Prinsip Peran Profesi Dokter Dalam Penanggulangan Bencana
Prinsip Peran Profesi Dokter Dalam Penanggulangan Bencana
Melakukan penanganan kasus kegawatan darurat trauma maupun non trauma (seperti PPGD-
pasien
Memberikan pelayanan pengobatan darurat
Melakukan tindakan medis yang dapat dilakukan di posko tanggap bencana
Memberikan rekomendasi rujukan ke rumah sakit apabila memerlukan penanganan lebih lanjut
Melakukan pelayanan kesehatan rehabilitatif
dikirimkan.
Tim Bantuan Kesehatan
Merupakan tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Gerak Cepat dan
Tim RHA kembali dengan laporan dengan hasil kegiatan mereka dilapangan. Kebutuhan tenaga
dokter selain yang telah tercantum diatas juga perlu disesuaikan pula dengan jenis bencana dan
kasus yang ada, yaitu:
No
.
Jenis Bencana
Gempa Bumi
Banjir Bandang/
forensik.
Bedah umum & orthopedi, penyakit dalam,
Tanah Longsor
Gunung Meletus
Tsunami
jiwa.
Bedah umum & orthopedi, penyakit dalam, anak,
anastesi, DVI, pulmonologi, kesehatan jiwa, bedah
Ledakan Bom/
Kecelakaan
Industri
Kerusuhan Massal
Materi Umum
shock management; trauma pada bagian tubuh tertentu, dan trauma pada pediatric, geriatric,
serta wanita; cara stabilisasi dan transportasi;,dan manajemen dalam bencana.
3. ACLS (Advanced Cardiac Life Support)
Pelatihan ACLS ditujukan bagi dokter umum, dokter spesialis dan perawat (terutama
perawat ICU, ICCU, Unit Gawat Darurat atau Ambulans) untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilam dan sertifikasi penanganan kasus-kasus kegawatdaruratan kardiovaskular. Materi
yang diberikan diantaranya Bradycardia/PEA/Asystole/VF/Pulseless VT, Pharmacology,
Ischemic Chest Pain/ACS, Airway Management, Skill station (Arrhythmia Recognition,
BLS/PEA & Asystole, VF & Pilseless VT, Airway management), Acute Pulmonary Edema,
Hypotension & Shock, Tachycardia Algorithm, dan Megacode Team.
Prinsip Dasar Manajemen Bencana
Pengertian Bencana
World Health Organization mendefinisikan bencana sebagai "fenomena ekologis
cukup besar yang terjadi tiba-tiba sehingga membutuhkan bantuan dari luar." The
American College of Emergency Physicians (ACEP) menyatakan bahwa sebuah
bencana telah terjadi "ketika kekuatan merusak dari alam atau buatan manusia
melampaui sebuah area atau komunitas tertentu untuk mendapatkan perawatan
kesehatan."
Definisi lain juga ada, namun secara umum menyebutkan bahwa ada kekacauan
besar sehingga organisasi, infrastruktur dan sumber daya setempat tidak dapat
kembali seperti sedia kala setelah kejadian tersebut tanpa bantuan dari pihak luar.
Menurut UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana merupakan
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi ke dalam tiga kegiatan
utama, yaitu:Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan serta peringatan dini;
1. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat
untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search and
Rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
2. Kegiatan pasca bencana yang kencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Referensi lain membagi proses manajemen gawat darurat menjadi empat tahap:
mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan.
Kesiapsiagaan
Perencanaan Eksternal
Perencanaan penanggulangan bencana perlu dibuat dengan menggabungkan
temuan di lapangan dengan teori ataupun penelitian mengenai bencana sehingga
rencana bencana yang kadang dibuat berdasarkan asumsi yang keliru dan tidak
terbukti kebenarannya tidak terjadi. Contohnya, para perencana secara logis
berpikir bahwa pasien yang paling parah akan diangkut pertama kali pada saat
bencana, pada kenyataannya hal ini tidak terjadi pada banyak kejadian.
Dalam mengembangkan rencana bencana, perlu diingat bahwa tidak mungkin
untuk merencanakan semua kemungkinan; oleh karena itu, rencana harus relatif
Perencanaan Internal
Perencana bencana rumah sakit harus mempertimbangkan skenario yang telah
dijelaskan sebelumnya, termasuk kemungkinan bahwa bencana dapat melibatkan
rumah sakit. Untuk kejadian langka tersebut, aspek-aspek keterlibatan rumah sakit
seperti dekontaminasi massa, triase multipel dan area pemeringkatan (staging
area) di dalam rumah sakit, serta persediaan peralatan dan perlengkapan yang
memadai harus diantisipasi. The Joint Comission on Accreditation of Hospitals
(JCAHO) mensyaratkan rumah-rumah sakit untuk melatih rencana bencana secara
berkala dan membentuk komisi bencana. Komisi ini perlu terdiri dari departemen
penting dalam rumah sakit, termasuk administrasi, pelayanan keperawatan,
keamanan, komunikasi, laboratorium, pelayanan dokter (termasuk tapi tidak
terbatas pada kedokteran gawat darurat, bedah umum, dan radiologi), rekam medis
serta perawatan mesin dan peralatan pendukung operasional rumah sakit.
Rencana bencana rumah sakit sebaiknya mencakup protokol dan kebijakan yang
memenuhi kebutuhan berikut:
Hubungan masyarakat
Respons
Tahap respons mencakup mobilisasi pelayanan gawat darurat dan first responders
yang diperlukan ke tempat bencana. Hal ini mencakup gelombang pertama
pelayanan gawat darurat inti seperti pemadam kebakaran, polisi, dan petugas
medis beserta ambulans.
Rencana gawat darurat yang dilatih dengan baik yang dikembangkan sebagai
bagian dari tahap kesiapsiagaan memungkinkan koordinasi penyelamatan yang
efisien. Dimana diperlukan usaha search and rescue dapat dilakukan pada tahap
awal. Tergantung cedera yang dialami, suhu di luar, dan akses terhadap udara dan
air, sebagian besar korban bencanca akan mati dalam 72 jam setelah terjadi
bencana.
Aktivasi
Implementasi
Search and Rescue
Tergantung pada struktur dan fungsi sistem komando, search and rescue dapat
berada pada komando pemadam kebakaran, pelayanan gawat darurat medis, atau
polisi atau suatu unit tersendiri. Pada insiden yang secara geografis tertutup, usaha
search and rescue cenderung gamblang. Pada bencana yang lebih besar,
khususnya yang tengah berlangsung atau melibatkan aktivitas terorisme,
pendekatan kooperatif diperlukan dan aksi seach and rescue sendiri harus
diorganisir untuk memastikan cakupan daerah yang cukup dan menyeluruh.
Ekstrikasi, triase, stabilisasi dan transpor
Di banyak negara ekstrikasi telah berevolusi menjadi fungsi dan tugas pemadam
kebakaran. Sebagai tambahan tim khusus penyelamatan teknis dan perlindungan,
pemadam kebakran lebih memiliki pengalaman dengan gedung runtuh dan bahaya
sekunder (mis. banjir, kebakaran) dibanding organisasi lain.
Konsep triase melibatkan identifikasi dan pemilahan korban dengan cedera yang
mengancam jiwa untuk meudian diberikan proritas untuk dirawat. Gambaran
lengkap triase jauh di luar jangkauan tulisan ini. Petugas medis biasa memberikan
perawatan yang ekstensif dan definitif untuk tiap pasien. Ketika bertemu dengan
banyak pasien pada waktu bersamaan pada keadaan bencana, mudah untuk
megnalami kewalahan, bahkan bagi pekerja bencana yang berpengalaman. Triase
harus dilakukan pada tingkat berbeda dan pasien harus dinilai ulang setiap langkah
dari proses itu.
Transpor korban harus diatur dan dijalankan untuk menyalurkan korban ke fasilitas
yang mampu menerimanya. Berdasarkan pengalaman, mayoritas individu yang
terluka berat dibawa hanya kepada satu atau dua fasilitas penerima, yang
kemudian kewalahan. Ini terjadi ketika fasilitas lain siap menerima pasien.
Kegiatan Pasca Bencana
Pemulihan
Tujuan dari tahap pemulihan adalah mengembalikan daerah yang terkena bencana
kembali ke keadaan semula. Hal ini berbeda dari tahap respons dalam hal fokus;
usaha-usaha pemulihan berhubungan dengan masalah dan keputusan yang harus
dibuat setelah kebutuhan penting dipenuhi. Usaha-usaha ini terutama berhubungan
dengan aksi yang melibatkan pembangunan kembali bangunan yang hancur,
pengerjaan kembali dan perbaikan infrastuktur penting lainnya. Aspek penting dari
usaha pemulihan yang efektif adalah memanfaatkan 'jendela kesempatan' untuk
mengimplementasikan langkah-langkah mitigatif yang mungkin kurang disukai.
Penduduk dari daerah yang terkena bencana lebih mudah menerima perubahan
mitigatif ketika bencana masih segar dalam ingatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
c. Syarat Mikrobiologis : Jumlah total koliform dalam 100 ml air yang diperiksa
maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan dan 10 untuk air
yang berasal dari perpipaan.
Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya
yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk
masyarakat.
Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali, sumur pompa tangan
dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan,
penampungan mata air, dan perpipaan.
Air sumur merupakan sumber air yang paling banyak dipergunakan
masyarakat Indonesia. Sumur gali yang dipandang memenuhi syarat kesehatan
ialah
(Sanropie, 1986) :
1. Lokasi
- Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya jamban, tempat
pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat pembuangan sampah,
kandang ternak dan tempat-tempat pembuangan kotoran lainnya.
- Pada tempat-tempat yang miring misalnya pada lereng-lereng pegunungan,
letak sumur gali diatas sumber pencemaran.
Universitas Sumatera Utara
- Lokasi sumur gali harus terletak pada daerah yang lapisan tanahnya
mengandung air sepanjang musim.
- Lokasi sumur gali supaya diusahakan pada daerah yang bebas banjir.
2. Konstruksi
- Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah untuk
mencegah rembesan dari air permukaan.
- Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan
mungkin ada.
e. Kaleng keempat diisi dengan arang aktif gunanya untuk menghilangkan bau
khlor yang ada. Air yang keluar dari kaleng keempat ini, telah dapat
dipergunakan untuk sumber air bersih.
2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuhh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine)
dan
CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan.
Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan
hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban
atau kakus (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran
yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber
air.
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam
penyakit seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi,
tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban
sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan :
1. Tidak mencemari air
- Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan
terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat
atau diplester.
- Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
- Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
- Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai, dan laut
2. Tidak mencemari tanah permukaan
- Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
Universitas Sumatera Utara
- Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
- Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah
- Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
- Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
- Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
- Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
- Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
- Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
hidup lainnya. Disamping itu kadang-kadang dapat menimbulkan bau yang tidak
enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
2. Terhadap Kesehatan Masyarakat
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media
tempat
berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, terutama penyakit-penyakit yang
penularannya melalui air yang tercemar.
2.2.4. Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang
berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo,
2003).
Berdasarkan bahan asalnya, sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sampah organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun
tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan
sampah
organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah yang
mempunyai
kandungan air yang cukup tinggi, contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
Sementara
bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang
kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering diantaranya kertas, kayu
atau
ranting pohon dan dedaunan kering.
Universitas Sumatera Utara
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa berasal
dari bahan yang bisa diperbarui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis
yang
termasuk ke dalam kategori ini bisa didaur ulang (recycle) ini misalnya bahan yang
terbuat dari plastik dan logam.
Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulandan
pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak
mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
a. Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah
tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnahkan) dan
untuk ini perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah
tertentu. Maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan
pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain : (i) konstruksinya kuat
agar
tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah, (ii) mempunyai tutup,
mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan afar tutup
sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan, (iii) ukuran tempat
sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
b. Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah
tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu setiap rumah
tangga
harus mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari
masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat
Universitas Sumatera Utara
Penampungan Sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke Tempat Penampungan
Akhir (TPA).
Mekanisme, sistem atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah
tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipan
masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk
daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing
keluarga
tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah tangga daerah pedesaan
umumnya dibakar atau dijadikan pupuk (Notoatmodjo, 2003).
c. Pemusnahan sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai
cara, antara lain :
(1) ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang diatas
tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan sampah;
(2) dibakar (incenerator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar
di dalam tungku pembakaran;
(3) dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan pupuk,
khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan sampah
lain yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut antara
lain
(Kusnoputranto, 2000) :
Universitas Sumatera Utara
1. Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik bagi
vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menimbulkan
penyakit.
2. Terhadap Lingkungan
- Dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat
akibat gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah oleh
mikroorganisme.
- Debu-debu yang berterbangan dapat mengganggu mata serta pernafasan.
- Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat mengganggu
pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena ada asap di
udara.
- Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkan estetika yang
terganggu, menyebabkan pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan
daya aliran saluran.
- Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya
serap alirannya sudah menurun.
- Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan terjadinya
pengotoran badan air.
2.3. Rumah Sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal
serta
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim serta makhluk hidup lainnya.
Selain
itu rumah juga merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga untuk
menghabiskan sebagian besar waktunya (Depkes RI, 2002).
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia.
(Notoatmodjo, 2007). Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan
cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas
setiap
penghuninya dapat berjalan dengan baik. Rumah sehat dapat diartikan sebagai
tempat
berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan
kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial (Sanropie, dkk, 1989).
Rumah sehat menurut Winslow memiliki kriteria, antara lain : (Chandra,
2007)
1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis
3. Dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4. Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2002, secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
Universitas Sumatera Utara
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar
matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis
sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan
tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Dalam pemenuhan kriteria rumah sehat, ada beberapa variabel yang harus
diperhatikan :
1. Bahan bangunan
a. Lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai dari tanah lebih baik
tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Oleh sebab itu, perlu
dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel,
keramik, teraso dan lain-lain. (Notoatmodjo, 2010).
b. Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap, untuk melindungi
ruangan rumah dari gangguan serangga, hujan dan angin, serta melindungi
dari pengaruh panas dan angin dari luar. Bahan dinding yang paling baik
adalah bahan yang tahan api yaitu dinding dari batu. (Sanropie, 1989) .
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
d. Atap berfungsi untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan angin,
panas dan hujan, juga melindungi isi rumah dari pencemaran udara seperti
debu, asap dan lain-lain. Atap yang paling baik adalah atap dari genteng
karena bersifat isolator, sejuk dimusim panas dan hangat di musim hujan.
(Sanropie, 1989).
2. Ventilasi
Menurut Sanropie (1989), ventilasi sangat penting untuk suatu rumah tinggal.
Hal ini karena ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama adalah sebagai
lubang masuk udara yang bersih dan segar dari luar ke dalam ruangan dan
keluarnya
udara kotor dari dalam keluar (cross ventilation). Dengan adanya ventilasi silang
sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah.
(ii) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,
seperti
lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2007).
4. Luas Bangunan Rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya.
Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan
menyebabkan
kepadatan penghuni (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 3 m
2
untuk
setiap orang (tiap anggota keluarga).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Perilaku
Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon
Skinner, cit. Notoatmojo 1993). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam 3 domain yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap
psikomotor dan tindakan (ketrampilan).
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan
adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus objek yang
berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman,
serta
lingkungan.
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana, sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
2.4.1. Prosedur Pembentukan Perilaku
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor
tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar
persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Motivasi diartikan sebagai dorongan
untuk
bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan
ini
diwujudkan dalam bentuk perilaku.
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultasi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori Lawrence Gren mencoba menganalisis perilaku manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non
behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3
faktor :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pegetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling faktor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengajarkan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
Universitas Sumatera Utara
c. Menghargai (valuing)
Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko.
2.4.4. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. (Notoatmodjo, 2007).
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tingkatan
ketiga.
Universitas Sumatera Utara
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2.5. Kerangka konsep
Perilaku
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
1. Sanitasi Dasar
a. Penyediaan Air Bersih
b. Jamban
c. Pengelolaan Air Limbah
d. Pembuangan sampah
2. Rumah sehat
Memenuhi
syarat
kesehatan
Karakteristik
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Tidak
memenuhi
syarat
kesehatan
1. Analisis risiko.
Bertujuan untuk menganalisis serta memisahkan risiko kecil yang dapat diterima
dengan risiko besar yang tidak dapat diterima. Selain itu, analisis risiko juga
bertujuan untuk mengumpulkan data yang dapat bermanfaat dalam proses evaluasi
dan perencanaan penanganan risiko.
1. Evalausai terhadap risiko yang terjadi.
Bertujuan untuk membandingkan tingkat atau level dari suatu risiko yang
ditemukan dengan kriteria risiko yang tidak dapat dihindari. Hasil akhir dari tahap
ini adalah menyusun prioritas risiko sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang
lebih lanjut.
1. Penanganan terhadap risiko yang terjadi
Bertujuan untuk mengidentifikasi atau menentukan pilihan tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani suatu risiko, mengkaji pilihan tindakan tersebut,
merencanakan persiapan untuk penanganan risiko, dan melakukan pilihan tindakan
tersebut.
1. Pengamatan secara terus menerus
Bertujuan untuk menjamin atau memastikan bahwa pengorganisasian tindakan
yang telah direncanakan bermanfaat dan dapat mengontrol pelaksanaan dari
penganganan risiko tersebut.
1. Komunikasi
2.2
1. Hak pasien
Standar :
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).
Kriteria :
1. Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan
2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3. Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya kejadian tidak diharapkan.
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
1. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
mengenai keselamatan pasien
2. Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
2.3
wujud peraturan hukum dan sumber hukum formal merupakan alat kebijakan
pemerintah negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat sebagai
warga negara.
UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman
merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah
Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien. Standar tersebut dilakukan dengan cara melaporkan insiden,
menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan, rumah sakit
menyampaikannya kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang
ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU Rumah Sakit juga memastikan bahwa
tanggung jawab secara hukum atas segala kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan berada pada rumah sakit bersangkutan (Pasal 46).
Selain ituu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU
Kesehatan No. 36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam
Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa rumah sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu, terdapat pula
batas tanggung jawab rumah sakit yang tertuang dalam UU Rumah Sakit Pasal 45
No. 44 tahun 2009. Pasal tersebut menyatakan bahwa :
1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
2.4
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Dalam proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk mengumpulkan
informasi berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui pasien pribadi atau
melalui keluarga, rekam medis, tenaga kesehatan, dan lainnya. Informasi
yang dikumpulkan oleh seorang perawat haruslah berupa fakta dan aktual.
Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat melakukan
proses pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengunpulkan informasi
mengenai kondisi pasien secara akurat, tepat, dan aktual. Jika seorang perawat
melakukan kesalahan pada tahap awal ini, maka akan terjadi pula kesalahan pada
tahap selanjutnya yang dapat mengancam keselamatan nyawa pasien. Oleh karena
itu, pada tahap ini perawat harus mampu mengidentifikasi secara benar dan
meningkatkan komunikasi secara efektif agar tidak terdapat informasi yang salah
dimengerti oleh perawat atau informasi yang tidak tepat dan tidak cukup.
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk
membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa ini merupakan dasar untuk seorang
perawat merumuskan tindakan keperawatan. Analisis data yang telah didapat oleh
perawat merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan. Seorang perawat
harus mampu mendiagnosa kondisi tubuh pasien dan kebiasaan pasien secara tepat
dan teliti. Jika terdapat kesalahan pada saat perawat melakukan proses diagnosa
atau terdapat hal yang terlewatkan oleh perawat, maka rencana tindakan yang
akan disusun menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, dalam melakukan proses
diagnosa, seorang perawat harus mampu berpikir secara kritis dan tepat sehingga
tidak terjadi kesalahan yang dapat mengancam nyawa pasien.
1. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan
tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisis pengkajian. Perencanaan merupakan dasar bagi seorang
perawat dalam melaksanakan implentasi. Oleh karena itu, pada tahap ini,
perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang akan diberikan
kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan agar tidak
terjadi kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien saat proses
implementasi dijalankan.
1. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jalannya proses
implementasi harus mendukung keselamatan pasien. Perawat saat
melakukan proses implentasi harus menjamin bahwa tindakan yang akan
dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga harus mampu menilai
kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan proses impelentasi agar
tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan pada pasien. Selain itu,
keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan medis dan lingkungan
sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar
dari infeksi lain akibat melakukan kontak dengan benda asing atau
lingkungan di luar tubuhnya.
1. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal. Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat
terhadap setiap tindakan yang telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan
proses evaluasi perawat menemukan tindakan atau kejadian yang salah,
maka hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki sehingga mencegah terjadinya
kondisi buruk pada pasien serta menjaga keselamatan pada pasien.
Oleh karena, proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient safety atau
keselamatan pasien. Proses tersebut dikatakan berhubungan karena apabila
seorang perawat melakukan kesalahan saat menjalani salah satu proses
keperawatan dalam menangani pasien, maka kesalahan tersebut akan
memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan
pasien.
2.5
2. Lingkungan
3. Peralatan dan teknologi
4. Proses
5. Orang
6. Budaya
Mengacu kepada enam bidang tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat
dilakukan pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut.
1. Kamar operasi
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi
sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut.
Secara umum, lingkungan kamar operasi terdiri dari tiga area, yaitu :
1. Area bebas terbatas (unrestricted area)
Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar
operasi.
1. Area semi ketat (semi restricted area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang
terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.
1. Area ketat atau terbatas (restricted area).
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap
dan melaksanakan prosedur aseptik. Selain itu, petugas wajib mengenakan pakaian
khusus kamar operasi lengkap yang berupa topi, masker, baju dan celana operasi.
Pelaksanaan atau aplikasi patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal
sebagai berikut :
1. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.
2. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat
tersebut agar mudah dibaca.
3. Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk
memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.
4. Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen,
tidak mengandung zat kimia, dan tidak mengandung zat beracun.
5. Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib
mengenakan pakaian khusus operasi.
6. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aspetik, salah satu contohnya
adalah mencuci tangan.
Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Fasilitas yang terdapat dalam UGD terlah tersedia dengan lengkap.
2. Peralatan medis yang terdapat pada UGD adalah alat yang steril.
3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.
4. Petugas medis harus menerapkan komunikasi antar petugas dengan baik
saat melakukan serah terima pasien sehingga tidak terjadi kesalahan saat
melakukan tindakan kepada pasien.
5. Petugas medis harus mampu mengatasi pasien secara cepat dan tepat.
6. Petugas medis harus memiliki kognitif yang baik dalam menangani pasien.
7. Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aseptik mencegah infeksi
nosokomial.
Pasien yang perlu mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah pasien yang dalam
keadaan terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu
atau multiple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan
kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif. Pasien yang
memperoleh perawatan di ruang ICU berbeda dengan pasien yang memperoleh
perawatan di ruang rawat inap biasa. Pasien yang dirawat di ruang ICU mempunyai
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Pasien yang
berada di ruang ICU adalah pasien yang berada dalam keadaan kritis atau
kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang
terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan
teratur.
6. Anggota gerak
7. Monitoring rutin
8. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
9. Cairan
Diberikan pada pasien dengan kondisi dehidrasi.
1. Perdarahan Gastrointestinal
Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
1. Nutrisi
Berdasarkan penjelasan diatas, maka aplikasi keselamatan pasien dalam ICU dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Fasilitas dalam ruang ICU tersedia lengkap sehingga monitoring terhadap
kondisi pasien dapat berjalan dengan baik.
2. Tenanga medis harus berhati-hati saat hendak melakukan pemasangan
kateter dan slang atau tube sehingga tida terjadi kesalahan.
3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.
4. Peralatan medis yang tersedia harus dalam kondisi steril.
5. Petugas medis wajib melakukan prosedur aseptik.
6. Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar petugas
sehingga tidak terjadi kesalahan saat serah terima pasien dilakukan.
7. Tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan prosedur pengelolaan pasien
secara tepat dan aman.
BAB III
KESIMPULAN
3.1
KESIMPULAN
Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai
resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan
solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Pelayanan kesehatan
yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu kepada tujuh standar
pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien, mendididik pasien dan
keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metodemetode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan
kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Selain mengacu pada tujuh
standar pelayanan tersebut, keselamatan pasien juga dilindungi oleh undangundang kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun
2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah seharusnya menunjang
keselamatan pada pasien karena proses keperawatan tersebut sangat berhubungan
dengan patient safety atau keselamatan pasien. Proses keperawatan tersebut
meliputi proses pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Jika terjadi kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan, maka
kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat
mengancam keselamatan pasien. Aplikasi keselamatan pasien dapat diterapkan
pada beberapa tempat yang terdapat di rumah sakit, seperti kamar operasi, ICU,
dan UGD. Aplikasi keselamatan pasien tersebut diterapkan dengan memperhatikan
sisi struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang, dan budaya.