PENDAHULUAN
menurunkan nyeri dan spasme otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat
merangsang ujung saraf sensorik dan proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot
lambat laun akan menurun (Hilary Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William
Flexion Exercise dapat menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan menambah
luas gerak sendi pada lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot
(Paul Hooper, 1999). Kondisi ini juga banyak ditemukan disetiap Rumah Sakit Kota
Makassar dan di RSUD. Syekh Yusuf Gowa. Berdasarkan pengamatan peneliti,
beberapa pasien yang berusia 40 tahun keatas dan umumnya wanita mengalami
kondisi spondylosis lumbal dengan problem nyeri pinggang serta gangguan gerak
dan fungsi pada lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas kegiatan seharihari penderita dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya menjadi
membaik. Hal ini yang mendorong peneliti tertarik mengambil topik penelitian ini.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini yaitu Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi spondylosis
lumbal di RSUD. Syekh Yusuf Gowa ?.
B.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan fungsional
lumbal akibat spondylosis lumbal di RSUD. Syekh Yusuf Gowa.
2. Tujuan Khusus
a.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
a.
b.
Sebagai bahan bacaan dan masukan bagi para mahasiswa, staf pengajar dan
lainnya yang ingin membuat tugas, makalah atau menyusun diktat.
c. Sebagai bahan referensi atau rujukan bagi mahasiswa dan staf pengajar dalam
melakukan penelitian lanjut.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan bagi fisioterapis di Rumah Sakit atau Lahan
Praktek dalam penanganan kasus spondylosis menggunakanSWD dan William
Flexion Exercise.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Faktor usia
Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses
penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang
khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa
spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% 72% antara usia 39 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar
16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun.
Salah satu aspek yang penting dari proses penuaan adalah hilangnya
kekuatan tulang. Perubahan ini menyebabkan modifikasi kapasitas penerimaan
beban (load-bearing) pada vertebra. Setelah usia 40 tahun, kapasitas penerimaan
beban pada tulang cancellous/trabecular berubah secara dramatis. Sebelum usia 40
tahun, sekitar 55% kapasitas penerimaan beban terjadi pada tulang cancellous/
trabecular. Setelah usia 40 tahun penurunan terjadi sekitar 35%. Kekuatan tulang
menurun dengan lebih cepat dibandingkan kuantitas tulang. Hal ini menurunkan
kekuatan pada end-plates yang melebar jauh dari diskus, sehingga terjadi fraktur
pada tepi corpus vertebra dan fraktur end-plate umumnya terjadi pada vertebra
yang osteoporosis (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
Cartilaginous end-plate dari corpus vertebra merupakan titik lemah dari
diskus sehingga adanya beban kompresi yang berlebihan dapat menyebabkan
kerusakan pada cartilaginous end-plate. Pada usia 23 tahun sampai 40 tahun,
terjadi demineralisasi secara bertahap pada cartilago end-plate. Pada usia 60
tahun, hanya lapisan tipis tulang yang memisahkan diskus dari channel vaskular,
dan channel nutrisi lambat laun akan hilang dengan penebalan pada pembuluh
arteriole dan venules. Perubahan yang terjadi akan memberikan peluang
terjadinya patogenesis penyakit degenerasi pada diskus lumbar. Disamping itu,
diskus intervertebralis orang dewasa tidak mendapatkan suplai darah dan harus
mengandalkan difusi untuk nutrisi (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler,
2006).
Menurut Kirkaldy-Willis (dalam Darlene Hertling and Randolph M.
Kessler, 2006), terdapat sistem yang berdasarkan pada pemahaman segment gerak
mulai
mengalami
perubahan
dengan
hilangnya
kandungan
proteoglycan.
b.
Fase stabilisasi akhir (level III) : fase ini menghasilkan fibrosis pada sendi
bagian posterior dan kapsul sendi, hilangnya material diskus, dan formasi
osteofit. Osteofit membentuk respon terhadap gerak abnormal untuk
menstabilisasi segmen gerak yang terlibat. Formasi osteofit yang terbentuk
disekitar three joint dapat meningkatkan permukaan penumpuan beban dan
penurunan gerakan, sehingga menghasilkan suatu kekakuan segmen gerak dan
menurunnya nyeri hebat pada segmen gerak.
Pada lumbar spine bagian atas, degenerasi mulai terlihat pada awal level I
dengan fraktur end-plate dan herniasi diskus, kaitannya dengan beban vertikal
yang esensial terhadap segmen tersebut. Penyakit facet mulai terjadi pada lumbar
spine bagian atas. Pada lumbal spine bagian bawah, perubahan diskus mulai
terjadi pada usia belasan tahun terakhir, dan perubahan facet terjadi pada middle
usia 20-an. Secara khas, lesi pertama kali terjadi pada L 5 S1 dan pada L4 L5.
Perubahan degenerasi pada synovial dan intervertebral joint dapat terjadi secara
bersamaan, dan paling sering terjadi pada lumbosacral joint. Spondylosis dan
perubahan arthrosis yang melibatkan seluruh segmen gerak sangat berkaitan
dengan faktor usia dan terjadi sekitar 60% pada orang-orang yang lebih tua dari
usia 45 tahun (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
Schneck menjelaskan adanya progresi mekanikal yang lebih jauh akibat
perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, untuk menjelaskan adanya
perubahan degeneratif lainnya pada axial spine. Dia menjelaskan beberapa
implikasi dari penyempitan space diskus. Pedicle didekatnya akan mengalami
aproksimasi
dengan
penyempitan
dimensi
superior-inferior
dari
canalis
spinal pada vertebra sehingga dapat menimbulkan nyeri pinggang (S.E. Smith,
2009).
4. Gambaran Klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat
iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus
intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur myofascial
didalam axial spine (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).
Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam
gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal
melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular
inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau
spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication,
yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan
motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan,
dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and David
E. Fish, 2009).
Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak
pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat
aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri
dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra
lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban dan membungkuk
(seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John J. Regan,
2010).
5. Anatomi Biomekanik Lumbal
Vertebra lumbal merupakan columna vertebra paling bawah sebelum
sacrum. Pada regio lumbal tidak mempunyai foramen transversum dan facet
articular costalis. Corpus vertebra lumbal berbentuk besar dan sedikit lebih tebal
seperti ginjal.
Seluruh struktur vertebra lumbal dihubungkan dengan arcus vertebra yang
tumpul dan kuat. Processus tranversusnya datar dan seperti sayap pada 4 segmen
lumbal bagian atas, tetapi pada L5 processus tranversusnya tebal dan bulat
puntung. Diantara segmen gerak lumbal terdapat foramen intervertebralis yang
terbentuk dari pedicle yang berhubungan dengan lamina bagian atas dan bawah.
Vertebra lumbal mempunyai processus articularis yang berhubungan
dengan pedicles dan lamina, yang terdiri dari processus articularis superior yang
terletak dalam bidang oblique kearah posterior dan lateral dimana facet
articularisnya konkaf dan mengarah ke dorsomedial sehingga hampir saling
berhadapan satu sama lain, serta processus articularis inferior yang muncul dari
tepi inferior arcus vertebra yang dekat antara lamina dan processus spinosus,
menghadap kearah inferior dan medial, dan permukaan sendinya mengarah ke
ventrolateral. Dengan demikian antara facet articularis superior vertebra bagian
bawah dan facet articularis inferior pada vertebra bagian atas dapat saling
mengunci dalam bentuk mortise and tenon (kunci dan cerat). Jelaslah bahwa
susunan ini akan membatasi gerakan rotasi dan lateral fleksi pada regio lumbal.
Karena susunan anatomis dan fungsi yang berbeda pada regio lumbal,
sebagai elemen fungsional tunggal. Three joint dibentuk oleh satu sendi bagian
anterior (diskus intervertebralis yang membentuk symphisis joint), dan 2 sendi
bagian posterior (apophyseal/facet joint). Sedangkan segmen transitional adalah
segmen gerak yang terbentuk dari level regio vertebral lain. Pada regio lumbal
terdapat 2 segmen transitional yaitu segmen gerak Th12-L1 (thoracolumbal
junction) dan segmen gerak L5-S1 (lumbosacral joint). Dibawah ini akan
dijelaskan tentang three joint kompleks.
a. Diskus Intervertebralis
Diantara dua corpus vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis,
merupakan fibrocartilago compleks yang membentuk articulasio antara corpus
vertebra, dikenal sebagai symphisis joint. Diskus intervertebralis pada orang
dewasa memberikan kontribusi sekitar dari tinggi spine. Diskus
intervertebralis memberikan penyatuan yang sangat kuat, derajat fiksasi
intervertebralis yang penting untuk aksi yang efektif dan proteksi alignmen dari
canal neural. Diskus juga dapat memungkinkan gerak yang luas pada vertebra.
Setiap diskus terdiri atas 2 komponen yaitu :
1) Nukleus pulposus ; merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly
transparan, mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan
proteoglycans yang merupakan unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat
atau menarik air. Nukleus pulposus merupakan hidrophilic yang sangat kuat
& secara kimiawi di susun oleh matriks mucopolysaccharida yang
mengandung ikatan protein, chondroitin sulfat, hyaluronic acid & keratin
sulfat. Nukleus pulposus tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf.
sangat
penting
dalam
fungsi
mekanikal
dari
diskus
antara 15 25 kp dan tidur miring menjadi 2 x lebih besar dari berbaring. Pada
saat berdiri tekanan intradiskal sekitar 100 kp dan tekanan tersebut menjadi
lebih besar saat duduk tegak yaitu 150 kp. Peningkatan tekanan terjadi saat
berdiri membungkuk dari 100 kp menjadi 140 kp, begitu pula saat duduk
membungkuk tekanan intradiskal meningkat menjadi 160 kp. Peningkatan
tekanan dapat mencapai 200 kp lebih jika mengangkat barang dalam posisi
berdiri membungkuk dan duduk membungkuk.
b. Facet Joint
Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior dari vertebra
bawah dengan processus articularis inferior dari vertebra atas. Sendi facet
termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap sendi facet mempunyai
cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan yang terjadi pada
sendi facet adalah gliding yang cukup kecil. Besarnya gerakan pada setiap
vertebra sangat ditentukan oleh arah permukaan facet articular.
Pada regio lumbal kecuali lumbosacral joint, facet articularisnya
terletak lebih dekat kedalam bidang sagital. Facet bagian atas menghadap
kearah medial dan sedikit posterior, sedangkan facet bagian bawah menghadap
kearah lateral dan sedikit anterior. Kemudian, facet bagian atas mempunyai
permukaan sedikit konkaf dan facet bagian bawah adalah konveks. Karena
bentuk facet ini, maka vertebra lumbal sebenarnya terkunci melawan gerakan
rotasi sehingga rotasi lumbal sangat terbatas. Facet artikularis lumbosacral
terletak sedikit lebih kearah bidang frontal daripada sebenarnya pada sendisendi lumbal lainnya.
ligamen
longitudinal
anterior.
Dengan
demikian
diskus
sirkulasi darah yang banyak. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif
saat gerakan fleksi lumbal.
c. Ligamen flavum
Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya
pada setiap lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral, ligamen ini menutup
capsular dan ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengandung lebih
banyak serabut elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamenligamen lainnya pada vertebra. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal.
d. Ligamen interspinosus
Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus
dan memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus. Ligamen ini
berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.
e. Ligamen supraspinosus
Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Pada regio
lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan serabut insersio otot
lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi
lumbal.
f. Ligamen intertransversalis
Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus
dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini mengontrol gerakan
lateral fleksi kearah kontralateral.
Group otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan extensi lumbal dan
sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak.
b. Abdominal, merupakan group otot extrinsik yang membentuk dan memperkuat
dinding abdominal. Pada group otot ini ada 4 otot abdominal yang penting
dalam fungsi spine, yaitu m. rectus abdominis, m. obliqus external, m. obliqus
internal dan m. transversalis abdominis. Group otot ini merupakan fleksor
trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di
samping itu m.obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk.
Didalam memperkuat dinding abdominal, m. abdominal bekerja sebagai direct
brace, m. obliqus internal bekerja sebagai oblique brace kearah inferior dan
posterior sedangkan m. obliqus external bekerja sebagai brace kearah anterior.
c.
Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinstik pada bagian lateral
articularis inferior sisi ipsilateral dari vertebra atas akan bergerak naik sementara
sisi kontralateral akan bergerak turun.
Pada saat rotasi lumbal, vertebra bagian atas berotasi terhadap vertebra
bagian bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi disekitar pusat rotasi antara
processus spinosus dengan processus articularis. Diskus intervertebralis tidak
berperan dalam gerakan axial rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh
orientasi sendi facet vertebra lumbal. Menurut Gregersen dan D.B. Lucas, axial
rotasi pada vertebra lumbal mempunyai total ROM secara bilateral sekitar 10 o dan
ROM segmental sekitar 2o dan segmental unilateral sekitar 1o.