Anda di halaman 1dari 29

RANGKUMAN MODUL 5

BLOG 2
MIND MAP
METABOLIS
ME
FAKTORFAKTOR
YANG
BERPENGAR

EXERCISE

ATLET DAN NON


ATLIT
Perubahan
MEKANISM
E

Fisiologi

VOLUM DAN CAPASITAS


PARU

Ventilasi

Terengahengah

Perfusi
Difusi
Transporta
si

Hipobarik
&
Hiperbarik

LEARNING OBJECTIVE

1. Mekanisme respirasi exercise dan Faktor-fakror yang mempengaruhinya


2. Perbedaan Altel dan Non Atlet
3. Volume dan Kapasitas Paru
ANALISIS DAN SINTESIS

1.A.MEKANISME RESPIRASI EXERCISE


a. Mekanisme secara umum :

Exercise

Impuls Korteks cerebi

Refleks Gerakan
Tubuh

Batang Otak

Perubahan Kimiawi
(PH , PCO2 ,PO2 )
Kemoreseptor

Pusat Pernapasan
Ventilasi meningkat
Irama Pernapasan
Takipneu

TIMREVP

raexp
kasenb
mgisrhk
pagcnt

u
l
e

nf u
a k at

a i st i
e ea

apune
patnir
abntm

bw i
si

sugb
hk
a

gl
n

o a
ue

anrisKk
enrksmc

uu
u

r
r

is

r
i

u
t

Impuls dari korteks cerebrum


Otak ketika mentransmisikan impuls motorik ke otot yang berlatih dianggap
mentransmisikan impuls kolateral ke batang otak pada saat yang sama untuk
mengeksitasi pusat pernapasan. Pada kenyataannya, ventilasi meningkat terjadi
segera setelah latihan fisik dimulai, sebelum semua bahan kimiawi darah memiliki
waktu untuk berubah. Kemungkinan sebagian besar peningkatan pernapasan
diakibatkan oleh sinyal neurogenik yang ditransmisikan secara langsung ke dalam

pusat pernapasan batang otak pada waktu bersamaan dengan sinyal yang menuju
otot-otot tubuh untuk menimbulkan kontraksi otot.
Otak (bag. Korteks cerebri)
mentransmisi
Impuls motorik ke otot

sekaligus

impuls kolateral ke batang otak

Pusat pernapasan di batang otak

Ventilasi meningkat
Refleks Gerakan Tubuh
Reseptor-reseptor di sendi dan otot yang tereksitasi selama kontraksi otot akan
secara refex merangsang pusat pernapasan dan dengan cepat meningkatkan
ventilasi. Bahkan gerakan pasif anggota badan(misalnya, orang lain secara
bergantian melakukan fexy dan ekstensi lutut seseorang) dapat meningkatkan
ventilasi beberapa kali lipat melalui pengaktifan reseptor-reseptor tersebut
walaupun sebenarnya tidak terjadi olahraga. Dengan demikian, proses mekanis
pada olahraga diyakini berperan penting dalam mengkoordinasikan aktivitas
pernapasan dengan peningkatan kebutuhan metabolism oleh otot-otot yang aktif.

Perubahan Kimiawi (

P O2,

P C02,

H+)

Walaupun terjadi peningkatan mencolok pemakaian O2 selama olahraga, P O2,


arteri tidak menurun tetapi tetap normal atau bahkan sedikit meningkat. Hal
ini disebabkan peningkatan ventilasi alveolus mengimbangi atau bahkan

sedikit melebihi peningkatan kecepatan konsumsi O2.


Demikian juga, walaupun terjadi peningkatan mencolok produksi CO 2 selama
olahraga, PCO2 arteri tidak meningkat tetapi tetap normal atau sedikit

berkurang. Hal ini terjadi karena CO2 tambahan itu dikeluarkan dengan sama
cepatnya atau bahkan lebih cepat daripada tingkat pembentukannya akibat

peningkatan ventilasi.
Selama olahraga ringan atau sedang, konsentrasi H + tidak meningkat karena
CO penghasil H+ ditahan dalam keadaan konstan. Selama olahraga berat,
konsentrasi H+ memang agak meningkat karena pembebasan asam laktat
penghasil H+ kedalam darah akibat metabolism anaerob di otot. Walaupun
demikian, peningkatan konsentrasi H+ yang terjadi akibat pembentukan asam
laktat tidak cukup besar untuk menimbulkan peningkatan ventilasi yang
menyertai olahraga.

b. Mekanisme berdasarkan beban kerja yang dilakukan


Selama latihan fisik,jumlah O2 yang memasuki aliran di paru-paru meningkat
karena adanya kenaikan jumlah O2 yang ditambahkan pada tiap satuan darah
serta bertambhanya darah aliran darah pulmonal permenit.PO2 darah yang
mengalir ke dalam kapiler paru akan menurun dari 45 menjadi 25 mm Hg atau
kurang,sehingga perbedaan Po2 alveoli _kapiler meningkat dan lebih banyak O2
yang masuk ke dalam aliran darah.Aliran darah per menit meningkat dari 5,5
L/Menit menjadi 20-35 L/menit.Dengan demikian jumlat O2 total yang memasuki
darah juga bertambah banyak dari 250 ml/menit saat istirahat mencapai 4000
ml/menit.Jumlah CO2 yang dikeluarkan
dari setiap satuan darah meningkat
mencapai 8000 ml/menit saat melakukan latihan.Peningatan Ambilan O2 sebanding
dengan beban kerja yang dilakukan,sampai dicapau batas maksimum.Di atas batas
maksimum,konsumsi O2 mendatar dan kadar asam laktat terus meningkat( Gambar
1).Laktat berasal dari otot,saat respirasi aerobic cadangan energy tidak dapat
mencukupi pengunaannya dan terjadilah Hutang Oksigen.
Adapun prosesnya yaitu :
a) Pada saat dimulainya latihan fisik,terjadi peningkatan ventilasi mendadak dan
setelah satu periode istirahat singkat,diikuti oleh peningkatan yang bertahap
( Gambar 2 ).Pada saat latihan fisik sedang,kenaikan ventilasi terutama
berupada peningkatan kedalaman napas,diikuti peningkatan frekuensi
pernapasan pada saat melakukan latihan berat.
b) Pada saat penghentian latihan fisik terjadi penurunan ventilasi secara
mendadak,yang setelah jeda singkat diikuti dengan penurunan bertahap
mencapai nilai sebelum latihan.Peningkatan mendadak pada awal latihan
fisik kemungkinan disebabkan oleh rangsang psikis serta impuls aferen dari
propriostor di otot,tendo dan persendian.Peningkatan yang bertahap
kemungkinan
oleh
faktor humoral,walaupun
selama
latihan
fisik
sedang,PH,PCO2 dan PO2 darah arteri tidak berubah.Peningkatan femtilasi
sebanding degan peningkatan konsumsi O2.

Gambar 1 : Hubungan antara beban kerja,kadar laktat darah, dan beban


kerja.

Gambar 2 : Gambaran Diaframatik perubahan Ventilasi selama latihan


fisik.
Tetapi mekanisme yang mendasari perangsangan pernapasan masih menjadi
perdebatan. Kemungkinan adanya peningkatan suhu tubuh juga memainkan
peranan. Latihan fisik meningkatkan kadar K+ plasma, dan peningkatan ini dapat

merangsang kemoreseptor perifer. Sebagai tambahan, mungkin piula kepekaan


pesat pernapasan terhadap CO2 meningkat atau fuktuasi PCO2 darah arteri oleh
gerak pernapasan bertambah, sehingga meskipun PCO2 darah arteri rata-rata tidak
meningkat, CO2 lah yang berperan dalam meningkatkan ventilasi. O2 tampaknya
juga berperan, meskipun tidak terdapat penurunan PO2 darah arteri. Saat
melakukan suatu beban kerja tertentu sambil bernapas dengan O2 100%,
peningakatan ventilasi yang terjasi lebih rendah 10-20% dibandingkan dengan
peningkatan pernapasan saat bernapas dengan udara biasa. Dengan demikian,
tampaknya kombinasi berbagai faktor berperan dalam terjadinya peningkatan
ventilasi saat latihan fisik sedang.
Apabila latihan fisik diperberat, pembuferan jumlah asam laktat yang semakin
banyak terbentuk menghasilkan lebih banyak CO2, dan hal ini menyebabkan
ventilasi semakin meningkat. Dengan bertambahnya pembentukan asam laktat,
peningkatan ventilasi dan pembentukan CO2 tetap berimbang, sehingga CO2 alveol
dan darah arteri hampir tidak berubah (pendaparan isokapnik). Oleh adanya
hiperventilasi, PCO2 alveol akan meningkat. Dengan bertambahnya akumulasi asam
laktat, peningkatan ventilasi melampaui pembentukan CO2, sehingga PCO2 alveol
dan PCO2 arteri berkurang. Penurunan PCO2 darah arteri merupakan kompensasi
pernapasan pada asidosis metabolic yang ditimbulkan oleh kelebihan asam laktat.
Peningkatan ventilasi tambahan akibat asidosis bergantung pada badan karotis dan
hal ini tidak terjadi apabila badan karotis disingkirkan.
Frekuensi pernapasan setelah latihan fisik dihentikan tidak mencapai nilai basal
sebelum hutang O2 dibayar. Keadaan ini dapat berlangsung hingga 90 menit.
Rangsangan pada ventilasi setelah latihan fisik bukan PCO2 darah arteri yang
biasanya normal atau rendah, atau PCO2 arteri yang umumnya normal atau tinggi,
melainkan melalui konsentrasi H+ yang meningkat akibat asidemia laktat. Besar
hutang O2 adalah setara dengan jumlah konsumsi O2 di atas konsumsi basal mulai
dari saat penghentian latihan fisik sampai kembalinya tingkat konsumsi O2 ke nilai
sebelum latihan. Selama pembayaran hutang O2, terdapat sedikit peningkatan
konsentrasi O2 di dalam mioglobin otot. ATP dan kreatinfosforil disintesis kembali,
dan asam laktat disingkirkan. Sekitar 80% asam laktat diubah menjadi glikogen dan
20% sisanya dimetabolisis menjadi CO2 dan H2O.
Tambahan CO2 yang dihasilkan oleh pendaparan asam laktat selama latihan fisik
berat, menyebabkan nilai R meningkat mencapai 1,5-2,0. Setelah penghentian
latihan, selama hutang O2 dibayar, nilai R turun mencapai 0,5 atau lebih rendah.

PERUBAHAN DALAM JARINGAN PADA RESPIRASI EXERCISE


Ambilan O2 maksimum selama latihan fisik dibatasi oleh kecepatan maksimum
pengangkutan O2 menuju mitokondria otot yang bekerja. Namun pada keadaan
normal, keterbatasan ini bukanlah disebabkan oleh kekurangan ambilan O2 di paru,

dan haemoglobin dalam darah arteri tetap tersaturasi penuh meskipun melakukan
latihan fisik berat.
Selama latihan fisik, penggunaan O2 oleh otot yang bekerja bertambah, sehingga
PO2 jaringan dan PO2 darah vena dari otot yang aktif turun hampir mendekati nol.
Difusi O2 dari darah ke jaringan bertambah, sehingga PO2 darah pada otot
berkurang, dan pelepasan O2 dari haemoglobin meningkat. Adanya dilatasi jalinan
kapiler pada otot yang berkontraksi serta bertambahnya kapiler yang terbuka,
menyebabkan jarak rata-rata antara darah dengan sel jaringan sangat menurun.
Hal ini memudahkan pergerakan O2 dari darah menuju sel. Pada kisaran PO2 di
bawah 60 mmHg, kurva disosiasi haemoglobin-oksigen berada pada bagian curam,
sehingga pada tiap penurunan 1 mmHg pada PO2 akan disediakan relatif banyak
O2. Sejumlah O2 akan ditambahkan pula, karena adanya penumpukan CO2 dan
peningkatan suhu di jaringan aktif, serta mungkin pula terdapat peningkatan 2,3
DPG di dalam sel darah merah. Kurva disosiasi bergeser ke kanan. Sebagai hasil
akhir didapatkan peningkatan ekstraksi O2 tiga kali dari tiap satuan darah.
Peningkatan ini pula disertai dengan 30 kali atau lebih peningkatan aliran darah,
sehingga selama melakukan latihan fisik, dimungkinkan terjadi pertambahan laju
metabolism dalam otot mencapai 100 kali.,
c. MEKANISME BERDASARKAN TINGKAT VENTILASI
Pada latihan fisik yang berat, pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida
dapat meningkat sampai 20 kali lipat. Pada seorang atlet yang sehat, ventilasi
alveolus biasanya meningkat hampir sama dengan langkah-langkah peningkatan
tingkat metabolisme oksigen. PO2, PCO2 dan pH arteri tetap hampir mendekati
normal. Dalam percobaan menganalaisis penebab peningkatan ventilasi selama
latihan fisik, kita menganggap hal ini berasal dari peningkatan karbondioksida dan
ion gidrogen, serta penurunan oksigen darah, tetapi hal ini masih dipertanyakan
karena pengukuran PO2, PCO2 dan pH arteri memperlihatkan bahwa tidak ada satu
pun dari ketiga nilai ini berubah secara bermakna pada latihan fisik.
Ada satu efek yang dominan yang menyebabkan peningkatan ventilasi
selama latihan, yaitu otak, ketika mentransmisikan impuls motorik ke otot yang
berlatih pada saat yang sama dianggap mentransmisikan impuls kolateral ke
batang otak untuk mengeksitasi pusat pernapasan.
Kemungkinan sebagian besar peningkatan pernapasan diakibatkan oleh
sinyal neurogenik yang ditransmisikan secara langsung ke dalam pusat pernapasan
batang otak pada waktu yang bersamaan dengan sinyal yang menuju otot-otot
tubuh untuk menimbulkan kontraksi otot.
Bila seseorang melakukan latihan fisik, kemungkinan sinyal saraf langsung
merangsang pusat pernapasan dalam tingkat yang hampir sesuai dengan
penyediaan kebutuhan oksigen tambahan yang dibutuhkan selama latihan fisik, dan
membuang karbondioksida ekstra. Tapi, kadang-kadang sinyal saraf pengatur

pernapasan terlalu kuat atau terlalu lemah. Kemudian, faktor-faktor kimia


memegang peranan penting dalam melakukan penyesuaian akhir pernapasan,yang
dibutuhkan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, karbondioksida, ion
hidrogen cairan tubuh sedekat mungkin dalam konsentrasi normal.
Perubahan ventilasi
Saat beraktifitas, jumlah O2 yang memasuki aliran darah di paru meningkat
karena adanya kenaikan jumlah O2 yang ditambahkan pada tiap satuan darah dan
bertambahnya aliran darah paru per menit. PO2 darah yang mengalir ke dalam
kapiler paru menurun dari 40 menjadi 25mmHg atau kurang sehingga gradien PO2
alveolus-kapiler meningkat dan lebih banyak O2 yang masuk ke dalam darah. Aliran
darah per menit meningkat dari 5,5 L/menit menjadi 20-35 L/ menit. Dengan
demikian, jumlah O2 total yang memasuki darah juga bertambah, dari 250mL/menit
saat istirahat menjadi 4000mL/menit. Jumlah CO2 yang di keluarkan dari tiap satuan
darah meningkat dan ekskresi CO2 meningkat 200mL/menit menjadi 8000mL/
menit. Peningkatan ambilan O2 sebanding dengan beban kerja yang di lakukan
sampai tercapainya batas maksimum. Di atas batas maksimum, konsumsi O2
menetap dan kadar asam laktat darah terus meningkat. Laktat berasal dari otot
dengan resistensis aerobik cadangan energi yang tidak dapat mencukupi
pengunaanya sehingga terjadi utang oksigen.
Ventilasi meningkat tiba-tiba begitu aktifitas fisik mulai di lakukan, dan
setelah suatu periode jeda singkat, akan di ikuti oleh peningkatan yang bertahap.
Pada aktifitas fisik sedang kenaikkan ventilasi terutama di sebabkan oleh
peningkatan kedalaman pernapasan, dan di ikuti oleh peningkatan frekuensi
pernapasan bila aktifitas fisik lebih berat. Ventilasi mendadak berkurang saat
aktivitas fisik berhenti, dan setelah jeda singkat akan di ikuti oleh penurunan
bertahap ke nilai sebelum latihan. Peningkatan mendadak pada awal aktifitas fisik
kemungkinan di sebabkan oleh rangsang psikis dan impuls aferen dari
proprioreseptor di otot, tendo, dan sendi. Peningkatan yang bertahap kemungkinan
di sebabkan oleh faktor humoral, walaupun selama aktifitas fisik sedang, pH, Pco2,
dan Po2 darah arteri tetap tidak berubah. Peningkatan ventilasi sebanding dengan
peningkatan konsumsi O2, namun mekanisme yang mendasari perangsangan
pernapasan masih menjadi perdebatan. Adanya ppeningkatan suhu tubuh dapat
memainkan peranan. Aktifitas fisik meningkatkan kadar K+ plasma, dan
peningkatan ini dapat merangsang kemoreseptor perifer. Selain itu, kepekaan
neuron-neuron yang mengontrol respons terhadap CO2 dapat meningkat fuktuasi
respiratorik Pco2 darah arteri juga dapat meningkat sehingga, meskipun Pco2 ratarata darah arteri tidak meningkat, CO2 lah yang berperan pada peningkatan
ventilasi . O2 tampaknya juga berperan, meskipun tidak terdapat penurunan PO2
darah arteri karena ketika suatu beban kerja tertentu di lakukan sambil bernapas
dengan 100% O2, peningkatan ventilasi yang terjadi lebih rendah 10-20% di
bandingkan peningkatan ventilasi saat bernapas dengan udara biasa jadi,

tampaknya kombinasi berbagai faktor berperan pada terjadinya peningkatan


ventilasi saat melakukan aktifitas fisik sedang.
Jika aktifitas fisik di perberat, pendaparan jumlah asam laktat yang semakin
banyak terbentuk manghasilkan lebih banyak CO2, dan hal ini selanjutnya
menyebabkan peningkatan ventilasi. Dengan bertambahnya produksi asam laktat,
peningkatan ventilasi dan pembentukan CO2tetap berimbang sehingga CO2
alveolus dan darah arteri hampir tidak berubah (pendaparan isokapnia) oleh adanya
hiperventilasi, PO2 alveolus akan meningkat. Dengan bertambahnya akumulasi
asam laktat, peningkatan ventilasi melampaui pembentukan CO2 sehingga Pco2
alveolus dan Pco2 darah arteri berkurang. Penurunan Pco2 darah arteri merupakan
kompensasi pernapasan pada asidosis metabolik yang terjadi akibat kelebihan asam
laktat. Peningkatan ventilasi tambahan akibat asidosis bergantung pada glomus
karotikus dan hal ini tidak terjadi bila glomus karotikus di angkat. Frekuenmsi
pernapasan setelah aktivitas fisik di hentikan tidak akan mencapai nilai basal
sampai utang O2 di lunasi. Keadaan ini dapat berlangsung hingga 90 menit.
Rangsangan untuk ventilasi setelah beraktivitas fisik bukanlah Pco2 darah arteri,
yang biasanya normal atau rendah, maupun Po2 darah arteri, yang umumnya
normal atau ntinggi, namun melalui peningkatan konsentrasi H+ akibat asidemia
laktat. Besar utang O2 setara dengan jumlah konsumsi O2 di atas konsumsi basal
mulai dari saat berhentinya aktivitas fisik sampai kembalinya tingkat konsumsi O2
ke nilai sebelum beraktivitas. Sewaktu utang O2 di lunasi, konsentrasi O2 di
mioglobin otot sedikit meningkat. ATP dan fosforilkreatin disintesis kembali, dan
asam laktat berkurang. Sekitar 80% asam laktat di ubah menjadi glikogen dan 20%
sisanya di metabolismemenjadi CO2 dan H2O. Karena tambahan CO2 di hsilkan oleh
pendaparan asam laktat saat melakukan aktivitas fisik berat, nilai R meningkat
sampai 1,5-2,0. Setelah aktivitas berhenti, sewaktu utang O2 sedang di lunasi, nilai
R turun mencapai 0,5 atau lebih rendah.
Pada saat latihan fisik dimulai, ventilasi alveolus dengan segera meningkat
tanpa didahului oleh peningkatan PCO 2 arteri. Alasan yang diduga adalah bahwa,
ventilasi mendahului peningkatan pembentukan karbondioksida dalam darah,
sehingga otak mengadakan suatu rangsangan antisipasi pernapasan pada
permulaan latihan, menghasilkan ventilasi alveolus ekstra bahkan sebelum
dibutuhkan. Namun setelah kira kira 30-40 detik, jumlah karbondioksida yang
dilepaskan ke dalam darah dari otot aktif hampir sama dengan peningkatan
kecepatan entilasi, dan PCO2 arteri kembali normal bahkan selama latihan
berlangsung.

Metabolisme Energi Saat Berolahraga


ATP + H2O ---> ADP + H + Pi

-31 kJ per 1 mol ATP

Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk
menresintesis molekul ATP dimana prosesnya akan dapat berjalan secara
aerobik maupun anearobik. Proses hidrolisis ATP yang akan menghasilkan
energi ini dapat dituliskan melalui persamaan reaksi kimia sederhana
sebagai berikut:
Di dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi
sebesar 31 kJ (7.3 kkal) serta akan menghasilkan produk lain berupa ADP
(adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat). Pada saat berolahraga,
terdapat 3 jalur metabolisme energi yang dapat digunakan oleh tubuh untuk
menghasilkan ATP yaitu hidrolisis phosphocreatine (PCr), glikolisis anaerobik
glukosa serta pembakaran simpanan karbohidrat,lemak dan juga protein.
Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan,
metabolisme energi akan berjalan melalui pembakaran simpanan
karbohidrat, lemak dan sebagian kecil (5%) dari pemecahan simpanan
protein yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan ATP (adenosine
triphospate). Proses metabolisme ketiga sumber energi ini akan berjalan
dengan kehadiran oksigen (O ) yang 2 diperoleh melalui proses pernafasan.
Sedangkan pada aktivitas yang bersifat anaerobik, energi yang akan
digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi
secara cepat ini akan diperoleh melalui hidrolisis phosphocreatine (PCr) serta
melalui glikolisis glukosa secara anaerobik. Proses metabolisme energi
secara anaerobik ini dapat berjalan tanpa kehadiran oksigen.
Proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menghasilkan ATP
dengan laju yang lebih cepat jika dibandingkan dengan metabolisme energi
secara aerobik. Sehingga untuk gerakan-gerakan dalam olahraga yang
membutuhkan tenaga yang besar dalam waktu yang singkat, proses
metabolisme energi secara anaerobik dapat menyediakan ATP dengan cepat
namun hanya untuk waktu yang terbatas yaitu hanya sekitar 90 detik.
Walaupun prosesnya dapat berjalan secara cepat, namun metabolisme
energi secara anaerobik ini hanya menghasilkan molekul ATP yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik (2 ATP
vs 36 ATP per 1 molekul glukosa).
Proses metabolisme energi secara aerobik juga dikatakan merupakan
proses yang bersih karena selain akan menghasilkan energi, proses tersebut
hanya akan menghasilkan produk samping berupa karbondioksida (CO 2 ) dan
air (H2O). Hal ini berbeda dengan proses metabolisme secara anaerobik yang
juga akan menghasilkan produk samping berupa asam laktat yang apabila
terakumulasi dapat menghambat kontraksi otot dan menyebabkan rasa nyeri

pada otot. Hal inilah yang menyebabkan mengapa gerakan gerakan


bertenaga saat berolahraga tidak dapat dilakukan secara kontinu dalam
waktu yang panjang dan harus diselingi dengan interval istirahat.
Secara ringkas, sistem metabolisme energi untuk menghasilkan ATP dapat
berjalan secara aerobic(dengan oksigen) dan secara anaerobik (tanpa
oksigen). Kedua proses ini dapat berjalan secara simultan di dalam tubuh
saat berolahraga. Pada aktivitas-aktivitas olahraga yang membutuhkan
energi besar dalam waktu yang cepat atau pada olahraga dengan intenistas
tinggi. Metabolisme energi akan berjalan secara anaerobik melalui hidrolisis
phosphocreatine (PCr) serta melalui proses glikolisis glukosa/glikogen otot.
Sedangkan pada cabang-cabang olahraga dengan intensitas rendah-sedang
yang memilki komponen aerobik tinggi seperti jogging, maraton, triathlon
atau juga bersepeda jarak jauh, metabolisme energi tubuh akan berjalan
secara aerobik dengan kehadiran oksigen melalui pembakaran simpanan
karbohidrat, lemak dan protein.
Pada olahraga beregu yang merupakan kombinasi antara aktivitas
intensitas tinggi dan aktivitas intensitas rendah, metabolisme energi juga
akan berjalan secara aerobik dan anaerobik dan juga menggunakan sumbersumber energi yang sama yaitu phospocreatine (PCr), karbohidrat, lemak
dan juga protein. Diantara semua bentuk simpanan energi yang terdapat di
dalam tubuh, simpanan karbohidrat dan lemak merupakan sumber nutrisi
utama yang akan digunakan untuk menyediakan energi bagi kontraksi otot.
Keduanya akan menjadi sumber energi utama bagi tubuh saat berolahraga
yang persentase kontribusinya terhadap produksi energi akan ditentukan
oleh intensitas olahraga serta lamanya waktu berolahraga.
Bentuk simpanan energi di dalam tubuh yang merupakan penentu
performa pada saat berolahraga yaitu simpanan karbohidrat dapat diproses
melalui 2 jalur metabolisme baik yaitu melalui pembakaran glukosa/glikogen
(secara aerobik) maupun melalui glikolisis glukosa/glikogen (secara
anaerobik) untuk menghasilkan ATP. Sedangkan simpanan lemak yang
terdapat di dalam tubuh hanya dapat diproses secara aerobik untuk
menghasilkan ATP, dimana proses ini juga akan membutuhkan ketersediaan
karbohidrat agar proses pembakarannya menjadi sempurna
Variabel-variabel terkait Oksigen dan Karbon dioksida selama Olahraga

VARIABEL TERKAIT O2 dan


CO2

PERUBAHAN

KOMENTAR

1. Pemakaian O2

Sangat meningkat

2. Produksi CO2

Sangat meningkat

3. Ventilasi alveolus

Sangat meningkat

4. PO2 arteri

Normal
atau
meningkat

sedikit

5. PCO2 arteri

Normal
menurun

sedikit

6. Penyaluran O2 ke otot

Sangat meningkat

7. Ekstrasi O2 oleh otot

Sangat meningkat

atau

Otot
yang
aktif
mengoksidasi
molekul
nutrien lebih cepat untuk
memenuhi
peningkatan
kebutuhan energinya
Otot
yang
lebih
aktif
melakukan
metabolisme
memproduksi lebih banyak
CO2
Melalui mekanisme yang
belum
sepenuhnya
dipahami, ventilasi alveolus
mengimbangi atau bahkan
sedikit
melebihi
peningkatan
kebutuhan
metabolisme
selama
olahraga
Walaupun pemakaian O2
dan produksi CO2 sangat
meningkat,
ventilasi
alveolus mengimbangi atau
bahkan
sedikit
melebihi
peningkatan
kecepatan
pemakaian O2 dan produksi
CO2
Walaupun pemakaian O2
dan produksi CO2 sangat
meningkat,
ventilasi
alveolus mengimbangi atau
bahkan
sedikit
melebihi
peningkatan
kecepatan
pemakaian O2 dan produksi
CO2
Walaupun PO2 arteri tetap
normal, penyaluran O2 ke
otot
sangat
meningkat
karena peningkatan aliran
darah
ke
otot
melalui
peningkatan curah jantung
dan vasodilatasi lokal di
otot-otot aktif
Peningkatan pemakaian O2
menurunkan PO2 di tingkat
jaringan,
yang
menyebabkan lebih banyak
O2 yang dibebaskan dari
hemoglobin,
hal
ini
ditinkatkan
oleh
peningkatan PCO2 , H+ , dan

suhu
8. Pengurangan
otot

CO2 dari

Sangat meningkat

9. Konsentrasi H+ arteri
Olahraga ringan sampai
sedang

Normal

10. Konsentrasi H+ arteri


Olahraga berat

Peningkatan sedang

Aliran
darah
yang
meningkat
ke
otot
mengurangi kelebihan CO2
yang
dihasilkan
oleh
jaringan yang melakukan
metabolisme lebih aktif
Karena CO2 penghasil asam
karbonat di dalam darah
arteri
dijaga
konstan,
konsentrasi H+ arteri tidak
berubah
Pada olahraga berat, ketika
otot
mengandalkan
metabolisme
anaerob
terjadi penambahan asam
laktat ke darah

d. Mekanisme difusi pada saat exercise


Kapasitas difusi mengalami peningkatan beberapa kali lipat antara keadaan
istirahat dan keadaan latihan maksimum. Alasan ini berasal dari fakta bahwa darah
yang melaui banyak kapiler paru-paru mengalir sangat lambat atau bahkan diam
pada keadaan istirahat, sedangkan pada latihan maksimum, peningkatan aliran
darah melalui paru menyebabkan semua kapiler paru-paru mendapat perfusi pada
tingkat maksimum, sehingga menyediakan daerah permukaan yang jauh lebih
besar tempat oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru-paru. Lalu atlet yang
memerlukan jumlah oksigen per menit lebih banyak memiliki kapasitas difusi lebih
tinggi. Akan tetapi penyebab kapasitas difusi yang meningkat belum diketahui
apakah menyangkut prisedur latihan atau hal lain.
Perubahan jaringan
Penyerapan O2
maksimum saat beraktivitas fisik di batasi oleh kecepatan
maksimum pengangkutan O2 menuju mitokondria di otot yang sedang bekerja.
Namun, pada keadaan normal keterbatasan ini bukan di sebabkan oleh kekurangan
ambilan nO2 di paru, dan hemaglobin dalam darah arteri tetap bersaturasi
meskipun sedang melakukan aktivitas fisik berat. Saat beraktifitas fisik, otot yang
bekerja menggunakan lebih banyak O2 sehingga PO2 darah di otot berkurang , dan
pelepasan O2 dari hemaglobin meningkat. Karena dilatasi jalinan kapiler otot yang
berkontraksi dan bertambahnya kapiler yang terbuka, jarak rata-rata antara darah
dengan sel jaringan sangat berkurang.
Toleransi olahraga

Apa yang menentukan jumlah maksimal olahraga yang dapat di lakukan oleh
seseorang? Toleransi olahraga memiliki dimensi waktu dan intensitas.
Contohnya, seorang pria muda bugar dapat menghasilkan daya listrik pada
sebuah sepeda sekitar 700 watt untuk 1 menit, 300 watt untuk 5 menit, dan
200 watt untuk 40 menit. Selama ini di katakan bahwa faktor-faktor yang
membatasi kinerja dalam berolahraga adalah kecepatan penyaluran O 2 ke
jaringan atau kecepatan masuknya O 2 ke dalam tubuh melalui paru. Faktorfaktor ini berperan, tetapi faktor lain juga berperan dan olahraga akan
berhenti jika perasaa lelah (fatique) berkembang menjadi perasaan payah
(exhaustion). Kelelahan terjadi sebagian akibat terbombardirnya otak oleh
impuls saraf dari otot, dan penurunan pH darah akibat asidosis laktat juga
menyebabkna orang merasa lelah. Demikian juga peningkatan suhu tubuh,
dispnea dan mungkin sensasi tak nyaman yang ditimbulkan oleh aktivasi
reseptor J paru.

E.

MEKANISME DIFUSI DAN PERFUSI

Selama exercise terjadi peningkatan aliran darah dan ventilasi alveolus


sehingga menyebabkan peningkatan kapasitas difusi O2.
Perubahan Kapasitas Difusi O2 Selama Kerja
Kapasitas difusi oksigen adalah suatu ukuran kecepatan berdifusinya oksigen
dari alveoli paru ke darah.
Selama kerja berat kapasitas difusi O2 meningkat pada pria dewasa muda
sampai maksimal kira-kira 65 ml/ menit /mm Hg, tiga kali kapasitas difusi
pada keadaan istirahat, yang meningkatkan aliran darah paru dan ventilasi
alveolus. Peningkatan disebabkan pembukaan sejumlah kapiler paru yang
tadinya tidak aktif atau dilatasi ekstra pada kapiler yang telah terbuka
sehingga meningkatkan luas permukaan daerah dimana O2 dapat berdifusi.
Oleh karena itu selama kerja O2 darah ditakutkan tidak hanya oleh
peningkatan ventilasi alveolus tetapi juga dengsn memperbesar kapasitas
membran pernapasan untuk memindahkan O2 ke dalam darah.
Pengambilan O2 oleh Darah Paru Selama Kerja

Selama kerja berat tubuh seseorang membutuhkan 20 kali jumlah O2


normal. Karena adanya peningkatan curah jantung, lama penetapan darah
dalam kapiler yang dapat berkurang hingga menjadi kurang dari setengah
normal. Ada suatu faktor pengaman yang besar untuk difusi O2 melalui
membran paru, darah tersebut hampir sepenuhnya dijenuhkan dengan O2
ketika meninggalkan kapiler paru, yaitu :
-Kapasitas difusi oksigen meningkat kira-kira hampir tiga kali lipat
selama kerja fisik yang merupakan akibat dari meningkatnya daerah
permukaan kapiler yang berperan dalam difusi serta rasio ventilasiperfusi yang makin mendekati ideal di bagian atas paru.
-Darah menjadi hampir sepenuhnya tersaturasi dengan oksigen pada
saat melalui sepertiga kapiler paru dan ada sedikit penambahan
oksigen yang masuk ke dalam darah selama dua pertiga akhir dari
perpindahannya.
Transpor O2 Selama Kerja Berat
Pada kerja berat, sel-sel otot memakai oksigen dengan sangat cepat,
yang pada keadaan ekstrem dapat menyebabkan PO2 cairan Interstisial
turun serendah 15 mm Hg. Pada tekanan ini hanya 4,4 mm Hg oksigen yang
tetap berikatan dengan Hb pada setiap 100 ml darah.
Dengan demikian 19.4ml - 4.4ml atau 15 ml merupakan jumlah total
oksigen yang ditranspor oleh setiap 100 ml darah, sehingga jumlah oksigen
yang ditranspor dalam setiap volume darah yang mengalir melalui jaringan
menjadi tiga kali jumlah normal.
Bila kita mengingat bahwa curah jantung dapat juga meningkat enam
sampai tujuh kali normal pada pelari marathon yang terlatih baik, akan
memberikan hasil dua puluh kali peningkatan transpor O2 ke dalam jaringan,
sehingga PO2 otot seringkali turun sampai sedikit di bawah normal.
Koefisien penggunaan prosentase darah yang melepaskan O2 sewaktu
melewati kapiler jaringan disebut koefisien penggunaan. Nilal normalnya

mendekati 25%. Selama kerja berat koefisien penggunaan pada seluruh


tubuh dapat meningkat sampai 75-85%.

Metabolisme energi

1. GLukosa yang berasal dari intestinum dan Glukosa yang berasal dari Hepar,
berdasar reaksi pemecahan Glikogen menjadi glukosa oleh hormon insulin
masuk ke darah kemudian masuk ke muskulus.Didalam muskulus, apabila
dalam masa istirahat, maka glukosa akan kembali menjadi Glikogen oleh
hormon glukagon, sementara apabila dalam masa kerja, Glukosa akan masuk
ke dalam proses glikolisis dan respirasi an aerob membentuk asam piruvat
yang akan menghasilkan Asetil CoA lalu masuk ke proses Fosforilasi oksidatif
& Silklus asam sitrat. Dalam proses ini, dibutuhkan Oksigen yang berasal dari
Pulmo dalam proses inspirasi, lalu masuk ke darah dan masuk ke muskulus
lalu masuk ke reaksi ini, yang menghasilkan karbon dioksida yang akan
keluar melalui darah,lalu ke pulmo yang akan keluar melalui proses ekspirasi.
2.

Dari pembentukan asam piruvat oleh proses glikolisis, dibentuk pula Asam
laktat pada proses respirasi anaerob yang kemudian asam laktat masuk ke
darah, lalu kembali ke Hepar untuk di ubah menjadi asam piruvat lalu diubah
lagi menjadi glukosa yang akan masuk ke darah seperti siklus no.1.

3.

Sementara itu, di dalam jaringan adiposa, terdapat lipid yang akan dipecah
menjadi gliserol dan asam lemak, dimana gliserol tersebut akan masuk ke
Hepar, lalu akan kembali membentuk glukosa yang akan masuk ke darah dan
selanjutnya seperti siklus no.1, sedangkan asam lemak akan masuk ke darah,
lalu masuk ke dalam muskulus yang akan bereaksi dengan
Trigliseroldehida menghasilkan Asetil CoA dan masuk ke reaksi fosforilasi
oksidatif dan siklus asam sitrat, lalu terjadi proses seperti akhir siklus no.1.

4.

Dari reaksi glikolisis hingga fosforilasi oksidatif dan siklus asam sitrat,
dihasilkan ATP, yang apabila tidak digunakan akan diubah menjadi ADP,
sedangkan ADP tersebut, apabila bereaksi dengan Fosfor inorganik akan
menghasilkan ATP kembali.

5.

ATP tersebut, akan menghasilkan Myosin ATPase yang akan digunakan untuk
berkontraksi dan Ca-ATPase yang akan digunakan untuk berelaksasi.

6.

ATP kemidian akan bereaksi dengan kreatin yang kemudian pada saat
istirahat, akan terbentuk reaksi antara kreatin dan fosfor organik
menghasilkan (Pcr) lalu bereaksi dengan ADP, bila Berkontraksi, akan terjadi
pemecahan Menjadi kreatin yang akan kembali seperti awal siklus ini.

F.

PEMBENTUKAN ENERGI AEROB DAN ANAEROB

CADANGAN ENERGI
Pada

saat

kita

melakukan

olahraga

maka

kita

pastinya

akan

membutuhkan cadangan energi , cadangan energi yang terdapat pada tubuh


kita berasal dari tiga jenis yaitu:
1. Sistem energi fosforkreatinin-kreatin
Fosfokreatinin adalah senyawa kimia yang memepunyai ikatan fosfat
yang berenergi tinggi. Senyawa ini dapat dipecah menjadi kreatin dan
ion fosfat dan sewaktu dipecah maka akan melepaskan energi dalam
jumlah besar. Sebenarnya, ikatan fosfaat yang berenergi tinggi dari
fosfokreatinin mempunayai energi yang lebih banyak dibandingkan
dengan ATP. 10.300 kalori per mol dibandingkan dengan 7.300. oleh
karena itu, fosfokreatinin dapat dengan mudah menyediakan energi
yang cukup untuk membentuk kembali ikatan fosfat berenergi tinggi
dari ATP. Suatu karateristik khusus dihantarakan oleh fosforkreatinin ke

Atp aldalah bahwa penghantaran tersebut terjadi dalam waktu yang


sangat singkat. Oleh karaena itu, semus energi yang disimpan dalam
fosfokreatinian otot dengan segera akan tersedia untuk kontaraksi
otot, seperti enegri yang diseimpan pada ATP. Jumlah gabungan dari
sel ATP dan sel fosfokreatinin disebut sistem energi foffogen.
Keduanya. Bersama-sama dapat menyediakan daya otot maksimal
selama 8-10 detik, Hmpir cukup untuk lari 100 meter. Jadi energi dari
sistem fosfogen digunakan untuk ledakan singkat tenaga otot Yng
maximum.
2. Sistem glikogen-asam laktat
Glikogen yang disimpan didalam otot dapat dipecah menjadi glukosa
dan glukosa tersebut kemudian digunakan untuk energi. Tahap awal
dari proses ini, yang disebut glikolisis, terjadi tanpa penggunaan
oksigen yang disebut glikolisis, terjadi tanpa penggunaan oksigendan
disebut juga sistem metabolisme anaerobik. Selama glikolisis. Setiap
molekual glukosa dipecah menjadi dua molekul asam piruvat dan
eenergi dilepas untuk membentuk empata mol ATP untuk setisp
molekul glukosa asal. Baiasanya, asam piruvat akan masuk kedalam
mitokondria sel otot dan bereaksi dengan oksigen untuk memebentuk
lebih banyak molekul ATP. Akan tetapi, bila tidak cukup banayak
oksibenyang cukup untuk melangsungkan metabolisme glukosa tahap
kedua atau tahap oksidatif ini, sebagian asam piruvata akan diubah
menjadi asam laktat, yang berdifusi keluar dari sel otot masuk kedalam
cairan intersitial dan darah.karateristik lain glikogen-asam laktat
adalah bahwa sistem ini dapat membentuk molukul ATP kira-kira 2,5
kali lebih cepat daripada yang dilakukan oleh mekanisme oksidatif
mitokondria. Mekanisme glikolisis anaerob ini dapat digunakan sebagai
sumber energi yang cepat. Akan tetapi sistem ini hanya stengak kali
lebih cepat dibandingkan dengan sistem fosfagen.
3. Sistem aerobik

Oksidasi bahan makanan didalam mitokondria untuk menghasilkan


energi bahan makanannya seperti glukosa, asam amino, asam pirivat
bahan-bahan ini digunakan sebagai cadangan energi biala kedua
cadangan yang teratas yaitu fosfokreatini habis lalu dilanjutkan
dengan glikogen dan kalau glikogen habis barulah energi ini
digunakan.

1.B FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPIRASI


EXERCISE
1. Refeks Gerak Tubuh
Reseptor-reseptor di sendi dan otot yang tereksitasi selama kontraksi
otot akan secara refeks merangsang pusat pernapasan dan dengan cepat
meningkatkan ventilasi, bahkan gerakan pasif anggota badan (misalnya,
orang yang melakukan feksi ektensi lutut, dapat meningkatkan ventilasi
beberapa

kali

lipat

melalui

pengaktifan

reseptor-reseptor

tersebut,

walaupun sebenarnya tidak terjadi olahraga.


2. Peningkatan Suhu Tubuh
Banyak energi yang dihasilkan selama kontraksi otot-otot. Selain
energi juga menghasilkan panas karena aktivitas dari otot-otot tersebut.
Mekanisme pengeluaran panas itu melalui pengeluaran keringat, tetapi
terkadang mekanisme ini masih tidak mampu mengimbangi peningkatan
produksi panas yang disebabkan oleh aktivitas otot sehingga suhu tubuh
itu sering sedikit meningkat selama olahraga. Karena peningkatan suhu
tubuh itu, akan merangsang peningkatan ventilasi pernapasan.

3. Pengeluaran Epinefrin
Hormon ini dihasilkan oleh medulla ginjal yang mana kadarnya 80% di
dalam tubuh. Hormon ini mampu berikatan dengan reseptor adrenergik
dan 2 (terdapat otot). Epinefrin ini hanya berfungsi atas perintah sistem
saraf simpatis. Epinefrin ini memiliki pengaruh baik secara umum maupun
spesifik (pernapasan).

Untuk yang spesifik, peningkatan suhu lokal (otot) yang berasal dari
aktivitas otot dan akan membentuk panas. Panas ini akan mempercepat
reaksi kimia dalam jaringan otot. Termasuk reaksi-reaksi yang bergantung
pada O2. Hormon epinefrin ini akan meningkatkan konsumsi O 2 selama
olahraga. Pengambilan O2 ini akan kembali normal setelah hormon
epinefrin kembali normal.
Untuk secara umum,

akan

meningkatkan

kecepatan/kekuatan

kontraksi jantung, curah jantung, dan akan meningkatkan tekanan darah


arteri sehingga mendorong darah ke organ-organ yang paling vital untuk
menghadapi keadaan darurat. Selain itu juga akan menyebabkan dilatasi
saluran napas untuk mengurangi resistensi yang dihadapi saluran napas
saat udara keluar masuk paru. Selain itu, hormone epinefrin juga
meningkatkan kadar glukosa dalam darah dengan berbagai cara tetapi
karena terdapat perbedaan enzim antara hati dengan otot, maka glikogen
tidak dapat diubah langsung menjadi glukosa.

hati
Glikogen di
Asam
glukosa
otot dari Korteks Serebrum
laktat
4. Impuls
Pada permulaan olahraga, daerah-daerah motorik korteks serebrum
diperkirakan secara simultan merangsang neuron pernapasan medulla
dan mengaktifkan neuron-neuron motorik otot. Hal ini juga berlaku pada
penyesuaian kardiovaskuler yang dimulai pada korteks motorik. Dengan
cara ini, daerah motorik otak, menigkatkan aktivitas ventilasi dan sirkulasi
untuk menunjang aktivitas fisik yang segera dimulai.

5. Faktor Humoral
Pada kebanyakan gerak badan, faktor saraf merangsang pusat
pernapasan dalam tingkat yang hampir tepat untuk menyuplai kebutuhan
oksigen tambahan untuk gerak badan tersebut dan untuk mengeluarkan
CO2 ekstra. Tetapi kadang impuls saraf terlalu kuat atau terlalu lemah
sehingga faktor humoral yang memegang peranan penting dalam
melakukan penyesuaian pada akhir pernapasan dengan tujuan untuk

mempertahankan konsentrasi CO2 dan konsentrasi ion hidrogen cairan


tubuh sedekat mungkin ke angka normal.
6. Emosi (sistem limbik)
Ventilasi dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak berkaitan
dengan kebutuhan pasokan O2 maupun pengeluaran CO2. Modifikasi dari
bernapas secara involunter juga terjadi selama ekspirasi pada berbagai
keadaan emosional. Modifikasi ini dicetuskan oleh emosi yang diperantarai
oleh hubungan-hubungan antara sistem limbik (yang bertanggung jawab
untuk emosi) dan pusat pernapasan.

2.PERBEDAAN ATLET DAN NON ATLET


Pada orang yang terbiasa melakukan exercise, aktivitas neurogenik
mampu memberikan sinyal yang proposional ke pusat pernapasan untuk
mengatur pernafasan dan ke otak untuk kemudian mengatur kontaksi
otot-otot yang bekerja ketika exercise. Di samping itu, orang yang
terbiasa melakukan exercise, penghantaran impulsnya menjadi tidak
terhambat, karena sinaps-sinapsnya terhubung dengan baik, akibat
exercise yang continue.
ATLET
-

Kap 4000 ml/menit


Marathon : 5000ml/menit

VO2 : 10% > tidak latihan


Marathon : 45% > tdak latihan
Difusinya 3x lebih banyak
perfusi juga meningkat, kapiler

fungsinya maksimal
Serabut otot lebih banyak

BUKAN ATLET
-

Kap. 3000 ml / menit


VO2 : lambat
Serabut ototnya kurang
Penumpukan asam laktat

banyak
Penampungan kurang

Perubahan yang terjadi pada otot-otot rangka seorang atlet adalah


peningkatan

jumlah

mitokondria

dan

enzim

yang

berperan

dalam

metabolisme oksidatif. Jumlah kapiler meningkat sehingga distribusi darah ke


otot lebih baik. Efek akhirnya ekstrasi oksigen lebih sempurna akibatnya
untuk beban kerja yang sama pembentukan laktat jadi menurun. Olahraga
aerobik yang teratur dapat meningkatkan volume oksigen maksimum (VO 2
)dengan membuat jantung dan system respirasi lebih efisien sehingga

max

penyaluran oksigen ke otot yang aktif lebih besar dan pembentukan asam
laktat lebih sedikit.
Otot yang dilatih makin mampu menggunakan oksigen yang disalurkan
agar lebih efisien. Volume

oksigen maksimum sama dengan hasil curah

jantung maksimum dan extrasi

oksigen maksimum oleh jaringan (dapat

ditingkatkan dengan latihan). Volume maksimum dapat berkurang pada


orang yang jarang melakukan latihan fisik. Ketika seseorang sering
melakukan latihan fisik, otaknya juga akan menghasilkan impuls yang lebih
efisien.
Kekuatan

otot

pada

seorang

atlet

sebenarnya

ditentukan

oleh

ukurannya, hal ini berdasar kepada daya kontraktilitas otot maksimum yaitu
3 atau 4 kg/cm2 dari daerah potongan melintang otot. Seorang atlet
cenderung mengalami pengembangan otot yaitu peningkatan jumlah serat
dan diameter serat otot.
Perbedaan Pernapasan Pada Orang yang Terlatih Berolahraga dengan
yang Tidak

Perbedaan
a. Difusi

Terbiasa / Atlet
Untuk :
a. Perenang:

Tidak Terbiasa
Istirahat :23ml/menit
71 Latihan Maksimum: 48

ml/menit
b. Skater: 64 ml/menit
c. Pendayung:80
ml/menit

ml/menit

b.
c.
d.
e.

Perfusi
Sel Darah Merah
Curah Jantung
Ventilasi

f. Kapasitas Vital

25 mmHg
Banyak
30L/menit
ERV>1100

40mmHg
Sedikit
23L/ menit
ERv=1100

IRV>3000
Max
:
92

IRV=3000
Pria

ml

O2

/kg/menit

: 25-45ml

O2/kg/menit

Sprinter : 65-85 ml O2 Wanita : 20%-25%


/kg/menit
Sepakbola : 45-65 ml O2
/kg/menit

a.ADAPTASI
Mekanisme Hiperbarik
Bila seseorang turun ke dalam laut, tekanan di sekitarnya sangat meningkat.
Untuk menjaga paru-paru agar tidak kolaps, udara juga harus disuplai dengan
tekanan tinggi. Di atas batas tertentu, tekanan tinggi ini dapat menyebabkan
perubahan besar dalam fisiologi tubuh, keadaan ini dinamakan Hiperbarik.
Satu kolom air laut dengan kedalaman 33 kaki akan menghasilkan tekanan di
bagian dasar yang sama besar dengan tekanan atmosfer di atas laut. Seperti yang
terlihat pada gambar,seseorang yang berada pada kedalaman 33 kaki di bawah
permukaan laut, akan mendapatkan tekanan sebesar 2 atmosfer, tekanan 1
atmosfer disebabkan oleh berat udara di atas permukaan laut dan tekanan 1
atmosfer lagi berasal dari berat air itu sendiri.

Volume yang diberikan oleh sejumlah gas yang terkompresi


berbanding terbalik dengan tekanannya. Prinsip fisika ini disebut Hukum Boyle,
merupakan hukum yang sangat penting pada fisiologi penyelaman karena tekanan
yang meningkat dapat menyebabkan rongga udara dalam tubuh penyelam menjadi
kolaps, terutama paru, dan sering menyebabkan kerusakan yang serius.
-

Mekanisme Hipobarik

Manusia telah naik makin tinggi dalam penerbangan, dalam mendaki gunung,
dan dalam pesawat ruang angkasa, sehingga kita perlu memahami efek-efek
hipobarik meliputi hipoksia, dan efek faktor fisik dari tempat tinggi.
Pada ketinggian permukaan laut, tekanan barometik adalah 760 mmHg, pada
ketinggian 10.000 kakihanya 523 mmHg dan pada 50.000 kaki adalah 87 mmHg.
Penurunan tekanan baroimetik ini merupakan penyebab dasar semua persoalan
hipoksia pada fisiologi tempat tinggi, karena seiring terjadinya penurunan tekanan
barometik akan terjadi juga penurunan tekanan oksigen parsial secara proporsional,
sehingga tekanan oksigen selalu tetap dari waktu ke waktu, yaitu sedikitnya 21 %
dari tekanan barometik total-pada ketinggian permukaan laut, PO 2 bernilai sekitar
159 mmHg, tetapi pada ketinggian 50.000 kaki hanya 18 mmHg.

Di tempat tinggi, CO2 tetap dikeluarkan dari pembuluh darah ke alveolus, uap air
juga mengalir dari saluran nafas ke alveolus sehingga mengencerkan O 2 & N2 dalam
alveolus sehingga menurunkan konsentrasi oksigen.
CO2 dan uap air di alveolus penting pada tempat tinggi karena tekanan
barometer total turun ke tingkat rendah sedang tekanan C0 2 & uap air tidak turun
sepadan. Bila kedua tekanan gas ini makin dominan, berakibat ruang yang tersedia
bagi O2 semakin sedikit. Hal ini sangat menyulitkan saat bernafas pd tekanan < 100
mmHg dlm waktu lama, kecuali bila menghirup O2 murni.
Penyesuaian Diri Terhadap PO2 yang Rendah ( aklimatisasi ) :
1. Meningkatnya ventilasi paru-paru.
- akut max 65%, kronik : 5-7x normal hilangnya inhibisi terhadap pusat
pernafasan setelah 3-5 hari hipoksia
2.

Peningkatan Hb selama penyesuaian.

Hipoksia : peningkatan produksi sel darah merah. Hb meningkat 50-90% :


proses lambat (berbulan-bulan )

Hb dari normal 15 gr% jadi 22 gr%

Volume darah meningkat 20-30%


3. Meningkatnya kapasitas difusi selama aklimatisasi.
Peningkatan ini disebabkan :
- peningkatan vol darah kapiler paru yang mengembangkan kapiler &
meningkatkan luas permukaan difusi O2
peningkatan volume paru memperbesar luas permukaan membran
alveolus.
-

- peningkatan tekanan arteri pulmonalis.


4. Sistem sirkulasi aklimatisasi - meningkatnya vaskularisasi.
Curah jantung meningkat 20- 30% akut kembali normal dlm beberapa
hari, vaskularisasi organ tertentu spt kulit & ginjal berkurang, sedangkan
aliran ke otot, jantung, & otak yg
memerlukan O 2 dlm jumlah besar
meningkat
4. Diduga manusia yg telah adaptasi memakai O 2 dg lebih efektif daripada
yang rekan lainnya pada tempat setinggi permukaan laut. Dugaannya krn
sistem mitokondria & enzim oksidatif sel tertentu sedikit lebih banyak
daripada penghuni tempat setinggi permukaan laut

3.VOLUME DAN CAPASITAS PARU


Volume dan Kapasitas Paru
1. Volume
Volume Tidal : volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali
bernafas normal ( 500 ml pada lelaki dewasa)

Volume Cadangan Inspirasi : volume udara ekstra yang dapat


diinspirasi setelah dan diatas volume tidal bila dilakukan inspirasi normal

( 3000 ml)
Volume Cadangan Ekspirasi : volume udara ekstra maksimum yang
dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal

( 1100 ml)
Volume Residu : volume udara yang masih tetap berada dalam paru
setelah ekspirasi paling kuat ( 1200 ml)

2. Kapasitas
Kapasitas Inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume
cadangan inspirasi.Ini adalah jumlah udara 3500 ml dan dapat dihirup
oleh seseorang dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan

paru sampai jumlah maksimum.


(VT + VCI)
Kapasitas Residu Fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi
ditambah dengan volume residu, ini adalah jumlah udara yang tersisa

dalam paru pada akhir ekspirasi normal 2300 ml. (VR + VCE)
Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan nspirasi ditambah
volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara
maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru setelah terlebih
dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkan

sebanyak-banyaknya 4600 ml. (KI + VCE)


Kapasital Paru Total adalah volume

maksimum

yang

dapat

mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin


5800 ml. Jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume
residu. (KI + KRV)

Anda mungkin juga menyukai