Anda di halaman 1dari 6

HIPERURISEMIA, GOUT

Hiperurisemia adalah istilah kedokteran yang berarti kondisi kadar asam urat dalam darah
melebihi “normal” yaitu lebih dari 7,0 mg/dl. Hiperurisemia terjadi akibat meningkatnya
produksi atau menurunnya pembuangan asam urat, atau kombinasi dari keduanya. Kondisi
menetapnya hiperurisemia menjadi predisposisi (faktor pendukung) seseorang mengalami
radang sendi (gouty arthritis), batu ginjal, dan gangguan ginjal.

Etiologi hiperurisemia
Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan menjadi

hiperurisemia primer, sekunder, dan idiopatik. Hiperurisemia dan gout primer disebabkan
bukan dari penyakit atau penyebab lain sedangkan hiperurisemia sekunder disebabkan oleh
penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas
penyebab primer, kelainan genetik, dan tidak ada kelainan anatomi, fisiologi yang jelas.

Hiperurisemia primer dapat terjadi akibat produksi yang berlebih atau sekresi yang
berkurang. Produksi berlebih dapat diakibatkan asupan yang berlebihan (eksogen) atau
endogen sedangkan seksresi berkurang biasanya diakibatkan oleh gangguan sekresi di ginjal.
Pada umumnya penyebab hiperurisemia dan gout adalah sekresi berkurang (80%-90%),
tetapi tidak jarang dikombinasikan dengan asupan purin yang berlebih (10%-
20%). Hiperurisemia karena sekresi yang berkurang kemungkinan disebabkan oleh faktor
genetik.

Faktor yang mempengaruhi pengurangan sekresi urat adalah alkoholisme, obesitas, dan
keracunan timah. Pada alkoholisme, terjasi perubahan keseimbangan antara piruvat dan
laktat di dalam plasma meningkat dan ekspresi urat akan menurun. Selain itu, pada
alkoholisme juga terjadi degradasi berlebih nukleotida adenin, sehingga terjadi produksi
berlebih asam urat. Pada obesitas juga terjadi penurunan eksresi urat melalui ginjal, tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti. Keadaan ini akan makin berat ketika disertai
peningkatan asupan purin dan alkohol. Pada keracunan timah hitam, sekresi urat yang
menurun dihubungkan lewat nefropatinya.

Faktor resiko Hiperuresemia


Faktor risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat adalah pola makan,
kegemukan, dan suku bangsa.

• Suku Bangsa
Di dunia, suku bangsa yang paling tinggi prevalensinya pada orang Maori di Australia.
Prevalensi orang Maori terserang penyakit asam urat tinggi sekali, sedangkan di Indonesia
prevalensi tertinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado-
Minahasa karena kebiasaan atau pola makan ikan dan mengonsumsi alkohol.

• Konsumsi Alkohol
Alkohol menyebabkan pembuangan asam urat lewat urine itu ikut berkurang sehingga asam
uratnya tetap bertahan di dalam darah. Konsumsi ikan laut yang tinggi juga mengakibatkan
asam urat.

• Pola Makan
Asupan yang masuk ke tubuh juga memengaruhi kadar asam urat dalam darah. Makanan yang
mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat. Purin yang tinggi
terutama terdapat dalam jeroan, sea food: udang, cumi, kerang, kepiting, ikan teri. Kalau
menurut hasil pemeriksaan laboratorium kadar asam urat terlalu tinggi, kita perlu
memperhatikan masalah makanan. Makanan dan minuman yang selalu dikonsumsi apakah
merupakan pemicu asam urat. Pada orang gemuk, asam urat biasanya naik sedangkan
pengeluarannya sedikit. Maka untuk keamanan, orang biasanya dianjurkan menurunkan berat
badan.

Komplikasi Hiperurisemia

1. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)


Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout). Atritis gout akut
dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak
pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis gout. Gejala klinis dari Gout
bermacam-macam, yaitu, hiperurisemia tak bergejala, serangan akut gout, gejala antara
(intercritical), serangan gout berulang, gout menahun disertai tofus.
Patogenesis Gout
Pada umumnya, serangan akut arthritis gout disebabkan oleh pembentukan kristal MSUM.
Kristal MSUM yang dibentuk in vivo, biasanya akan dibungkus oleh protein. Bila
pembungkusnya adalah IgG maka IgG ini akan bereaksi dengan reseptor Fc pada permukaan
sel fagosit dan merangsang fagositosis dan fagolisosom. Enzim-enzim fagolisosomal akan
melepaskan IgG dari permukaan kristalnya akibatnya ikatan hidrogen pada permukaan sel
akan menyebabkan membranolisis fagolisosom. Pada proses ini akan dilepaskan berbagai
mediator inflamasi, seperti kemotaktik enzim lisosomal, eikosanoid, IL-1, IL-6, radikal
oksigen dan kolagenase. Produksi eukasinoid akan melepaskan protein-pengaktif fosfolipase
sehingga akan dilepaskan fosfolipase-A. Fosfolipase A akan berperan aktif dalam
pemecahan asam lemak dari membran fosfolipid dan proses ini hanya dapat dihambat oleh
kolkisin. Selain di bungkus dengan IgG, kristal MSUM juga dibungkus oleh apolipoprotein-E
yang diproduksi oleh sel-sel pelapis sinovial. Apo-E ternyata memiliki kemampuan untuk
menghambat fagositosis dan respon seluler akibat kristal MSUM.
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat dari ruang sinovia ke dalam
plasma hanya setengah air. Dengan demikian, konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti
MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dan plasma pada siang hari. Selanjutnya bila cairan
sendi diresorbsi waktu berbaring akan terjadi peningkatan urat lokal. Fenomena ini dapat
menerangkan terjadinya onset gout pada malam hari pada sendi yang bersangkutan.
Di ginjal dapat dibentuk dua macam kristal urat, yaitu kristal MSUM yang dapat terbentuk
pada PH fisologik dan kristal asam urat yang dapat terbentuk di saluran pengumpul
(collecting duct) bila PH urin turun. Di jaringan ginjal dapat dibentuk mikrotofi akibat gout
dan hiperurisemia. Konsentrasi asam urat yang tinggi di dalam urin dapat menyebabkan
nefropati obstruktif akibat pembentukan kristal asam urat yang berlebih. Sel-sel pelapis
tubulus dapat menfagositosis kristal MSUM dan asam urat dan mengakibatkan keadaan
patologik lokal di tempat itu. Keadaan ini sering terjadi pada sindrom lisis tumor.

Gambaran Klinis Arthritis Gout


Gambaran klinis arthritis gout dapat dibagi menjadi empat stadium yaitu hiperurisemia
asimptomatik, artritis gout akut, gout interkritikal, dan gout kronik bertofus. Pada
hiperurisemia asimptomatik terjadi peningkatan kadar asam urat darah tanpa disertai
gejala artritis, tofus maupun batu urat di kandung kemih. Pada pria biasanya stadium ini
muncul setelah puberitas, sedangkan pada wanita mucul pascamenopause. Stadium artritis
gout akut, ditandai oleh serangan artritis yang eksplosive disertai nyeri yang hebat,
kemerahan dan terasa panas. Serangan awal, 60% terjadi pada sendi MTP-1, dan pada
malam hari. Serangan ini akan mencapai puncaknya pada waktu singkat dan hilang sendiri
setelah 10 hari tanpa pengobatan.

Stadium gout interkritikal, merupakan interval diantara 2 serangan akut. Umumnya


serangan berikut terjadi setelah 6 bulan – 2 tahun setelah serangan pertama. Sifat
serangan ulangan adalah poliartikular, lebih berat, lebih lama, dan dapat disertai
demam. Pada bentuk artritis gout kronik bertofus, sudah didapatkan pembentukan tofus.
Biasanya tofus terbentuk setelah 11 tahun serangan pertama. Pembentukan tofus
dipengaruhi oleh kadar asam urat dalam darah, faktor setempat, dan fungsi ginjal. Pada
kadar asam urat kurang dari 9,1 mg/dl, tidak pernah ditemukan tofus; pada kadar 10-11
mg/dl ditemukan tofus minimal dan pada kadar > 11 mg/dl ditemukan tofus yang biasanya
pada tulang rawan, sinovial, tendon, dan sebagainya.

Laboratorium
Diagnosis pasti adalah bila ditemukannya kristal MSUM dalam cairan sendi. Dalam
pemeriksaan cairan sendi hanya dibutuhkan 1 tetes cairan sendi dan langsung dilihat
dibawah mikroskop cahaya. Kristal akan tampak terbentuk jarum intra atau ekstraseluler.
Cairan sendi pada penderita gouth akan menunjukan gambaran mikroskopik yang keruh
dengan jumlah leukosit 20.000-100.000/ml. Pemeriksaan kadar asam urat darah sangat
terbatas nilainya dalam diagnosis artritis gout, karena sering didapatkan kadar dalam batas
normal pada stadium akut. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kadar asam urat urin 24
jam. Bila kadar asam urat urin lebih dari 750-1000 mg/24 jam dengan diet biasa , hal ini
menunjukan adanya produksi asam urat yang berlebih.

Diagnosis
Untuk mendiagnosis artritis gout digunakan kriteria American Rheumatism Association
(ARA), yaitu:
1. terdapat kristal monosodium urat di dalam cairan sendi
2. terdapat kristal monosodium urat di dalam tofi,
3. Atau didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut ini :

a. Inflamasi maksimum pada hari pertama


b. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
c. Artritis monoartikular
d. Sendi yang terkena bewarna kemerahan
e. Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsalfalangeal 1
f. Serangan pada sendi tarsal unilateral
g. Adanya tofus
h. Hiperurisemia
i. Pada gambaran radiologik, tampak pembengkakan sendi asimetris
j. Pada gambaran radiologik, tampak krista subkortikal tanpa erosi
k. Kultur bakteri cairan sendi negatif
Penatalaksanaan
1. Pengobatan Fase akut
Kolkisin merupakan obat pilihan untuk mengatasi artritis gout akut. Obat ini mempunyai
efek penghambat motilitas dan asadesi netrofil, mengurangi pelepasan eikasinoid, PGE2,
dan LTB4 oleh monosit dan netrofil dengan cara menghambat fosfolipase-A2, mengubah
kemotaksis fagosit. Kolkisin diberikan 0,5 mg/jam sampai tercapainya perbaikan nyeri dan
inflamasi, atau timbul toksisitas gastrointestinal seperti muntah dan diare, atau tercapai
dosis maksimal per hari 8 mg. Pada orang dengan gangguan fungsi ginjal kolkisin harus
diturunkan

2. Pengobatan hiperurisemia
Diet rendah purin memegang peranan penting. Obat yang dapat menurunkan kadar asam
urat darah dibagi dua, yaitu golongan urikosurik dan golongan penghambat xantine-oksidase.
Obat golongan urikosurik yang penting adalah probenesid. Obat ini bekerja dengan cara
menghambat reabsorpsi asam urat di tubulus secara kompetitif, sehingga eksresi asam urat
melalui ginjal ditingkatkan. Dosis awalnya adalah 0,5 mg/hari dan secara berkala dapat
ditingkatkan menjadi 1-3 mg/hari dalam dosis terbagi 2-3 kali sehari. Obat golongan ini
tidak boleh diberikan bila produksi urin kurang dari 1400ml/24 jam. Pemberian ini
dikontraindikasikan bila terdapat produksi dan eksresi asam urat berlebih, riwayat batu
ginjal, volume urin berkurang, dan hipersensitif terhadap probenesid.
Obat golongan inhibitor xantine-oksidase (alopurinol) merupakan obat yang poten untuk
mencegah konversi hipoxantine dan xantin menjadi asam urat. Akibatnya kadar kedua zat
tersebut akan meningkat dan akan dibuang melalui ginjal.
Indikasi pemberian alopurinol adalah:
1. Penderita yang tidak memberi respon adekuat terhadap gol. Urikosurik, misalnya pada gg.
Fungsi ginjal.
2. Penderita yang hipersensitif terhadap gol.urikosurik
3. Penderita dengan batu urat di ginjal.
4. Penderita dnegan tofus yang besar, yang memerlukan perawatan kombinasi alopurinol
dengan urikosurik.
5. Hiperurisemia sekunder karena penyakit mieloproliperatif, dapat diberikan alupurinol
sebelum pemberian sitostatika.
Dosis rata-rata 300mg/hari, tetapi pada orang tua dan penderita dengan GFR di bawah
50m/menit, dapat dimulai dnegan dosis 100mg/hari.

2. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal


Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan
kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer.
Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada
suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu.
Gout dapat merusak ginjal sehingga pembuangan asam urat akan bertambah buruk.
Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel
ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan
asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal
kronik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mark F, Mahendra A. Uric Acid Nephropathy. 2007 Feb 1. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/244255-overview
2. Murray R, Granner D, Mayes P, Rodwell V. Harper’s Illustrated Biochemistry, Twenty-
Sixth Edition. In Rodwell, V. metabolism of purine & pyrimidine nucleotides. New York:
McGraw-Hill Companies; 2003. p. 293-302
3. Kasper D, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson L. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th Edition. In Wortmann, R. disorder of purine and pyrimidine
metabolism. New York: McGraw-Hill Professional; 2004
4. Harris M, Siegel L, Alloway J. Gout and Hyperuricemia. American Academy of Family
Physicians: 1999.
5. Mark DB, Mark AD, Smith CM. Basic MedicalBiochemistry: A Clinical Approach. Williams
& Wilkins. 1996. h.616-618.
6. Anonim. Asam Urat Penyakit Kaum Pria. [online]. 2008 Desember 28. Available from;
URL: http://komplemen.com/modules.php?name=News&file=print&sid=75
7. Pittman J, Pharm D, Bross M. Diagnosis and Management of Gout. American Academy of
Family Physicians. 1999.
8. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam. 2006. h.1213-1218

Anda mungkin juga menyukai