Faktor Predisposisi
Klasifikasi
Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya
biasanya satu macam mikroorganisme.
Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan
mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder
disebut
impetigenisata,
contohnya:
dermatitis
impetigenisata,
scabies
impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, pustul, bula purulen,
krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional,
leukositosis, dapat pula disertai demam.1
Pengobatan Umum
Sistemik
Contoh obat untuk pengobatan pioderma
a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai
lagi karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan
-
syok anafilaktik
Ampisillin, dosis 4500 mg, ante cunam
Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam dan
Kelebihan
obat
ini
adalah
juga
berkashiat
Efektivitasnya
kurang
dibandingkan
Impetigo krustosa
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak-anak. Tempat predileksi di muka,
yakni disekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita
datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan
akan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian
tengah.1
Komplikasi : glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe tertentu.
Diagnosa banding : Ektima
Pengobatan:
Jika krusta sedikit, dilepaskan dengan kompres terbuka dan diberi salep antibiotic,
kalau banyak diberi pula antibiotic sistemik.
Impetigo bulosa
Sinonim : Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.
Etiologi : Biasanya karena Staphylococcus aureus.
Gejala klinis :
Impetigo neonatorum
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates. Kelainan
kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh, dapat disertai demam.1
Diagnosa banding :
Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak tangan dan kaki,
terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo paralisis parrot.1
Pengobatan :
Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topical dapat diberikan bedak salisil 2%.
b. FOLIKULITIS
Definisi : Radang folikel rambut yang di klasifikasikan menjadi superfisialis dan
profunda.
Etiologi : Biasanya Staphylococcus aureus.
Klasifikasi
yang
c. FURUNKEL/KARBUNKEL
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari sebuah disebut
furunkulosis, Karbunkel ialah kumpulan furunkel. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus
aureus. Karbunkel lebih besar dan juga lebih serius inflamasinya karena lebih dalam.
Biasanya khas karena merupakan lesi yang sangat menyakitkan dan predileksinya terdapat
pada tengkuk (leher), punggung dan paha. Biasanya juga disertai dengan demam dan
malaise.1,5
Keluhan yang muncul adalah nyeri, dengan kelainan berupa nodus eritem berbentuk
kerucut dengan pustule ditengahnya. Kemudian melunak menjadi abses berisi pus dan
jaringan nekrotik lalu memecah membentuk fistel. Predileksi adalah tempat yang banyak
friksi, misalnya aksila dan bokong.1
Pengobatan jika hanya sedikit furunkel, cukup dengan antibiotic topical, jika banyak
perlu gabungan dengan antibiotic sistemik. Jika terjadi furunkulosis atau karbunkel berulangulang cari faktor predisposisi, misalnya diabetes mellitus.1
Gambar 6. Karbunkel.6
Gambar 7. Furunkel.6
d. EKTIMA
Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan infeksi
Streptococcus, biasanya Streptococcus B hemolyticus. Ektima biasanya terjadi pada tungkai
bawah, bisa terjadi pada anak, dewasa, terutama pada penderita diabetes. Gejala yang tampak
adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang relative
banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal. Diagnosis
bandingnya adalah impetigo krustosa, perbedaannya, impetigo krustosa sering terjadi pada
anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi, ektima terjadi pada anak maupun
dewasa tempat predileksi tungkai bawah dan dasarnya adalah ulkus.1
Pengobatannya jika hanya sedikit, krusta diangkat dan diolesi salep antibiotik. Jika
banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik.1
Gambar 8. Ektima. 5
e. PIONIKA
Radang sekitar kuku oleh piokokus. Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau
Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis dari penyakit ini adalah didahului trauma, mulai
infeksi pada lipatan kuku, terlihat tanda-tanda radang dan menjalar ke matriks dan lempeng
kuku, dapat terbentuk abses subungual.1
Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika
terjadi abses subungual, kuku diekstraksi.1
10
Gambar 9. Pionika. 6
f. ERISIPELAS
Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus B
hemolyticus. Gejala klinis, demam, malaise. Lapisan kulit yang diserang ialah epidermis dan
dermis, didahului dengan trauma, tempat predileksinya tungkai bawah. kelainan yang utama
adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang
akut. Dapat disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat leukosistosis. Jika sering residif
ditempat yang sama dapat terjadi elephantiasis.1
Diagnosis bandingnya adalah selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di
subkutan. Pengobatan terutama adalah istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang
ditinggikan (elevasi), pengobatan sistemik dengan antibiotic, topical diberikan kompres
terbuka dengan larutan antiseptic. Jika terjadi edem diberikan diuretic.1
g. SELULITIS
Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan laboratorium, dan
terapi sama dengan erysipelas. Kelainan kulit berupa infiltrate difus di subkutan dengan
tanda-tanda radang akut.1
Infeksi pada lapisan dermis atau subkutis oleh bbakteri,, biasanya setelah gigitan atau
luka di kulit. Gambarannya kemerahan, membengkak, serta panas, dan nyeri di tempat
terjadinya infeksi disertai demam.7
11
h. FLEGMON
Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya saja ditambah
dengan insisi.
i. ULKUS PIOGENIK
Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus diatasnya.
Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram negative sehingga perlu
dilakukan kultur.1
j. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT
Infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, pada kelenjar keringat
berupa abses multiple tak nyeri berbentuk kubah. Didapati pada anak dengan faktor
predisposisi berupa daya tahan tubuh yang menurun juga banyak keringat, sehingga sering
12
bersama denga miliaria. Kelainan berupa nodus eritema, multiple, tidak nyeri, berbentuk
kubah dan lama memecah. Lokasinya di tempat yang banyak keringat.1
Diagnosis bandingnya adalah furunkulosis, namuan furunkulosis terasa nyeri dan
bentuknya seperti kerucut, dengan pustule ditengah dan lebih cepat memecah. Pengobatan
yaitu antibiotic topical dan sistemik dengan tidak lupa memperhatikan faktor predisposisi.1
k. HIDRADENITIS
Infeksi kelenjar apokrin biasanya oleh Staphylococcus aureus. Sering didahului oleh
trauma, dengan gejala konstitusi berupa demam, malaise. Ruam berupa nodus, dengan kelima
tanda radang akut (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa). Kemudian dapat melunak menjadi
abses, dan memecah membentuk fistel yang disebut hidradenitis supuratif. Pada yang
menahun dapat terbentuk abses, fistel, sinus yang multiple. Terbanyak berlokasi di ketiak,
juga di perineum. Terdapat leukositosis.1
Diagnosis bandingnya adalah skrofuloderma, perbedaannya pada hidradenitis
didahului tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi. Pengobatan yang digunakan
adalah antibiotic sistemik, jika telah terbentuk abses, diinsisi. Jika belum melunak diberi
kompres terbuka, pada kasus yang kronik residif, kelenjar apokrin dieksisi.1
13
Pemeriksaan bakteriologi
Jika terdapat infeksi ditempat lain maka dapat dilakukan pemeriksaan bakteriologi.
Juga dilihat tipe kuman karena tidak semua Satphylococcus aureus dapat menyebabkan
penyakit ini, hanya tipe tertentu. Pada kulit tidak ditemukan kuman penyebab karena
kerusakan kulit akibat toksin.1
Histopatologi
Terdapat gambaran yang khas yaitu terlihat lepuh intraepidermal, celah terdapat di
stratum granulosum, meskipun ruang lepuh sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis
sisanya tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel.1
Diagnosis banding
Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal Toksik, bahkan pada awalnya disebut
N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter). Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak
dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa
umumnya tidak diserang dan angka kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini
adalah pioderma penyebab kematian paling mungkin). Kedua penyakit ini sulit dibedakan
sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi secara frozen section agar
hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan keduanya berbeda. Perbedaan terletak
pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T
terdapat nekrosis disekitar celah dan terdapat sel radang.1
Pengobatan
Pengobatan antibiotik, kortikosteroid tidak perlu. Penisilin cukup efektif, misalnya
kloksasillin dengan dosis 3x250 mg untuk orang dewasa/hari/os. Pada neonatus, dosisnya
3x50 mg/hari/os. Obat lain yang dapat diberikan ialah klindamisin dan sefalosporin generasi
I. topical dapat diberikan sufratulle, atau krim antibiotic. Diperhatikan juga keseimbangan
cairan dan elektrolit.1
Prognosis
15
Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan
prevalensi sekitar 1-10%. Penyebab utama kematian adalah tidak adanya keseimbangan
cairan dan elektrolit juga karena sepsis.1
Daftar Pustaka
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. 2015.hal71-7.
2. Fahriah, Pandaleke H.E.J, Kapantow G. M. 2015. Profil pioderma pada orang dewasa
di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado tahun 2012.
Jurnal e-Clinic. 3(1).p.526-30.
3. Pangow Caren, Pandaleke H. E, Kandou R. T. 2015. Profil pioderma pada anak di
poliklinik kulit dan kelamin kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado tahun
2012. Jurnal e-Clinic. 3(1).p.217-23.
4. Bowen AC, Mahe A, Hay RJ, Steer Ross MAC, Tong Steven YC, Carapetis JR.
2015.The global epidemiology of impetigo: a systemic reiew of the population
prevalencce of impetigo and pyoderma. Journal Plos One. 10(8).p.1-15.
16
5. plos one: the global epidemiologyy of impetigo: systematic review of the population
prevalence of impetigo and pyoderma. Asha C. Bowen, Antoine Mahe, Roderick J.
Hay, Ross M. Andrews C Steer, Steven Y. C. Tong, Jonathan R. Carapetis
6. Swartz MN, Weinberg AN. Infections due to gram positive bacteria. In: Fitzpatrick
TB, Eisen Az, Wolff K, Freedberg IM,, Austen KD. Dermatology in General
Medicine. 8th ed. New York: MccGraw-Hill Book ompany;2012.p.2121-263.
7. Swartz MN, Weinberg AN. Color atlas and synopsis of cliniccal dermatology
Fitzpatrick TB, Eisen Az, Wolff K, Freedberg IM,, Austen KD. Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: MccGraw-Hill Book ompany;2013.
17