virulence determinalis1.
9
Gambar 5. Penampang pemukaan Escherichia coli
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 86
Tabel 2.3 Faktor Virulensi E.coli
Penentu virulensi Alur
Fimbriae
Kapsul antigen K
Lipopolysaccharide side
chains (O antigen)
Lipid A (endotoksin)
Membran protein lainnya
Hemolysin
Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Resistensi terhadap fagositosis
Inhibisi peristalsis ureter
Proinflamatori
Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besi
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009,
hal.1010
10
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung
pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor
virulensi1.
Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of
mucosa)
Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from
bacterial surface)
merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai
kemampuan untuk
melekat pada permukaan mukosa saluran kemih1.
Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk
berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan
membran sel
uroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan
hemaaglutinasi dan tipe
sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang
dapat
menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel
uroepithelial,
eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis.
Sedangkan fimbriae
tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial3.
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang
menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri
untuk melekat
pada mukosa vesika urinaria3.
Peranan Faktor Virulensi
Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel
saluran
kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya.
Sebagian besar
uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi untuk
menginisiasi
invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman patogen
(sekuestrasi
besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri yang
menginvasi
jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari proses fagositosis oleh
neutrofil. Keadaan
ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari berbagai mekanisme pertahanan
tubuh host.
Beberapa penelitian terakhir juga mengatakan bahwa banyak bakteri seperti
E.coli
memiliki kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen
oportunistik
intraseluler1,3,4.
11
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin
seperti -haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake
system
(aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat
pada kromosom
dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat
pada gen
plasmid4.
Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung
pengelolaannya4.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulangulang
(recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau
penyulit dari
15
saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe
berkomplikas,
dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi 4.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak
dapat diisolasi
mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA
disebabkan
oleh MO anaerobik1,4.
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal,
sistemik
dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti
disuria,
polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampr 90% pasien rawat
jalan dengan
ISK akut4.
Tabel 2.5 Simtomatologi ISK
Lokal
Disuria
Polakisuria
Stranguria
Tenesmus
Nokturia
Enuresis nocturnal
Prostatismus
Inkontinesia
Nyeri uretra
Nyeri kandung kemih
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Sistemik
Panas badan sampai
menggigil
Septicemia dan syok
Perubahan urinalisis
Hematuria
Piuria
Chylusuria
Pneumaturia
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 37
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih
bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
16
Gambar 6. Hubungan antara lokasi infeksi saluran kemih dengan keluhan
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85
Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5C-40,5C),
disertai menggigil dan sakit pinggang1. Pada pemeriksaan fisik diagnostik
tampak sakit
berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi
pada infeksi
E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman
staphylococcus dan
streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali per menit.
Ginjal sulit
teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata dan
rebound tenderness
mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut,
intra
peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering pada
wanita usia subur
dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas
menggigil, mual,
dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi,
refluks
vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan
syok,
17
kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis
respiratorik
kadang-kadang asidosis metabolik4.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari
keluhankeluhan
ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin
rutin.
Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi
eksaserbasi akut,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)4.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik
seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang
dengan
hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan,
kecuali bila
disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam
setelah
melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki,
prostatitis yang
terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat menyebabkan
sistitis
sekunder1,4.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik
mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor
dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria4.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing 1.
2.8 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
2.8.1 Analisis urin rutin4
Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria (albuminuria),
dan
pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih
segar
dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang
berhubungan
dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism). Albuminuria
hanya
ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x)
dan
sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan
mikroskopik
dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml.
Lekosituria (piuria)
18
10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria
bermakna
(CFU per ml >105). Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa
bakteriuria.
Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU
per ml
>105. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk
prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100%
untuk
>50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit,
44 % untuk
6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat
dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram
negatif dan gram
positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN
atau
mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan
hasil positif
palsu sebesar 10%10.
2.8.2 Uji Biokimia4
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit
dari
bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya
sebagai uji
saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat
menentukan tipe
bakteriuria.
2.8.3 Mikrobiologi4
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin.
Indikasi
CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama
pemberian
antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik
selama
kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari
2 jam pada
suhu kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat
berupa urin
tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >105
(2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10
per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK,
atau CFU
per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per
ml >105
(3x) berturut-turut dari UTK..
2.8.4 Renal Imaging Procedures1
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi ISK,
yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena,
micturating
19
cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi
harus sesuai
indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal,
piuria,
hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp
dan Proteus
spp), serta ISK berulang dengan interval 6 minggu.
2.9 Terapi
2.9.1 Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 1
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat
inap untuk
memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam.
Indikasi rawat
inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal
atau
toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi
antibiotik saat rawat
jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi,
serta
komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam,
sebelum adanya
hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa
ampisilin
dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
2.9.2 Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan,
pemberian
antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi
urin dengan
natrium bikarbonat 16-20 gram per hari1,4
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin,
ampisilin,
penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup
efektif tetapi
tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan
sulfonamid
sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram4.
2.10 Komplikasi1
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated)
dan ISK
tipe berkomplikasi (complicated).
2.10.1 ISK sederhana (uncomplicated)
20
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan
hamil pada
21
yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan
konservatif
hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih
utuh. Dialisis
dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,
kecuali
bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila
terdapat infeksi
yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis
kronik baik
bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi
mudah dikenal
dan diberantas.