Anda di halaman 1dari 17

Pendahuluan

Penyakit infeksi kulit bakterial merupakan masalah kesehatan masyarakat, dimana


infeksi bakterial pada kulit yang paling sering ditemui adalah pioderma. Penyebab utama
pioderma adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Dibagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, insiden pioderma
menduduki peringkat ketiga. Penyakit ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi.
Tidak ada ras tertentu yang cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang laki-laki
maupun perempuan pada semua usia.1
Prevalensi pioderma di beberapa negara, seperti di Brazil, Ethiopia, Taiwan, dan lainlain adalah 0,2-35 %, sedangkan prevalensi pioderma di Indonesia adalah 1,4 % pada dewasa
dan 0,2 % pada anak.2
Selulitis merupakan jenis pioderma paling banyak pada orang dewasa sebanyak 23
pasien (52,3%), diikuti folikulitis 8 pasien (18,2%), dan furunkel 7 pasien (15,9%). Selulitis
dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekade keempat
dan kelima. Pada usia lanjut juga sering mengalami penyakit menahun (misalnya, diabetes).
Penyakit menahun ini akan menurunkan sistem imun dalam tubuh yang akan menyebabkan
mudahnya terkena infeksi. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa jenis pioderma yang paling
jarang terjadi yaitu impetigo. Impetigo dapat terjadi pada orang dewasa, tetapi lebih sering
terjadi pada bayi, anak-anak, di usia prasekolah dan sekolah kemungkinan karena kulit anak
yang relatif lebih tipis dan ikatan antar sel yang masih longgar serta imunitas kulit terhadap
imfeksi masih lemah.3
Etiologi
Penyebab yang utama dari pioderma adalah Staphylococcus B hemolyticus,
Streptococcus aureus. Etiologinya kebanyakan oleh Staphylococcus aureus, merupakan selsel berbentuk bola atau coccus Gram positif yang berpasangan berempat dan berkelompok.
Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase positif, ini yang membedakannya dari
spesies lain, dan merupakan patogen utama bagi manusia. Pada Staphylococcus koagulase
negatif merupakan flora normal manusia. Staphylococcus menghasilkan katalase yang
membedakannya dengan streptococcus.1

Faktor Predisposisi

Higiene yang kurang


Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit-

penyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes mellitus


Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma
yang hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya
tersebut, hal itu juga terjadi karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu
oleh penyakit. Karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai
pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi.1

Klasifikasi

Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya
biasanya satu macam mikroorganisme.
Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan
mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder
disebut

impetigenisata,

contohnya:

dermatitis

impetigenisata,

scabies

impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, pustul, bula purulen,
krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional,
leukositosis, dapat pula disertai demam.1
Pengobatan Umum
Sistemik
Contoh obat untuk pengobatan pioderma
a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai
lagi karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan
-

syok anafilaktik
Ampisillin, dosis 4500 mg, ante cunam
Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam dan

absorbsinya lebih cepat sehingga kadar dalam plasma lebih tinggi.


Golongan obat penisilin resisten-penisillinase, contohnya adalah oksasillin,
kloksasillin, dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis 3250 mg/hari antecunam.

Kelebihan

obat

ini

adalah

juga

berkashiat

pada Staphylococcus yang telah membentuk penisilinase.1


b. Linkomisin dan Klindamisin

Dosis linkomisin, 3500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih banyak


karenanya dosisnya lebih kecil yaitu 4150 mg/hari/os, pada infeksi berat
dosisnya 4300-450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan
digantikan oleh Klindamisin karena potensial antibakterinya lebih besar dan
efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu terhambat oleh adanya
makanan dalam lambung.1
c. Eritromisin
Dosis
4500
mg/hari/os.

Efektivitasnya

kurang

dibandingkan

Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisillinase.


Cepat menyebabkan resistensi dan kadang terjadi tak enak di lambung.1
d. Sefalosporin
Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan hasil
maka dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk
kuman gram positif yaitu generasi I juga generasi IV. Contohnya adalah
sefadoksil dari generasi I dengan dosis dewasa, 2500 mg atau 21000
mg/hari.1
Topikal
Bermacam obat topikal dapat digunakan untuk pioderma, contohnya basitrasin,
neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri gram negative,
Neomisin dituliskan sering mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan
kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering dipakai karenanya
harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk salep atau krim.1
Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan
permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 % dan yodium povidon 7,5 %
yang dilarutkan 10 kali.1
Pemeriksaan Pembantu
Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus yang kronis dan sukar
sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan
stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong,
invivo tidak selalu sesuai dengan in vitro. Terdapat leukositosis pada pemeriksaan lab. Pada
kasus yang sulit sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya
bukan kedua bakteri penyebab pioderma yang sering terjadi.1
Bentuk-bentuk Pioderma
a. IMPETIGO
3

Impetigo adalah pioderma superficial (terbatas pada epidermis). Prevalensi impetigo


tertinggi di daerah Oceania yang merupakan negara miskin ke dua di dunia dan pada sumber
daya serta populasi yang kurang mampu di negara-negara berpenghasilan tinggi. Hal ini
mungkin terjadi karena terjadinya impetigo dipengaruhi oleh faktor lingkungan.4
Pengobatan impetigo biasanya melibatkan perawatan luka lokal bersama dengan terapi
antibiotik. Terapi antibiotik untuk impetigo mungkin dengan agen topikal saja atau kombinasi
dari agen sistemik dan topikal.

Gambar 1. Pengobatan untuk impetigo.5 (fitz Pat)

Klasifikasi : Terdapat 2 bentuk impetigo krustosa dan impetigo bulosa.

Impetigo krustosa

Sinonim : Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury FoX.


Etiologi : Biasanya Streptococcus B hemolyticus.
Gejala klinis:

Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak-anak. Tempat predileksi di muka,
yakni disekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita
datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan
akan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian
tengah.1
Komplikasi : glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe tertentu.
Diagnosa banding : Ektima
Pengobatan:
Jika krusta sedikit, dilepaskan dengan kompres terbuka dan diberi salep antibiotic,
kalau banyak diberi pula antibiotic sistemik.

Gambar1. Impetigo krustosa

Impetigo bulosa
Sinonim : Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.
Etiologi : Biasanya karena Staphylococcus aureus.
Gejala klinis :

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.


Sering bersama-sama merialia. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa
eritema, bula dan bula hipopin. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula
telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.1
Diagnosa banding :
Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka mirip
dermafitosis. Pada anamnesa hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika
ada, diagnosanya adalah impetigo bulosa. 1
Pengobatan :
Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi salap antibiotik atau
cairan antiseptik. Kalau banyak diberi pula antibiotic sitemik. Faktor predisposisi dicari, jika
karena banyak keringat, ventilasi diperbaiki.1

Gambar 2. Impetigo bulosa.5

Impetigo neonatorum

Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates. Kelainan
kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh, dapat disertai demam.1
Diagnosa banding :

Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak tangan dan kaki,
terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis parrot.1
Pengobatan :
Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topical dapat diberikan bedak salisil 2%.

Gambar 3. Impetigo neonatorum.6

b. FOLIKULITIS
Definisi : Radang folikel rambut yang di klasifikasikan menjadi superfisialis dan
profunda.
Etiologi : Biasanya Staphylococcus aureus.
Klasifikasi

Folikulitis superfisialis: terbatas di dalam epidermis.


Sinonim : Impetigo Bockhart
Gejala klinis :
Tempat predileksi di tungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustul

yang

eritomatosa da di tengahnya terdapat rambut, biasanya multiple.1

Folikulitis profunda: sampai ke subkutan.


Gambaran klinisnya seperti di atas, hanya teraba infiltrate di subkutan. Contohnya
sikosis barbe yang berlokasi di bibir atas dan dagu, bilateral.
Diagnosa banding
7

Tinea barbe, lokasinya di mandibula/ submandibula, unilateral. Pada tenia barbe


sediaan dengan KOH positif.
Pengobatan: Antibiotic sistemik/ topical.

Gambar4. Folikulitis superfisialis

Gambar5. Folikulitis profunda

c. FURUNKEL/KARBUNKEL
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari sebuah disebut
furunkulosis, Karbunkel ialah kumpulan furunkel. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus
aureus. Karbunkel lebih besar dan juga lebih serius inflamasinya karena lebih dalam.
Biasanya khas karena merupakan lesi yang sangat menyakitkan dan predileksinya terdapat

pada tengkuk (leher), punggung dan paha. Biasanya juga disertai dengan demam dan
malaise.1,5
Keluhan yang muncul adalah nyeri, dengan kelainan berupa nodus eritem berbentuk
kerucut dengan pustule ditengahnya. Kemudian melunak menjadi abses berisi pus dan
jaringan nekrotik lalu memecah membentuk fistel. Predileksi adalah tempat yang banyak
friksi, misalnya aksila dan bokong.1
Pengobatan jika hanya sedikit furunkel, cukup dengan antibiotic topical, jika banyak
perlu gabungan dengan antibiotic sistemik. Jika terjadi furunkulosis atau karbunkel berulangulang cari faktor predisposisi, misalnya diabetes mellitus.1

Gambar 6. Karbunkel.6

Gambar 7. Furunkel.6

d. EKTIMA
Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan infeksi
Streptococcus, biasanya Streptococcus B hemolyticus. Ektima biasanya terjadi pada tungkai
bawah, bisa terjadi pada anak, dewasa, terutama pada penderita diabetes. Gejala yang tampak
adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang relative
banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal. Diagnosis
bandingnya adalah impetigo krustosa, perbedaannya, impetigo krustosa sering terjadi pada
anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi, ektima terjadi pada anak maupun
dewasa tempat predileksi tungkai bawah dan dasarnya adalah ulkus.1

Pengobatannya jika hanya sedikit, krusta diangkat dan diolesi salep antibiotik. Jika
banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik.1

Gambar 8. Ektima. 5

e. PIONIKA
Radang sekitar kuku oleh piokokus. Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau
Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis dari penyakit ini adalah didahului trauma, mulai
infeksi pada lipatan kuku, terlihat tanda-tanda radang dan menjalar ke matriks dan lempeng
kuku, dapat terbentuk abses subungual.1
Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika
terjadi abses subungual, kuku diekstraksi.1

10

Gambar 9. Pionika. 6

f. ERISIPELAS
Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus B
hemolyticus. Gejala klinis, demam, malaise. Lapisan kulit yang diserang ialah epidermis dan
dermis, didahului dengan trauma, tempat predileksinya tungkai bawah. kelainan yang utama
adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang
akut. Dapat disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat leukosistosis. Jika sering residif
ditempat yang sama dapat terjadi elephantiasis.1
Diagnosis bandingnya adalah selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di
subkutan. Pengobatan terutama adalah istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang
ditinggikan (elevasi), pengobatan sistemik dengan antibiotic, topical diberikan kompres
terbuka dengan larutan antiseptic. Jika terjadi edem diberikan diuretic.1

Gambar 10. Erysipelas. 7

g. SELULITIS
Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan laboratorium, dan
terapi sama dengan erysipelas. Kelainan kulit berupa infiltrate difus di subkutan dengan
tanda-tanda radang akut.1
Infeksi pada lapisan dermis atau subkutis oleh bbakteri,, biasanya setelah gigitan atau
luka di kulit. Gambarannya kemerahan, membengkak, serta panas, dan nyeri di tempat
terjadinya infeksi disertai demam.7

11

Gambar 11. Orbital Selulitis.8

h. FLEGMON
Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya saja ditambah
dengan insisi.

Gambar 12. Flegmon.7

i. ULKUS PIOGENIK
Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus diatasnya.
Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram negative sehingga perlu
dilakukan kultur.1
j. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT
Infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, pada kelenjar keringat
berupa abses multiple tak nyeri berbentuk kubah. Didapati pada anak dengan faktor
predisposisi berupa daya tahan tubuh yang menurun juga banyak keringat, sehingga sering

12

bersama denga miliaria. Kelainan berupa nodus eritema, multiple, tidak nyeri, berbentuk
kubah dan lama memecah. Lokasinya di tempat yang banyak keringat.1
Diagnosis bandingnya adalah furunkulosis, namuan furunkulosis terasa nyeri dan
bentuknya seperti kerucut, dengan pustule ditengah dan lebih cepat memecah. Pengobatan
yaitu antibiotic topical dan sistemik dengan tidak lupa memperhatikan faktor predisposisi.1
k. HIDRADENITIS
Infeksi kelenjar apokrin biasanya oleh Staphylococcus aureus. Sering didahului oleh
trauma, dengan gejala konstitusi berupa demam, malaise. Ruam berupa nodus, dengan kelima
tanda radang akut (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa). Kemudian dapat melunak menjadi
abses, dan memecah membentuk fistel yang disebut hidradenitis supuratif. Pada yang
menahun dapat terbentuk abses, fistel, sinus yang multiple. Terbanyak berlokasi di ketiak,
juga di perineum. Terdapat leukositosis.1
Diagnosis bandingnya adalah skrofuloderma, perbedaannya pada hidradenitis
didahului tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi. Pengobatan yang digunakan
adalah antibiotic sistemik, jika telah terbentuk abses, diinsisi. Jika belum melunak diberi
kompres terbuka, pada kasus yang kronik residif, kelenjar apokrin dieksisi.1

13

Gambar 13. Hidradenitis.7

l. S4 (STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME)


S4 pertama kali oleh Ritter von Rittershain, sehingga sering disebut penyakit Ritter;
sinonimnya ialah dermatitis eksfoliativa neonatorum. Istilah ini umumnya digunakan pada
neonatus. Pada waktu itu belum dikenal istilah S.S.S.S. S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh
Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.1
Penyakit ini terutama terdapat pada anak dibawah 5 tahun, pria lebih banyak dari
wanita. Etiologinya ialah Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71.1
Patogenesis
Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok, dan telinga.
Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin, eksofoliatin) yang beredar
di seluruh tubuh sampai pada epidermis dan menyebabkan kerusakan. Pada kulit tidak selalu
ditemukan kuman penyebab. Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan
eksofoliatin, pada bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga penyakit ini terjadi
pada golongan usia tersebut. Jika penyakit ini menyerang orang dewasa diduga karena
terdapat gangguan kegagalan fungsi ginjal, atau terdapat gangguan imunologik, termasuk
yang mendapat obat imunosupresif.1
Gejala Klinis
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas bagian
atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul mendadak pada muka,
leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 1-2
hari akan muncul bula-bula berdinding kendur, tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi
pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tanpak daerah
erosif. Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip dengan kambustio. Daerah-daerah
tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit
akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatriks.1
Komplikasi
Meskipun dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi komplikasi seperti selulitis,
pneumonia dan septicemia.1
14

Pemeriksaan bakteriologi
Jika terdapat infeksi ditempat lain maka dapat dilakukan pemeriksaan bakteriologi.
Juga dilihat tipe kuman karena tidak semua Satphylococcus aureus dapat menyebabkan
penyakit ini, hanya tipe tertentu. Pada kulit tidak ditemukan kuman penyebab karena
kerusakan kulit akibat toksin.1
Histopatologi
Terdapat gambaran yang khas yaitu terlihat lepuh intraepidermal, celah terdapat di
stratum granulosum, meskipun ruang lepuh sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis
sisanya tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel.1
Diagnosis banding
Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal Toksik, bahkan pada awalnya disebut
N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter). Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak
dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa
umumnya tidak diserang dan angka kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini
adalah pioderma penyebab kematian paling mungkin). Kedua penyakit ini sulit dibedakan
sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi secara frozen section agar
hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan keduanya berbeda. Perbedaan terletak
pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T
terdapat nekrosis disekitar celah dan terdapat sel radang.1
Pengobatan
Pengobatan antibiotik, kortikosteroid tidak perlu. Penisilin cukup efektif, misalnya
kloksasillin dengan dosis 3x250 mg untuk orang dewasa/hari/os. Pada neonatus, dosisnya
3x50 mg/hari/os. Obat lain yang dapat diberikan ialah klindamisin dan sefalosporin generasi
I. topical dapat diberikan sufratulle, atau krim antibiotic. Diperhatikan juga keseimbangan
cairan dan elektrolit.1
Prognosis

15

Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan
prevalensi sekitar 1-10%. Penyebab utama kematian adalah tidak adanya keseimbangan
cairan dan elektrolit juga karena sepsis.1

Gambar 14. S4 (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)7

Daftar Pustaka
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. 2015.hal71-7.
2. Fahriah, Pandaleke H.E.J, Kapantow G. M. 2015. Profil pioderma pada orang dewasa
di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado tahun 2012.
Jurnal e-Clinic. 3(1).p.526-30.
3. Pangow Caren, Pandaleke H. E, Kandou R. T. 2015. Profil pioderma pada anak di
poliklinik kulit dan kelamin kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado tahun
2012. Jurnal e-Clinic. 3(1).p.217-23.
4. Bowen AC, Mahe A, Hay RJ, Steer Ross MAC, Tong Steven YC, Carapetis JR.
2015.The global epidemiology of impetigo: a systemic reiew of the population
prevalencce of impetigo and pyoderma. Journal Plos One. 10(8).p.1-15.

16

5. plos one: the global epidemiologyy of impetigo: systematic review of the population
prevalence of impetigo and pyoderma. Asha C. Bowen, Antoine Mahe, Roderick J.
Hay, Ross M. Andrews C Steer, Steven Y. C. Tong, Jonathan R. Carapetis
6. Swartz MN, Weinberg AN. Infections due to gram positive bacteria. In: Fitzpatrick
TB, Eisen Az, Wolff K, Freedberg IM,, Austen KD. Dermatology in General
Medicine. 8th ed. New York: MccGraw-Hill Book ompany;2012.p.2121-263.
7. Swartz MN, Weinberg AN. Color atlas and synopsis of cliniccal dermatology

Fitzpatrick TB, Eisen Az, Wolff K, Freedberg IM,, Austen KD. Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: MccGraw-Hill Book ompany;2013.

17

Anda mungkin juga menyukai