Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

Keratitis Pungtata Superfisialis

Disusun Oleh:
Reynaldo
11-2014-285

Pembimbing:
dr. Ernita Tantawi Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 8 AGUSTUS 2016 10 SEPTEMBER 2016
1

BAB I
PEMBAHASAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
Umur
: 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan
Alamat:
: Bekasi Utara
Datang ke Poli Mata RSPAD tanggal 12 Agustus 2016

II.

ANAMNESA
Anamnesa

: (Auto-Anamnesis) Pada tanggal 12 Agustus 2016

Keluhan Utama

: Buram pada mata sebelah kanan sejak 1 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan

: Sakit pada mata iri, berair, gatal, mata merah

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT:


Pasien datang dengan keluhan buram saat melihat pada mata sebelah kanan. Keluhan
ini sudah dirasakan oleh pasien sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan awalnya dapat
melihat dengan baik tetapi kemudian matanya menjadi buram secara tiba-tiba. Pasien juga
mengeluhkan matanya terasa sakit, gatal, keluar air mata secara terus-menerus dan matanya
terkadang merah. Sebelumnya pasien sudah mengobati mata kanannya tersebut dengan obat
tetes mata yang dibeli di apotek, tetapi tidak ada perubahan. Pasien menyangkal buram yang
dirasakan seperti ditutupi oleh kabut atau asap. Tidak terdapat keluhan pusing, mual, muntah
ataupun demam.
Pasien memiliki riwayat menggunakan kacamata, tetapi tidak ingat mengenai
ukurannya. Tidak terdapat riwayat menggunakan kontak lensa.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


-

Hipertensi
: tidak ada
DM
: ada sejak 17 tahun yang lalu, mengonsumsi Glukopan 2x sehari
Trauma mata : ada, pada mata sebelah kiri

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada

III.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS
Kesadaran

: Compos mentis

Tanda tanda vital

Tekanan darah
Nadi
Suhu
Frekuensi nafas

: 130/70 mmHg
: 76x / menit
: 36.0o C
: 18x / menit

Kepala

: Normochepal, sikatriks (-)

THT &Leher

: Discharge (-), sekret (-), T1-T1, KGB tidak membesar

Paru/Jantung

: S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-), suara dasar vesikuler +/


+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: cembung, supel, nyeri tekan (-)

STATUS OFTALMOLOGI
Visus
KETERANGAN

OD

OS

Tajam penglihatan

0,16

1/~

Koreksi

S-3,50 C-1,50 x 100o Tidak dapat dikoreksi

Addisi

0,5 (PH-)
Tidak diperiksa

Distansia Pupil
Kacamata lama

Tidak diperiksa
64 mm

Ada (lupa ukuran)

Ada (lupa ukuran)

Kedudukan bola mata


KETERANGAN

OD

OS

Eksoftamus

Tidak ada

Tidak ada

Endoftalmus

Tidak ada

Tidak ada

Deviasi

Tidak ada

Tidak ada

Gerakan bola mata

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

Supra silia
KETERANGAN

OD

OS

Warna

Hitam

Hitam

Letak

Simetris

Simetris

KETERANGAN

OD

OS

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Ektropion

Tidak ada

Tidak ada

Entropion

Tidak ada

Tidak ada

Blefarospasme

Tidak ada

Tidak ada

Trikiasis

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Fissura palpebra

10 mm

10 mm

Ptosis

Tidak ada

Tidak ada

Hordeolum

Tidak ada

Tidak ada

Kalazion

Tidak ada

Tidak ada

Pseudoptosis

Tidak ada

Tidak ada

KETERANGAN

OD

OS

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Ektropion

Tidak ada

Tidak ada

Entropion

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra Superior

Palpebra Inferior

Blefarospasme

Tidak ada

Tidak ada

Trikiasis

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Fissura palpebra

10 mm

10 mm

Ptosis

Tidak ada

Tidak ada

Hordeolum

Tidak ada

Tidak ada

Kalazion

Tidak ada

Tidak ada

Pseudoptosis

Tidak ada

Tidak ada

KETERANGAN

OD

OS

Hiperemis

Ada

Tidak ada

Folikel

Tidak ada

Tidak ada

Papil

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Anemia

Tidak ada

Tidak ada

Kemosis

Tidak ada

Tidak ada

KETERANGAN

OD

OS

Hiperemis

Ada

Tidak ada

Folikel

Tidak ada

Tidak ada

Papil

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Anemia

Tidak ada

Tidak ada

Kemosis

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior

Konjungtiva Tarsalis Inferior

Konjungtiva bulbi
KETERANGAN

OD

OS

Injeksi konjungtiva

Tidak ada

Tidak ada

Injeksi Siliar

Ada

Tidak ada

Perdarahan

Tidak ada

Tidak ada

subkonjungtiva
Pterigium

Tidak ada

Tidak ada

Pinguekula

Tidak ada

Tidak ada

Nevus Pigmentosus

Tidak ada

Tidak ada

Kista dermoid

Tidak ada

Tidak ada

Kemosis

Tidak ada

Tidak ada

KETERANGAN

OD

OS

Punctum Lacrimal

Terbuka

Terbuka

Tes anel

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Sistim lakrimalis

Sklera
KETERANGAN

OD

OS

Warna
Ikterik

Merah
Tidak ada

Putih
Tidak ada

KETERANGAN
Kejernihan

OD
Jernih

OS
Keruh

Permukaan

Ada titik-titik halus

Tidak rata

Ukuran

10 mm

10 mm

Sensibilitas

Kurang

Kurang

Infiltrat dan Dendrit

Tidak ada

Tidak ada

Ulkus

Tidak ada

Tidak ada

Perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Arkus senilis

Ada

Sulit dinilai

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Tes Placido

Bulat konsentris

Tidak konsentris

Kornea

Bilik Mata Depan


KETERANGAN

OD

OS

Kedalaman

Dalam

Sulit dinilai

Kejernihan

Jernih

Keruh

Hifema

Tidak ada

Tidak ada

Hipopion

Tidak ada

Tidak ada

Efek Tyndall

Tidak ada flare

Sulit dinilai

KETERANGAN

OD

OS

Warna

Coklat

Sulit dinilai

Kriptae

Jelas

Sulit dinilai

Bentuk

Bulat

Sulit dinilai

Sinekia

Tidak ada

Sulit dinilai

Koloboma

Tidak ada

Sulit dinilai

Iris

Pupil
KETERANGAN
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks cahaya langsung
Refleks
cahaya
tidak

OD
Di tengah
Bulat
4 mm
Positif
Positif

OS
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

langsung
Lensa
KETERANGAN

OD

OS

Kejernihan
Letak
Shadow Test

Jernih
Di tengah
Negatif

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Badan kaca
KETERANGAN
Kejernihan

OD
Jernih

OS
Sulit dinilai
7

Fundus okuli
KETERANGAN
Reflex Fundus
Papil
- Bentuk
- Warna
- Batas
- CD Ratio
Arteri Vena
Retina
- Edema
- Perdarahan
- Exudat
- Sikatrik
- Mikroaneurisma
Makula Lutea
- Reflex Fovea
- Edema
- Pigmentosa

OD
Positif

Ada
Tidak ada
Tidak ada

OS
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak ada

KETERANGAN

OD

OS

Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Okuli

Ada
Tidak ada
Tn+1

Tidak ada
Tidak ada
Normal perpalpasi

Tonometri

42,1 mmHg

28,5 mmHg

Bulat
Kuning
Tegas
0,4
2:3
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Palpasi

Kampus visi
KETERANGAN
Tes Konfrotasi

OD
Tidak

sesuai

OS
dengan Sulit dinilai

pemeriksa
IV.

RESUME
Pasien datang dengan keluhan buram pada mata sebelah kanan sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan awalnya dapat melihat dengan baik tetapi kemudian
matanya menjadi buram secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan matanya terasa
sakit, gatal, keluar air mata secara terus-menerus dan matanya terkadang merah,
Sebelumnya pasien sudah mengobati mata kanannya tersebut dengan obat tetes mata
yang dibeli di apotek, tetapi tidak ada perubahan.
8

Pasien memiliki riwayat menggunakan kacamata tetapi tidak mengingat


ukuran kacamata tersebut. Pasien juga menderita diabetes mellitus sejak 17 tahun
yang lalu dan mengkosumsi obat oral Glukopan 2 kali sehari.

1.Visus
KETERANGAN

OD

OS

Tajam penglihatan

0,16

1/~

Koreksi

S-3,50 C-1,50 x 100o Tidak dapat dikoreksi


0,5 (PH-)

2. Sklera
KETERANGAN

OD

OS

Warna
Ikterik

Merah
Tidak ada

Putih
Tidak ada

KETERANGAN
Kejernihan

OD
Jernih

OS
Keruh

Permukaan

Ada titik-titik halus

Tidak rata

Ukuran

10 mm

10 mm

Sensibilitas

Kurang

Kurang

Arkus senilis

Ada

Sulit dinilai

Tes Placido

Bulat konsentris

Tidak konsentris

3. Kornea

4. Konjungtiva bulbi
KETERANGAN

OD

OS

Injeksi Siliar

Ada

Tidak ada

5. Palpasi
KETERANGAN

OD

OS

Nyeri Tekan
Tensi Okuli

Ada
Tn+1

Tidak ada
Normal perpalpasi

Tonometri

42,1 mmHg

28,5 mmHg

V.

VI.

DIAGNOSA KERJA

Keratitis Pungtata Superfisialis OD

Astigmatisma miopikus kompositus OD

Glaukoma sudut terbuka OD

DIAGNOSA BANDING
Keratitis Virus Herpes Simpleks

PEMERIKSAAN ANJURAN
Tes Flouresensi

VII.

VIII. PENATALAKSANAAN
Pemberian antibiotic tetes mata, air mata buatan, dan sikloplegik.
Mata ditutup dengan perban untuk melindungi mata dari debu atau kotoran lainnya
IX.

yang berasal dari luar.


PROGNOSIS
Quo Ad Vitam

OD
Dubia ad bonam

OS
Dubia ad malam

Quo Ad fungsionam

Dubia ad bonam

Dubia ad malam

Quo Ad sanationam
PEMBAHASAN KASUS

Dubia ad bonam

Dubia ad malam

Pasien datang dengan keluhan buram pada mata sebelah kanan sejak 1 bulan yang
lalu. Pasien mengatakan awalnya dapat melihat dengan baik tetapi kemudian matanya
menjadi buram secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan matanya terasa sakit, gatal, keluar
air mata secara terus-menerus dan matanya terkadang merah, Sebelumnya pasien sudah
mengobati mata kanannya tersebut dengan obat tetes mata yang dibeli di apotek, tetapi tidak
ada perubahan. Pasien memiliki riwayat menggunakan kacamata, tetapi pasien tidak
mengingat ukuran kacamata tersebut. Namun keluhan yang dirasakan pasien tidak berkurang
saat menggunakan kacamata. Pasien juga menderita sakit diabetes mellitus sejak 17 tahun
yang lalu dan mengkosumsi obat oral glukopan 2 kali sehari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pasien mengalami gangguan visus Astigmatisma
miopikus kompositus memakai kacamata lama dengan ukurun yang tidak diketahui namun
tidak membantu penglihatan. Pada pemeriksaan sklera didapatkan bewarna merah pada mata
kanan. Dan pada pemeriksaan kornea didapatkan adanya titik-titik halus pada permukaan
kornea serta sensibilitas yang kurang.
10

Diagnosis keratitis pungtata superfisialis diambil dari anamnesa yang telah dilakukan
oleh pasien, di mana dari anamnesa didapatkan bahwa pasien mengalami keluhan yang
masuk ke dalam golongan mata merah visus turun mendadak. Dari anamnesa juga tidak
didapatkan keluhan yang mendukung ke arah glaukoma akut yaitu nyeri kepala dan tunnel
vision atau lapang pandang pasien juga tidak menyempit.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien melipu pemberian antibiotic tetes mata
untuk mencegah infeksi. Air mata buatan dan sikloplegik diberikan untuk memberikan rasa
nyaman pada pasien.

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang
Keratitis pungtata superfisialis adalah penyakit bilateral rekurens kronik yang jarang
ditemukan; wanita lebih sering terkena. Penyakit ini ditandai dengan kekeruhan epitel yang
meninggi berbentuk lonjong dan berbatas tegas, yang menampakan bintik-bintik pada
pemulasan dengan fluorescein, terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan
mata telanjang, tetapi mudah dilihat dengan slitlamp atau kaca pembesar. Kekeruhan
subepitelial di bawah lesi epitel sering terlihat selama masa penyembuhan penyakit epitel ini.1
Keratitis pungtata superfisialis ditandai dengan munculnya gejala iritasi ringan,
penglihatan yang sedikit buram, dan fotophobia1. Keratitis pungtata superfisialis biasanya
terjadi pada dekade kedua atau ketiga kehidupan, meskipun penyakit ini dapat terjadi pada
segala usia. Perjalanan penyakit ini bersifat kronis dan ditandai dengan eksaserbasi dan
remisi.2
Penatalaksanaan keratitis pungtata superfisialis ini disesuaikan dengan tingkat
keparahan penyakit mulai dari penggunaan obat tetes mata sebagai pelumas, penggunaan
kortikosteroid topikal hingga penggunaan kontak lensa sebagai terapi untuk mengurangi
iritasi yang terjadi pada pasien. Terapi terbaru pada pasien dengan penyakit ini adalah
penggunaan siklosporin A topikal yang dihubungkan dengan hasil yang baik dan efek
samping yang minimal2.
Epidemiologi
Keratitis pungtata superfisial yang sering ditemukan karena faktor eksogen, seperti
lensa kontak, bulu mata atas. Biasanya ditemukan sebagai gejala sekunder dari keratitis
benttuk lainnya. Itu juga bisa di sebabkan oleh faktor endogen, seperti Thygeson disease.5
SPK mempunyai karakteristik tersembunyi. Umumnya penyakit ini terlihat setelah
perjalanan penyakit 1 bulan sampai 24 tahun, dengan durasi rata rata 3,5 tahun. Rentan
usia yang terkena keratitis pungtata superfisial ialah berumur 20 30 tahun. 3

Anatomi
12

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata dibagian depan
(Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat 2 bentuk
kelengkungan yang berbeda.4
Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu :
1.

Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan cahaya masuk kedalam bola

2.

mata. Kelengkungan pada kornea lebih besar dibandingkan pada sklera.4


Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan
koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri oleh 3 susunan otot dapat mengatur
jumlah sinar yang masuk kedalam mata. Otot dilatator dipersarafi oleh simpatis
sedangkan sfingter iris dan otot siliaris dipersarafi oleh para simpatis. Otot siliaris
yang terletak dibadan siliaris mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Corpus siliaris yang menghasilkan humor akuos yang dikeluarkan melalui trabekulum

3.

yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.4


Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai sususan sebanyak 10 lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf
optik yang diteruskan ke otak.4

Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars pelana. Lensa terletak dibelakang
pupil yang dipegang di daerah ekuatornya oleh zonula zinii. Lensa mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah
temporal atas dalam rongga orbita.4
Anatomi Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, merupakan
bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan jaringan yang menutup bola
mata sebelah depan.
Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling berhubungan yaitu lapisan
epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel di konjungtiva bulba), membran bowman,
stroma, membrana descement dan endotel.4
1.

Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, 1 lapis sel
basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel
muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
13

depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel poligonal didepannya melalui dermosom dan makula ekluden, ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
2.

akan mengakibatkan erosi rekuren.4


Membran Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian stroma. Lapisan ini tidak

3.

mempunyai daya regenerasi.4


Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar 1 dengan
lainnya, pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang kadang sampai 15 bulan. Stroma ini adalah merupakan sekitar 90%

4.

dari ketebalan kornea.4


Membran Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Membran ini bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup.4 Endotel,
terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk heksagonal, besarnya sampai 40 60 mm.
endotel tidak mempunyai daya regenerasi.4

Gambar 1: lapisan Kornea5

Keratitis Pungtata
Definisi
Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman
dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis ini disebut juga dengan Thygesons
disease karena ditemukan pertama kali oleh dr. Phillip Thygeson di amerika. Keratitis
pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik,

14

infeksi virus, dry eyes, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan
obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lain.1
Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang
menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji
fluoresein merupakan sebuah tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea.
Dasar dari uji ini adalah bahwa zat warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media
alkali. Zat warna fluoresein bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat
defek akan memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa.
Sebelum dilakukan uji ini, mata diteteskan anestetikum pantokain 1 tetes. Kemudian zat
warna fluoresein 0,5% - 2% diteteskan pada mata atau kertas fluoresein ditaruh pada forniks
inferior seama 20 detik. Zat warna lalu diirigasi dengan garam fisiologik sampai seluruh air
mata tidak berwarna hijau lagi. Kemudian dilakukan penilaian pada kornea yang berwarna
hijau. Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek pada epitel kornea. Defek
ini dapat berbentuk erosi kornea atau infiltrat yang mengakibatkan kerusakan epitel.
Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp
dengan lampu berwarna biru sehingga permukaan kornea terlihat warna hijau.1
Etiologi & klasifikasi
Keratitis Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada
Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis
neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma, trauma radiasi, dry eyes, keratitis
lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahaya pengawet lainnya.
Klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi yang terkena dari lapisan kornea :1
1. Keratitis superfisialis
a. Keratitis epithelial
i. Keratitis pungtata superfisialis
ii. Herpes simplek
iii. Herpes zoster
b. Keratitis subepitelial
i. Keratitis didiformis dari Westhoff
ii. Keratitis numularis dari Dimmer
c. Keratitis stromal
i. Keratitis neuroparalitik
2. Keratitis profunda
15

a. Keratitis sklerotikan
b. Keratitis intersisial
c. Keratitis disiformis
Manifestasi klinis7
Pada keratitis pungtata pasien dapat mengeluh mata berair bilateral, sensasi terbakar pada
mata, sensasi adanya benda asing pada mata, dan iritasi pada mata. Pada tahap inaktif
penyakit pasien mungkin tidak mengalami suatu keluhan.7
Pada pemeriksaan fisik keratitis pungtata superfisialis ditandai dengan keratitis epitel
tanpa adanya peradangan pada konjungtiva atau stroma bersifat bilateral, berulang dan fokal.
Pada tahap aktif penyakit lesi kornea kasar dan menyatu, berbentuk oval, sedikit menonjol,
titik abu-abu keputihan pada kornea. Lesi cenderung menumpuk dan terpusat pada kornea
dan dapat ditemukan 1 -50 lesi pada kornea.7
Sensitivitas kornea biasanya normal atau hanya sedikit menurun, tetapi tidak hilang
seperti pada keratitis herpes simpleks7
Meskipun reaksi konjungtiva tidak ditemukan, namun reaksi minimal dengan injeksi
konjungtiva dapat muncul.7
Selama tahap inaktif penyakit, lesi dapat menghilang, atau dapat muncul dengan
gambaran abu-abu, berbentuk seperti taburan bintang, dan kekeruhan pada subepitel.
Kekeruhan pada subepitel pada pada beberapa pasien dapat menjadi permanen.7
Serangan dapat berlangsung hingga beberapa bulan dan masuk ke remisi sampai 3 tahun.
Penyakit ini dapat terus berlangsung untuk periode rata-rata 3,5-7,5 tahun, meskipun laporan
dari lebih dari 24, 30, dan 41 tahun telah dilaporkan, terutama dengan penggunaan steroid.7

Gambar 2. Keratitis Pungtata Superfisialis2


Patofisiologi Gejala

16

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.8
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia,
yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi
terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair
mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata
kecuali pada ulkus bakteri purulen.8
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya,
lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.8
Diagnosa
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya
riwayat traumakenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada
kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes
simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik
tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan
pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes
simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti
diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.8
Dokter memeriksa kornea dengan melakukan inspeksi di bawah pencahayaan yang
memadai. Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan
fluorescein dapat memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila
17

tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan
benar, jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus
diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah
kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini.8
Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan terapi empiris
dan dikelola tanpa hapusan atau kultur. Hapusan dan kultur sering membantu dalam kasus
dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di mata dengan keratitis
bakteri biasanya steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada
kecurigaan yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis.8
Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satu-satunya cara
untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat membantu sebagai panduan
modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak bagus dan untuk mengurangi
toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara
empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun
keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi.8
Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan menggunakan
instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari daerah yang terinfeksi pada
kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk mendapatkan sampel. Ini paling mudah
dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.8
Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap
pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinis yang
sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jika infiltrat terletak
di pertengahan atau dalam stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.8
Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit Lamp atau
mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk mengambil
sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan
sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi.
Spesimen biopsi harus disampaikan ke laboratorium secara tepat waktu.8

Tatalaksana
18

Penatalaksanaan pada keratitis pungtata superfisial pada prinsipnya adalah diberikan sesuai
dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk
bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri
gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik
juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi
campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin atau
fluconazol. Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial ini
sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman seperti
air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid.4

Gambar 3: Sebelum terapi dengan cyclosporine A 2

Gambar 4: Sesudah terapi dengan cyclosporine A2

19

Daftar Pustaka
1. Biswell R. Kornea. Dalam: Vaughan & Asbury : oftalmologi umum. Ed-17; alih
Bahasa: Brahm U Pendit; editor edisi Bahasa Indonesia, Diana Susanto. Jakarta: EGC,
2009. p 142-3.
2. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd
edition. Stuttgart ; thieme ; 2000. p. 118-56
3. Bouchaanrd SC, Lin A. Noninfectious Keratitis. In : Ophthalmology. 4th edition.
2014. p,.242
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisiki ke-3. FKUI; Jakarta: 2009.p.3-6.
5. Riordan P. Anatomi dan Embriologi. Oftalmologi Umum. Edisi 17 Cetakan Pertama.
Widya Medika Jakarta, 2015. p. 1-26
6. Hasanreisoglu M, Avisar R. Long-term cyclosporine A therapy in thygesons
superficial punctate keratitis: a case report. Cases Journal, Biomed Central 2008 Des
23;1-3
7. Duszak RS, et all. Thygeson Superficial Punctate Keratitis Clinical Presentation.
Medscape 2014 Oct 14;1-3
8. Bisweell Rodrick. Kornea. Oftalmologi Umum. Edisi 17 Cetakan Pertama. Widya
Medika Jakarta, 2015. p. 125-48
9. Skorich N.D. Thygesons Superficial Punctate Keratitis. In : Principles and Practice of
Cornea. Jaypee-Highlights Medical. Edisi pertama. Vol 1. New Delhi :2013.p.547 8.

20

Anda mungkin juga menyukai