Anda di halaman 1dari 18

Tugas Post Ujian

Herpes Zooster

Pembimbing : dr.Endang Tri Wahyuni,Sp.KK,M.Kes


Disusun oleh : Muh Hasan Passamula
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT KELAMIN
RS BLUD SEKARWANGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

Pertanyaan 1. Bagaimana cara pemeriksaan tzank test dan apa tujuannya?


PEMERIKSAAN TZANK SMEAR

1. Pemeriksaan ini digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sel-sel yang


berasal dari bulla.
Seperti pada
a. herpes zoster
b. herpes simplek
c. varisella
d. pemfigus
e. infeksi staphylococcus
anatomi
kerokan dasar erosi bulla sampai dengan stratum korneum
vesikel terletak pada intraepidermal, epidermal yang terpengaruh dan inflamasi
dermis menjadi infiltrate dengan leukosit dan eksudat serous yang merupakan kumpulan
sel yang terakumulasi dalam stratum korneum membentuk vesikel.
Prosedur
Cara kerja

Pililah bula yang utuh dan terinfeksi. Bila tidak dijumpai bulla yang utuh.
Gunakan daerah yang erosion yang bersih atau membuat lesi baru dengan
menggosok-gosokkan epidermis.

Dengan scalpel atau gunting , angkatlah dinding bulla

Isaplah air / serum yang terdapat didalamnya dengan kaca spon

Kerok dasar erosi bulla dengan scalpel

Buatlah hapusan kecil kerokan tersebut diatas gelas objek

Lakukan pengecatan dengan wrights/PMS

Periksalah dibawah mikroskop dengan pembesaran 100,400, dan 1000 kali

Bahan dan alat

Scalpel

Guntung

Mikroskop

Pengecatan wright atau paragon multiple stain

2. Mendapatkan informed consent


a. pasien diberitahu tentang tindakan pemeriksaan Tzank tersebut
-

pasien diberi penjelasan tentang penyakitnya

pnyebab penyakit

perjalanan penyakit

komplikasi penyakit lain yang mungkin terjadi

b. pasien diberitahu tentang tujuan dari pemeriksaan Tzank tersebut yaitu untuk
melakukan pemeriksaan terhadap sel-sel yang berasal dari bulla.
3. Teknik prosedur tindakan medik
Cara pemeriksaan tersebut diatas dapat mengidentifikasi sel epidermis, sel
achantolytic (Tzank) , sel inflamasi , multinucleated giant cell (sel raksasa berinti banyak)
dan sel mast.
Sel epidermis
Sel ini mempunyai ukuran 2-3 kali lebih besar dari PMN. Biasanya polygonal , inti
ditengah , mengandung granula halus dan sering melekat satu dengan yang lainnya
membentuk kelompok
Sel- sel achantolytic (Tzank)
Sel-sel ini adalah epidermis yang terbentuk bulat dengan pengecatan berwarna gelap.
Cytoplasma di bagian tepi yang tampak padat dan sel ini hampir tidak pernah dijumpai

berkelompok, biasanya soliter, intinya terlihat gelap dibagian tepinya dan intinya relative
berukuran besar dibandingkan dengan kelompok cytoplasma.

Sel inflamasi terdiri dari PMN monocyte

Multinucleated giant cells ( sel raksasa berinti banyak)


Sel- sel ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sel epidermis dengan mengandung inti
terbanyak didalam suatu sel.

Sel mast
Bentuk selnya bulat dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan PMN dan
mempunyai inti bertengah serta mengandung banyak granula dalam cytoplasma.
4. Pengelolaan pasca tindakan medik
a. jika ditemukan bulla pasien dianjurkan jangan menggaruk supaya bulla tidak pecah
sehingga diharapkan tidak menyebabkan sikatrik
b. pasien disarankan untuk kontrol ulang, untuk menilai hasil pengobatan dan melihat jika
kemungkinan terjadi komplikasi

Daftar Pustaka

Anonim 2, 1995, Standar pelayanan medik diagnosis dan terapi pemeriksaan dan
tindakan penyakit kulit dan kelamin, RSUD Dr.Saiful Anwar FK Unibraw, Malang.
Pertanyaan 2. Apa saja macam-macam efloresensi?
EFLORESENSI
Definisi
Efloresensi atau ruam adalah kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata
telanjang (secara objektif) dan bila perlu dapat diperiksa dengan perabaan.
Efloresensi kulit dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik.
Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma
garukan dan pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi.
Dalam hal ini, gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit
dikenali. Untuk mempermudah dalam pebuatan diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi
beberapa kelompok.
Menurut terjadinya, efloresensi dibagi atas 2:

Efloresensi primer (kelainan kulit yang terjadi pada permulaan penyakit):


o Makula
Makula merupakan lesi datar, secara jelas terlihat sebagai daerah dengan
warna yang berbeda dengan jaringan di sekitarnya atau membrane
mukosa.
Contoh: Tinea vesikolor, morbus Hansen, melanoderma, leukoderma,
purpura, petekie, ekimosis.
Makula tidak dapat dipalpasi. Bentuknya bervariasi dan pinggirnya tidak
jelas.

Makuloskuamosa

merupakan

suatu

istilah

baru

untuk

menggambarkan makula yang tidak dapat dipalpasi, yang hanya dapat


jelas terlihat setelah dibuat goresan ringan.
o Papul
Penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter lebih
kecil dari 1/2 cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul dapat bermacammacam, misalnya setenga bola, contohnya pada eksem atau dermatitis,
kerucut pada keratosis folikularis, datar pada veruka plana juvenilis, datar

dan berdasar polygonal pada liken planus, berduri dapa veruka vulgaris,
bertangkai pada fibroma pendulans da nada veruka filiformis.
Warna papul dapat merah akibat peradangan, pucat, hiperkrom, putih atau
seperti kulit sekitarnya. Beberapa infiltral mempunyai warna sendiri yang
biasanya baru terlihat setelah eritema yang timbul bersamaan ditekan dan
hilang (lupus, sifilis). Letak papul dapat epidermal atau kutan.
o Plak (Plaque)
Peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya ratadan berisi zat padat
(biasanya ilfiltrat), diameternya 2 cm atau lebih. Contohnya papul yang
melebar atau papul-papul yang berkonfluensi pada psoriasis.
o Urtika
Edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan, tetapi
bisa hilang beberapa jam kemudian merah jambu atau merah suram/luntur.
o Nodus
Massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol,
jika diameternnya lebih kecil dari pada 1 cm disebut nodulus. Nodul lebih
padat konsistensinya daripada papul.
o Vesikel
Gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari cm
garis tengah, mempunyai dasar dan puncak vesikula dapat bulat,
runcing/umbilikasi; vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik.
o Bula
Vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bula hhemoragik,
bula purulent, dan bula hipopion.
o Pustul
Vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah vesikel
disebut vesikel hipopion.

o Kista
Ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista
terbentuk bukan akibat peradagan, walaupun kemudian dapat meradang.
Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan

biasanya dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang
melebar dan tertutup, saluran kelenjar, pembuluh darah , saluran getah
bening, atau lapisan epidermis. Isi kista teriri dari atas hasil dindingnya,
yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk,

dan rambut.
Efloresensi sekunder (kelainan kulit yang terjadi selama perjalanan penyakit):
o Skuama
Lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat halus
sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luassebagai lembaran
kertas. Dapat dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus), psoriasiformis
(berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis), lamellar
(berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-lembaran), dan
keratorik (terdiri atas zat tanduk).
o Krusta
Cairan badan yang mengering. Dapat bercampur dengan jaringan nekrotik,
maupun benda asing (kotoran, obat, dan sebagainya). Warnanya ada
beberapa macam: kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan
berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah.
o Erosi
Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui
stratum basal. Contoh bila kulit digaruk sampai stratum spinosumm akan
keluar cairan sereus dari bekas garukan.
o Ulkus
Hilangnya jarigan yang lebih dalam dari eksoriasi. Ulkus dengan demikian
mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Termasuk erosi dan ekskoriasi
dengan entuk liniar ialah fisura atau rhagades, yakni belahan kulit yang
terjadi oleh tarikan jaringan jaringannya di sekitarnya, terutama terlihat
pada sendi dan batas kulit dengan selaput lendir.
o Sikatriks
Terdiri atas jaringan tidak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit
tidak licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik, kulit
mencekung dan dapat hipertrofik, yang secara klinis terlihat menonjol
karena kelebihan jaringan ikat. Bila sikatriks hipertrofik menjadi
patologik, pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid ( sikatriks

yang pertumbuhhan selnya mengikuti pertumbuhan tumor), da nada

kecenderungan untuk terus melebar.


Efloresensi khusus:
o Kanalikuli
Ruam kulit berupa saluran-saluran pada stratum korneum, yang tiimbul
sejajar dengan permukaan kulit, seperti yang terdapat pada scabies.
o Milia (White Head)
Penonjolan di atas permukaan kulit yang berwarna putih, yang ditimbul
oleh penyumbatan saluran kelnjar sebasea, seperti pada akne sistika.
o Komedo (Black Head)
Ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yan timbul akibat proses oksidasi
udara terhadap sekresi kelenjar sebasea dipermukaan kulit, seperti agne.
o Eksantema
Kelainan pada kulit yang timbul serentak pada waktu singkat, dan tidak
berlangsung lama, umumnya didahului oleh demam.
Eksantema Skarlatiniformis
Erupsi yang difus dapat generalisata atau lokalisata, berbentuk
eritema nummular.
Eksantema morbiliformis
Erupsi yang berbentuk eritema yang lentikuler
o Roseola
Eksantema yang lenticular berwarna merah tembaga pada sifilis dan
frambusia
o Purpura
Eksantema yang lenticular berwarna merah tembaga pada sifilis dan
frambusia
o Lesi Target
Terdiri dari 3 zona yang berbentuk lingkaran, lingkaran pertmaa
mengandung purpura atau vesikel di bagian tengah yang dikelilingi oleh
lingkaran pucat (lingkaran kedua), lingkaran ketiga adalah lingkaran
eritema. Lesi target biasanya dijumpai di telapak tangan penderita eritema
multiforme (gambaran seperti mata sapi).
o Burrow
Terowongan yang berkelok-kelok yang
superfacial yang ditimbulkan oleh parasite.
o Telangiektasi
Pelebaran kapiler yang menetap pada kulit.
o Vegetasi

meninnggi

di

epidermis

Pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang mmenjadi satu.


Vegetasi dapat di bawah permukaan kulit, misalnya pada tubuh. Dalam hal
ini disebut granulasi, seperti pada tukak.
Gambar Penampang Berbagai Ruam
Makula:

Hiperpigentasi, pigmen melanin


Biru, bayangan melanosit
Eritema, vasodilatasi kapiler
Purpura, ekstravasasi eritrosit

Nodus:

Infiltrat sampai di subkutan


Infitrat di dermis

Papul:

Deposit metabolic
Sebukan sel radang
Hiperplasi sel epidermia

Urtika:

Edema setempat karena pengumpulan serum di dermis bagian atas.

Plak

(plaque)
Papul datar
Penampang lebih dari 1 cm

Vesikel:

Subkorneal
Intra epidermal
Supra basal

Kista:

Ruangan berisi cairan dan berisi papul

Sikatriks:

Hipertrofi
Hipotrofi

Kerusakan Kulit:

Erosi
Ekskoriasi
Ulkus

Krusta:

Krusta tipis
Krusta tebal dan lekat
Berbagai istilah ukuran. Susunan kelainan/bentuk serta penyebaran da n lokalisasi

dijelaskan berikut ini.


I.

II.

Ukuran
Miliar: Sebesar kepala jarum pentul
Lentikular: Sebedsar biji jagung
Numular: Sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah
Plakat: en plaque, lebih besar dari nummular
Susunan kelainan/bentuk
Liniar: seperti garis lurus
Sirsinar/anular: seperti lingkaran
Arsinar: berbentuk bulan sabit
Polisiklik: bentuk pinggiran yang sambung menyambung
Korimbiformis: Susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-

III.

anaknya.
Bentuk lesi
o Teratur: misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya.
o Tidak teratur: tidak mempunyai bentuk teratur
Penyebaran dan lokalisasi
Sirkumskrip: berbatas tegas
Difus: tidak berbatas tegas
Generalisata: tersebar pada sebagian besarbagian tubuh
Regional: mengenai daerah tertentu bagian tubuh badan

Universalis: seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%-100%)


Solitar: hanya satu lesi
Herpetiformis: vesikel berkelompok seperti pada herpes zozter
Konfluens: dua atau lebih lesi yang menjadi satu
Diskret: terpisah satu dengan yang lain
Serpiginosa: proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh

penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan


Irisformis: Eritema berbentuk putar lonjong dengan vesikel yang warna

lebih gelap di tengahnya


Bilateral: Mengenai kedua belah badan
Unilateral: Mengenai sebelah badan

Pertanyaan 3. Bagaimana patomekanisme terjadinya Acne Vulgaris?

MEKANISME ACNE VULGARIS

DEFINISI
Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh
beberapa faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 1991 ). Daerah-daerah
predileksinya terdapat di muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan
punggung (Harahap, 2000).
Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Akne minor adalah suatu
bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Gangguan ini masih dapat
dianggap sebagai proses fisiologik. Lima belas persen remaja menderita akne mayor yang
cukup hebat sehinga mendorong mereka ke dokter. Biasanya, akne vulgaris mulai timbul
pada masa pubertas. Pada waktu pubertas terdapat kenaikan dari hormon androgen yang
beredar dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertropi dari glandula
sebasea (Harahap, 2000).

Patofisiologi
Acne vulgaris adalah pembentukan papula, nodal, dan kista pada muka, leher,
bahu, dan punggung akibat sumbatan keratin pada dasar dari kelenjar minyak
(pilosebaseus) di dekat folikel rambut. Sembilan puluh persen dari penderita adalah
mereka dalam usia menjelang dewasa. Bertambahnya produksi androgen yang terjadi
selama pubertas meningkatkan produksi sebum, suatu pelumas kulit. Sebum bergabung
dongan keratin dan membentuk sumbatan.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada berbagai factor
yang berkaitan dengan patogenesis penyakit.
1. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi dalam folikel yang biasanya
berlangsung longgar berubah menjadi padat sehingga sukar lepas dari saluran folikel
tersebut.
2. Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan unsur komedogenik
dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne.
3. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses inflamasi folikel
dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada patogenesis penyakit.
4. Peningkatan jumlah flora folikel ( Propionibacterium acnes ) yang berperan pada
proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid
sebum.
5. Terjadinya respons hospes berupa pembentukan cicculating antibodies yang
memperberat akne.
6. Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta
ACTH yang mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea penderita
(Djuanda, Hamzah dan Aisyah, 1999).
7. Faktor psikis. Akne vulgaris dimasukkan dalam Psychocutaneus Disorder, di samping
itu terdapat pula dermatitis atopik, psoriasis, alopecia areata, urtikaria, kronik idiopatik
pruritus, prurirus ani, pruritus vulvae, pruritus scrotum, trichotillomania. Faktor
emosional dan gangguan psikis ( situasi konflik terutama

stres ) dapat mencetuskan penyakit kulit, dapat menginduksi serangan baru atau
memperburuk keadaan penyakit (Syamsulhadi dkk)
8. Faktor lain : usia, ras, familial, makanan, cuaca/musim yang secara tak langsung dapat
memacu peningkatan proses pathogenesis tersebut penderita (Djuanda, Hamzah dan
Aisyah, 1999).
Prinsip-prinsip dasar interaksi pikiran dengan tubuh perlu diketahui, karena ada
hubungan langsung antara susunan saraf pusat dengan sistem imun. Innervasi bagianbagian yang disyarafi serabut-serabut simpatis nor adrenergic dari organ limfoid primer
dan sekunder, neuropeptide dan reseptor neurotransmiter pada sel-sel imun juga produksi
sitokin yang diaktivasi sel-sel imun dapat mempengaruhi fungsi otak.
Pikiran negatif dapat mengakibatkan perubahanperubahan patologis dalam fisik. Pikiran
negatif ini dapat berkembang menjadi kepercayaan yang salah yang tidak dapat diubah
sehingga emosi menjadi beku dalam keadaan negatif dan tubuh memasuki simpatis
kronis yang disebut stres. Sebagai hasilnya, mekanisme homeostasis normal gagal
berlangsung dan timbulah gejala penyakit (Syamsuhadi dan Aliyah, 2002).

Daftar Pustaka
Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. (1999). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta.
Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Graham, B. Brown. Burns, T. (2005). Lecture Notes Dermatologi. Jakarta. Erlangga.
Harahap, M. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta. Hipokrates.
Siregar. (1991). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC

Pertanyaan 4. Pilihan antiviral untuk Herpes simpleks?


Agen Antiviral
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan
secara cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat mempercepat waktu
penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir,
Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan
memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat secara intravena
adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi perjangkitan.1
Acyclovir menghambat aktivitas HSV 1 dan HSV-2. Pasien mengalami rasa sakit
yang lebih kurang dan resolusi yang lebih cepat dari lesi kulit bila digunakan dalam
waktu 48 jam dari onset ruam. Mungkin dapat mencegah rekurensi.

Infeksi Primer HSV: 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 10 hari atau 5 mg/kg/hari
IV setiap 8 jam.

Herpes oral atau genital rekuren : 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 5 hari (nonFDA : 400 mg peroral 3 kali/hari untuk 5 hari)

Supresi herpes genital : 400 mg peroral 2 kali/hari

Disseminated disease: 5-10 mg/kg IV setiap 8 jam untuk 7 hari jika >12 tahun.2
Famciclovir

Herpes labialis rekuren : 1500 mg peroral dosis tunggal pada saat onset gejala.

Episode primer herpes Genitalis :250 mg peroral 3 kali/hari selama10 hari

Episode primer herpes Genitalis :1000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam pada
saat onst gejala (dalam 6 hari gejala pertama)

Supressi jangka panjang: 250 mg peroral 2kali/hari

HIV-positive individuals dengan infeksi HSV orolabial atau genital rekuren : 500
mg peroral 2 kali/hari untuk 7 hari (sesuaikan dosis untuk insufisiensi ginjal)

Supresi herpes simplex genital rekuren (pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral 2
kali/hari2
Valacyclovir

Herpes labialis: 2000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam (harus diberikan pada
gejala pertama/prodromal)

Genital herpes, episode primer: 1000 mg peroral 2kali/hari selama 10 hari.

Herpes genital rekuren: 500 mg peroral 2 kali/hari selama 3 hari.


Suppressi herpes Genital (9 atau lebih rekurensi per tahun atau HIV-positif): 500 mg
peroral 1 kali/hari.

Herpes simplex genital rekuren , suppressi( pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral
2kali/hari, jika >9 rekurensi pertahun : 1000 mg peroral peroral 1 kali/hari.
Foscarnet

HSV resisten Acyclovir: 40 mg/kg IV setiap 8-10 jam selama 10-21 hari

Mucocutaneous, resisten acyclovir: 40 mg/kg IV, selama 1 jam, setiap 8-12 jam
selama 2-3 minggu atau hingga sembuh.1

Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5 kali
sehari selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala,
meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam
mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi. 3

Daftar Pustaka

Madkan V , Sra K, Brantley J, Carrasco D, Mendoza N, Tyring SK. Human


Herpesviruses. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed.
London: Mosby Elsevier; 2008.
Sterry W, Paus R, Burgdorf W Thieme Clinical Companions Dermatology.New
York:2006.
Torres G. Herpes Simplex: Treatment & Medication. 2009 Date [cited 2010 Mei, 20th]:
Available from: http://emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai