Anda di halaman 1dari 22

Pendidikan dan Pembangunan Nasional

A.konsep pembangunan nasional


Pembangunan sebagai proses perubahan terencana dan terarah dalam upaya mencapai
peningkatan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat lebih baik .
Pembangunan nasional Indonesia harus bertujuan mencapai Negara kesatuan
berkedaulatan rakyat serta adil dan makmur berdasarkan pancasila, yang mampu:

yang

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumrah darah Indonesia.


2. Memajukan kesejahteraan umum
3. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Tujuan tersebut dilakukan dengan melaksanakan rangkaian upaya pembangunan.Rangkaian
tersebut dibagi dalam tahap-tahap pembangunan jangka panjang selama 25 tahun dan tahap
pembangunan jangka pendek yang berlangsung selama 5 tahun. Srategi dasar pembangunan
nasional nasional Indonesia selama kurang lebih 30 tahun yang bertumpu pada pembangunan
ekonomi yang terkait dengan pembangunan dibidang lainnya.

1.Strategi Pelaksanaan
Tujuan akhir pembangunan nasional Indonesia dilakukan dengan jalan melaksanakan
serangkaian pembangunan. Rangkaian upaya pembangunan tersebut dibagi dalam tahap-tahap
pembangunan jangka panjang selama 25 tahun dan tahap pembangunan jangka pendek yang
berlangsung selama 5 tahun. Srategi dasar pembangunan nasional nasional Indonesia selama
kurang lebih 30 tahun yang bertumpu pada pembangunan ekonomi yang terkait dengan
pembangunan dibidang lainnya.
2.Peranan Pembangunan Nasional
Pembangunan Nasional mempunyai peranan sebagai berikut:
1. Payung Pembangunan pendidikan Nasional
2. Sumber yang memberikan masukan pada pembangunan pendidikan nasional

4.Karakteristik
1. Pembangunan
nasional
Indonesia
merupakan
Pancasila secara serasi dan kesatuan yang utuh.

bentuk pengamalan

2. Pembangunan nasional Indonesia merupakan pembangunan manusia Indonesia


seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
3. Pembangunan nasional Indonesia dilaksanakan secara berencana, menyeluruh,
terpadu, terarah, bertahap, dan berlanjut.
4. Pembangunan nasional Indonesia adalah pembangunan dari, oleh dan untuk
rakyat yang dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa.
5. Trilogi Pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan stabililitas
nasional
5.Kedudukan Pembangunan Pendidikan
Pembangunan Pendidikan merupakan subordinat atau bagian dari keseluruhan Pembangunan
Nasional Indonesia. Pembangunan Nasional Indonesia mencakup tujuh bidang yaitu bidang
ekonomi; bidang kesejahtraan rakyat, pendidikan, dan kebudayaan; bidang keagamaan dan
kepercayaan kepada tuhan YME; bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; bidang hukum; bidang
politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi dan media massa; bidang pertahanan dan
keamanan.

B. Peranan Manusia dalam Pembangunan


1. Manusia sebagai Produsen
Manusia dalam pembangunan dapat berperan sebagai masukan dalam pembangunan dan
berperan sebagai produsen, yaitu orang-orang yang secara langsung atau tidak langsung
menggerakkan proses produksi dalam pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, dan lembagalembaga sosial budaya, yang bersifat keagamaan, keilmuan, pendidikan, kesenian, dan
sebagainya. Sebagai produsen manusia berperan sebagai:
a.Pencipta rancang bangun atau gagasan-gagasan, baik bersifat cita-cita maupun teknologi baru.
Mereka berperan sebagai peneliti dan pengembang gagasan-gagasan dan teknologi baru.
b.Pengelola operasi-operasi yang terjadi di pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, lembagalembaga sosial budaya, politik, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Sehubungan dengan ini
mereka berperan sebagai perencana, pemimpin, pengawas operasi-operasi tersebut.

c.Pelaksana operasi-operasi yang terjadi di pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, dan lembagalembaga sosial budaya, politik, pertahanan, dan sebagainya. Mereka berperan sebagai Tenaga
kerja teknis administratif dan Tenaga kerja teknis operasional.
2. Manusia sebagai konsumen
Manusia dapat berperan sebagai konsumen. Mereka berperan sebagai pengguna atau penikmat
hasil-hasil pembangunan dan sebagai penilai mutu hasil hasil pembangunan.
C. Peranan Pendidikan dalam Pembangunan
Gambaran tentang peranan pendidikan dalam pembangunan dinyatakan oleh William S. Platt
dalam Toward Strategis of Education dinyatakan seperti terlihat pada bagan 2-XVII peranan
pendidikan dalam pembangunan. Dengan demikian, peranan pendidikan dalam pembangunan
adalah sebagai berikut:
1. Mengenbangkan Teknologi Baru.
Hasil penldidikan adalah orang terdidik yang mempunyai kemampuan melaksanakan penelitian
dan pengembangan yang dapat menghasilkan teknologi baru. Lembaga-lembaga penelitian dan
pengembangan seperti lembaga ilmu pengetahuan Indonesia,badan-badan penelitian dan
pengembangan di setiap departemen, dan sebagainya, orang-orang terdidik hasil pendidikan
bekerja, dan menghasilkan berbagai teknologi baru.
1. Menjadi Tenaga Produktif dalam Bidang Konstruksi.
Orang-orang terdidik dari hasil pendidikan, juga masuk dan aktif di bidang konstruksi yang
menghasilkan rancang bangun berbagai macam pabrik perusahaan. Dari pabrik-pabrik dan
perusahaan-perusahaan ini akan menghasilkan berbagai barang kebutuhan hidup dan jasa.
1. Menjadi Tenaga Produktif yang Menghasilkan Barang dan Jasa.
Orang-orang yang terdidik hasil pendidikan menjadi pula masukan dalam pabrik-pabrik dan
perusahaan-perusahaan, sebagai tenaga kerja produktif yang memproses produksi barang-barang
kebutuhan hidup dan jasa. Dengan demikian, adalah penghasilan barang dan jasa yang
diperlukan masyarakat.
1. Pelaku Generasi dan Penciptaan Budaya.
Orang-orang hasil pendidikan tidak hanya merevisi kebudayaan masa lampau, tetapi juga
sekaligus individu-individu atau kelompok-kelompok individu yang melakukan perbaikanperbaikan dan penciptaan-penciptaan unsure-unsur budaya baru berdasarkan budaya lama yang
telah dimilikinya. Mereka inilah yang memelihara dan memperbaiki nilai-nilai budaya dalam
masyarakat.
1. Konsumen Barang dan Jasa.

Oaring-orang terdidik hasil pendidikan merupakan generasi baru yang mengkonsumsi barangbarang dan jasa yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan. Sebagai
konsumen, mereka merupakan konsumen yang lebih banyak jenis kebutuhannya serta lebih kritis
dalam menggunakan barang-barang keperluan hidup dan jasa, apabila dibandingkan dengan
orang-orang yang tidak/ kurang terdidik.

PEMBANGUNAN, PERUBAHAN SOSIAL, DAN INOVASI PENDIDIKAN


A. Konsep Pembangunan Masyarakat
Paradigm baru dalam pembangunan merupakan salah satu konsepsi kajian pembangunan yang
digali dan di kembamgamgkan oleh Murajad Kuncoro. Yang di ungkapkan sebagai berikut :
Sejak akhir 1960-an semakin disadari bahwa pertumbuhan (growth) tidak diikuti oleh
pembangunan. Atas dasar itulah pembangunan diartikan sebagai sitem sosial. Konsep di ats
menjelaskan bahwa pembagunan ekonomi tidak di dasarkan pada GNP melainkan lebih
menekankan pada aspek kualitas dan proses pembangunan itu sendiri. Pada tahun 1970-an
pembangunan ekonomi di wujudkan dalam upaya meniadakan setidaknya mengurangi
kemiskinan, pengangguran, dan ketimpanagn. Selanjutnya, berbagi paradigm baru muncul dan
mengatakan pembangunan, seperti pertumbuhan dengan distribusi,kebutuhan
pokok,pembangunan mandiri,dll.
Pembangunan masyarakat diarahkan pada perbaikan kondisi kehidupan masyarakat, Ruopp
(1953). Pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mengubah keadaan dari yang kurang baik
menuju keadaan yang lebih baik yaitu perbaikan kondisi masyarakat Milburn (1954). Sedangkan
menurut PBB (1956), tujuan pembangunan masyarakat, mengintegrasikan kehidupan
bermasyarkat itu kedalam kehidupan bangsa, dan memampukan mereka untuk memberikan
sumbangan sepenuhnya bagi kehidupan nasional Batten (1960).
Secara umum para ahli menjelaskan bahwa pendidikan kunci utama pembangunan. Pernyataan
ini dapat kita hubungkan dengan pendapat para ahli :
1. T. Irwin Sanders : pembangunan masyarakat merupakan produk persenyawaan dari dua
kekuatan yaitu organisasi sosial, dan pembangunan ekonomi.
2. W.W Rostow : pentingnya jalinan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi, dengan 5 tahap
teori : the traditional society, the precondition for take off, the tak off, the drive to maturity, the
age of high mass consumption.
Moderenisasi merupakan transformaasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra
modern kearah pola pola ekonomi , politis yang stabil.
B.

Pendidikan dan Perubahan Sosial

perubahan sosial akan tampak bila tatanan sosial dan kehidupan masyarakat yang lama dapat
dibandingkan dengan tatanan sosial dan kehidupan masyarakat yang baru. Perubahan yang
mungkin terjadi bias berupa kemajuan atau bahkan kemunduran. Unsur unsur kemasyarakatan
yang berubah biasanya meliputi kelompok kelompok sosial, stratifikasi sosial, pola interaksi,
status dan wewenang, serta pola kehidupan masyarakat.
Perubahan sosial itu dapat dipelajari pada suatu atau lebih tahapan dengan menggunakan
berbagai bidang studi dalam satuan analisis. Perubahan sosial dapat berupa perubahan system
nilai, karena perubahan pada pranata sosial atau perilaku yang dilakukan secara berulang ulang
seperti tradisii dan moral.
Komponen komponen yang membentuk system sosial itu meliputi tindakan tindakan nyata
yang saling bergantung dan juga arti arti simbolis yang di anut bersama. Komponen komponen
tadi meliputi benda benda materil, hasil ciptaan manusia dalam lingkungan, sifat sifat biologis
manusi, persepsi individu, harapan, sikap, dan tujuan.
C.

Inovasi pendidikan

Inovasi pada berbagai level pendidikan tercermin sebagai perubahan perilaku, struktur, prosedur,
dan tujuan dari berbagai unit pada berbagai level pendidikan (Fulan 1991). Ada empat hal
pokok yang harus dibangun ke dalam landasan suatu perubahan yang direncanakan, yakni:
Mempunyai pemahaman yang mendalam menenai suatu perubahan yang akan dilakukan.
Mempunyai pengetahuan yang luas mengenai lingkungan di mana perubahan itu dilakukan.
Mempunyai strategi perubahan
Memiliki sifat positif terhadap perubahan. (Hanson, 1991)

Ada empat fase dalam amat-an Fullan tentang evolusi kajian dan praktek pembaharuan
pendidikan yakni:
Kajian adopsi (1960-an)
Kajian kegagalan implementasi pembaharuan pendidikan (1970-1977)
Kajian keberhasilan implementasi pembaharuan pendidikan (1978-1982)
Intensifikasi dan strukturisasi pendidikan (1983-...)

Menurut Fullan implikasi realitas subjektif dan objektif terleta pada:


1. The soundness of proposed changes (Keandalan perubahan yang diusulkan )
2. Understanding the failure of well-intentioned change (Memahami kegagalan dari perubahan
yang bermaksud baik )
3. Guidelines for understanding the nature and feasibility of particular change (Pedoman untuk
memahami sifat dan kelayakan perubahan tertentu )

4. The realities of status quo (Realitas status quo )


5. The deepness of change; and the question of valuing (kedalaman perubahan, dan pertanyaan
tentang menghargai)

Ada beberapa alasan mengapa individu atau kelompok tertentu mau menerima pembaharuan,
seperti prestise individu, minat pribadi yang birokratis, responsivitas politis, dan kepedulian
untuk memecahkan kebutuhan yang tak terpenuhi.
Proses inisiasi dalam pembaharuan pendidikan menurut Fullan, dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor : relevansi, kesiapan, dan ketersediaan sumber-sumber.
Pertimbangan relevansi terkait dengan interaksi kebutuhan dan kejelasan inovasi, dengan
kemanfaatan inovasi, atau apa sesungguhnya yang harus ditawarkan pada guru dan siswa.
Kesiapan mencakup keterlibatan baik secara konseptual atau praktis dari sekolah untuk memulai
mengembangkan atau mengadopsi inovasi yang given. Sedangkan ketersediaan sumber-sumber
berkenaan dengan akumulasi dan ketentuan atau syarat dukungan sebagai bagian dari proses
pembaharuan.
Tiga hal yang kunci yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program yaitu:
Karakteristik pembaharuan yang dikenalkan
Karakteristik lokal
faktor-faktor eksternal
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan implementasi program pembaruan menurut
Fullan adalah dukungan dana dari pemerintah lokal tidak ada, kekurangan dana untuk
mengembangkan staf, serta daya dukung staf untuk kelangsungan program tersebut termasuk
penyediaan guru baru. Banyak perencanaan pembaharuan pendidikan gagal karena kesalahan
mengidentifikasi kesalahan teknis yang spesifik, seperti kekurangan materi yang baik, pelatihan
yang tidak efektif, atau dukungan administrasi yang kurang.
1.

Pembaharuan Pendidikan Tingkat Lokal

Pembaharuan dalam level sekolah dengan cara menganalisis peran partisipan-partisipan kunci
dan hubungan organisasinya. Pada implementasinya, menempatkan guru sebagai implementor
sentral pembaharuan tersebut. Keberhasilan pembaharuan pendidikan sesungguhnya bergantung
pada apa yang guru perbuat dan pikirkan. Pembelajaran dan pendidikan di sekolah menjadi
efektif jika:
(1) orang yang diminta menjadi guru adalah orang yang berkualitas, dan

(2) sekolah diorganisasi untuk menstimulasi dan menghargai setiap pelaksanaan pembaharuan.
Ada beberapa temuan menarik untuk dikaji, dan oleh Fullan sudah diringkas sebagai berikut:
1) Pendidikan guru ternyata tidak membekali para siswanya untuk menghadapi realitas kelas
yang nanti menjadi tugas pokoknya.
2) Organisasi adalah yang bersifat seluler mengakibatkan para guru selalu dihadapkan pada
berbagai
masalah dan ketakutan yang bersifat pribadi.
3) Para guru umumnya gagal mengembangkan budaya kerja sebagai guru.
4) Jika guru menghadapai persoalan dan ingin meminta bantuan penyelesaiaannya, sumbersumber yang paling efektif digunakan guru pada umumnya cenderung mengikuti apa yang
dikatakan guru itu sendiri.
5) Keefektivan pembelajaran diikur secara informal melalui pengamatan siswa yang bersifat
umum.
6) Para guru umumnya tidak yakin apakah ia telah melakukan perubahan atau belum.
Umunya guru menggunakan empat kriteria utama dalam menerima pemberitahuan:
1) Apakah secara potensial perbaharuan tersebut mampu memenuhi kebutuhan
pembelajarannya,? Apaka siswa akan tertarik,? Apakah para siswa juga akan belajar? Adakah
bukti bahwa pembaharuan tersebut memang dapat memberikan hasil bagaimana diharapkan.
2) Seberapa jelas pembaharuan tersebut bagi para guru sehingga mempermudah baginya
untukmelaksanakannya.
3) Bagaimanakah pengaruhnya terhadap halhal yang yterkait dengan pribadi guru, seperti
waktu, energi yang dihabiskan, eahlian baru yang dibutuhkan,.
4) Bagaimanakah pennghargaan yang akan diterima para guru termasuk dalam kaitannya
dengan pergaulan antar sesama guru.
Munurut Fullan, admnistrator kabupaten harus benar-benar bekerja sesuai dengan peran dan
tanggung jawabnya dalam pembaharuan pendidikan. Mereka harus mendorong proses inovasi:
1) Sesuai dengan kebutuhan dan dapat diuji.
2) Menentukan inovasi tertentu sesuai kebutuhan.
3) Mengklarifikas, dan mendukung peran kepala sekolah serta administrator lainnya dalam
implementasi program pembaharuan.
4) Menjamin dukungan implementasi pembaharuan.
5) Memungkinkan adanya redefinisi dan adaptasi inovasi tertentu.
6) Mengkomunikasikan dan memelihara dukungan orantua dan dewan pendidikan.
7) Memiliki waktu yang realistik.
Fullan juga menjelaskan akan pentingnya peran orang tua dan masyarakat dalam pembaharuan
pendidikan. Bentuk keterlibatan orangtua mencakup:
1) Keterlibatan langsung disekolah ( contoh sebagai sukarelawan atau asisten)
2) Keterlibatan orangtua dirumah (membantu anak belajar dirumah)
3) Relasi sekolah orangtua/masyarakat
4) Badan penasehat pendidikan

2.

Pembaharuan Pendidikan Pada Tingkat Provinsi dan Nasional

Proses kebijakan dalam kurikulum menurut Fullan harus dimulai dari tahapan inisiasi,
implementasi, monitoring, evaluasi dan restrukturisasi. Di amerika, kurikulum sekolah
mencakup tujuan, topik, dan isi yang mau diajarkan, serta aktivitas lain yang disarankan.
Ada tiga komponen dalam pendidikan guru yang mempengaruhi sosialisasi awal dari guru: (1)
pendidikan umum, kesenian, sains, matematika, dan sebagainya yang harus diselesaikannya
diluar institusi pendidikan guru; (2) dasar-dasar pendidikan dan (3) pengalaman dasar untuk
menjadi guru.
Karakteristik pembangunan profesi guru, yakni :
1) Kolegalitas dan kolaborasi
2) Suka bereksperimen dan berani mengambil resiko
3) Berbasis kerjasama berdasarkan ilmu pengetahuan
4) Waktu dihabiskan untuk pengembangan staf dan mengasimilasi cara belajar baru.
5) Keterlibatan partisipan yang memadai dalam penentuan tujuan, implementasi, evaluasi dan
pembuatan keputusan
6) Dukungan kepemimpinan dan administratif yang berkelanjutan
7) Penyediaan insentif dan penghargaan yang memadai
8) Dirancang berdasarkan prinsip belajar orang dewasa dn proses perubahan.
9) Mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan sekolah dan pemerintah daerah.
10) Dibangun atas dasar filsafat dan struktur organisasi yang benar baik untuk ukuran sekolah
maupun daerah.
Fullan mengidentifikasi aanya 6 tema sentral dari paradigma baru yang dibutuhkan dalam
pembaharuan pendidikan. Keenam tema tersebut adalah:
1. Dari cara berfikir negatif dalam melihat pembaharuan ke positif
2. Dari solusi yang bersifat monolitik ke alternatif
3. Dari inovasi individu ke inovasi institusional
4. Dari kerja individu ke kersa sama
5. Dari pengabaian proses pembaharuan ke apresiasi yang serius terhadap proses pembaharuan
6. Harus berfikir hanya jika ke jika saya atau jika kami
Emile Durkheim memandan pendidikan dari segi sosial, bahwa pendidikan merupakan fakta
sosial yang berada pada individu, diri individu dan lingkungan masyarakat ( moral dan sosial
masyarakat) yang saling mempengaruhi dalam sistem sosial. Kemudian, menurut Rogers, ada
empat unsur penting dalam penerimaan inovasi yaitu:
1) Inovasi itu sendiri
2) Komunikasi inovasi
3) Sistem sosial dan aspek waktu.
Menurut Rogers, ada lima ciri inovasi yang disebutnya sebagai atribut inovasi.ciri-ciri inovasi
tersebut yaitu:
1) Keuntungan relative (relative adventages)
2) Kecocokan ( compatibility)

3)
4)
5)

Kerumitan ( complexity )
Ketercobaan ( triability)
Keteramatan ( observability )

Kompetisi merupakan kekuatan dahsyat yang mendorong inovasi bila individu atau kelompok
mempunyai keinginan bersama untuk mendapatkan bagian maksimal dari ganjaran bersama
mereka. Kompetisi inipun menjadi ciri menonjol di negara maju khususnya negara kapitalis.
Perubahan sosial juga dapat terjadi karena adanya konflik. Konflik tersebut ada yang negatif dan
positif. Konflik yang positif terjadi pada dinamika dalam kelompok ( in group)dalam
hubungannya dengan dengan luar kelompok.kekuatan solidaritas internal dan intregasi di dalam
kelompok bertambaha tinggi. Menurut Lauer (1989) knflik selalu berhubungan erat dengan
kompetisi karena kompetisi dapat menciptakan konflik. Atau sebaliknya, konflik dapat
menciptakan kompetisi.

Standar Nasional Pendidikan


Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Standar Kompetensi Lulusan


Standar Isi
Standar Proses
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Standar Sarana dan Prasarana
Standar Pengelolaan
Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan

Fungsi dan Tujuan Standar :


1. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu
2. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat.
3. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

RENCANA STRATEGIS PENDIDIKAN NASIONAL


Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah :
MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA
Departemen Pendidikan Nasional menyusun Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka
Panjang (RPPNJP) 2005--2025, seperti yang tertuang di dalam Permendiknas Nomor 32 Tahun
2005, tentang Renstra Depdiknas Tahun 2005--2009.
Rencana tersebut dijabarkan ke dalam empat tema pembangunan pendidikan, yaitu
Tema pembangunan I (2005--2009)
Terfokus pada peningkatan kapasitas dan modernisasi;
Tema pembangunan II (2010--2015)
Terfokus pada penguatan pelayanan;
Tema pembangunan III (2015--2020)
Terfokus pada daya saing regional
Tema pembangunan IV (2020--2025)
Terfokus pada daya saing internasional
Landasan Filosofis Pendidikan Nasional
1. Pendidikan Nasional Berdasarkan Filsafat Pancasila
Pendidikan nasional merupakan upaya pemenuhan hak-hak asasi manusia dan proses
pembudayaan nilai-nilai keadilan dan keberadaban dalam diri peserta didik menuju terwujudnya
masyarakat yang berbudaya dan bermartabat
2. Paradigma Pendidikan dan Pemberdayaan Manusia Seutuhnya
Paradigma pendidikan dan pemberdayaan manusia seutuhnya yang memperlakukan anak
sebagai subyek merupakan penghargaan terhadap anak sebagai manusia yang utuh

Anak tidak lagi dipaksakan untuk menuruti keinginan orang tua, sebaliknya orang tua hanya
sebagai fasilitator untuk menolong anak menemukan bakat atau minatnya. Guru bukan hanya
memberikan pengajaran yang dibutuhkan melainkan juga memberikan teladan hidup dan
mengembangkan kreativitas peserta didik.
3. Paradigma Pembelajaran Sepanjang Hayat Berpusat pada Peserta Didik
Paradigma pembelajaran sepanjang hayat berarti pembelajaran merupakan proses yang
berlangsung seumur hidup, yaitu pembelajaran sejak lahir hingga akhir hayat yang
diselenggarakan secara terbuka dan multimakna. Pembelajaran sepanjang hayat berlangsung
secara terbuka melalui jalur formal, nonformal, dan informal yang dapat diakses oleh peserta
didik setiap saat tidak dibatasi oleh usia, tempat, dan waktu
4. Paradigma Pendidikan untuk Semua yang Inklusif
Paradigma ini merupakan salah satu paradigma dan prinsip penjaminan mutu pendidikan
nasional. Konsekuensi dari paradigma ini adalah bahwa setiap individu berhak dan wajib
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan minimal pada tingkat pendidikan dasar dan pemerintah
harus membiayainya, karena pendidikan tingkat ini merupakan kunci awal dari pembelajaran
sepanjang hayat
5. Paradigma Pendidikan untuk Perkembangan, Pengembangan, dan/atau Pembangunan
Berkelanjutan (PuP3B)
Paradigma pendidikan baru yang diprakarsai oleh PBB melalui UNESCO dengan tujuan
agar pendidikan menghasilkan manusia berakhlak mulia yang menjadi rahmat bagi semesta
alam. Manusia seperti itu memenuhi kebutuhannya dengan memperhatikan kebutuhan generasi
saat ini dan generasi generasi yang akan datang (keberlanjutan intergenerasional).
PuP3B hanya akan terwujud apabila paradigma pembelajaran sepanjang hayat yang
berpusat pada peserta didik, yang mengidamkan subyek pembelajar yang mandiri, bertanggung
jawab, kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan, betul-betul dilaksanakan.
Pilar-Pilar Strategis
1. Pendidikan Agama serta Akhlak Mulia
2. Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
3. Proses Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
4. Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi Pendidikan yang Memberdayakan
5. Peningkatan Profesionalitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan

6. Penyediaan Sarana Belajar yang Mendidik


7. Pembiayaan Pendidikan sesuai Prinsip Pemerataan dan Berkeadilan
8. Penyelenggaraan Pendidikan yang Terbuka dan Merata
9. Pelaksanaan Wajib Belajar
10. Pelaksanaan Otonomi Satuan Pendidikan
11. Pemberdayaan Peran Masyarakat
12. Pusat Pembudayaan dan Pembangunan Masyarakat
13. Pelaksanaan Pengawasan dalam Sistem Pendidikan Nasional
Peningkatan Mutu dan Daya Saing Pendidikan
Peningkatan mutu dan daya saing pendidikan diarahkan untuk mewujudkan proses dan keluaran
pendidikan yang bermutu. Mewujudkan mutu pendidikan bukan hal yang mudah apalagi bila
dikaitkan dengan fungsi dan tujuan seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kondisi Eksternal Lingkungan Pendidikan
Sosial Budaya
Ekonomi
Teknologi
Politik
Potensi dan Permasalahan Pendidikan
Potensi
Capaian pembangunan pendidikan selama lima tahun terakhir di atas merupakan
potensi dan kekuatan untuk melanjutkan pembangunan pendidikan ke depan. Capaian perluasan
akses pendidikan khususnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah telah membuka kesempatan yang luas bagi penduduk usia sekolah untuk
memperoleh pendidikan. Pada aspek pemerataan akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya
saing pendidikan juga menunjukkan besaran indikator kinerja yang terus meningkat dari tahun ke
tahun dan pada umumnya telah mencapai atau melebihi target Rencana Strategis Departemen

Pendidikan 2005--2009. Hal tersebut merupakan potensi yang dapat mendorong dan
meningkatkan motivasi untuk melanjutkan pembangunan pendidikan.
Permasalahan
Pembangunan pendidikan telah berhasil meningkatkan angka partisipasi pendidikan,
khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Namun, jika dilihat dari kemerataan akses masih
terdapat disparitas antarprovinsi, antarkabupaten, dan antarkota yang ditunjukkan dengan adanya
APK atau APM yang cukup lebar pada semua jenjang pendidikan. Rasio guru terhadap siswa
juga menunjukkan disparitas antarprovinsi.
Permasalahan pendidikan yang juga perlu mendapat perhatian adalah mutu tenaga pendidik.
Lemahnya sistem remunerasi bagi pendidik ditengarai berakibat terhadap mutu pendidikan
karena mutu pendidikan sangat bergantung pada mutu pendidik. Selain itu banyak ditemukan
kasus guru yang mengajar di luar bidang keahliannya (mismatch) karena keterbatasan jumlah
guru khususnya di daerah perdesaan, terpencil dan tertinggal.

Strategi Pembangunan Pendidikan Tahun 20102014


Strategi I
Perluasan dan pemerataan akses PAUD bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi,
kabupaten, dan kota dilakukan melalui:
a) Penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan PAUD bermutu yang merata
antarprovinsi, kabupaten, dan kota yang meliputi pemenuhan guru TK/TKLB
bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan PAUD nonformal
bermutu; pelaksanaan diklat bidang TK bermutu; dan penyediaan tenaga
kependidikan TK/TKLB bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota;
b) perluasan dan pemerataan akses TK/TKLB bermutu dan berkesetaraan gender
di semua provinsi, kabupaten, dan kota;

c) keluasan dan kemerataan akses PAUD nonformal bermutu dan berkesetaraan


gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; serta
d) ketersediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar
mutu PAUD, serta keterlaksanaan akreditasi PAUD.
Strategi II
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu dan
berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota dilakukan melalui:
a) penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan dasar bermutu yang
merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota yang meliputi penyediaan guru
SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga
kependidikan Paket A dan Paket B bermutu; penyediaan diklat bidang SD/SDLB
dan SMP/SMPLB bermutu; penyediaan tenaga kependidikan SD/SDLB dan
SMP/SMPLB bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota;
b) perluasan dan pemerataan akses SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu dan
berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota;
c) perluasan dan pemerataan akses pendidikan Paket A dan Paket B bermutu dan
berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; serta
d) penyediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar
mutu pendidikan dasar, serta keterlaksanaan akreditasi pendidikan dasar.
Strategi III
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah bermutu, berkesetaraan
gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di semua provinsi, kabupaten,
dan kota dilakukan melalui:
a. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan menengah bermutu
yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota, yang meliputi penyediaan guru
SMA/SMLB/SMK bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan Paket C
bermutu; penyediaan diklat bidang SMA/SMLB/SMK bermutu; dan penyediaan
tenaga kependidikan SMA/SMLB/SMK bermutu yang merata antarkabupaten dan
kota;
b. perluasan dan pemerataan akses pendidikan SMA/SMLB dan SMK bermutu,

berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di semua


provinsi, kabupaten, dan kota;
c. perluasan dan pemerataan akses pendidikan Paket C bermutu, berkesetaraan
gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di semua provinsi, kabupaten,
dan kota; serta
d. ketersediaan model kurikulum dan pembelajaran; data dan informasi berbasis
riset; dan standar mutu pendidikan menengah serta keterlaksanaan akreditasi
pendidikan menengah.
Strategi IV
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing
internasional, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan
negara dilaksanakan melalui:
a. perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing
internasional, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan bangsa

dan

negara yang meliputi pemerataan dan perluasan akses prodi vokasi, profesi, dan
akademik; penyediaan dosen; penyediaan dan perluasan akses PT; penyediaan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu, berdaya saing
internasional, serta berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa
dan negara; dan
b. ketersediaan data dan informasi berbasis riset, dan standar mutu pendidikan
tinggi, serta keterlaksanaan akreditasi pendidikan tinggi.
Strategi V
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang
berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan masyarakat dilaksanakan
melalui:
a. perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa bermutu,
berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di provinsi
yang meliputi peningkatan tingkat literasi yang berkesetaraan gender di
kabupaten dan kota; dan perluasan dan pemerataan akses kursus dan
pendidikan life skill bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan
kebutuhan masyarakat di semua kabupaten dan kota;

b. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan orang dewasa


berkelanjutan yang berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan
masyarakat;
c. penyediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar
nasional pendidikan orang dewasa berkelanjutan serta keterlaksanaan akreditasi
pendidikan orang dewasa berkelanjutan

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


A. Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut
juga dengan otonomi sekolah (school autonomy) atau site-based management (Beck
& Murphy, 1996). Sejalan dengan belakunya otonomi daerah dalam dunia pendidikan,
MBS atau school-based management (SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam
manajemen sekolah. Karena itu, pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada sekolah
tersebut, atau sekolah diberikan kewenangan besar untuk mengelola sekolahnya
sendiri dengan menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan
otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota. [1]
Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam
menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan
mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan. [2]
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam
GBHN.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat
merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat,
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber
daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan
mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan
kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan
partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada
kelompok tertentu.
Dalam MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran,
personel, dan kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di
tingkat pusat, provinsi, atau bahkan juga kabupaten/ kota. Dengan pemberlakuan
MBS diharapakan setidaknya dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:

1. Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih baik.
2. Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.
3. Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi
tanggung jawab sekolah dan masyarakat.
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yakni:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah atau
madrasah dalam mengelola dan membedayakan sumber daya yang tersedia;
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah atau madrasah kepada orang tua, pemerintah
tentang mutu sekolah atau madrasah;
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar madrasah dan sekolah lain untuk
pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan. [3
B. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan
Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami
yaitu:
1. kekuasaan;
2. pengetahuan;
3. sistem informasi; dan
4. sistem penghargaan.
Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil
keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan
sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan

sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah
akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru
dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS
dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori
MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari
manajemen yang dikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam
pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
1. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
2. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil
keputusan yang relevan dengan tugasnya
3. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan Kepala sekolah dan
seseorang yang berusaha secara terus
keterampilan dalam rangka meningkatkan
memiliki sistem pengembangan sumber
pelatihan atau workshop guna membekali
berkaitan dengan proses belajar mengajar.

seluruh warga sekolah harus menjadi


menerus menambah pengetahuan dan
mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus
daya manusia (SDM) lewat berbagai
guru dengan berbagai kemampuan yang

Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:


1. Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school
review, bencmarking, SWOT,dll)
Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang
jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga
sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi
sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan
partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan
pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat
penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru
dan Prestasi siswa.

Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem


penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi.
Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru,
karyawan dan siswa.
C. PROSES PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun
pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam
melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah
(MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan umpan
baliknya.
Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip
demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para
pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh
masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses
pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk memberikan
yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
Adapun proses penerapan MBS dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah sbb
:
1. Memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan mutu
pembelajaran di sekolah
2. Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas
Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani
pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu
dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus
kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan.
3. Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah,
petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di
tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah,
pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat.
4. Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru,
unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran
5. Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap
pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan
masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang
diperlukan.
6. Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk
peningkatan mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana
Pendidikan, dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan
sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim bentukan sebagai
pelaksana kegiatan tersebut.

Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah


1. Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik

MBS aan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau
madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan
efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar
mengajar.
2. Kondisi social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternala yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi
tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai
pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah atau
madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan
kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan
pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu
keberhasilan.
4. profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau
madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas,
akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa

Anda mungkin juga menyukai