50 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
c. Kotrimoksazol ( trimetropin 10 mg/kgbb/hari atau sulfametoksazol 25-40
mg/kgbb/hari ) dibagi 2 dosis selama 14 hari
Untuk kuman MDR (multi drug resisten) dapat dipilih salah satu antibiotik dibawah ini
86

1. Sefiksim oral 10 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis 14 hari


2. Seftriaxon 50-80 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 10 hari.
3. Asitromisin 20 mg/kgbb/hr selama 7 hari
Antibiotik diberikan selama 14 atau 7 hari bebas demam. Untuk kasus berat misalnya
ensefalopati, koma dan syok dapat diberikan deksametason 1-3 mg/kgbb/hari untuk
menurunkan angka kematian.
Komplikasi
1. Intestinal ( perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis).
2. Ekstraintestinal ( meningitis, bronchitis, bronkopneumonia, miokarditis, hepatitis,
kolesistitis, nefritis, arthritis).
Pencegahan
1. Higiene sanitasi lingkungan dan perorangan
2. Imunisasi aktif.
Daftar Pustaka:
1. Nathine MA, Hadinegoro SR. Ceftriaxone in the treatment of typhoid fever in
children. Frofil , diagnodsis and treatment in the 1990. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 1992: 85-93.
2. Mandal L, Mandal MD, Pal NK. Reduced minimum inhibitory concentration of
chlorampenicol for Salmonella enterica serovar typhi. Indian J Med sci 2004;
58(1): 16-23.

DIFTERI
Adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium
diptheraie dengan ditandai pembentukan pseudomembram pada kulit dan atau mukosa.
Etiologi
Corynebacterium diptheriae kuman batang gram positif, tidak bergerak, pleomorfik, tidak
berkapsul, tidak berspora. Secara umum dibagi menjadi tiga mcam tipe: tipe mitis, gravis

87

dan intermedius. Tumbuh baik pada media yang mengandung K-tellurit yaitu Loefler.
Menghasilkan eksotoksin baik invivo maupun invitro.
Patogenesis
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat dan berkembang biak pada permukaan
mukosa saluran napas bagian atas dan memproduksi toksin yang menyebar keseluruh
tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Sebagai respon tubuh terhadap toksin dari
kuman akan reaksi inflamasi lokal, bersama jaringan nekrotik dan serbukan sel sel radang,
fibrin terbentuklah pseudomembran warna hitam keabuan, melekat erat, bila dilepas
mudah berdarah.
Gejala klinis.
Masa inkubasi rata-rata 2-6 hari, gejala klinis tergantung pada virulensi kuman, imunitas
penderita, lokasi penyakit dan umur. Gejala klinis bisa ringan sampai berat serta
fatal.Gejala klinik umumnya: demam tidak tinggi, batuk, pilek, anoreksia, malaise, nyeri
telan dan jika berat dapat terjadi obstruksi saluran napas sehinga timbul stridor dan
pembesaran dan peradangan kelenjar limfe leher (bull neck). Gejala lain tergantung
lokasi dari difteri. Lokasi penyakit difteri bisa: difteri hidung, difteri tonsil dan faring, difteri
laring, difteri kulit, vulvovaginal, konjungtiva dan telinga.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan gejala klinis, swab tenggorok dengan pengecatan gram atau
Neisser dan diagnosis pasti ditemukan kuman difteri pada biakan dengan media Loefler.
Diagnosis Banding.
- Difteri hidung : rinorrhoe, comond cold, sinusitis, adenoiditis, benda asing.
- Difteri Faring: Tonsilitis oleh streptococcus (Angina plaut Vincent)
- Difteri laring: Croup sindrom, benda asing pada laring, angioneurotik edema
- Difteri kulit : impetigo, infeksi kulit oleh streptococcus atau staphylococcus.
Tatalaksana
Diberikan secepat mungkin setelah diagnosis ditegakan. Tujuannya adalah menginaktivasi
toksin belum terikat secepatnya dan mengeliminasi kuman agar produksi toksin bisa
dihentikan.
b. Umum
Penderita diisolasi sampai masa akut terlampaui dan hapusan tenggorok dua kali
berturut-turut negative. Istirahat tirah baring 2-3 minggu, berikan diet dan cairan
adekuat. Pada dipteri laring jika ada obstruksi jika perlu dilakukan trakeostomi.

b.
10

Khusus
1. Antitoksin ( anti difteri serum/ADS)
Diberikan secepat mungkin begitu diagnosis ditegakan, sebelumnya dilakukan
tes kulit atau mata dan bila alergi berikan secara Beredka. Dosis lihat tabel
dibawah ini:
Tipe difteri
Dosis ADS (UI)
Cara
Difteri hidung
20.000
IM
88

Difteri tonsil
40.000
Difteri faring
40.000
Difteri laring
40.000
Kombinasi lokasi diatas
80.000
Difteri + penyulit bullneck
80.000 - 100.000
Terlambat berobat (> 72 jam) lokasi
dimana saja
80.000 100.000

IM/IV
IM/IV
IM/IV
IV
IV
IV

2. Antibiotik.
Penisilin merupakan drug of choice dengan dosis 50 000 100 000 UI/kgbbhari
selama 10 hari, bila hipersensitif terhadap penicillin bisa Eritromisin 40
mg/kgbb/hari. Kortikosteroid boleh diberikan pada keadaan ada obstruksi atau
miokarditis.
Pengobatan kontak
Anak yang kontak dengan penderita sebaiknya dilakukan : a) biakan hidung dan
tenggorok. b) dilakukan uji Schich uktuk mengetahui kekebalan terhadap difteri. c) gejala
klinis diikuti sampai masa inkubasi terlewati.
Biakan
(-)

Uji Schick
(-)

(+)

(-)

(+)

(+)

(-)

(+)

Tindakan
Bebas isolasi, anak yang telah mendapatkan
imunisasi dasar berikan boster toksoid difteri
Karier : berikan penisillin 100 mg/kgbb/hr oral atau
Eritromisin 40 mg/kgbb/hr selama 1 minggu.
Penisilin 100 mg/kgbb/hr oral atau suntikan atau
Eritromisin 40 mg/kgbb/hr + ADS 20 000 UI.
Toksoid difteri (imunisasi aktif), sesuaikan dengan
status imunisasi.

Komplikasi
1. Obstruksi jalan napas
1. Dampak toksin: Miokarditis, paralisis palatum mole, paralisis diafragma, paralysis
otot mata dan ektrimitas.
1. Infeksi sekunder.
Prognosis
Tergantung pada kecepatan pemberian ADS, adanya obstruksi jalan napas, adanya
komplikasi (miokarditis, paralisis diapragma). Bila tidak ada komplikasi prognosis baik.
Pencegahan
- Menjaga kebersihan diri
- Menghindari kontak dengan penderita
- Mengobati karier
- Imunisasi aktif.

TETANUS
Tetanus adalah penyakit infeksi dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini disebabkan eksotoksin (tetanospasmin) yang
89

dihasilkan kuman mehambat neurotransmiter pada sinap ganglion sambungan sumsum


tulang belakang dengan neuromuskuler (neuromuskuler junction) dan saraf otonom.
Etiologi
Disebabkan oleh Clostridium tetani, kuman berbentuk batang, gram positif, berspora,
dengan ujung berbentuk genderang, obligat anaerob dan menghasilkan eksotoksin.
Tempat masuk kuman/spora melalui : luka tusuk, patah tulang, gigitan binatang, luka
bakar luas, luka operasi, pemotongan tali pusat tidak steril, OMP, luka gigi.
Patogenesis
Spora masuk lewat luka kedalam tubuh dan pada lingkungan anaerobik akan berubah
menjadi bentuk vegetatif dan menghasilkan eksotoksin menyebar lewat motor endplate
dan aksis silindris syaraf tepi kekornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar
keseluruh syaraf pusat. Toksin tersebut akan menimbulkan gangguan enzim kolinesterase
tidak aktif sehingga kadar asetilkolin menjadi tinggi dan blokade pada sinap yang terkena,
ini akan mengakibatkan tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan.
Gejala klinis
Masa inkubasi antara 5-14 hari, masa inkubasi terpendek 2 hari. Anak mengalami demam
ringan dengan gejala lain: trismus, risus sardonikus, opistotonus, otot dinding perut kaku
seperti papan, kejang dan gangguan pada syaraf otonom : gangguan irama jantung, suhu
tubuh meningkat, berkeringat, kekakuan otot sfingter dan otot polos sehingga terjadi
retensio urine/alvi, spasme laring dan gangguan otot pernapasan. Secara praktis tetanus
dapat dibagi menjadi: tetanus ringan ( trismus tanpa rangsang kejang), tetanus sedang
( kaku, tanpa kejang spontan, rangsang kejang positive), tetanus berat (kaku, kejang
spontan, rangsang kejang positive).
Laboratorium
Tidak ada yang spesifik, biakan kuman memerlukan prosedur kusus
anaerobik dan mahal.

untuk kuman

Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan anamnesis yang teliti.
Diagnosis banding
Bisa didiagnosis banding dengan : meningitis, meningoensefalitis, encephalitis, tetani
(oleh karena hipokalsemia), keracunan striknin, rabies, abses tonsilar, mastoiditis.
Penatalaksanaan
1. Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
- Menjaga saluran napas tetap bebas
- Mengatasi kejang :
90

1. Diazepam 0,1 0,3 mg/kgbb/x intravena tiap 2-4jam atau rectal., bila
kejang berhenti dilanjutkan dengan dosis rumatan dan apabila klinis
membaik dosis dipertahankan 3-5 hari kemudian trafering of, bila kejang
tidak berhenti pertimbangkan dirawat di ICU.
2. Tetanus berat.
Tetanus 20 mg/kgbb/hari drip infus intravena perlahan, dan dirawat di ICU.
Dosis pemeliharaan 8 mg/kgbb/hari oral dibagi 6 8 dosis
- Perawat luka dengan perhidrol 3% atau rivanol, perawatan tali pusat dengan
steril, konsul gigi atau THT kalau karies dentis atau OMA dicurigai sebagai
sebagai tempat masuk.
2. Khusus
a. Antibiotik: penisillin prokain 50 U/kgbb/hari im. Tiap 12 jam selama 7-10 hari atau
ampicilin 150 mg/kbgg/hari dibagi 4 dosis.
b. Metronidazole loading dose 15 mg/kgbb/jam, selanjutnya 7,5 mg/kgbb tiap 6 jam
atau
c. Eritromisin 50 mg/kgbb/hari p.o. dibagi 4 dosis.
d. Antiserum (ATS) : 50. 000-100.000 unit separoh intravena dan separoh
intramuskuler, didahului uji kulit.
e. Apabila tersedia dapat diberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-6000
IU i.m.
Komplikasi
Pada neonatus sering terjadi sepsis, pada anak bronkopneumonia, kekakuan otot laring
dan pernafasan , aspirasi, fraktur kompresi.
Prognosis
Tergantung pada : umur penderita, masa inkubasi, onset penyakit, berat ringannya
tetanus, kecepatan pemberian ATS.
Pencegahan
- Perawatan luka, terutama luka kotor, dalam.
- ATS profilaksis
- Perawatan tali pusat ( kebersihan waktu persalinan)
- Imunisasi aktif.

91

PERTUSIS
Pertusis ( batuk rejan) merupakan infeksi saluran napas yang ditandai batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi (whoop) yang kas.
Etiologi.
Penyakit ini disebabkan oleh Bordetella pertusis, kuman bentuk kokobasilus, gram
negatife, tidak bergerak dan tidak berspora. Untuk pembiakan diperlukan media Bordet
Gengou.
Patogenesis
Penularan pengakit ini melalui sekresi udara pernapasan, kemudian melekat pada silia
epitel pernapasan. Kuman akan mengeluarkan toksin yang menyebabkan reaksi
peradangan, hyperplasia jaringan pribronkial, meningkatnya mucus sehingga fungsi silia
terganggu. Penumpukan mucus menyebabkan obstruksi,kolap paru, hipoksemia dan
sianosis. Selain itu toksin juga menyebabkan kontraksi otot polos pembuluh darah dinding
trakea sehingga menyebabkan iskemia dan nekrosis trakea.
Gejala klinis
Masa inkubasi 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit bisa berlangsung
6-8 minggu. Gejala klinis bisa dibagi menjadi tiga stadium:
1. Stadium kataralis (1-2 minggu)
Gejala awal menyerupai pilek, lendir jernih, injeksi konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan,
demam ringan.
2. Stadium paroksimal/spasmodik (2-4 minggu)
Frekuensi batuk bertambah ,kas terdapat pengulangan 5-10 kali disertai bunyi yang
melengking (whoop). Pada stadium ini anak kelelahan, lakrimasi, sianosis kadangkadang disertai perdarahan konjungtiva, muntah.
3. Stadium konvalesen (1-2 minggu)

92

Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan batuk
berangsur-angsur yang berkurang.
Laboratorium
Pada darah tepi didapatkan leukositosis dengan limfositosis absolute pada stadium kataral
dan paroksimal. Serologi bisa dengan mendeteksi IgG, IgM dan IgA dengan ELISA.
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Diagnosis Banding
Bisa diagnosis banding dengan: bronkiolitis,pneumonia, sistik fibrosis
Tatalaksana
Antibiotik Eritromisin 50 mg/kgbb/hari atau ampicilin 100 mg/kgbb/hari selama 4-5 hari
Terapi suportif : obat batuk, antipiretik, oksigen, cairan dan nutrisi yang adekuat.
Komplikasi
Pneumonia, atelektasis, aspirasi , pneumothorak, perdarahan subkonjungtiva, kejang dan
infeksi susunan syaraf pusat.
Pencegahan
- Imunisasi aktif.

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


Demam berdarah dengue adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus golongan
arbovirus.
Etiologi
Penyebab infeksi ini disebabkan oleh serotype: den-1, den-2, den-3 dan den-4. Serotipe
den-3 merupakan yang banyak menyebabkan penyakit dan kasus berat.
Patogenesis
Hingga kini patogenesis pasti belum diketahui, tetapi yang banyak dianut adalah
secondary heterologous infection hypothesis. Teori ini mengatakan seorang terkena DBD
apabila anak setelah terinfeksi virus dengue pertama kali kemudian mendapatkan infeksi
kedua oleh virus dengan serotype berbeda dalam jarak waktu antara 6 bulan sampai 5
tahun. Sedangkan patofisiologi utama penyakit ini adalah terjadinya peningkatan
permiabilitas dinding pembuluh darah, terjadinya kebocoran plasma, hipotensi,
trombositopenia serta diatesis hemoragik.
Gejala klinis
- Demam mendadak tinggi 2-7 hari
93

Sakit kepala, sakit perut, mual/muntah, mialgia/atralgia


Rash (manipestasi perdarahan : uji tourniquet (+), petikie, epitaksis, perdarahan GI)
Renjatan/syok
Trombositopenia (<100.000 mm3/dl), leukopenia
Hemokonsentrasi (kenaikn Ht> 20%) atau tanda kebocoran plasma (efusi pleura,
ascites, edema palpebra)
- Hepatomegali
Derajat penyakit WHO (1999).
1. Demam dengan disertai gejala tidak kas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji tourniquet (+).
1. Derajat 1 disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
1. Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi: nadi cepat, kecil, tekanan nadi < 20 mmHg atau
hipotensi, kulit dingin, lembab dan anak gelisah.
1. Syok berat: nadi tidak teraba, tekanan darah tidak bisa diukur.
Tatalaksana
A. Derajat 1:
- Boleh rawat jalan/mondok
- Minum banyak, istirahat
- Berikan antipiretik (bukan golongan asetosal, ibupropen)
- Cek trombosit dan hematokrit, jika Ht naik > 20% rawat inap dan pasang infuse
RL/Nacl dengan tetesan maintanace atau 3 cc/kgbb/jam.
- Bila rawat jalan, control teratur.
B. Derajat 2, 3 dan 4 terapi cairan sesuai bagan dibawah ini, sedangkan terapi
suportif sama dengan derajat 1.

Terapi cairan DBD derjat 2


Inisial kristaloid 6 cc/kgbb/jam
selama 1-2 jam

Membaik

Tidak membaik

94

Turunkan 3 cc/kgbb/jam
Kristaloid selama 6-12 jam

Naikan 10 cc/kgbb/jam
Kristaloid selama 2 jam

Membaik
Tidak membaik

Membaik

Hentikan cairan IV
Dalam 24 jam

Hematokrit naik

Hematokrit turun

IV koloid Dextran (40)


atau plasma 10 cc/kgbb/jam
selama 1 jam

Turunkan 6 cc/kgbb/jam
kemudian 3 cc/kgbb/jam
& hentikan setelah 48 jam

Transfusi darah
10 cc/kgbb/jam
selama 1 jam

Membaik

Ganti dengan kristaloid


turunkan 10 ke 6 ke 3 cc/kgbb/jam
dan hentikan setelah 48 jam
- Monitor vital sign tiap 4-6 jam
- Monitor hematokrit dan trombosit minimal tiap hari
- Balan cairan ketat.

Terapi cairan DBD derajat 3 dan 4

DSS
95

Kristaloid 10-20 cc/kgbb/jam. IV

Membaik

Tdk membaik

Turunkan 20 10 6 3 cc/kgbb/jam

Oksigen

Baik

Dihentikan terapi IV
setelah 48 jam

Hct naik

Hct turun

IV koloid (dektran 40)


atau plasma 10 cc/kgbb/jam
atau bolus (bisa diulang)

Tranfusi darah
10 cc/kgbb/jam
jika HCT >35%

Membaik

Terapi IV kristaloid diturunkan dari 10 63 cc/kgbb/jam, dan dihentikan setelah 48 jam


Monitor :
- Tanda-tanda vital tiap 1 jam sampai stabil
- Monitor Hct tiap 4-6 jam.
- Monitor trombosit tiap 12 jam
- Monitor balans cairan, lingkar perut, tanda tanda perdarahan
Pencegahan
- Kebersihan diri dan lingkungan dengan 3 M (mengubur, menutup, membakar) sampah /
kaleng yang memungkinkan tempat perindukan nyamuk
- Menguras bak mandi/tempat air satu minggu sekali.
- Membunuh nyamuk dewasa dengan foging dan jentik nyamuk dengan abatisasi.

96

CAMPAK (MORBILI)
Adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular disebabkan oleh virus, yang biasanya
menyerang anak.
Etiologi
Virus campak termasuk dalam golongan paramyxovirus berbentuk bulat,tepi kasar dan
bergaris tengah 140 nm dan dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan
protein. Termasuk dalam golongan RNA virus.
Patogenesis
Penularan lewat droplet terjadi 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah
timbul ruam. Virus setelah masuk kekelenjar limfatik lokal dan kemudian menyebar
kejaringan lifolentikuler dan menyerang sel mononuclear sehingga terbentuk sel berinti
raksasa. Setelah itu virus menyebar keepitel saluran napas, konjungtiva, kulit, kandung
kemih dan usus yang menimbulkan nekrosis pada epitel tersebut.
Gejala klinis
Virus campak mempunyai masa inkubsi 10-12 hari, dan penyakit ini mempunyai tiga
stadium klinis yaitu:
1. Stadium prodromal
Pada stadium ini gejalanya tidak kas antara lain: demam, batuk, pilek, mata merah
(konjungtivitis), anoreksia, malaise dan ditemukanya gejala kas yaitu timbulnya
enamtem dimukosa bukal (bercak koplik) ini merupakan tanda patognomonis untuk
campak.
2. Stadium kataral (Erupsi/Eksantema)
Pada stadium ini ditandai dengan timbulnya ruam yang dmulai dari belakang telinga
menyebar kemuka, badan, lengan, kaki dan seluruh tubuh. Ruam ini bersifat diskret.
3. Stadium konvalescen (penyembuhan)
Gejala mulai mereda, ruam akan berubah dari kemerahan menjadi kehitaman
(hiperpigmentasi) kemudian mengelupas dan menghilang.
Laboratorium
Pada darah tepi tidak kas, kadang-kadang dijumpai jumlah leukosit yang menurun disertai
dengan limfositosis relative. Serologic bisa ditemukan IgM campak yang spesifik.
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis, sedangkan laboratorium tidak kas.

97

Diagnosis Banding
Bisa didiagnosis banding dengan: eksantema subvitum, rubella, skarlatina, drug erupsion
dan infeksi virus dengue.
Tatalaksana
Simptomatik : antipiretik, antitusiv, ekspektoran atau antikonvulsi bila terjadi kejang, Anak
harus diberikan cukup cairan dan nutrisi. Vitamin A 100 000 UI sekali peroral. Pada
campak tanpa komplikasi bisa dirawat dirumah. Bila terjadi komplikasi pengobatan sesuai
dengan komplikasinya. Pasien yang dirawat harus diisolasi.
Komplikasi
Bronkopneumonia, kejang demam, ensepalitis, SSPE (subacute sclerosing panecepalitis),
otitis media, gastroenteritis.
Pencegahan
- Hindari kontak
- Imunisasi aktif.

98

EKSANTEMA SUBITUM
Nama lainya roseola infantum adalah penyakit virus akut yang menyerang bayi dan anak
kecil, yang ditandai dengan demam selama 3-5 hari.
Etiologi
Disebabkan oleh Human herpesvirus-6, walaupun virus lain mungkin bisa menjadi
penyebab.
Gejala klinis.
Penyakit ini biasanya menyerang anak anak kecil umur diatas 3 bulan dan kurang dari 4
tahun, jarang menyerang anak kurang dari 3 bulan. Gejala biasanya demam tinggi, batuk ,
pilek, sakit perut, palpebrae tampak bengkak. Eksantema timbul setelah demam turun, lesi
mulai dari leher, ektrimitas, punggung, muka, lesi tampak pucat bila ditekan. LCSi
menghilang dalam 24-48 jam tanpa hiperpigmentasi.
Laboratorium
Darah tepi menunjukan leukopeni, limfositosis relative dan neutropenia absolute.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinik.
Diagnosis banding:rubella, campak, alergi obat, dengue fever.
99

Tatalaksana: simtomatik
Penyulit: ensefalitis, limfadenitis.

VARISELA (CACAR AIR )


Adalah infeksi virus akut yang sangat menular, biasanya menyerang anak-anak.
Etiologi: Herpes Virus Zoster
Patogenesis
Virus masuk melalui mukosa saluran napas bagian atas, kemudian bereplikasi dan
menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia pertama ). Virus berkembang biak
pada sel retikuloendotel setelah kira-kira satu minggu kemudian menyebar melalui
pembuluh darah (viremia kedua) menyebar kekulit dan jaringan mukosa.

100

Gejala klinis
Masa inkubasi 14-15 hari. Gejala klinis dibagi menjadi dua stadium:
1. Stadium Prodromal.
Gejala demam tidak tinggi, malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung , nyeri
tenggorok dan batuk, kemudian timbul ruam. Demam biasanya berlangsung 2-3 hari
sebelum timbul ruam.
2. Stadium Erupsi
Ruam kulit muncul dimuka, kulit kepala, menyebar kebadan dan ektrimitas. Gambaran
lesi berupa macula kemerahan ke papula, vesikula, pustule dan akhirnya menjadi
krusta. Perubahan ini berlangsung 8-12 jam, lesi juga timbul pada mukosa hidung,.
faring, laring, trakea, saluran kemih, vagina, saluran cerna. Sifat lesi sentrifugal,, lesi
berkelompok, monomorp.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis dan anamnesis adanya riwayat kontak.
Tatalaksana
Simptomatik (antipiretik), lotio calamine untuk mengurangi gatal.
Antivirus: asiklovir 20 mg/kgbb/ kali dibagi 4 dosis oral selama 5 hari .
Komplikasi : infeksi sekunder oleh kuman stafilococcus.
Pencegahan : Imunisasi aktif.

RUBELA
Atau German measles adalah infeksi virus yang menyerang anak dan orang dewasa.

101

Etiologi: disebabkan oleh RNA virus yang termasuk dalam genus Rubivirus dan famili
Togaviridae.
Patogenesis
Penularan melalui oral droplet dari nasofaring kemudian melalui peredaran darah dan
terjadi viremia, selain dinasofaring virus dapat diisolasi dari kelenjar getah bening,
urine,LCS,ASI, cairan sinovial dan paru. Penularan terjadi pada 7 hari sebelum hingga 5
hari sesudah timbulnya erupsi.
Gejala klinis.
Masa inkubasi 14-21 hari, gejala klinis dibagi menjadi:
1. Gejala prodromal.
Umumnya demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, mata merah, pilek, batuk dan
limfadenopati. Pembesaran kelenjar limfe kas suboksipital, posaurikuler dan servikal
serta nyeri tekan.
2. Masa Eksantema
Eksantema mulai dari retroaurikuler atau muka dan dengan cepat menyebar secara
kraniokaudal kebagian tubuh. Pada awal timbulnya eksantema timbul enamtema pada
palatum mole yang disebut tanda Forschheimer. Eksantema menghilang antara hari ke
2- 4 hari.

Rubela congenital
Infeksi virus rubela pada wanita hamil biasanya tanpa gejala, jika infeksi pada trimester
pertama kehamilan akan menimbulkan rubella konginetal yang ditandai dengan trias
rubella yaitu: katarak, tuli dan kelainan jantung. Manisfestasi umum rubella congenital
adalah: retardasi pertumbuhan, psikomotor kadang terjadi mikroftalmia, retinopati dan
kelainan neurologi berupa : mikrosefali, fontanela cembung, gelisah, hipotonia, kejang,
letargi, opistotonus. Kematian biasanya oleh karena gagal tumbuh, kelainan jantung,
hepatitis, trombositopenia dan ensefalitis.
Laboratorium
Darah rutin tidak spesifik, mungkin ditemukan leucopenia dengan limfositosis relative.
Pada serologi akan ditemukan kadar antibodi IgM yang positip pada infeksi primer dan
reinfeksi. Diagnosis pasti dengan isolasi virus dari sekret nasofaring, urine, feses, dan
LCS.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis, serologis dan diagnosis pasti dengan isolasi virus.
Diagnosis banding: campak, eksantema subitum, mononucleosis, pityriasis rosea,
scarlet fever, alergi obat.
Tatalaksana: tidak ada terapi spesifik.
102

Komplikasi: artritis, atralgia, ensefalitis, trombositopenik purpura.


Pencegahan: Imunisasi aktif, isolasi penderita.

PAROTITIS EPIDEMIKA (GONDONG)


Adalah infeksi virus akut yang menular yang ditandai dengan pembesaran kelenjar parotis.
Etiologi : termasuk golongan RNA virus dan kelompok Paramyxovirus
Patogenesis
Terdapat dua pendapat pada patogenesis parotitis epidemika yaitu:
1. Virus masuk melalui mulut kedalam duktus stensen kelenjar parotis dan terjadi
multiplikasi kemudian menyebar (viremia umum) menuju testis, ovarium, pancreas,
tiroid, ginjal, jantung dan otak.
2. Replikasi primer pada epitel saluran napas kemudian menyebar (viremia) kekelenjar
saliva dan organ tubuh lain.
Gejala klinis
Masa inkubasi 14-24 hari, didahului dengan gejala prodromal berupa: lesu, demam, nyeri
otot terutama otot leher, sakit kepala, napsu makan menurun kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjar parotis dan kelenjar ludah. Pembesaran disertai rasa sakit.
Pembesaran perlahan akan mereda kira-kira 3-7 hari. Pada pemeriksaan akan terlihat
merah pada muara duktus stensen dan anak akan terasa nyeri bila menelan cairan asam.
Laboratorium
Serologi: kenaikan 4 kali pada uji komplemen terhadap antibody S (soluble) dan antibody
V (viral) akan membantu diagnosis. Diagnosis pasti dengan isolasi virus dari saliva, LCS
atau urine pada hari keempat setelah sakit.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis, serologis dan diagnosis pasti dengan isolasi virus.
Diagnosis banding: parotitis supuratif, koriomeningitis limfositik, kalkulus saliva,
osteomielitis.
Tatalaksana
Simtomatik: istirahat, diet tinggi kalori tinggi protein. Untuk mencegah orkitis bisa diberikan
steroid selama 3 hari.
Komplikasi : orkitis, meningoensefalitis, ooforitis, pankretitis, nefritis, tiroiditis, miokarditis,
mastitis, ketulian, arthritis.
Pencegahan : Imunisasi aktif.
103

RABIES (PENYAKIT ANJING GILA)


Adalah penyakit radang susunan syaraf pusat yang fatal yang biasanya ditularkan oleh
gigitan binatang (anjing).
Etiologi: termasuk dalam RNA virus famili dari Rhabdovirus
Pagenesis
Virus masuk lewat gigitan binatang,kemudian melekat dan menembus sel dan virus naik
secara ascenden dari syaraf perifer ke medulla spinalis, kemudian virus akan merusak
otak dan medulla, hipokampus, thalamus dan ganglia basalis sedangkan kortek serebri
umumnya normal. Kerusakan paling berat pada pons dan dasar ventrikel IV. Ditemukanya
badan negri (negry bodies) merupakan tanda patognomonis.
Gejala klinis
Masa inkubasi 20-90 hari, terpendek 10 hari dan terpanjang sampai 6 tahun. Gejala klinis
ada dua fase yaitu:
1. Stadium prodromal.
Anak merasa gelisah, tidak enak badan, demam, mual, rasa gatal dan panas ditempat
gigitan, rasa kesemutan. Masa prodromal ini biasanya berlangsung 2-10 hari. Gejala
timbul bisa cepat atau lambat tergantung letak gigitan dan persyarapan yang ada pada
daerah gigitan.
2. Stadium neurologi
Pada fase ini ada dua bagian yaitu mengamuk dan paralysis. Anak rasa ingin
memberontak, hiperaktif, kelakuan liar, kaku kuduk dan nyeri menelan merupakan
gejala utama dan hidrofobia merupakan gejala patognomonis. Pada pemeriksaan
neurologik akan tampak paralysis pada syaraf cranial: kelumpuhan otot palatum, pita
suara, suara menjadi serak, batuk dan timbul gerakan involunter., aritmia jantung,
gangguan otot pernafasan. Fase neurologik berlangsung 2-10 hari. Pada silent rabies
bisa berlangsung lebih dari 2 minggu.
104

Laboratorium
Darah akan menunjukan peningkatan sel mononuclear dan pada LCS pleositosis ringan.
Serologi dengan uji antibody flouresen pada sedian apus sel epitel kornea atau kulit
biasanya positip. Virus bisa diisolasi pada hari ke 4 24 setelah timbulnya penyakit,
merupakan diagnosis pasti.
Diagnosis
Berdasarakan gejala klinis, serologi dan isolasi virus.
Tatalaksana
1. Bersihkan luka bekas gigitan dengan sabun dan air, kemudian luka dikeringkan dan
berikan antiseptic (alkohol 70%atau merkurokrom)
1. Berikan serum anti rabies (SAR) dengan dosis: serum rabies binatang 40 U/kgbb atau
0,5 cc/kgbb, separoh dberikan secara infiltrasi disekitar luka, sisanya diberikan
intramuskuler. Imunoglobulin manusia 20 IU/kgbb atau 0,1 cc/kgbb separoh diberikan
infiltrasi dan sisanya intramuskuler.
2. Terapi lainya sesuai dengan keadaan penderita.
Pencegahan:
- Imunisasi.
- Kontrol hewan pembawa.

MALARIA
Adala infeksi protozoa yang disebabkan oleh genus plasmodium.
Etiologi: plasmodium falciparum, malariae, vivax, ovale.
Patogenesis
Plasmodium mempunyai dua siklus aseksual skizogoni (dinyamuk) dan siklus seksual
sporogoni (manusia). Sporogoni mulai dengan masuknya sporozoit kedalam darah dan
kehati berubah jadi skizon, skizon pecah menjadi merozoit kemudian menjdi tropozoit,
kemudian tropozoit berubah menjadi mikrogamet dan makrogamet kedua mikro dan
makrogamet masuk ketubuh nyamuk lewat gigitanya dan mulailah siklus aseksual.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penularan alamiah plasmodium falciparum 12 hari, vivax dan ovale 13-17
hari, malariae 28-30 hari. Pada orang dewasa gejala malaria bisanya bersifat paroksisme,
tetapi pada anak jarang terjadi.
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini dimulai dengan persaan dingin, nadi cepat, lemah, bibir pucat, sianosis.
Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam
2. Stadium demam
105

Penderita merasa demam, muka merah, kulit kering, sakit kepala, mual, muntah, nadi
kuat. Stadium ini berlangsung 2-12 jam. Stadium demam ini berbeda-beda untuk
masing-masing plasmodium. Plasmodium vivax dan ovale tiap 48 jam atau hari ke 3
(malaria tertiana), plasmodium malariae tiap 72 jam atau hari ke 4 (malaria kuartana),
P. falciparum tiap 24-48 jam.
3. Stadium berkeringat
Penderita berkeringan banyak, suhu tubuh turun kadang-kadang sampai dibawah
normal.
Pada pemeriksaan bisa kita temukan: pucat/anemia, splenomegali, kadang ikterik,
kencing berwarna coklat (black water fever).
Malaria berat
Biasanya disebabkan olel P. falcifarum, malaria yang disertai salah satu atau lebih gejala
berikut :
1. Hiperparistemia yaitu jumlah > 5% eritrosit dihinggapi parasit.
2. Malaria serebral dengan kesadaran menurun ( derlirium, stupor, koma)
3. Anemia berat (Hb < 5 g/dl)
4. Ikterus, bilirubin > 50 mmol/l
5. Hipoglikemia berat
6. Gagal ginjal (ureum >3 g/dl dan diuresis <400 ml/hari)
7. Hipertermia, suhu badan > 39 oC
8. Syok, hipotensi.
9. Edema paru akut
10. Dehidrasi, gangguan asam basa, gangguan elektrolit
11. Hemoglobinuria
Laboratorium
Didapatkan anemia, kadang-kadang bilirubin naik. Diagnosis pasti dengan sedian hapus
tipis/tebal ditemukan bentuk pita (band form), skizon bentuk bunga rose (rossete form),
trofozoit. Tehnik yang lebih maju yaitu QBC ( quantitative buffy coat) dengan pulasan
jingga akridin, dan tehnik pelacakan dengan DNA probe.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis, dan diagnosis pasti ditemukan Plasmodium dari
hapusan darah tepi.
Tatalaksana
Pengobatan malaria menurut tujuan dibagi menjadi: pengobatan presumtif ( untuk
mengurangi gejala klinis, mencegah penyebaran), pengobatan radikal ( untuk mengurangi
relaps jangka panjang ), pengobatan masal untuk penduduk didaerah endemis. Obat yang
dipaka :
A. Malaria ringan tanpa komplikasi.
1. Klorokuin basa 25 mg/kgbb selama 3 hari ( hari I: 10 mg/kgbb/x max 600 mg/hr, hari
II: 10 mg/kgbb/x, dan hari ke III: 5 mg/kgbb ) ditambah primakuin satu hari.
106

2. Bila pengobatan butir 1 pada hari IV masih demam atau hari ke VIII masih dijumpai
parasit dalam darah maka diberikan:
a. Kina sulfat 30 mg/kgbb/ dibagi 3 dosis selama 7 hari.
b. Pirimetamin dan sulfadoksin (fansidar) pirimetamin 1-1,5 mg/kgbb atau
sulfadoksin 20-30 mg/kgbb single dosis (untuk anak lebih 6 bulan)
3. Untuk mencegah relaps pada P. vivax dan ovale diberikan primakuin 0,3 mg
basa/kgbb/hari selama 14 hari untuk umur > 5 tahun.
4. Bila butir 2 pada hari ke IV masih demam atau hari ke VIII masih dijumpai parasit maka
diberikan :
a. Tetrasiklin 50 mg/kgbb/kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila sebelumnya
telah mendapatkan pengobatan 2a atau
b. Tetrasiklin + Kina sulfat bila sebelumnya telah mendapatkan pengobatan butir 2b
Tetrasiklin hanya diberikan pada anak usia diatas 8 tahun.
Pencegahan.
1. Pencegahan dengan minum obat malaria apabila masuk kedaerah endemis yaitu 2
minggu sebelumnya dan 4 minggu sesudah keluar tiap minggu makan obat: klorokuin
basa 5 mg/kgbb setiap minggu atau Fansidar dengan dosis pirimetamin 0,5-0,75
mg/kgbb atau sulfadoksin 10-15 mg/kgbb setiap minggu.
2. Menghindar dari gigitan nyamuk dengan mamakai klambu, obat pembunuh nyamuk.
Daftar Pustaka
1. Aceng JR. Byarugabe.JS. Tumwine JK. Rectal arthemether versus intravenous
quinine for treatment of the cerebral malaria inchildren in Uganda. Br Med J
2005:330-4
2. Mockenhampt FP, Ehrhardr S, Dzisi SY, Bousema JT. A randomized, placebo
controlled, double blind trial on sulfadoxine-pyrimethamine alone in
uncomplicated malaria. Trop Med Int health 2005; 512-20.
3. Rampengan TH, Rampengan JP. Cloroquine-resistant falcifarum malaria in
children. Pediatr Indones 1989; 30:13-9
4. WHO.Severe falcifarum malaria. Trans R Soc Trop Med Hyg 2000.
5. WHO. A. Global strategy for malaria control. Geneva: WHO, 1983.
6. Olliaro PL, Taylor WR. Developing Artemisine based drug combination for the
treatment of drug resistent falcifarum malaria: a review. J.Post Grad Med
2004;50:40-4.

ASKARIASIS (CACING GELANG)

107

Adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides yang merupakan nematode
usus terbesar.
Etiologi: Ascaris lumbricoides
Patogenesis
Telur infektif tertelan berubah menjadi larva masuk duodenum, vena mesenterika
kemudian ke sirkulasi portal, jantung kanan ke paru-paru, kemudian larva bermigrasi dari
bronkiolus ke bronkus, trakea, epiglottis, kemudian tertelan turun ke esophagus dan
menjadi dewasa diusus halus. Siklus hidup berlangsung sekitar 65-70 hari, umur cacing
dewasa kirakira 1 tahun.
Gejala klinis
Migrasi larva : menyebabkan radang paru (pneumonitis ascaris) anak batuk, berdahak,
demam, kadang-kadang sesak napas, ada wheezing. Gambaran radiologi (Loefler
sindrom) menyerupai pneumonia viral.
Cacing dewasa : sakit perut, kolik diepigastrium, gangguan selera makan kadang-kadang
dapat menimbulkan ileus oleh karena sumbatan cacing, muntah cacing. Hasil
metabolisme cacing menimbulkan reaksi alergi.
Diagnosis
Ditemukan telur cacing dalam tinja.
Tatalaksana
1. Pirantel pamoat, 10 mg/kgbb/hari dosis tunggal
1. Mebendazol 100 mg dua kali selama tiga hari.
2. Oksantel pamoat 10 mg/kgbb/hari dosis tunggal.
Pencegahan : higene dan sanitasi yang baik.

108

ANKILOSTOMIASIS
Infeksi yang disebabkan oleh cacing tambang.
Etiologi: Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
Patogenesis
Larva filariform menembus kulit masuk kesirkulasi melalui pembuluh vena, jantung kanan,
ke paru, ke alveoli kemudian bermigrasi dari bronkiolus ke bronkus, trakea, faring dan
tertelan turun keesofagus dan menjadi dewas diusus halus.
Gejala klinis
1. Migrasi larva.
Sewaktu menembus kulit timbul gatal( ground itch), infeksi sekunder oleh bakteri,
cutaneus larva migrant, pneumonitis.
2. Cacing dewasa
Anoreksia, mual/muntah, diare, penurunan berat badan, nyeri perut dan anemia karena
cacing mengisap darah.
Diagnosis: ditemukan telur didalam tinja.
Tatalaksana
1. Creeping eruption
Dengan cryotherapy dengan kloretil spray atau tiabendazol topical selama 1
minggu
2. Cacing dewasa
Pirantel pamoat 10 mg/kgbb dosis tunggal
Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari
Abendazol untuk anak diatas 2 tahun 400 mg
Pencegahan: higene dan sanitasi yang baik.

109

OKSIURIASIS
Atau cacing kremi, yaitu infeksi cacing yang biasanya terjadi dalam satu keluarga.
Etiologi: Oxyuris vermicularis
Patogenesis
Cacing memalui telur infektif yang tertelan , kemudian menetas dicaecum dan berkebang
menjadi dewasa. Cacing betina akan meletakan telurnya diperianal dan kulit perineum
pada malam hari. Penularan bisa melalui:
1. Langsung dari anus ke mulut.
2. Penularan pada orang setempat tidur melalui telur yang ada ditempat tidur.
3. Melalui udara, telur yang terbawa udara
4. Retroinfeksi.
Gejala klinis
Anak menjadi gugup, susah tidur, mimpi menakutkan, gatal disekitar anus, bila infeksi
sekunder menjadi eksim.
Diagnosis
Ditemukan cacing dewasa yang keluar dari anus pada malam hari, atau telur cacing pada
tinja.
Tatalaksana
1. Pirantel pamoat 10 mg/kgbb/hari dosis tunggal
2. Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari.

110

Pencegahan
1. Pengobatan seluruh keluarga
2. Higiena dan sanitasi yang baik.

INFEKSI NOSOKOMIAL
Adalah infeksi yang didapat selama perawatan dirumah sakit, tetapi bukan timbul pada
stadium inkubasi pada saat masuk ruamah sakit atau merupakan infeksi yang
berhubungan dengan perawatan dirumah sakit sebelumnya.
Menurut CDC ( Center for Disease Control and Prevention) 1988, suatu infeksi yang
didapatkan dirumah sakit apabila:
1. Pada waktu penderita dirawat dirumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda infeksi
tersebut.
2. Tanda-tanda klinis timbul sekurang kurangnya setelah 2x24 jam sejak mulai
perawatan.
3. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya.
4. Bila mulai saat dirawat dirumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti
infeksi didapat penderita ketika dirawat dirumah sakit yang sama dan belum pernah
dilaporkan sebelumnya.
Sedangkan departemen Kesehatan RI tahun 1993 mengatakan infeksi didapat dirumah
sakit bila:
111

1. Pada saat masuk rumah sakit penderita tidak ada tanda-tanda infeksi atau tidak dalam
masa inkubasi infeksi tersebut.
2. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat dirumah sakit atau
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh organisme berbeda dari
mikroorganisnme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme sama tetapi
lokasi infeksi berbeda.
Pencegahan
1. Bekerja dengan aseptik dan antiseptik
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah masuk ruangan atau periksa pasien
3. Kurangi tindakan yang dapat menyebabkan infeksi.
4. Sterilisasi alat dan bahan untuk tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gardner, Tripple, Beem. Control of Infections in the Pediatrics hospital. Dalam: Feigin
RD, Cherry YD. Textbook of pediatrics infectious desease.edisi 3. Philadelphia:
WB.Saunders, 1995; 2184-99.
2. Behrman RE, Vaugan VC. Measles. Textbook of pediatrics, edisi 13. Philadelphia: WB
Saunders, 1987; 655-8.
3. World Health Organization. Guide for diagnosis, treatment and control of dengue
hemorrhagic fever in small hospitals.WHO Geneva: 1999
4. Sumarmo, S. Herry,G. Sri Rejeki, S. Infeksi dan penyakit tropis. edisi 1. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak. IDAI.2001

Dr. Edi Hartoyo SpA

GAWAT DARURAT PADA ANAK


SYOK
Syok adalah sindrom klinik yang timbul akibat kegagalan sirkulasi memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Syok dapat dibagi menjadi :
1. Syok Hipovolemik ( valome intravaskuler tidak adekuat ) cardiak out put
menurun
- Pendarahan akut ( Pendarahan GI, trauma )
- Kehilangan cairan hebat dan cepat ( diare, luka bakar, diabetes insipidus )

112

Kehilangan plasma ( cairan dari intra vasculer ke jar intertisial/serosa


( DHF, anoxia, hipersensitivitas akut, perforasi)
2. Syok distibutif ( Syok septik, neurogenik, anafilaksis)
Volume intra vasculer normal, tetapi terdapat kekurangan relatif sirkulasi oleh
karena dilatasi hebat dari vena/ arterial.
3. Syok Kardiogenik adalah kegagalan jantung memompa darah yang
diperlukan.
- Pengaruh mekanik ( pnemothorak tekanan, tamponade jantung)
- Gangguan ritme jantung ( irama jantung ): fibrilasi ventrikel, SVT.
- Gangguan
kontraksi otot ventrikel (infark miokard, kardiomiopati,
hipoksemia)
Diagnosis :
Syok awal (compensated ) pada anak manisfestasi lain dengan pada dewasa.
Pada anak tekanan darah dan besarnya nadi turun lebih lambat, karena cadangan
jantung anak masih tinggi sehingga masih mampu dalam batas-batas tertentu, sebelum
cadangan itu habis,tetap mempertahankan sirkulasi .
Gejala klinis syok sebagai berikut :
- Pucat
- Gangguan kesadaran ( somnolen sampai koma)
- Tanda vital ( suhu, Resp, tekanan darah, reaksi pupil lambat)
- Gangguan fungsi ginjal (oligouria sampai anuria)
- Gangguan keseimbangan asam basa ( asidosis, napas kusmmaul
sampai cheynes stokes)
- Tanda lain tergantung penyakit primernya.
Labotarium
- Darah rutin ( Hmt meningkat pada hemokonsetrasi dan menurun pada
hemodilusi/perdarahan)
- Gas darah, elektrolit.
- Glukosa darah ( menurun pada syok hipoglikemi)
- CRP ( syok septik (+) )
Tatalaksana umum
1. Perawatan umum
2. Bebaskan jalan napas, isap lendir, 02 1-2 lt/ml
3. Pengelolaan cairan
- Larutan kristaloid ( ringer laktat, garam fisiologis ) dapat dipakai sebagai
pertolongan pertama pada syok hipovolemik.
- Larutan kaloid ( plasma atau plasma expender : albumin, dextran ) bila
tak ada perbaikan dengan cairan kristaloid.
- Darah segar atau PRC bila sebabnya oleh karena pendarahan ( misalnya
bila Hmt < 30% atau terjadi perdarahan cepat).
4. Koreksi gangguan asam-basa
Dosis : 0,3 x BE x BB
Koreksi gangguan elektrolit ( kalau ada)
5. Berantas etiologi
6. Obat-obatan
a. Epineprin ( agonis adrenergik alfa dan beta )
- Indikasi : asistole, heart block, vasodilatasi ( pooling darah pada
anafilaksis )
- Dosis
: - 0,01 mg/kg BB larutan 1 : 10000 IV
113

- 0,05 1 mcg/kg BB/ menit infus Isoproterenol


Indikasi : bradikardi yang tak membaik dengan pemberian atropin
Dosis: 0,1-0,5 mcg/kgbb/menit
- Pemberian harus pengawasan seksama
b. Dopamin
Tergantung pada dosisnya obat ini dapat timbul efek alfa, beta
- Dosis < 10 mcg/ kg BB/ menit:vasodilatasi renal dan splanik, efek inotropik
positip
- Dosis > 10 mcg/ kg BB/ menit : efek inotropik dan vasokontriksi
- Indikasi : meningkatkan kontroksi otot jantung dan vol semenit jantung
- Dosis 5-20 mcg/ kg BB/ menit
c. Dobutamin.
- Indikasi agnist adrenergik beta 1 selektif
- Dosis 10 20 mcg/kg BB/ menit
d. Terhadap komplikasi pulmonal.
- Kortikosteroid ( kortison 2-10 mg/kg/IV , dexatametason 2 mg/ kg /hr
- Furosemid, 1-2 mg /kgbb/x untuk mencegah nekrosis tubuler akut..
-

PEMANTAUAN
1. Keadaan umum , kesadaran
2. Tanda vital
3. EKG
4. Keseimbangan cairan, elektrolit dari asam basa
5. Fungsi ginjal : jumlah urin, ureum, creatinin
6. Kemungkinan DIC : Hb, Hct, CT/BT, jumlah trombosit, MDT
7. Test faal hati ( Bila perlu )

Syok kardiogenik
Tatalaksana
1. Edema paru kepala sedikit di naikan 15
2. Oksigensi ( bila perlu intubasi )
3. Pemberian cairan dengan jumlah minimal ( 60-70 cc/ kg BB/hr )
4. Obat Vasopresor bila perlu
- Dopamin
: 2- 10 mcg/ kg BB/menit
- Dobutamin : 1- 10 mcg/kg BB/menit
114

- Kombinasi
5. Obat obatan untuk menormalkan frekwensi irama jantung
- Digitalis untuk SVT.
6. Morpin untuk memberantas nyeri hebat
7. Konsul subdivisu kardiologi anak.

Syok Hipovolemik
Tatalaksana
1. Air way (saluran napas)
2. Cairan elektrolit ( RL, Nacl 20 cc/kg BB/jam)
3. Bila tak membaik ulangi 1x lagi bila belum ada perbaikan berikan : ( plasma,
albumin 5% atau plasma expander)
4. Bila cairan telah cukup tetapi tensi masih rendah berikan obat vasopresor.

Syok septic
a. Fase hiperdinamik ( fase awal )
- Cardiak out put tinggi, tahanan perifer rendah
- Takipneu, kusmaul
- Kulit hangat
b. Fase lanjut ( sulit di bedakan dengan syok hipovolemik)
- Hipotensi dan hipovolemik
- Kulit dingin, sianotik, oligouria, asidosis metabolik
Tatalaksana
- Pemberian cairan ( lihat syok hopovalemik)
- Pengelolaan keseimbangan cairan dan elektrolit , pengendalian asidosis
- Vasopresor bila perlu
- Berantas etilogi ( berdasarkan kultur dan sensitivitas)
Bila perlu dapat dipertimbangkan
- ampicilin 100 mg/kg BB/hr di kombinasikan dengan aminoglikosid
( Gentamysin 5 mg/ kg BB/hr atau amikasin 15 mg/ kg BB/hr atau
klorampenikol 50-100mg/kg/hr)
- Sefalosporin ( cefotaxim 100 mg/kgbb/hr atau ceftriaxon 50 mg/kg/hr )
- Untuk kuman anaerob bisa ditambah dengan metronidazol 7,5 mg/ kg BB/
x)
Pemantauan
1. Pemantauan syok pada umumnya
2. Pemantauan infeksi

Syok anafilaktik
Diagnosis
1. 1-15 menit setelah kontak dengan antigen timbul perasaan tak enak, iritatif, muka
kemerahan, palpitasi, telinga mendengung.
2. Tanda-tanda alergi hebat : gatal, urtikaria, angioedema
3. Saluran napas : bersin, hidung tersumbat, batuk-batuk, rasa tercekik, sesak napas,
stridor
115

4. Mata : gatal , berair


5. Gastrointernal : mual, muntah, diare
Kemudian timbul syok
Tata laksana
Tahap I
- Injeksi adrenalin : 0,1-0,3 cc larutan 1: 1000cc sc/iv
- Pasang Torniquet Proximal tempat masuknya antigen suntikan adrenalin
0,1-0,3 cc larutan 1-1000 cc di sekitar tempat masuk, kemudian torniquet
di longgarkan dan di lepas bila gejala menghilang.
- Difenhidramin 10-20 mg atau steroid.
Tahap II
Pada syok berat dengan angioedam tampa kelainan jantung
- Kortikosteroid dosis tinggi
- Aminophilin 3-4 mg/ kg BB iv pelan
- Pemberian cairan
- Bila kejang berikan Diazepam 0,5 mg/kg 1x
- Bila ada obstruksi laring intubsi

PENANGANAN CAIRAN PADA SYOK


20 CC / kg BB / jam isotonik ( RL / NaCl )

tidak membaik ulangi 1x

116

Medical shock

Traumatic shock

Membaik ( stabil)
Monitor

tidak membaik

Tidak membaik

koloid ( Alb 5% atau 25%)


1 gr / kg atau plasma 10 cc/ kg

Cairan pemeliharaan

10cc/kg PRC atau


20cc/kg WB

tidak membaik
Monitor
Evaluasi lagi
Tidak stabil

stabil

Obat-obatan inotropik
Periksa kemungkinan
Observasi
Pendarahan intraabdomen
monitor

dan

Dopamin, dobutamin,
Norepineprin
Ya

Terus resusitasi
Cairan
-

tidak

Pertimbangkan
Kemungkinan

pneumothorak
Tamponade jantung
Tidak stabil

terapi sesuai

keadaan
Kirim kekamar operasi

EDEMA PARU
adalah adanya cairan kedalam alveoli dan jaringan paru
Penyebab
a. Perubahan permiabilitas ( ARDS = adult respiratory distress syndrom )
bisa oleh karena infeksi, inhalasi, reaksi imunologik
b. Kenaikan tekanan kapiler paru gagal jantung kiri, CHD, RHD, Hipertensi, pemberian
cairan berlebihan.
c. Neurogenik
Trauma kepala, tumor, bangkitan kejang, pendarahan subarakhoid.
117

Diagnosis
- gejala pucat, gelisah, sianosis, takipneu, batuk, takikardia, nyeri dada
- Dada : perkusi redup, auskultasi ronki basah-basal yang tersebar.
- Radiologik : pengabutan lapangan paru bilateral, penebalan garis
intralobar ( garis Kerley )
Tata laksana
- Tata laksana penyakit utama/ penyebab
- Perbaiki pertukaran gas ( oksigen 100 % pipa hidung atau masker )
dianggap cukup bila PO2 > 80 torr PCO2 35 40 dan pH normal
- Bila keadaan tertentu memerlukan ventilator.
- IPPB ( intermiten positive- pressure breathing ) bila ada hipoksemia (PO2
arteri < 80 torr )
- CPPB ( continnous positive- pressure breathing ) bila ( PCO2 > 50 torr,
CO2 < 50 torr)
- Koreksi ganguan keseimbangan asam basa.
- Penderita diposisikan setengah duduk.
- Perbaiki kontraksi ventrikel kiri dengan
a. glikosida jantung (digoksin)
b. aminofilin : 5 mg / kg BB IV 3-5 menit
- Kurangi beban vertrikel jantung kiri
posisi penderita tegak
- Diukretik : 1 mg / kg BB IV
- Batasi masukan cairan
- Terapi khusus : sesuai dengan penyebab.

OBSTRUKSI JALAN NAPAS


Adalah sumbatan jalan napas sebagian atau total dengan akibat kesulitan bernapas
atau tidak mampu bernapas
Penyebab
1. Kelainan anatomis
Obstruksi hidung : atresia choana, pembesaran adenoid, deviasi septum nasi,
polip hidung, rhinitis alergika.
Obstruksi orofaring : malglosi, tumor/kista
Obstruksi laring : epiglotitis, edem subglotis, tumor, paralisis pita suara.
118

Obstruksi trakea : tiroid, tumor mediastinum


Obstruksi bronkus : asma, spasme brochus
2. Benda asing
Tampon hidung, muntahan, bekuan darah, kacang dan lain-lain.
3. Keadaan khusus
Sedasi berlebihan, keracunan, kelainan neuromuskuler.
Diagnosis
- Penderita baru dengan obstruksi jalan napas harus dilakukan rawat inap
- Anak gelisah
- napas cuping hidung, retraksi dinding dada
- Suara napas hilang, lemah
Tata laksana
a). Bebaskan jalan napas,
- Disimpulkan segera keadaan yang mempengaruhi resusitasi ( mis :
pneomothorak
benda asing)
- Bersihkan jalan napas dari benda asing
- Miringkan kepala keposisi kanan atau kiri
- Ambil benda ( cairan dalam jalan napas ) dengan jari atau alat isap.
- Ubah posisi penderita menjadi terlungkup untuk mengalirkan cairan dari jalan
napas ( pada bayi dan anak) dapat dikerjakan dengan mengangkat kaki
keatas ). Ubah posisi menjadi terlentang untuk anak-anak
- Umur > 2 th ektensikan kepala sedikit dan ganjal bahu dengan handuk atau kain
tergulung
- Umur < 2 th : Posisi kepala lurus keatas ( tidak flexi dan tidak ektensi ) kepala
dapat diberi alas dengan kain ( sniffing position).
Cegah agar lidah tidak jatuh ke belakang sehingga menutup jalan napas
b). Kalau ventilasi tidak meyakinkan kerjakan napas buatan ( mulut kemulut,
ambubag ).
c). Terapi lain tergantung penyebab
Pada croup ( laringotrakeobronkitis ) dapat diberikan :
b resemik adrenalin ( nebulizer ) 2,5 mg ( 1 : 10000)
c dexametason 0,15-0,6 mg/kg
d antibiotik biasanya tidak diperlukan , kecuali pada epiglotitis akut.

HENTI JANTUNG - PARU


Adalah suatu keadaan ventilasi dan atau
sirkulasi tidak efektif lagi.
Henti napas dapat disebabkan :
1. Obstruksi jalan napas akut
- Aspirasi cairan lambung atau benda asing
- Cairan ( edema paru, lendir berlebihan )
- Edema atau spasme jalan napas bagian bawah.
2. Depresi sistem syaraf pusat
119

3.
4.

Obat-obatan, racun
Trauma, infeksi, edema carebri
Proses desak ruang yang cepat
Hipoksemia berat, hiperkarbia
Gangguan ventilasi
Paralisis neuromusculer
Trauma pada dada pneumothorak
Disterisi abdoman hebat
Penyakit parenkim paru

Henti sirkulasi dapat disebabkan


Hipoksia, asidemia, hiperkapnea
Stimulasi vagal ( pengisapan trakea, paracentesis )
Sengatan listrik
Obat-obatan : digitalis, Qunidin, kalium dan anesthesi.
Gangguan irama jantung ( aritmia )
Rejatan ( trauma, pendarahan, sepsis)
Efusi perikardial dengan tamponade
Emboli massif

Diagnosis
-

Dilakukan secepat mungkin berdasarkan gejala klinis.


Pemeriksaan EKG ( bila perlu )

Tata laksana
1. Air way ( jalan napas )
- Bebaskan jalan napas
- Leher sedikit diektensikan ( tapi jangan hiperektensi )
- Lidah dijaga jangan sampai menutupi jalan napas ( kalau perlu pasang
pipa oral)
2. Breathing ( pernapasan )
Prinsip vertilasi cukup
- Pergunakan masker ( Ambu Bag ),mulut ke mulut
- Berikan O2 100% kedalam kantong atau mulut penolong
- Vertilasi di kerjakan cukup dalam sehingga gerakan dinding dada baik
dan suara napas dapat didengar
- Kecepatan napas 30 kali / menit Neonatus. makin bertambah umur
makin kurang
- Dekompresi lambung
- Kalau di perlukan bisa dilakukan intubsi
3. Cerculation ( sirkulasi darah )
Prinsip pertahankan perfusi ke organ vital tetap baik ]
- Dengan mengangkat tungkai tiba-tiba diharapkan asistole menjadi lrama
sinus, venous return bertambah
- Kerjakan pijat jantung
- Tanda pijat jantung berhasil , nadi teraba, pupil mengecil dan warna kulit
memerah
4. Drugs
Prinsip : mengoreksi asidosis dan memberikan obat yang diperlukan.
Jenis obat-obatan
- Adrenalin 1 :10000 berikan pertama setelah pijat jantung 0,01 mg/ kg BB (
bayi ) IV, intrakardial atau 0,5 mg/kg BB ( anak ), endotrakeal
120

Bikarbonat natrikus : 1-2 mq/kg BB IV pelan


Diberikan setelah vertilasi baik
Calcium klorida 10 % 20 mg / kg BB atau calcium glukonat 10% 60 mg/
kg BB IV
- Glucosa 10-40% bila hipoglikemia dosis 0,5 gr/kg BB
5. Elektrokardiogram
Prinsip : untuk mengetahui kelainan jantung seperti asistole, fibrilasi vertikal
- Kalau ada asistole : berikan adrenalin 1:10000. 0,01 mg/kg BB IV dapat
diulang tiap 3-5 menit, selang seling dengan bikarbonat natrikus
- Fibrilasi vertikal
- koreksi asidosis kemudian kerjakan defibrilasi listrik ( bila ada)
Catatan
- Natrium bicarbonat di berikan bila vertilasi sudah baik
- Calcium gluconat/ klorida jangan diberikan pada pendertita yang
mendapat digitalis.
PENYEBAB HENTI JANTUNG
Kehilangan
Cairan ( fluid
Loss )

Maldistribusi
Cairan

Distress
Respirasi

Depresi
Respirasi

Pendarahan
Gastroenteritis
Luka bakar

Syok septik

Benda asing
Croup
Asthma

Kejang
TIK meningkat
keracunan

Syok cardiogenik
anaphilaksis

Kegagalan
sirkulasi

Kegagalan
Repirasi

Henti jantung
( Cardiac
Arrest
)
INDIKASI
MASUK
ICU/PICU
Pasien yang penyakitnya berat dan mambutuhkan perawatan , tindakan suportif,
pemantauan intensif serta pengonbatan khusus :
1. Penderita dengan kegawatan neurologis / gangguan sistem saraf pusat, misalnya :
a. Status konvulsivus
b. Penurunan kesadaran dengan gangguan pusat pernapasan dan kardiovaskular
apapun sebabnya.
2. Penderita yang memerlukan bantuan pernafasan, misalnya :
121

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pneumonia atau bronkiolitis dengan kegagalan usaha bernafas


Edema paru
Efusi pleura masif
Retensi sputum ancaman respiratory blocking
Status asmatikus
Tetanus derajat III
Apnea primer
Distres respirasi apapun sebabnya

3. Penderita yang
memerlukan bantuan karena adanya gangguan sirkulasi /
hemodinamik darah atau gangguan keseimbangan elektrolit / cairan atau gangguan
metabolisme :
a. Syok
b. Dehidrasi berat
c. Kombusio berat
d. Gagal jantung kongestif
4. Penderita pasca operasi atas petunjuk bagian bedah
5. Penderita dengan kelainan endokrin :
a. Krisis tiroid
b. Ketoasidosis dibetika
6. Penderita dengan gangguan ginjal
a. Gagal ginjal akut
b. Gagal ginjal kronik eksaserbasi akut
7. Penderita pasca henti jantung yang berhasil diresusitasi
8. Penderita keracunan ( intoksikasi )
a. Barbiturat
b. Tranqualizer
c. Narkotik
d. Insektisida
e. Bisa / racun hewan

122

NEUROLOGI & NEFROLOGI

123

Anda mungkin juga menyukai