Anda di halaman 1dari 12

A.

INDIKASI PASIEN MASUK ICU


Berdasarkan buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat yang diterbitkan oleh Departemen
Kesehatan RI, menjelaskan bahwa kriteria pasien masuk dan keluar ICU biasanya diputuskan
secara bersama oleh tenaga kesehatan, serta tenaga pendukung lainnya. Pelayanan ICU juga
harus meliputi pemantauan dan terapi intensif. Selain itu, prioritas terakhir pasien di rawat di
ICU apabila pasien tersebut memiliki tingkat kesembuhan yang rendah. Selain itu, syarat masuk
dan keluar ICU seharusnya juga harus sesuai pada manfaat terapi di ICU dan tingkat
kesembuhannya. Biasanya kepala ICU, atau wakil akan memutuskan pasien mana yang dapat
memenuhi syarat masuk dan keluar ICU, atau memutuskan pasien mana yang harus
diprioritaskan. Berikut adalah indikasi pasien masuk, dan keluar ICU, serta pasien yang tidak
perlu masuk ICU.
Indikasi pasien masuk ICU:
1. Pasien yang mengalami sakit berat
Pasien yang mengalami sakit berat dengan kriteria pasien tidak stabil yang perlu melakukan
terapi intensif seperti bantuan alat pernapasan, pemberian obat secara terus-menerus, contoh
pasien yang mengalami sakit berat, seperti gagal napas berat, atau pasca bedah jantung.
2. Pasien yang perlu pemantauan intensif atau non invasif
Pasien yang perlu pemantauan intensif harus segera ditangani supaya tidak menjadi
komplikasi berat, atau setidaknya dapat dikurangi. Hal tersebut biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit jantung, paru-paru, ginjal, atau yang lainnya).
3. Pasien yang perlu terapi intensif, hal tersebut berguna untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat dari penggunaan ICU sangat sedikit, contohnya seperti pada pasien dengan
tumor ganas yang bermetastasis dengan komplikasi infeksi.
Pasien tidak perlu masuk ICU apabila memiliki 3 kriteria ini, yaitu:
1. Pasien mati pada bagian batang otak. Namun, hal tersebut harus dipastikan secara klinis dan
laboratorium, kecuali jika pasien yang bersangkutan sebagai pendonor organ.
2. Pasien yang tidak menghendaki adanya terapi bantuan hidup.
3. Pasien yang secara medis tidak dapat disembuhkan, contohnya seperti karsinoma stadium
akhir, kerusakan susunan saraf pusat.
Indikasi pasien keluar ICU:

1. Pasien yang sudah tidak lagi perlu adanya terapi intensif karena keadaannya sudah membaik,
atau manfaat terapi intensifnya tidak berpengaruh, sehingga keadaannya akan semakin buruk.
Namun, untuk hal yang kedua perlu adanya persetujuan dokter terlebih dahulu.
2. Bila pada pemantauan intensif hasilnya tidak perlu tindakan, atau terapi intensif memiliki
waktu yang lama.
3. Kriteria terapi intensif tidak memberi manfaat, atau tidak harus diteruskan lagi apabila:
a. Pasien yang sudah berumur dengan gagal 3 organ, atau sudah tidak merespon lagi
terhadap terapi intensif selama 3 hari.
b. Pasien mati otak, atau koma (bukan diakibatkan oleh trauma) yang kemungkinan pulihnya
sangat kecil.
c. Pasien dengan berbagai diagnosis, seperti: jantung terminal, atau karsinoma yang
menyebar.
B. PRIORITAS PASIEN MASUK ICU
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Indonesia Nomor:
HK.02.04/I/1966/11 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit
(ICU) di Rumah Sakit prioritas pasien masuk ICU dibagi menjadi 3 golongan, diantaranya:
1. Prioritas pasien golongan pertama
Biasanya pasien kritis yang tidak stabil perlu dilakukan terapi intensif seperti menggunakan
alat bantu ventilasi, alat penunjang sistem organ lainnya, serta pengobatan lainnya secara
terus-menerus.
2. Prioritas pasien golongan kedua
Biasanya pasien dengan prioritas golongan kedua perlu pelayanan yang menggunakan
peralatan canggih. Hal tersebut dikarenakan pasien akan sangat beresiko jika tidak segera
mendapatkan penanganan, seperti memantau menggunakan pulmonary arterial catheter.
3. Prioritas pasien golongan ketiga
Kriteria prioritas pasien golongan ketiga biasanya pasien kritis yang sebelumnya memiliki
status kesehatan yang tidak stabil. Hal itu biasanya disebabkan oleh penyakit akut, atau
penyakit komplikasi yang memiliki tingkat kesembuhan rendah.
C. PERAN dan TANGGUNG JAWAB
D. KOMPETENSI PERAWAT ICU
Menurut AACN ( American Asosiation of Critical Care Nursing ) untuk menjadi perawat ICU
harus memiliki kompetensi sebagai berikut :
1. Memiliki kemampuan dalam penilaian dan penalaran klinis. Mencakup pengambilan
keputusan klinis, berpikir kritis, dan pemahaman situasi global.

2. Sebagai advokasi dan lembaga moral untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
etis.
3. Menerapkan caring kepada pasien dan keluarga untuk menciptakan lingkungan penuh
kasih, mendukung dan memberikan kenyamanan serta mencegah penderitaan yang tidak
perlu.
4. Mampu berkolaborasi dengan pasien, keluarga dan anggota tim kesehatan lainnya.
5. Respon terhadap keragaman yaitu dapat menghargai dan menggabungkan perbedaan
dalam penyediaan pelayanan. Tidak membeda- bedakan budaya, keyakinan, ras, jenis
kelamin, etnis, status ekonomi, usia dan nilai- nilai
6. Memiliki kemampuan dalam merawat pasien secara holistic.
7. Mampu menjadi fasilitator bagi pasien, anggota keluarga, anggota tim, dan masyarakat.
8. Memiliki inovasi inovasi dalam memecahkan masalah kesehatan pasien.
E. PENGALAMAN PASIEN KRITIS di ICU
F.
1.
2.
3.
4.

KEBUTUHAN KELUARGA YANG MENGALAMI KRISIS


Pandu keluarga dalam menentukan masalah yang dialami saat ini.
Bantu keluarga mengidentifikasi kekuatan yang dimilikinya dan sumber dukungan.
Bicara terbuka dengan pasien dan keluarga tentang sakit krisis
Bersikap realistis dan jujur tentang situasi, berhati- hati agar tidak member penenangan
palsu.
5. Sampaikan perasaan harapan dan percaya terhadap kemampuan keluarga untuk mengatasi
situasi tersebut.
6. Bantu keluarga mengidentifikasi dan berfokus pada perasaan.
7. Bantu keluarga menentukan tujuan dan tindakan yang perlu dilakukan dalam menghadapi
krisis tersebut.
8. Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk mengambil keputusan dan
menghindari ketidakberdayaandan keputusasaan.
9. Bantu keluarga menemukan cara berkomunikasi dengan pasien.
10. Dorong keluarga untuk membantu perawatan pasien.
11. Bantu keluarga menetapkan tujuan jangka pendek sehingga kemajuan dan perubahan
yang positif dapat dilihat.
12. Pastikan keluarga mendapatkan informasi mengenai semua perubahan signifikan pada
kondisi pasien.
G. ISU ETIK DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
ICU (Intensive Care Unit) merupakan salah satu unit perawatan dimana pengambilan keputusan
merupakan hal yang sangat penting serta bekaitan dengan kesehatan dan kesembuhan pasien.
Dalam pengambilan keputusan tersebut tentunya perawat harus memperhatikan etika dan moral
yang berlaku (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013).

PERANGKAT ETIKA

Penggunaan perangkat etik, prinsip-prinsip moral dasar, dan panduan profesional keperawatan
dan membantu dalam pengidentifikasian etik dan menentukan tindakan yang paling tepat
yang dapat membantu memenuhi kewajiban etik. Dalam pengambilan keputusan terkadang
muncul dilema etik. Dilema etik adalah dilema yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih
pilihan yang saling bertentangan.
- Pendekatan Etika
Ada beberapa jenis pendekatan yang digunakan dalam menentukan hal yang benar atau
yang salam dalam etika normatif :
1. Pendekatan pertama
Consequentialisme, teori yang dapat menentukan suatu hal benar atau salah

dengan mempertimbangkan konsekuensinya.


Utilitarianism, pendekatan yang menyatakan bahwa tindakan yang benar adalah

tindakan yang memberikan banyak dampak positif daripada dampak negatif.


2. Pendekatan kedua
Deontologic / nonconsequentialist, teori yang menyatakan suatu tindakan benar

atau salah berdasarkan caranya, bukan pada konsekuensi yang akan didapat.
Principlism, suatu jenis pendekatan yang bertumpu pada prinsip khusus untuk

mengidentifikasi, membahas dan melakukan analisis etika dan situasi tertentu.


Prinsip Bioetika dan Etika Perawatan
Berikut adalah prinsip bioetika :
Nonmaleficence, merupakan suatu kewajiban untuk tidak menyakiti seseorang

secara sengaja
Beneficence, merupakan kewajiban dalam peningkatan kesejahteraan orang lain
serta memaksimalkan manfaat dan meminimalkan bahaya yang muncul.

Menghormati Otonomi, kewajiban untuk menghormati, tidak mencampuri pilihan

dan tindakan otonomi seseorang.


Keadilan, kewajiban untuk bersikap adil dalam pembagian tanggung jawab dan
manfaat serta pembagian jasa sosial (perawatan kesehatan dan asuhan
keperawatan). Prinsip keadilan dapat dipertimbangkan pada saat menentukan
bagaimana perawatan kesehatan tanpa melihat elihat kemampuan finansial

seseorang
Kejujuran, suatu kewajiban untuk tidak menyembunyikan kebenaran
Kesetiaan, kewajiban untuk tidak mengingkari janji dan komitmen

Etika keperawatan merupakan dimensi yang cukup penting bagi perawat karena dalam
etika keperawatn mengandung pemahaman bahwa individu adalah unik, hubungan dan

manfaatnya penting dalam pertimbangan moral, dan emosi serta karakter berperan
penting dalam pertimbangan moral.
-

Mengambil Keputusan Terapi dan Perawatan


Menurut standar etik dan legal keinginan dan keputusan pasien merupaka sebuah
prioritas. Pasien mempunyai hak untuk menolak terapi yang diberikan dan hal tersebut
merupakan konsekuensi dari hak persetujuan tindakan yang merupakan landasan dari
prinsip menghargai otonomi. Pasien mempunyai hak moral dan legal untuk menentukan
tindakan apa yang akan dilakukan terhadap diri mereka, mendapatkan informasi

selengkap-lengkapnya.
Menahan dan Menghentikan Terapi Khususnya di Akhir Hayat
Memberikan suatu terapi dan menghentikannya tidak memiliki makna etik yang
terpenting adalah apakah keputusan tersebut tetap dengan kepentingan dan pilihan pasien.
Jika dari pihak pasien memberi keputusan dengan keyakinan terapi yang diberikan
kepada pasien akan menimbulkan bahaya yang tidak seharusnya dan menolaknya, maka
secara moral profesional kesehatan harus menghormati keputusan tersebut. Secara moral,
perawat dapat menolak untuk berpartisipasi dalam melakukan terapi, intervensi , dan
aktivitas tertentu baik karena alasan pribadi ataupun karena tindakan tersebut tidak sesuai

dengan pasien dan dapat menimbulkan bahaya


Batasan Terapi
Berbeda dengan kasus saat pemberian terapi yang bertentangan dengan keiginan
pasien, muncul masalah mengenai pasien yang menginginkan terapi yang menurut dokter
dan anggota tim keperawatan tidak tepat. Jika memang dokter dan anggota perawatan
yakin terhadap terapi yang diberikan tidak akan menghasilkan hasil/ sia-sia, maka

keputusan pasien/wali untuk menggunakan terapi tersebut akan ditolak.


Alokasi Organ untuk Transplantasi
Pasien yang masuk dalam daftar tunggu pasien transplantasi akan terdaftar pada
UNOS (United Network for Organ Sharing), jika organ yang dibutuhkan sudah tersedia
maka akan dilakukan sistem pengocokan seca komputerisasi, sistem tersebut akan
memilih pasien transplantasi menurut kriteria obyektif yang telah disetujiu oleh UNOS.
Setiap organ yang akan di transplantasikan memiliki kriteria khusus seperti golongan
darah, ukuran organ, masa menunggu, urgensi pengobatan, dan jarak antara pendonor dan

resipien namun tidak melihat jenis kelamin,etnis, dan keadaan finansial.


Alokasi Tempat Tidur di Unit Perawatan Intensif

Terkadang ada seorang pasien yang membutuhkan perawatan di ruang ICU


namun tempat tidur pada ruangan tersebut sudah penuh dengan pasien kritis lainnya.
Dalam mengangani kasus ini prinsip dan aturan keadilan harus dijalankan , akan tetapi di
beberapa rumah sakit masih melihat faktor politik dan ekonomi untuk menentukan siapa
pasien yang berhak untuk menempati tempat tidur tersebut. agar memenuhi persyaratak
yang dibuat oleh Joint Commission on Accreditation og Healthcare Organizations
(ICAHO) , Rumah Sakit seharusnya menerapkan kebijakan dan prosedur yang
memastikan standar keadilan dan kesetaraan dalam proses pelayanan kesehatan dari

pasien masuk.perawatan, pemulangan dan pembayaran.


PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIK DALAM MODEL PROSES KEPERAWATAN
Pengambilan keputusan dalam hal perawatan kesehatan harus mempertimbangkan
kepentingan pasien, nilai-nilai profesional, nilai-nilai lembaga,perasaan personal, prinsip
moral, dan isu legal. Model pengambilan keputusan etik menunjukkan suatu tahap pengujian
suatu masalah secara sistematis dan seksama, hal tersebut dilakukan untuk memastikan semua
pihak mempertimbangkan semua aspek yang penting dari suatu situasi sebelum mengambil
sebuah keputusan.
Model Pengambilan Keputusan Etik
- Kumpulan Bukti yang Relevan
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah malukan indentifikasi informasi yang
dibutuhkan untuk memahami situasi secara lebih dalam.
-

Identifikasi Masalah
Tahap ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah masalah yang terjadi adalah
masalah yang murni melibatkan pertanyaan atau menimbulkan konflik antara prinsip dan
nilai etik atau apakah masalah ini memang bermula dari isu legal atau isu organisasi atau

masalah komunikasi.
Analisis Masalah Menggunakan Prinsip dan Aturan Etik
Dalam menganalisis sebuah masalah sebaiknya mempertimbangkan prinsipprinsip etik prinsip-prinsip etik yang dimaksud seperti apakah bahaya yang akan terjadi
sudah diminimalkan? Apa manfaat dan siapa yang akan mendapatkan manfaat tersebut?

apakah hak-hak sudah terlindungi? dan lain sebagainya.


Analisis alternatif tindakan
Indentifikasi semua alternatif yang memungkinkan dan masuk akal untuk
mengatasi masalah , dan lakukan evaluasi tingkat kecocokan alternatif-alternatif tersebut

dengan prinsip dan aturan dan kesesuaian dengan perawatan. Dalam hal ini peran perawat
adalah memfasilitasi komunikasi, menyampaikan pandangan dan nilai personal yang
-

relevan,dan bekerja sama dalam implementasi tindakan.


Evaluasi dan Refleksi
Setelah selesai melakukan tindakan, masalah etik,proses resolusi,dan hasil harus
dianalisis, hal tersebut bertujuan untuk melihat apakah sudah sesuai dengan maksud dan

tujuan atau tidak.


SUMBER DAN LAYANAN BIOETIKA
- Komite Etik dan Jasa Konsultan
Komite etik terdiri dari multidisiplin dan mencakup perwakilan profesi dan
disiplin yang terlibat dalam perawatan pasien. Anggota komite etik mambantu dalam
pendidikan diri serta pendidikan staf profesional dan komunitas mengenai isu yang
terkain dengan etika klinik. Komite etik mempunyai peran sebagai sumber institusi untuk
studi kebijakan dan penyusunan kebijakan institusi mengenai isu etik. Kebijakan harus
dipertimbangkan dengan matang dan disampaikan dengan cara yang baik. Konsultasi etik
dapat diberikan dengan cara yaitu dilakukan disamping tempat tidur pasien, yang
-

diberikan oleh satu atau lebih konsultan yang terlatih.


Organisasi Keperawatan Profesional
Organisasi keperawatan juga bertugas untuk membahas isu etik yang berkaitan dengan
praktik keperawatan. ANA membahas isu-isu profesional dan dilema moral yang biasa
dihadapi oleh semua perawat di AS. ANA juga mengeluarkan pernyataan sikap dan
panduan megenai baya isu yang menyebabkan perawat perlu mencari panduan etik.

ISU LEGAL DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


Isu legal yang berhubungan dengan perawatn kritis merupakan masalah yang perlu diperhatikan.
Jumlah tuntutan yang mempermasalahkan malpraktik semakin meningkat (Morton, Fontaine,
Hudak, & Gallo, 2013).

TINJAUAN TERHADAP AREA UTAMA HUKUM


Terdapat tiga area hukum yang mempengaruhi praktik perawatan kritis :
1. Hukum Administrasi
Hukum ini ada sebagai konsekuensi hukum dan praktik perawat. Perawat yang
melakukan praktik di negara bagian diharapkan mengetahui syarat akta praktik perawat
mereka dan setiap regulasi atau peraturan yang berhubungan dengan praktik keperawatan
tersebut. apabila perawat tidak mengetahui tentang akta praktik perawat, makan perawat

tersebut sebaiknya menghubungi State Board of Nursing untuk meminta dan mempelajari
salinan akta ini.
2. Hukum Sipil
Hukum sipil merupakan area kedua hukum mempengaruhi praktik keperawatan.
3. Hukum Pidana
Merupakan area ketiga yang relevan dengan praktik keperawatan yaitu hukum pidana.
Hukum pidana terdiri atas kasus tuntutan hukum yang diajukan oleh negara bagian,
pemerintah

federal,

atau

setempat

kepada

perawat.

Kasus

ini

mencakup

penyerangan,pemukulan, serta pembunuhan akibat kelalaian. Kasus pidana sangat jarang

terjadi dalam keperawatan.


KELALAIAN KEPERAWATAN DALAM PERAWATAN KRITIS
Tuntutan hukum yang sering dihadapi perawat dan pemilik rumah sakit di dasari oleh konsep
legal malpraktik yang juga disebut sebagai kelalaian yang dilakukan oleh seorang profesional.
- Kewajiban dan Pelanggaran Kewajiban
Kewajiban merupakan hubungan legal antara dua indivudu atau lebih. Pada kasus
keperawatan, kewajiban akan muncul karena adanya hubungan kontrak antara pasien dan
ailitas perawat kesehatan. Seorang perawat yang merawat pasien otomasis secara legal
bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya dalam kondisi
apapun. Perawat yang memberi perawatan kritis yang tidak berhasil memberikan perawtan
yang semestinya maka perawat tersebut dianggap melanggar kewajibannya kepada pasien.
Jika kewajiban seorang perawat telah ditetapkan dan terjadi pelanggaran kewajiban maka
perawat telah melakukan sebuah kelalaian. Kelalaian tersebut dapat dibuktikan dengan
-

melihat apakah perilaku perawat sesuai dengan standar perawatan yang berlaku atau tidak.
Penyebab
Hukum dalam malpraktik mencantumkan adanya hubungan antara perilaku
perawat dan cedera yang dialami pasien. Kesalahan yang dilakukan perawat yang

menimbulkan cedera pada pasien dapat disebut sebagai kemungkinan penyebab


Cedera
Tujuan dari adanya hukum adalah untuk memberikan keutuhan pada pasien yang
mengalami cedera. Hukum berusaha untuk mengembalikan penggugat ke posisiny
sebelum mengalami cedera. Namun beberapa cedera menetap biasanya tidak dapat
diperbaiki. Hukum memperbolehkan beberapa tipe kerugian moneter yang berbeda.
Kerugian ini dikelompokkan dalam kerugian ekonomi dan kerugian nonekonomi.
Kerugian ekonomi adalah kerugian yang berhubungan dengan kerugian yang dapat
dihitung dengan menggunakan derajat tertentu, contohnya adalah kerugian finansial. Dan

kerugian nonekonomi merupakan kerugian yang sulit untuk dihitung, contohnya adalah
-

nyeri.
Liabilitas Pengganti
Dalam beberapa kasus, seorang individu atau sebuah lembaga dapat dianggap
bertanggung jawab terhadap tindakan orang lain atau lembaga yang lain. Hal tersebut
dapat dikatakan sebagai liabilitas pengganti. Terdapat beberapa tipe liabilitas: respondeat
superior, liabilitas perusahaan, kelalaian pengawasan, dan peraturan mengenai liabilitas
pribadi.
Respondeat Superior
Doktrin ini merupakan teori legal utama yang menyatakan bahwa rumah sakit

bertanggung jawab terhadap kelalaian pegawainnya.


Liabilitas Perusahaan
Liabilitas ini berlaku pada saat rumah sakit dianggap bertanggung jawab kepada

tindakan atau kelalaian yang tidak semestinya.


Kelalaian Pengawasan
Kelalaian pengawasan dinilai pada saat seorang atasan gagal untuk mengawasi
bawahannya.

Doktrin Nahkoda
Pada pemberian pelayanan kesehatan, biasanya dokter dikatakan sebagai seorang
nahkoda. Oleh karena itu perawat melakukan setiap instruksi yang diberikan oleh
dokter. Namun sekrang ini doktrin tersebut telah berganti dengan sebuah konsep
legal yang disebut dengan aturan liabilitas personal yang dilandasi dengan
pendidikan spesialis, pelatihan, dan pengalaman. Perawat diharapkan dapat

mengambilkan keputusan yang baik.


Penetapan Protokol
Apabila perawat pada perawatan kritis dibutuhkan untuk melakukan tindakan
medis dan tidak di bawah pengawasan langsung dan segera dari dokter yang
mendelegasikan, hal tersebut hari berdasar pada protokol yang berlaku. Protokol tersebut
disusun oleh departemen kedokteran dan keperawatan dan perlu ditinjau apakah sudah

sesuai dengan akta praktik perawat negara bagaian atau belum.


Instruksi Medis yang Meragukan
Perawat yang meragukan sebuah instruksi harus menyampaikan alasan yang jelas

dari keraguannya keada dokter yang memberikan instruksi.


Liabilitas Terhadap Peralatan Medis yang Rusak
Safe Medical Devices Act efektif digunakan untuk mendapatkan ulasan. Akta
tersebut mewajibkan pengguna fasilitas (yang mecakup rumah sakit dan fasilitas

pembedahan rawat jalan) untuk melapor pada pabrik yang membuat peralatan jika ada
-

kerusakan alat yang menyebabkan sakit serius, cedera atau kematian pada pasien.
Kebutuhan akan Persetujuan
Pasien berhak menerima informasi secara lengkap sebelum melakukan terapi agar

pasien dapat membuat keputusan melalui informasi-informasi yang telah diberikan.


ISU YANG MELIBATKAN TINDAKAN BANTUAN-HIDUP
- Instruksi Jangan Meresusitasi (DNR)
Keberhasilan dari tindakan RJP pada pasien merupakan hal yang sangat bervariasi
dan dipengaruhi oleh lingkungan pasien dan faktor resusitatif, akan tetapi RJP tidak
selalu dilakukan kepada pasien yang mengalami henti jantung karena tindakan ini sangat
invasif dan dapat dianggap sebagai pelanggaran yang baik terhadap hak individu untuk
meninggal dengan martabat. Oleh karena itu tindakan RJP bisa diperbolehkan dilakukan
-

saat penyakit bersifat terminal dan ireversibel dan pada saat pasien mendapatkan manfaat.
Arahan Lanjut : Living Will dan Power of Attorney
Living Will merupakan suatu bentuk arahan tertulis dari seorang pasien untuk
keluarga dan anggora tim perawatan mengenai keinginan pasien apabila pasien
meninggal. Pada pasien terminal, pasien tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Agar
mendapatkan cakupan yang lebih luas, biasanya pasien memanfaatkan durable power of
attorney yang memungkinkan pasien untuk menunjuk pengambil keputusan pengganti
yang disebut sebagai agen atau wali kesehatan yang memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan terapi yang akan diberikan kepada pasien apabila pasien tidak

dapat melakukannya.
Patient Self-Determination Act
sesuai dengan syarat reimbursement, rumah sakit, fasilitas keperawatan, layanan
keperawatan,dan lain-lain memeberikan informasi bagi pasien atau keluarga untuk
mengambil keputusan. Informasi yang disampaikan berisi tipe arahan lanjut yang legal di
negara bagian tersebut. Dokumentasi bahwa pasien telah mendapat informasi harus

dicantumkan dalam rekam medis.


Penghentian Tindakan Bantuan Hidup
Tindakan bantuan hidup, kapan tindakan dilakukan dan digunakan, serta kapan dapat
dihentikan semakin banyak dibahas dalam berbagai kasus. Pda tahun 1976 ada suatu kasus
yang menimbulkan suatu kontroversi yaitu pasien memiliki hak untuk meninggal. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara menghentikan tindakan bantuan hidup yang selama
ini diberikan untuk pasien. Namun keputusan untuk penghentian tindakan tersebut
ergantug dari keputusan pihak pasien.

Kematian Otak
Pada tahun 1968, Harvard menentukan kriteria standar kematian otak. Beberapa
negara bagian menggunakan

kematian otak sebagai kriteria tunggal, namun negara

bagian lainnya bergantung pada beberapa faktor seperti respon terhadap nyeri, dan
berhentinya fungsi jantung. Penting bagi perawat untuk mengetahui pengertian legal
-

kematian di negara bagian ia melakukan praktik agar tidak terjadi kesalahan.


Donasi Organ
Uniform Anatomical Gift Act merupakan undang-undang yang menetapkan
legalitas pendonasian organ oleh individu dan keluarganya dan mengatur prosedur
pemberian dan penerimaan sumbangan organ. Tiap negara bagian mempunyai aturan
yang berbeda dalam persetujuan menyumbangkan organ. Baru-baru ini banyak negara
bagian yang mengsahkan hukum permintaan wajib yang digunakan untuk meningkatkan
pemasukan organ untuk transplantasi dengan meminta petugas rumah sakit untuk
menanyakan kepada keluarga pasien mengenai sumbangan organ pada saat pasien
meninggal.

Daftar Pustaka
Kementrian
Kesehatan
RI.
2010. Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor:
1778/Menkes/SK/XII/2010, Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care
Unit (ICU) di Rumah Sakit. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktorat
Rumah Sakit Khusus Dan Swasta. 1995. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat (edisi
kedua). Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2011). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik (Critical Care Nursing : A Holistic Approach). Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai