Disusun Oleh:
Reynaldo
11-2014-285
Pembimbing:
dr. Ernita Tantawi Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 8 AGUSTUS 2016 10 SEPTEMBER 2016
1
BAB I
PEMBAHASAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
Umur
: 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan
Alamat:
: Bekasi Utara
Datang ke Poli Mata RSPAD tanggal 12 Agustus 2016
II.
ANAMNESA
Anamnesa
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Hipertensi
: tidak ada
DM
: ada sejak 17 tahun yang lalu, mengonsumsi Glukopan 2x sehari
Trauma mata : ada, pada mata sebelah kiri
III.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Frekuensi nafas
: 130/70 mmHg
: 76x / menit
: 36.0o C
: 18x / menit
Kepala
THT &Leher
Paru/Jantung
Abdomen
STATUS OFTALMOLOGI
Visus
KETERANGAN
OD
OS
Tajam penglihatan
0,16
1/~
Koreksi
Addisi
0,5 (PH-)
Tidak diperiksa
Distansia Pupil
Kacamata lama
Tidak diperiksa
64 mm
OD
OS
Eksoftamus
Tidak ada
Tidak ada
Endoftalmus
Tidak ada
Tidak ada
Deviasi
Tidak ada
Tidak ada
Supra silia
KETERANGAN
OD
OS
Warna
Hitam
Hitam
Letak
Simetris
Simetris
KETERANGAN
OD
OS
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Ektropion
Tidak ada
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Tidak ada
Blefarospasme
Tidak ada
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Fissura palpebra
10 mm
10 mm
Ptosis
Tidak ada
Tidak ada
Hordeolum
Tidak ada
Tidak ada
Kalazion
Tidak ada
Tidak ada
Pseudoptosis
Tidak ada
Tidak ada
KETERANGAN
OD
OS
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Ektropion
Tidak ada
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra Superior
Palpebra Inferior
Blefarospasme
Tidak ada
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Fissura palpebra
10 mm
10 mm
Ptosis
Tidak ada
Tidak ada
Hordeolum
Tidak ada
Tidak ada
Kalazion
Tidak ada
Tidak ada
Pseudoptosis
Tidak ada
Tidak ada
KETERANGAN
OD
OS
Hiperemis
Ada
Tidak ada
Folikel
Tidak ada
Tidak ada
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Anemia
Tidak ada
Tidak ada
Kemosis
Tidak ada
Tidak ada
KETERANGAN
OD
OS
Hiperemis
Ada
Tidak ada
Folikel
Tidak ada
Tidak ada
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Anemia
Tidak ada
Tidak ada
Kemosis
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
KETERANGAN
OD
OS
Injeksi konjungtiva
Tidak ada
Tidak ada
Injeksi Siliar
Ada
Tidak ada
Perdarahan
Tidak ada
Tidak ada
subkonjungtiva
Pterigium
Tidak ada
Tidak ada
Pinguekula
Tidak ada
Tidak ada
Nevus Pigmentosus
Tidak ada
Tidak ada
Kista dermoid
Tidak ada
Tidak ada
Kemosis
Tidak ada
Tidak ada
KETERANGAN
OD
OS
Punctum Lacrimal
Terbuka
Terbuka
Tes anel
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Sistim lakrimalis
Sklera
KETERANGAN
OD
OS
Warna
Ikterik
Merah
Tidak ada
Putih
Tidak ada
KETERANGAN
Kejernihan
OD
Jernih
OS
Keruh
Permukaan
Tidak rata
Ukuran
10 mm
10 mm
Sensibilitas
Kurang
Kurang
Tidak ada
Tidak ada
Ulkus
Tidak ada
Tidak ada
Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
Arkus senilis
Ada
Sulit dinilai
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Tes Placido
Bulat konsentris
Tidak konsentris
Kornea
OD
OS
Kedalaman
Dalam
Sulit dinilai
Kejernihan
Jernih
Keruh
Hifema
Tidak ada
Tidak ada
Hipopion
Tidak ada
Tidak ada
Efek Tyndall
Sulit dinilai
KETERANGAN
OD
OS
Warna
Coklat
Sulit dinilai
Kriptae
Jelas
Sulit dinilai
Bentuk
Bulat
Sulit dinilai
Sinekia
Tidak ada
Sulit dinilai
Koloboma
Tidak ada
Sulit dinilai
Iris
Pupil
KETERANGAN
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks cahaya langsung
Refleks
cahaya
tidak
OD
Di tengah
Bulat
4 mm
Positif
Positif
OS
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
langsung
Lensa
KETERANGAN
OD
OS
Kejernihan
Letak
Shadow Test
Jernih
Di tengah
Negatif
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Badan kaca
KETERANGAN
Kejernihan
OD
Jernih
OS
Sulit dinilai
7
Fundus okuli
KETERANGAN
Reflex Fundus
Papil
- Bentuk
- Warna
- Batas
- CD Ratio
Arteri Vena
Retina
- Edema
- Perdarahan
- Exudat
- Sikatrik
- Mikroaneurisma
Makula Lutea
- Reflex Fovea
- Edema
- Pigmentosa
OD
Positif
Ada
Tidak ada
Tidak ada
OS
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak ada
KETERANGAN
OD
OS
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Okuli
Ada
Tidak ada
Tn+1
Tidak ada
Tidak ada
Normal perpalpasi
Tonometri
42,1 mmHg
28,5 mmHg
Bulat
Kuning
Tegas
0,4
2:3
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpasi
Kampus visi
KETERANGAN
Tes Konfrotasi
OD
Tidak
sesuai
OS
dengan Sulit dinilai
pemeriksa
IV.
RESUME
Pasien datang dengan keluhan buram pada mata sebelah kanan sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan awalnya dapat melihat dengan baik tetapi kemudian
matanya menjadi buram secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan matanya terasa
sakit, gatal, keluar air mata secara terus-menerus dan matanya terkadang merah,
Sebelumnya pasien sudah mengobati mata kanannya tersebut dengan obat tetes mata
yang dibeli di apotek, tetapi tidak ada perubahan.
8
1.Visus
KETERANGAN
OD
OS
Tajam penglihatan
0,16
1/~
Koreksi
2. Sklera
KETERANGAN
OD
OS
Warna
Ikterik
Merah
Tidak ada
Putih
Tidak ada
KETERANGAN
Kejernihan
OD
Jernih
OS
Keruh
Permukaan
Tidak rata
Ukuran
10 mm
10 mm
Sensibilitas
Kurang
Kurang
Arkus senilis
Ada
Sulit dinilai
Tes Placido
Bulat konsentris
Tidak konsentris
3. Kornea
4. Konjungtiva bulbi
KETERANGAN
OD
OS
Injeksi Siliar
Ada
Tidak ada
5. Palpasi
KETERANGAN
OD
OS
Nyeri Tekan
Tensi Okuli
Ada
Tn+1
Tidak ada
Normal perpalpasi
Tonometri
42,1 mmHg
28,5 mmHg
V.
VI.
DIAGNOSA KERJA
DIAGNOSA BANDING
Keratitis Virus Herpes Simpleks
PEMERIKSAAN ANJURAN
Tes Flouresensi
VII.
VIII. PENATALAKSANAAN
Pemberian antibiotic tetes mata, air mata buatan, dan sikloplegik.
Mata ditutup dengan perban untuk melindungi mata dari debu atau kotoran lainnya
IX.
OD
Dubia ad bonam
OS
Dubia ad malam
Quo Ad fungsionam
Dubia ad bonam
Dubia ad malam
Quo Ad sanationam
PEMBAHASAN KASUS
Dubia ad bonam
Dubia ad malam
Pasien datang dengan keluhan buram pada mata sebelah kanan sejak 1 bulan yang
lalu. Pasien mengatakan awalnya dapat melihat dengan baik tetapi kemudian matanya
menjadi buram secara tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan matanya terasa sakit, gatal, keluar
air mata secara terus-menerus dan matanya terkadang merah, Sebelumnya pasien sudah
mengobati mata kanannya tersebut dengan obat tetes mata yang dibeli di apotek, tetapi tidak
ada perubahan. Pasien memiliki riwayat menggunakan kacamata, tetapi pasien tidak
mengingat ukuran kacamata tersebut. Namun keluhan yang dirasakan pasien tidak berkurang
saat menggunakan kacamata. Pasien juga menderita sakit diabetes mellitus sejak 17 tahun
yang lalu dan mengkosumsi obat oral glukopan 2 kali sehari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pasien mengalami gangguan visus Astigmatisma
miopikus kompositus memakai kacamata lama dengan ukurun yang tidak diketahui namun
tidak membantu penglihatan. Pada pemeriksaan sklera didapatkan bewarna merah pada mata
kanan. Dan pada pemeriksaan kornea didapatkan adanya titik-titik halus pada permukaan
kornea serta sensibilitas yang kurang.
10
Diagnosis keratitis pungtata superfisialis diambil dari anamnesa yang telah dilakukan
oleh pasien, di mana dari anamnesa didapatkan bahwa pasien mengalami keluhan yang
masuk ke dalam golongan mata merah visus turun mendadak. Dari anamnesa juga tidak
didapatkan keluhan yang mendukung ke arah glaukoma akut yaitu nyeri kepala dan tunnel
vision atau lapang pandang pasien juga tidak menyempit.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien melipu pemberian antibiotic tetes mata
untuk mencegah infeksi. Air mata buatan dan sikloplegik diberikan untuk memberikan rasa
nyaman pada pasien.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang
Keratitis pungtata superfisialis adalah penyakit bilateral rekurens kronik yang jarang
ditemukan; wanita lebih sering terkena. Penyakit ini ditandai dengan kekeruhan epitel yang
meninggi berbentuk lonjong dan berbatas tegas, yang menampakan bintik-bintik pada
pemulasan dengan fluorescein, terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan
mata telanjang, tetapi mudah dilihat dengan slitlamp atau kaca pembesar. Kekeruhan
subepitelial di bawah lesi epitel sering terlihat selama masa penyembuhan penyakit epitel ini.1
Keratitis pungtata superfisialis ditandai dengan munculnya gejala iritasi ringan,
penglihatan yang sedikit buram, dan fotophobia1. Keratitis pungtata superfisialis biasanya
terjadi pada dekade kedua atau ketiga kehidupan, meskipun penyakit ini dapat terjadi pada
segala usia. Perjalanan penyakit ini bersifat kronis dan ditandai dengan eksaserbasi dan
remisi.2
Penatalaksanaan keratitis pungtata superfisialis ini disesuaikan dengan tingkat
keparahan penyakit mulai dari penggunaan obat tetes mata sebagai pelumas, penggunaan
kortikosteroid topikal hingga penggunaan kontak lensa sebagai terapi untuk mengurangi
iritasi yang terjadi pada pasien. Terapi terbaru pada pasien dengan penyakit ini adalah
penggunaan siklosporin A topikal yang dihubungkan dengan hasil yang baik dan efek
samping yang minimal2.
Epidemiologi
Keratitis pungtata superfisial yang sering ditemukan karena faktor eksogen, seperti
lensa kontak, bulu mata atas. Biasanya ditemukan sebagai gejala sekunder dari keratitis
benttuk lainnya. Itu juga bisa di sebabkan oleh faktor endogen, seperti Thygeson disease.5
SPK mempunyai karakteristik tersembunyi. Umumnya penyakit ini terlihat setelah
perjalanan penyakit 1 bulan sampai 24 tahun, dengan durasi rata rata 3,5 tahun. Rentan
usia yang terkena keratitis pungtata superfisial ialah berumur 20 30 tahun. 3
Anatomi
12
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata dibagian depan
(Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat 2 bentuk
kelengkungan yang berbeda.4
Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu :
1.
Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan sehingga memudahkan cahaya masuk kedalam bola
2.
3.
Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars pelana. Lensa terletak dibelakang
pupil yang dipegang di daerah ekuatornya oleh zonula zinii. Lensa mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak pada daerah
temporal atas dalam rongga orbita.4
Anatomi Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, merupakan
bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan jaringan yang menutup bola
mata sebelah depan.
Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling berhubungan yaitu lapisan
epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel di konjungtiva bulba), membran bowman,
stroma, membrana descement dan endotel.4
1.
Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, 1 lapis sel
basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel
muda ini terdorong ke depan menjadi menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
13
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel poligonal didepannya melalui dermosom dan makula ekluden, ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
2.
3.
4.
Keratitis Pungtata
Definisi
Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman
dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis ini disebut juga dengan Thygesons
disease karena ditemukan pertama kali oleh dr. Phillip Thygeson di amerika. Keratitis
pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik,
14
infeksi virus, dry eyes, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan
obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lain.1
Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang
menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji
fluoresein merupakan sebuah tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea.
Dasar dari uji ini adalah bahwa zat warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media
alkali. Zat warna fluoresein bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat
defek akan memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa.
Sebelum dilakukan uji ini, mata diteteskan anestetikum pantokain 1 tetes. Kemudian zat
warna fluoresein 0,5% - 2% diteteskan pada mata atau kertas fluoresein ditaruh pada forniks
inferior seama 20 detik. Zat warna lalu diirigasi dengan garam fisiologik sampai seluruh air
mata tidak berwarna hijau lagi. Kemudian dilakukan penilaian pada kornea yang berwarna
hijau. Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek pada epitel kornea. Defek
ini dapat berbentuk erosi kornea atau infiltrat yang mengakibatkan kerusakan epitel.
Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp
dengan lampu berwarna biru sehingga permukaan kornea terlihat warna hijau.1
Etiologi & klasifikasi
Keratitis Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada
Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis
neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma, trauma radiasi, dry eyes, keratitis
lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahaya pengawet lainnya.
Klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi yang terkena dari lapisan kornea :1
1. Keratitis superfisialis
a. Keratitis epithelial
i. Keratitis pungtata superfisialis
ii. Herpes simplek
iii. Herpes zoster
b. Keratitis subepitelial
i. Keratitis didiformis dari Westhoff
ii. Keratitis numularis dari Dimmer
c. Keratitis stromal
i. Keratitis neuroparalitik
2. Keratitis profunda
15
a. Keratitis sklerotikan
b. Keratitis intersisial
c. Keratitis disiformis
Manifestasi klinis7
Pada keratitis pungtata pasien dapat mengeluh mata berair bilateral, sensasi terbakar pada
mata, sensasi adanya benda asing pada mata, dan iritasi pada mata. Pada tahap inaktif
penyakit pasien mungkin tidak mengalami suatu keluhan.7
Pada pemeriksaan fisik keratitis pungtata superfisialis ditandai dengan keratitis epitel
tanpa adanya peradangan pada konjungtiva atau stroma bersifat bilateral, berulang dan fokal.
Pada tahap aktif penyakit lesi kornea kasar dan menyatu, berbentuk oval, sedikit menonjol,
titik abu-abu keputihan pada kornea. Lesi cenderung menumpuk dan terpusat pada kornea
dan dapat ditemukan 1 -50 lesi pada kornea.7
Sensitivitas kornea biasanya normal atau hanya sedikit menurun, tetapi tidak hilang
seperti pada keratitis herpes simpleks7
Meskipun reaksi konjungtiva tidak ditemukan, namun reaksi minimal dengan injeksi
konjungtiva dapat muncul.7
Selama tahap inaktif penyakit, lesi dapat menghilang, atau dapat muncul dengan
gambaran abu-abu, berbentuk seperti taburan bintang, dan kekeruhan pada subepitel.
Kekeruhan pada subepitel pada pada beberapa pasien dapat menjadi permanen.7
Serangan dapat berlangsung hingga beberapa bulan dan masuk ke remisi sampai 3 tahun.
Penyakit ini dapat terus berlangsung untuk periode rata-rata 3,5-7,5 tahun, meskipun laporan
dari lebih dari 24, 30, dan 41 tahun telah dilaporkan, terutama dengan penggunaan steroid.7
16
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.8
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia,
yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi
terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair
mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata
kecuali pada ulkus bakteri purulen.8
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya,
lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.8
Diagnosa
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya
riwayat traumakenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada
kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes
simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik
tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan
pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes
simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti
diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.8
Dokter memeriksa kornea dengan melakukan inspeksi di bawah pencahayaan yang
memadai. Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan
fluorescein dapat memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila
17
tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan
benar, jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus
diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah
kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini.8
Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan terapi empiris
dan dikelola tanpa hapusan atau kultur. Hapusan dan kultur sering membantu dalam kasus
dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di mata dengan keratitis
bakteri biasanya steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada
kecurigaan yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis.8
Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satu-satunya cara
untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat membantu sebagai panduan
modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak bagus dan untuk mengurangi
toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara
empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun
keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi.8
Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan menggunakan
instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari daerah yang terinfeksi pada
kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk mendapatkan sampel. Ini paling mudah
dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.8
Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap
pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinis yang
sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jika infiltrat terletak
di pertengahan atau dalam stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.8
Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit Lamp atau
mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk mengambil
sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan
sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi.
Spesimen biopsi harus disampaikan ke laboratorium secara tepat waktu.8
Tatalaksana
18
Penatalaksanaan pada keratitis pungtata superfisial pada prinsipnya adalah diberikan sesuai
dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk
bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri
gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik
juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi
campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin atau
fluconazol. Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial ini
sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman seperti
air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid.4
19
Daftar Pustaka
1. Biswell R. Kornea. Dalam: Vaughan & Asbury : oftalmologi umum. Ed-17; alih
Bahasa: Brahm U Pendit; editor edisi Bahasa Indonesia, Diana Susanto. Jakarta: EGC,
2009. p 142-3.
2. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd
edition. Stuttgart ; thieme ; 2000. p. 118-56
3. Bouchaanrd SC, Lin A. Noninfectious Keratitis. In : Ophthalmology. 4th edition.
2014. p,.242
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisiki ke-3. FKUI; Jakarta: 2009.p.3-6.
5. Riordan P. Anatomi dan Embriologi. Oftalmologi Umum. Edisi 17 Cetakan Pertama.
Widya Medika Jakarta, 2015. p. 1-26
6. Hasanreisoglu M, Avisar R. Long-term cyclosporine A therapy in thygesons
superficial punctate keratitis: a case report. Cases Journal, Biomed Central 2008 Des
23;1-3
7. Duszak RS, et all. Thygeson Superficial Punctate Keratitis Clinical Presentation.
Medscape 2014 Oct 14;1-3
8. Bisweell Rodrick. Kornea. Oftalmologi Umum. Edisi 17 Cetakan Pertama. Widya
Medika Jakarta, 2015. p. 125-48
9. Skorich N.D. Thygesons Superficial Punctate Keratitis. In : Principles and Practice of
Cornea. Jaypee-Highlights Medical. Edisi pertama. Vol 1. New Delhi :2013.p.547 8.
20