(GPDO)
OLEH:
0910313225
PEMBIMBING:
Prof. Dr. dr. Basjiruddin Ahmad, Sp.S (K)
Dr. Hj, Yuliarni Syafrita, Sp.S (K)
Definisi
Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan
peredaran darah ke otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik), atau secara cepat
(dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang
terganggu1.
Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai menifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada
gangguan vascular2.
Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua system, yakni system karotis dan system vertebral.
Arteri karotis interna, setelah memisah diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, dan akhirnya bercabang
dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, system ini memberi darah bagi
lobus frontalis, lobus parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis2.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masingmasing arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi
arteri basilaris, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri sereberi posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus
temporalis. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua system: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
dipermukaan hemisfer otak dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus
basalis lateralis, dan selanjutnya melalui vena jugularis dicurahkan menuju jantung. Sistem
karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi
darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer2.
Klasifikasi Stroke
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena
kawasan pendarahan suatu arteri tidak atau kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah darah tidak
dapat disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah.
Lesi yang terjadi dinamakan infark iskhemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik bila
arteri pecah1.
Stroke iskhemik secara patogenetis dapat dibagi menjadi1:
1.
2.
Stroke embolik, yaitu stroke iskhemik yang disebabkan oleh karena emboli yang
pada umumnya berasal dari jantung.
Di klinik stroke iskhemik dapat diklasifikasikan menurut manifestasi klinik sebagai 1:
1.
TIA (transient ischemic attack), yaitu semua gejala neurologis sembuh dalam 24
jam
2.
3.
4.
Complete stroke, yaitu gejala neurologis dari permulaan sudah maksimal (stabil).
Stroke hemoragik dibagi menjadi :
1.
2.
Faktor Resiko
Pada saat stroke terjadi maka pada umumnya telah ada penyakit lain yang mendahului
stroke tadi. Pencegahan stroke merupakan salah satu tujuan utama program kesehatan individual
maupun masyarakat. Pengenalan faktor resiko dan tindakan untuk menghilangkan atau
menurunkan berbagai akibat yang ditimbulkannya merupakan upaya utama untuk mengurangi
tingkat kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh stroke5.
Jenis-jenis faktor resiko dari stroke adalah (1,5):
1. Hipertensi
Hipertensi sistolik maupun diastolik merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik maupun
stroke hamoragik.
2. Diabetes melitus
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti penyakit jantunk rematik, penyakit jantung koroner dengan infark
miokard, dan aritmia kardiak merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik.
4. Gangguan aliran darah otak sepintas
TIA merupakan suatu faktor resiko untuk semua bentuk stroke
5. Hiperkolesterolemi
Hiperkolesterol dan peningkatan LDL merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik.
6. Infeksi
Tuberkulosa, malaria, sifilis dan leptospirosis marupakan faktor reiko untuk stroke iskemik
7. Obesitas
Obesitas ini bukan merupakan faktor resiko langsung untuk semua jenis stroke, tetapi tidak
langsung melalui gangguan jantung.
8. Merokok
9. Kelainan pembuluh darah otak
10. Lain-lain (usia, penyakit paru, penyakit darah, asam urat)
malformasi arteriovena (5%), asalnya primer dari perdarahan intraserebral (20%) dan cedera
kepala.6,7,8
subaraknoid perimesensefali terisolasi, terjadi sekitar 20% kasus dan memiliki prognosis baik
dengan komplikasi neurologik yang tidak umum.9
Epidemiologi
Sebanyak 46% pasien yang bertahan terhadap perdarahan subaraknoid menderita
gangguan kognitif jangka panjang yang mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup pasien.
Perdarahan subaraknoid memiliki karakter demografi, faktor resiko dan terapi yang berbedabeda. Perdarahan ini menyumbangkan 2-5% kasus stroke baru dan mempengaruhi 21.000 s/d
33.000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi perdarahan subaraknoid ini tetap
stabil selama 30 tahun terakhir dan meskipun bervariasi antar daerah, insidensi di dunia secara
keseluruhan adalah sekitar 10,5 kasus per 100.000 orang per tahun. Insidensi meningkat dalam
hal usia, yaitu rata-rata muncul pada usia 55 tahun. Resiko terjadi pada perempuan 1,6 kali lebih
banyak dibandingkan laki-laki, dan resiko untuk orang kulit hitam 2,1 kali lebih banyak
dibandingkan orang kulit putih. Rata-rata case fatality rate (CFR) atau tingkat kematian
perdarahan subaraknoid adalah 51% dengan setidaknya pasien yang bertahan hidup
memerlukan perawatan seumur hidup. Kebanyakan kematian terjadi dalam 2 minggu setelah
iktus dengan 10% terjadi sebelum pasien mendapat pengobatan medis dan 25% dalam 24 jam
setelahnya. Secara keseluruhan, perdarahan subaraknoid menyumbang 5% kematian akibat
stroke tetapi 27% dari tahun-tahun pasca-stroke berpotensi adanya kematian sebelum usia 65
tahun.9
Perdarahan subaraknoid harus selalu dicurigai pada pasien-pasien dengan gambaran tipikal
termasuk onset tiba-tiba sakit kepala berat (seringkali diakui pasien sebagai sakit kepala
terburuk yang pernah dirasakan) disertai mual, muntah, nyeri leher, fotofobia dan hilang
kesadaran. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya perdarahan retinal, meningismus,
kesadaran menurun dan tanda neurologik terlokalisir. Penemuan berikutnya biasanya berupa
kelumpuhan nervus III (aneurisma komunikans posterior), kelumpuhan nervus VI (peningkatan
tekanan intrakranial), kelemahan ekstremitas bawah bilateral atau abulia (aneurisma komunikans
anterior) serta kombinasi hemiparesis dan afasia atau visuospatial neglect (aneurisma arteri
serebri intermedia). Perdarahan retinal harus dibedakan dengan perdarahan pre-retinal pada
sindroma Terson yang mengindikasikan atas adanya peningkatan drastis tekanan intrakranial dan
hal ini dapat meningkatkan mortalitas.9
Tanpa adanya keluhan dan tanda klinis klasik, perdarahan subaraknoid dapat salah
didiagnosis (misdiagnosis). Frekuensi misdiagnosis dapat sampai 50% dari pasien-pasien yang
datang pertama kali ke dokter. Kesalahan diagnosis yang umum terjadi adalah migrain dan
tension-type headache. Kegagalan pengambilan foto radiologik yang benar menyumbangkan
73% kasus salah diagnosis dan kegagalan melakukan interpretasi yang benar atas hasil punksi
lumbal menyumbangkan 23%-nya. Pasien yang salah didiagnosis cenderung tampak sakit ringan
dan memiliki hasil pemeriksaan neurologik yang normal. Namun demikian, dalam kasus
tersebut, dapat terjadi komplikasi neurologik sebanyak 50% pasien dan pasien-pasien ini
dihubungkan dengan resiko yang lebih tinggi terhadap kematian dan kecacatan. Sakit kepala
mungkin hanya mewakili 40% keluhan pasien dan dapat hilang dalam beberapa menit atau jam,
hal ini disebut sentinel headache atau thunderclap headache atau warning leaks (peringatan
kemungkinan kebocoran pembuluh darah).9
Evaluasi darurat atas sentinel headache diperlukan karena pasien mungkin telah memiliki
perdarahan subaraknoid dalam 3 minggu. Dalam praktiknya, tidak ada gambaran klinis yang
reliabel untuk membedakan sentinel headache dari benign headache. Beberapa pasien mungkin
tidak memiliki sakit kepala berat, bahkan keluhan lain seperti kejang atau kebingungan mungkin
lebih menonjol. Setiap pasien dengan sakit kepala berat atau pertama kali harus diduga akan
adanya perdarahan subaraknoid dan perlu direncanakan CT-scan kepala. 9
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis perdarahan subarachnoid dapat digunakan cara
pemeriksaan sebagai berikut6,8,10 :
1. anamnesis (mulainya) akut, nyeri kepala hebat satu sisi, mual, muntah dapat disusul
gangguan kesadaran dan kejang.
2. Pemeriksaan klinis neurologis
3. Pemeriksaan tambahan
Funduskopi : cari subhyaloid bleeding
CT scan kepala : aneurisma dengan ukuran 7 mm tidak terlihat, dengan
DiagnostikAlgoritme
Normal
Stop
Aneurisma
Terapi awal
Stop
CT atau cerebral angiografi
Punksi Lumbal
Abnormal unequivocal
(xanthochromia, hitung
eritrosit meningkat tidak
berubah dari tabung 1 ke 4)
n klinis tipikal
t kepala berat + mual +
tah
ingismus
daran menurun
a neurologik telokalisir
n klinis atipikal
nderclap headache
ng
ingungan
ma kepala yang berhubungan
Perdarahan Subaraknoid
(-)
Normal
dalam 4 jam hingga 20-30 hari. Eritrosit lisis dalam 7 hari,kcuali adanya perdarahan baru.
Imaging otak,
batang otak
dan batang
spinal
Ulang CT
angio 1-3
mgg
Perdarahan Subaraknoid
(+)
Normal
Ga
Ga
CT-scan kepala harus dilakukan pertama kali pada setiap pasien dengan suspek
perdarahan subaraknoid. Karakteristik tampilan darah yang ekstravasasi adalah hiperdens.
Terapi awal
Aneurisma
Karena darah dalam jumlah kecil dapat saja terlewat, setiap scan harus dilakukan dengan irisan
tipis melalui basis otak. Kualitas CT-scan kepala yang baik dapat memperlihatkan perdarahan
subaraknoid pada 100% kasus dalam 12 jam setelah onset keluhan dan pada 93% kasus dalam
24 jam. 9
CT-scan kepala juga dapat memperlihatkan adanya hematom intraparenkimal,
hidrosefalus dan edem serebri serta dapat membantu memprediksikan sisi ruptur aneurisma,
terutama pada pasien dengan aneurisma pada arteri serebri anterior atau arteri komunikans
anterior. CT-scan kepala juga tes paling reliabel untuk memprediksi vasospasme serebral dan
hasil pengobatan yang buruk. Karena pembersihan cepat oleh darah, CT-scan yang tertunda
dapat normal meskipun terdapat riwayat yang mendukung dan sensitifitasnya jatuh menjadi 50%
setelah tujuh hari. 9
Punksi lumbal harus dilakukan
subaraknoid dan hasil negatif atau equivocal pada CT-scan kepala. Cairan serebrospinal harus
dikumpulkan di dalam 4 tabung konsekutif, hitung eritrosit ditentukan dari tabung 1 dan 4.
Penemuan yang konsisten dengan perdarahan subaraknoid termasuk elevated opening pressure,
peningkatan hitung eritrosit yang tidak berkurang dari tabung 1 dan 4 serta xanthochromia
(dideteksi dengan spektrofotometri) yang memerlukan lebih dari 12 jam untuk berkembang. Pada
pasien dengan punksi lumbal diagnostik atau equivocal, foto radiologik, seperti CT angiografi
pada kepala atau angiografi serebral, harus dilakukan. Digital- subtraction cerebral angiography
merupakan gold standard untuk deteksi aneurisma serebral tetapi CT angiografi lebih populer
10
dan sering digunakan karena non-invasif serta sensitifitas dan spesifisitas dapat dibandingkan
dengan yang menggunakan angiografi serebral. 9
Selain itu untuk membedakan stroke iskemik dan hemoragik dapat juga dipakai sistem
skoring yaitu:
1. Gajah mada skoring, skor yag dinilai adalah :
Penurunan kesadaran
Babinsky
Nyeri kepala
Penurunan
Kesadaran
+
+
-
Reflek
Babinsky
+
+
-
Nyeri
Kepala
+
-
Diagnosis
Perdarahan
Perdarahan
Infark
Infark
2. Siriraj Skor :
( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x diastolik) ( 3 x
aterom) - 12
Ateroma : angina, DM, Claudicatio intermitten ( jika 1 dari 3 ada yang positif = 1,
jika tidak ada = 0 )
11
Penatalaksanaan
Semua pasien dengan perdarahan subaraknoid harus dievaluasi dan ditatalaksana dengan
prinsip-prinsip kegawatdaruratan dengan menjaga airway dan fungsi kardiovaskular. Setelah
stabilisasi pertama, pasien harus dipindahkan ke center dengan ahli neurovaskular dan lebih baik
lagi disertai dengan dedicated neurologic critical care unit untuk mengoptimalkan perawatan.
Setelah itu, tujuan utama penatalaksanaan adalah pencegahan kembalinya perdarahan,
pencegahan dan pengaturan vasopasme dan penatalaksanaan komplikasi medik dan neurologik
lainnya. 9
Terapi Umum
Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal, dan jika perlu, agen antihipertensi
intravena seperti labetalol dan nikardipin dapat digunakan. Setelah aneurisma diamankan,
hipertensi tidak masalah lagi tetapi tidak ada kesepakatan berapa rentang amannya. Analgetik
sering diperlukan dan agen reversibel seperti narkotik juga diindikasikan. Dua faktor penting
yang dihubungkan dengan hasil akhir yang buruk adalah hiperglikemi dan hipertermi, keduanya
harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap trombosis vena dalam harus ditatalaksana segera
dengan peralatan kompgresif sekuensial dan heparin subkutan harus ditambahkan setelah
aneurisma ditatalaksana. Antagonis kalsium mengurangi resiko komplikasi iskemik, dan
nimodipin oral juga direkomendasikan. Pemberian jangka panjang agen anti-fibrinolisis
mengurangi kembalinya perdarahan tetapi dihubungkan dengan peningkatan resiko iskemik
serebral dan kejadian trombotik sistemik. Penatalaksanaan segera untuk aneurisma telah menjadi
tindakan pencegahan utama kembalinya perdarahan, tetapi terapi anti-fibrinolisis dapat
digunakan dalam jangka pendek sebelum tata laksana aneurisma dilakukan.
Pilihan Terapi untuk Aneurisma
12
Kini, dua pilihan terapetik utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur adalah
microvascular neurosurgical clipping dan endovascular coiling. Selama ini, microsurgical
clipping merupakan metode yang lebih disukai. Meskipun waktu yang tepat untuk dilakukan
pembedahan masih diperdebatkan, kebanyakan ahli bedah neurovaskular merekomendasikan
operasi segera. 9.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki berumur 40 tahun dirawat di bangsal laki-laki bagian Neurologi
RSUP Dr. M.Djamil, Padang sejak tanggal 5 Januari 2014 dengan :
ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan Utama: Penurunan kesadaran lebih kurang 28 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Penurunan kesadaran 28 jam sebelum masuk rumah sakit terjadi tiba-tiba saat pasien
sedang duduk-duduk di warung kopi. Dimana awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala
13
5 jam sebelumnya, kemudian pasien pergi ke warung dan minum kopi. Setelah itu, tiba
tiba pasien jatuh tidak sadarkan diri. Tidak tampak kelemahan pada anggota gerak
Kejang (-), muntah (-),sakit kepala (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: somnolen
Tekanan darah
: 180/100 mmHg
Nadi
: 50 x /menit
Nafas
: 20x /menit
Suhu
: 39,1 C
Status Internus :
Mata : Kanan : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kiri
14
Paru : Inspeksi
Jantung
Palpasi
:Sulit dinilai
Perkusi
:Sonor
Auskultasi
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS
Auskultasi
Abdomen : Inspeksi
: Tidak membuncit
Palpasi
Perkusi
: Timpani
15
a. N I
b.NII
c.N III, IV, VI
: baik
: Reflek cahaya +/+
: Pupil isokor, bulat, diameter 3mm/3mm, gerakan bolamata
Kanan
Aktif
555
Eutonus
Eutropi
Kiri
Tidak Aktif
444
Eutonus
Eutropi
Kanan
Aktif
555
Eutonus
Eutropi
Kiri
Tidak Aktif
444
Eutonus
Eutropi
Ekstremitas Inferior
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Tropi
6. Sensorik
a. Eksteroseptif :baik
b. Proprioseptif :baik
7. Fungsi Otonom
BAK ,BAB ,Sekresi keringat baik.
8. Refleks
a. Refleks fisiologis
b. Refleks patologis
16
Stroke Perdarahan
diastole) (3 x ateroma) 12
(2,5 x 1) + (3 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 100) (3 x0) 12 =+2,5
Kesan : Stroke Perdarahan
LABORATORIUM :
5 Januari 2014
Hb
: 14,2 gr / dl
Leukosit
:9500 /mm
Trombosit
: 198.000/mm
Hematokrit
: 43 %
Ureum
: 20
Kreatinin
:1
Natrium
: 136
Kalium
: 3,7
Klorida
: 102
DIAGNOSA KERJA :
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
Diagnosis Sekunder
PEMERIKSAAN ANJURAN
Konsul jantung
Ro Thorax PA
Brain CT Scan
TERAPI :
17
Umum :
Bedrest, elevasi kepala 30
O23 L/menit
IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf
NGT MC RG II
Kateter, monitor balance cairan
Khusus
Asam traneksamat 4x1 gr (iv)
Citicolin inj 2 x 250 mg (iv)
Alinamin 1x25 mg (iv)
Ranitidin 2x50 mg (iv)
Nimotop 4x60 mg (po)
Laxadin syr 3xCI
Codein3x30 mg(po)
Paracetamol 4x500 mg (po)
PROGNOSIS
o Quo ad sanam
: dubia ad malam
o Quo ad vitam
: dubia ad malam
o Quo ad functionam : dubia ad malam
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Sedang
Nadi
: 65x/menit
Kesadaran
: somnolen
Nafas
: 20x/menit
18
Tekanan Darah
: 160/100 mmHg
Status Neurologikus
Suhu
: 37C
GCS : E3M5V = 12
4
Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk (+), Brudzinsky I (+), II (-), Kernig (-),
Laseque (-).
Nervi cranialis : pupil isokor kanan dan kiri, bulat, 3 mm / 3mm, reflek
cahaya (+/+).
Motorik : Eutonus
Konsul Jantung
Sinus bradikardi, tidak ada kegwatdaruratan di bagian kardiologi
Hasil CT Scan tanpa kontras
Tampak lesi hiperdens yang mengisi intersulci di lobus oksipital dan di gyrus presentralis, lesi
hiperdens pada ventrikel latEral kiri. Midline shift (-), gyri melebus oksipital..Pons, cerebellum,
dan CPA dalam batas normal.
Kesan : Perdarahan Sub Arachnoid + Perdarahan intra ventrikel
Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
Diagnosis Sekunder
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien Laki-laki berumur 40 tahun dengan diagnosis klinis
PSA grade 3 ( Hunt Hess),diagnosis topic Ruang Sub arachnoid, diagnosis etiologi Perdarahan
aneurisma berry,diagnosis sekunder Hipertensi grade II.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama adalah penurunan kesadaran lebih kurang 28
jam sebelum masuk rumah sakit, terjadi tiba-tiba saat pasien sedang duduk di warung kopi.
Dimana awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala 5 jam sebelumnya, kemudian pasien pergi ke
warung dan minum kopi. Setelah itu pasien jatuh tidak sadarkan diri, namun pasien masih
menyahut dan masih buka mata jika dipanggil oleh keluarga. Tidak ada kelemahan pada anggota
gerak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang dengan tekanan darah
180/100 mmHg.Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kesadaran delirium dengan GCS
12(E3M5V4), tanda rangsangan meningeal ada, peningkatan TIK tidak ada.Gangguan fungsi
motorik tidak ada. Pada system reflek, reflek fisiologis ada pada kedua anggota gerak kiri dan
kanan dan reflek patologis tidak ditemukan. Dari penilaian Skor Gadjah Mada dan Siriraj Skor
ditemukan kesan stroke perdarahan.
20
Pasien ini dianjurkan untuk pemeriksaan darah perifer lengkap untuk mengetahui faktor
resiko lain pada pasien seperti dislipidemia, kemudian Brain CT- Scan untuk mendukung
penegakkan diagnosis Perdaraha sub arachnoid dan melihat keadaan otak sehingga dapat
menentukan langkah pengobatan selanjutnya dan prognosis pada pasien.
Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah bed rest, oksigen 2-3L/menit
untuk memenuhi kebutuhan perfusi otak, NaCl 0,9 % 12jam / kolf yang diberikan untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta diet makanan Metabolic Balance.
Sedangkan terapi khusus yang diberikan adalah Citicolin inj untuk menyelamatkan neuronneuron di sekitar daerah iskemik otak. Nimotop mengandung nomodipin untuk terapi hipertensi
ringan dapat menurunkan resistensi penfer serta tekanan darah sistolik dan diastolik,
meningkatkan volume per menit dan kecepatan jantung. Tranexamic acid digunakan untuk
membantu menghentikan kondisi perdarahan. Tranexamic acid merupakan agen antifibrinolytic.
Golongan obat ini bekerja dengan menghalangi pemecahan bekuan darah, sehingga mencegah
pendarahan,
Menurunnya kematian karena stroke menunjukkan bahwa stroke merupakan penyakit
yang dapat dicegah, yaitu dengan mengendalikan faktor resikonya. Oleh karena itu perlu dicari
faktor resiko lain yang mungkin menyebabkan stroke pada pasien ini. Ada beberapa faktor resiko
generasi baru yang dirasa perlu seperti (1) Kadar Homosistein plasma; dimana kadar homosistein
yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis melalui mekanisme yang melibatkan peningkatan
aktivasi platelet, hiperkoaguasi, peningkatan proliferasi sel otot polos, sitotoksisitas, induksi
disfungsi endotel dan stimulasi oksidasi LDL-kolesterol, disamping hiperhomosistein
menyebabkan adanya interaksi dengan sistem fibrinolitik yang dapat menyebabkan terjadinya
kejadian tromboemboli dan hiperhomosistein juga berkaitan dengan menurunnya fungsi ginjal
21
pada pasien, (2) PAI-1 DAN t-PA; sistem fibrinolitik merupakan keseimbangan antara tissueplasminogen activator (tPA) dan inhibitor primernya yaitu plasminogen activator inhibitor tipe 1
(PAI 1). Peningkatan kadar tPA dan peningkatan PAI-1 dapat menginhibisis fibrinolisis dan dapat
menyebabkan trombosis, baik pada vena, arteri dan serebrovaskuler (stroke), C Reactive Protein
(CRP); (4) Antikardiolipin Antibodies (ACA); ACA menyebabkan trombosis vena dan arteri
melalui gangguan sel endotel, agregasi platelet, aktivasi komplemen dan gangguan koagulasi.
ACA merupakan faktor resiko stroke independen, dan dapat meningkatkan resiko stroke iskemik
4 kali lebih besar. Diharapkan dengan mengendalikan faktor resiko stroke, maka kejadian
maupun kematian karena stroke dapat diturunkan. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap, didapatkan Cholesterol total 250 mg/dl, LDL 181,6 mg/dl, HDL 41 mg/dl , didapatkan
kesan dilipidemia sebagai faktor resiko pada pasien ini.
Kemudian ditemukan penilaian stroke saat serangan (ASGM dan SSS) dan hasil CTScan. Penilaian stroke menggunakan algoritma gajah mada dan siriraj stroke score ditemukan
kesan stroke perdarahan.
Pada pasien ini dilakukan fisioterapi yang bertujuan untuk memulihkan kemampuan fisik,
fisioterapi dilakukan sesegera mungkin. Sebelum dilakukan fisioterapi pertama kali dilakukan
mobilisasi dini yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekakuan, dimana pasien dilatih untuk
mengangkat kepala dan merubah posisi berbaring. Selain itu, juga dilakukan perubahan posisi
tubuh dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus
22
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra B. Neurology Klinik. Surabaya. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR,
1994;28 45
2. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran Umum Tentang
Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam: Harsono, ed. Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, 2003; 79 103
3. Sidharta P. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Jakarta. Dian Rakyat, 2005;
260 294
4. Mardjono M, Sidharta P. Neourologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat, 2003;
269 292
5. Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press, 2005; 59 107
6. Poerwadi T,et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf FK UNAIR,2006; 33-35
7. Ahmar .Stroke (0nline), diakses tanggal 14 Mei 2010 http//www.google.com),
2006
8. Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press, 2005; 97-99
9. Jose I.S, Robert W. T.,Warren R.S. Current Concepts Aneurysmal Subarachnoid
Hemorrhage. N Eng J Med 2006;354:387-96
10. Israr, YA.Stroke. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Riau, 2008.
11. Sarrafzadeh AS, Haux D, Ldemann L et al. Cerebral Ischemia in Aneurysmal
Subarachnoid Hemorrhage A Correlative Microdialysis-PET Study. Stroke
2004;35:638-643
23
24