Krisis multidimensi yang saat ini dialami Indonesia, telah menjadi keprihatinan
seluruh elemen bangsa. Lebih dari sewindu pasca reformasi, masyarakat belum pernah
merasakan perubahan yang diharapkannya dulu. Bahkan, dikalangan masyarakat mulai
berkembang pendapat-pendapat bernada minor mengenai masa depan Indonesia. 1 Parahnya
lagi, tren Indonesia sebagai negara berkembang memang sampai sekarang belum
menunjukan peningkatan yang berarti. Masih ada banyak hal yang harus diperbaiki.
Meskipun di sisi lain, negara-negara yang mampu memanfaatkan peluang dan melompat
jauh ke depan juga semakin banyak. Itu tidak lagi terbatas pada negara-negara maju, seperti
Amerika Serikat, Jepang, Jerman, atau Inggris, tetapi juga negara-negara bekembang
seperti India dan Brasil.
Jika menengok China 10 tahun yang lalu, kita bisa melihat perbedaan yang sangat
tajam dibandingkan dengan kondisi sekarang. Dapat dikatakan, China saat ini telah menjadi
salah satu negara super power. Arus global yang melanda negeri tirai bambu, secara
bersamaan diiringi dengan membanjirnya produk mereka di pasar dunia. Harga yang lebih
murah, membuat produk mereka banyak diminati oleh masyarakat internasional, bahkan
oleh negara-negara yang memperkenalkan globalisasi itu sendiri. Apa yang diperoleh China
sekarang, tentu tidak terlepas dari visi atau perencanaan yang sangat matang. Tanpa hal
tersebut, mustahil suatu negara berkembang dapat menjadi negara maju sedemikian cepat
seperti China.
Kenapa visi menjadi penting? Di Guatemala, pertemuan secara intens yang
dilakukan 45 warga negeri itu dengan melibatkan berbagai individu dari berbagai latar
belakang, mampu menghasilkan apa yang disebut Vision Guatemala. Memang, perjalanan
*)
Esai Political Writing Competition (Potret), dengan tema: Indonesia 2030: Blue Print Mahasiswa untuk
Indonesia.
1
Baca Paulus Mujiran, Kerikil-kerikil di Masa Transisi, Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 362.
Guatemala untuk mensejajarkan diri menjadi negara maju masih membutuhkan waktu.
Namun, melalui visi tersebut, mereka telah memiliki arah yang jelas, dari mulai awal
melangkah, berjalan, hingga kapan harus berhenti untuk melakukan perencanaan visi
kembali. Secara sederhana dapat dikatakan, negara dengan visi yang matang akan semakin
cepat meningkatkan progressnya menuju ke arah yang lebih baik.
Bagi Indonesia, visi juga sangat dibutuhkan agar potensi kekayaan Sumber Daya
Alam (SDA) yang dimiliki tidak sia-sia. Pada awal tahun 2007, Yayasan Indonesia Forum
menyampaikan Visi Indonesia 2030 pada Presiden di Wisma Negara. Setidaknya ada empat
target pencapaian utama dari Visi Indonesia 2030 tersebut, sebagai negara maju yang
unggul dalam pengelolaan kekayaan alam. Pertama, masuknya Indonesia dalam 5 besar
kekuatan ekonomi dunia. Kedua, terwujudnya pemanfaatan kekayaan alam yang
berkelanjutan. Ketiga, terwujudnya kualitas hidup modern yang merata (shared growth).
Keempat, masuknya paling sedikit 30 perusahaan Indonesia dalam daftar fortune 500
company.2
Sebagai langkah-langkah mewujudkan Visi Indonesia 2030, dalam esai ini akan
disampaikan tiga pilar pokok yang menjadi blue print tercapainya visi tersebut. Secara
runtut, yang pertama adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),
selanjutnya Industrialisasi, dan yang terakhir yaitu pengembangan sektor pertanian. Dengan
adanya ketiga pilar pokok itu diharapkan, penetapan tujuan dan sasaran, penyusunan
strategi, pelaksanaan program dan fokus kegiatan, serta implementasi yang akan
dilaksanakan dapat menjadi semakin spesifik. Di samping itu, berkat kerangka kerja yang
terperinci juga diharapkan, landasan berpijak untuk mewujudkan visi tersebut akan semakin
kuat dan tangguh.
Lihat dalam Kerangka Visi Indonesia 2030, Yayasan Indonesia Forum, 2007.
tercapai. Terlebih lagi, posisi SDM di sini merupakan subjek vital yang menentukan
mampu tidaknya Visi Indonesia 2030 diwujudkan. Analogi sederhananya, tentu kita semua
tahu Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan SDA, tetapi ketika SDM
Indonesia tidak dapat mengolahnya secara baik, hal itu juga menjadi percuma.
Berpotensi Saja Tidak Cukup
Indonesia tidak kekurangan manusia berbakat. Dalam praktiknya, banyak putraputri Indonesia yang berhasil menjuarai berbagai ajang Olimpiade Internasional di bidang
ilmu pengetahuan. Tidak hanya itu, dalam rekayasa industri maupun teknologi, putra-putri
Indonesia juga telah mampu menunjukkan kecakapannya. Contoh yang paling hangat dari
rekayasa industri tersebut adalah Mobil Esemka. Sebagai mobil yang dibuat oleh anak-anak
SMK, boleh dibilang kualitas Esemka tidak kalah dari mobil-mobil produsen pabrikan
ternama. Contoh lain yaitu munculnya berbagai macam produk-produk elektronik nasional
yang bisa bersaing dengan produk-produk elektronik dari luar negeri.
Namun, yang masih menjadi permasalahan sekarang terletak pada ketidaksetaraan
kualitas SDM Indonesia. Terkait hal tersebut, ada dua faktor yang mempengaruhi yakni
pemenuhan akses pendidikan dan kesehatan yang layak. Untuk yang pertama, pemenuhan
akses pendidikan yang layak hingga saat ini memang masih belum merata. Ada
kesenjangan aksesibilitas pendidikan yang begitu besar antara daerah perkotaan dengan
pedesaan. Meskipun, dalam UUD 1945 telah jelas disebutkan, setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi.3
Jadi semestinya, tidak dibenarkan adanya perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang
tertentu, termasuk masyarakat pedesaan.
Kedua, kenapa kesehatan juga dikatakan mempengaruhi kualitas SDM? Jelas
berpengaruh, tidak mungkin suatu negara dengan kondisi SDM yang sakit-sakitan (tidak
sehat) bisa dianggap sebagai negara maju. Maupun dikatakan sebagai negara dengan
kualitas SDM yang tinggi. Itu sebabnya, kenapa kesehatan dikatakan mempunyai pengaruh
yang sangat erat terhadap kualitas SDM. Namun, hampir sama seperti masalah yang
dihadapi oleh dunia pendidikan, pelayanan kesehatan juga sering kali masih terbatas hanya
diberikan pada orang-orang yang mampu (berduit). Padahal, dalam UUD 1945 sudah jelas
3
Lebih lanjut, lihat pasal 28-c ayat (1) dan 31 ayat (1), UUD 1945.
disebutkan, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang
layak.4
Peningkatan Kualitas, bukan Kuantitas
Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 285 juta jiwa pada tahun 2030.
Jumlah penduduk yang besar ini, merupakan sumber tenaga kerja yang potensial jika
diimbangi oleh kualitas SDM yang unggul. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang
terus menurun, dari 1,3 persen di dekade 2000-2010, menjadi 1,1 persen di dekade 20102020 memunculkan pertanyaan, apa menyebabkan hal itu terjadi?. Penurunan laju
pertumbuhan penduduk Indonesia sangat erat kaitannya dengan gencarnya pemerintah
dalam mensosialisasikan program-program penekanan laju pertumbuhan penduduk,
misalnya program Keluarga Berencana (KB). Di lain pihak, anggaran untuk bidang
pendidikan semakin ditingkatkan pemerintah hingga mencapai 20 persen dari APBN.
Dari penjelasan di atas, sebenarnya kita mampu menangkap bahwa yang menjadi
fokus pemerintah sekarang adalah peningkatan kualitas SDM, bukan kuantitas. Jumlah
penduduk Indonesia yang telah sedemikian besar, merupakan modal berharga jika salah
satu Visi Indonesia 2030, yaitu menciptakan kualitas hidup yang modern dan merata dapat
terwujud. Tetapi realitasnya, masih ada banyak hal yang perlu Indonesia lakukan dan
perbaiki. Peningkatan kualitas SDM Indonesia menjadi SDM yang unggul setidaknya
membutuhkan dua strategi. Kedua strategi tersebut nantinya saling interaktif satu sama lain,
sehingga tidak dapat dipisahkan.
Pertama, menciptakan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas. Hal itu
dimanifestasikan dengan pemerataan pendidikan, perluasan akses ke perguruan tinggi, dan
penyediaan infrastruktur pendidikan yang layak. Selanjutnya, peningkatan kompetensi
pendidik dan pemberian beasiswa tetap bagi anak-anak yang kurang mampu juga harus
selalu diperhatikan. Kualitas SDM yang secara merata telah dimiliki, baik dalam ilmu
pengetahuan maupun keterampilan, akan mendukung transformasi Indonesia sebagai
negara maju. Namun perlu ditekankan, semua hal itu harus dilaksanakan secara
berkelanjutan dan konsisten. Karena perencanaan yang matang tanpa palaksanaan yang
berkelanjutan dan konsisten akan menjadi percuma.
4
Secara umum, industri di Indonesia masih terbatas pada industri dengan tingkat
teknologi yang tidak kompleks seperti industri pakaian jadi, kulit, sepatu, kayu, dan industri
makanan yang semuanya tanpa kedalaman industri. 5 Gambaran dari industri tersebut juga
tidak jauh-jauh dari seputar buruh murah, tenaga kerja berketerampilan rendah, dan industri
yang bersifat padat karya. Hal itu menyebabkan, nilai pemasukan yang diperoleh Indonesia
jauh lebih sedikit dibandingkan negara-negara yang memiliki industri teknologi tinggi,
misalnya Amerika Serikat, Jepang, bahkan China. Meskipun tidak dipungkiri, industri
dengan teknologi tidak kompleks tersebut juga memberikan sumbangan yang besar
terhadap pamasukan negara. Namun dari segi keuntungan dan prospek ke depan, industri
teknologi tinggi memang lebih menjanjikan.
Pengembangan industri Indonesia menjadi industri teknologi tinggi memang masih
membutuhkan waktu yang relatif lama. Tetapi, jika melihat keberhasilan China dan India
dalam mengembangakan industri teknologi tinggi, sebenarnya Indonesia juga mampu untuk
melakukannya. Dukungan dari pemerintah untuk mencapai hal itu mutlak diperlukan,
mengingat peran pemerintah di sini adalah sebagai pembuat kebijakan (policy maker).
Regulasi-regulasi yang menghambat industrialisasi nasional harus segera direvisi (dengan
tidak melupakan kontrol), khususnya terkait dengan industri teknologi tinggi. Industri di
Indonesia tidak boleh terus-menurus jalan di tempat, hanya terbatas pada teknologi yang
tidak kompleks. Kita perlu melakukan pengembangan-pengembangan agar tidak menjadi
negara yang terbelakang.
Urgensi dari Kemandirian dan Inovasi
Ketergantungan Indonesia terhadap pihak asing masih sangat besar, khususnya
terkait dalam bidang industri. Sebenarnya, yang dimaksud mandiri (kemandirian) di sini
bukan berarti Indonesia harus bersifat eksklusif terhadap investor asing. Mandiri di sini
adalah menjadi negara yang mampu mengolah berbagai kekayaan alamnya sendiri dengan
menghindari campur tangan asing semaksimal mungkin. Investor asing sebenarnya bolehboleh saja masuk ke Indonesia untuk menanamkan modal, tetapi proporsinya perlu diatur.
Tentu kita telah sering mendengar ucapan, menjadi budak di negeri sendiri. Apa yang
5
Baca Membongkar Budaya (Visi Indonesia 2030 dan Tantangan Menuju Raksasa Dunia), Buku Kompas,
2007, hlm. 31.
sekarang dialami Indonesia, kurang lebih seperti demikian meskipun kita semua juga tidak
menginginkannya.
Kemandirian menjadi sesuatu yang urgen dalam hal ini. Penjajahan investor asing
terhadap SDA yang kita miliki perlu mendapatkan perhatian yang serius. Pajak maupun
keuntungan lain yang diperoleh Indonesia sebagai daerah investor tidak ada apa-apanya
jika dibandingkan dengan pendapatan investor asing itu sendiri. Andaikan Indonesia dapat
mengolah dan memanfaatkan SDA secara mandiri, tentu mewujudkan salah satu Visi
Indonesia 2030 dengan menjadi 5 besar dalam kekuatan ekonomi dunia tidak akan menjadi
hal yang sulit. Begitu pula pelunasan hutang luar negeri Indonesia yang bisa semakin cepat
terealisasikan.
Selanjutnya, jika berbicara tentang inovasi, kita perlu melihat apa yang telah
dilakukan oleh China. Sebagai negara super power, China sangat agresif mendorong
berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D). Hal itu sejalan dengan ambisinya
menjadi The Fastest Growing Innovation Centre of the World, dengan tahapan, strategi,
dan implementasi yang sangat jelas untuk sampai ke sana. 6 Hasilnya? bisa dikatakan, saat
ini China adalah salah satu negara yang paling pesat pertumbuhan ekonominya. Hal itu
dapat dilihat dari volume ekspor China yang hampir selalu naik setiap tahunnya. Volume
ekspor yang hampir selalu naik tersebut, memberikan income yang tidak sedikit terhadap
perekonomian negara.
Meningkatnya ranking berbagai TNCs (Perusahaan Transnasional) China dalam
daftar TNCs terbesar di dunia juga tidak menjadi hal yang mengherankan. Karena
belakangan ini, seperti kita ketahui bersama, China banyak menghasilkan produk-produk
dengan inovasi tinggi. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan berbagai barang elektronik
yang berasal dari China, mulai dari handphone, televisi, sampai laptop. Meskipun secara
fisik barang-barang buatan China tersebut mirip dengan buatan negara-negara maju
lainnya, namun dari segi harga barang-barang dari China jauh lebih murah. China
memberikan warna yang berbeda terhadap pasar industri dunia. Tidak ada kata lain, semua
itu berkat inovasi.
Ibid, hlm. 9.
Jika Indonesia mau belajar dari China, tentu sangat mungkin Indonesia mampu
mewujudkan salah satu Visi 2030, yaitu masuknya paling sedikit 30 perusahaan Indonesia
dalam daftar fortune 500 company. Industrialisasi, sebagai blue print Visi Indonesia 2030
hanya bisa diwujudkan dengan kerjasama dari berbagai pihak. Bagi Indonesia sendiri,
industrialisasi sebenarnya tidak hanya terbatas pada industri teknologi tinggi maupun tidak
kompleks, tetapi juga industri kreatif yang bisa dikembangan melalui inovasi. Industri
kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat
individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan
pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.7
7
8
Lihat Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008.
Ibid, hlm. 269.
SIMPULAN
Visi, tanpa implementasi adalah nol besar. Ketiga pilar yang ada dalam esai ini
merupakan blue print dari Visi Indonesia 2030 yang harus diimplementasikan. Kita tidak
boleh hanya menggantungkan diri pada pemerintah, sebagai Warga Negara yang baik kita
juga perlu bersikap aktif untuk kemajuan bangsa kita sendiri. Substansi dari ketiga pilar
tersebut sebenarnya satu hal, yaitu konsistensi. Tanpa menjunjung tinggi konsistensi, bisa
saja semua itu hanya bersifat semu. Berapi-api di awal, tetapi loyo di tengah jalan. Jika hal
tersebut terjadi, bukan tidak mungkin krisis multidimensi yang sekarang melanda Indonesia
akan semakin bertambah parah. Meskipun demikian, dengan dukungan dari seluruh elemen
bangsa, penulis tetepa yakin Indonesia mampu melewati masa-masa krisis tersebut.
Semoga.
10
REFERENSI
_________. 2007. Kerangka Visi Indonesia 2030. Jakarta: Yayasan Indonesia Forum.
_________. 2007. Membongkat Budaya (Visi dan Tantangan Indonesia Menuju Raksasa
Dunia). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
_________. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta: Departemen
Perdagangan Republik Indonesia.
Mujiran, Paaulus. 2003. Kerikil-kerikil di Masa Transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11