Pembimbing :
Letkol (CKM) dr. Noerjanto, Sp.PD
Disusun oleh :
Fauzan Adryan
01.216.392
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
CASE-BASED DISCUSSION (CBD)
Oleh :
FAUZAN ADRYAN
01.211.6380
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Case Bassed
Discussion yang berjudul Hepatoceluller Carsinoma dengan Efusi Pleura Dextra.
Laporan kasus Case Bassed Discussion ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama
Umur
: 52 tahun
: 062471
Alamat
: ds ketunggan Kab.Magelang
Status
: Menikah
Agama
: Islam
: 11.00
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien
pada tanggal 11 April 2016.
Keluhan Utama
: Disangkal
Riwayat OP
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat HT
: Ada
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
Pasien dan keluarga menyangkal di keluarga ada yang mengalami keluhan yang
sama saat ini.
Riwayat HT
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Bronchitis
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Suhu
: 36C
Nadi: 80x/menit
RR: 24x/menit
SpO2: 97%
Jantung:
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
Akral Hangat
Oedem & Pitting oedem
Palmar Eritema
Clubing finger
Kuku Ikhterik
Akral hangat
Oedem & Pitting oedem
Plantar Eritema
Clubing finger
Kuku Ikhterik
D. Daftar Masalah
Anamnesis:
1. Kaki kiri Bengkak
2. Merokok
Pemeriksaan Fisik:
3.Tekanan darah= 140/90 mmHg
4.Edema dikaki kiri
5.Nyeri dikaki kiri
6.Tes hofman positif
E. Hipotesis
1. DVT 1,2,3,4,5,6
2.Hipertensi
F. Planning
EKSTREMITAS
SUPERIOR DEXTRA
+
EKSTREMITAS INFERIOR
DEXTRA
+
+
EKSTREMITAS
SUPERIOR SINISTRA
+
EKSTREMITAS INFERIOR
SINISTRA
+
+
+
1. Dx:
Darah lengkap
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatin
SGOT
SGPT
2. Tx
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL+ Heparin 7 TPM
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
Non Farmakologi
o Diet lunak tinggi kalori dan mikronutrien. 6x makan sehari (small and frequent
feeding). Asupan natrium dibatasi <6 g.
3. Mx
Tanda vital
Keadaan umum
Balance cairan
4. Ex
1.
2.
3.
4.
Nadi: 86x/menit
Suhu
SpO2: 98%
: 36,5C
RR: 24x/menit
Jantung:
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
A: DVT
P: Tx
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
Heparin STOP
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
1. Hasil Lab Darah Lengkap Tanggal 11 April 2016
1. Jenis
Hasil
Nilai Normal
Ket.
8,4 x 103/mm3
4.46 x 106/uL*
12.0g/Dl
37.3 %
83.3 um3
28.5 pg
34.1 g/dl
258 x 103/mm3
8,4 fL*
12,1 %
3.5 10
3.80 - 5.80
11.0 16.5
35.0 50.0
80 97
26.5 33.5
31.5 - 35.5
150 390
8.0 11.0
10.0 15.0
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
Pemeriks
aan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
MPV
RDW
Jenis
% Lym
% Mid
% Gra
# Lym
# Mid
# Gra
Hasil
28,1 %*
10,6 %*
81.1 %
0,6 103/mm3*
0.6 103/mm3
4,2 103/mm3
Nilai Normal
15 50
2.0 15.0
35.0 80.0
1.0 5.0
0.1 1.0
2.0 8.0
Ket.
N
N
N
LOW
N
N
Hasil
Referensi
Ket.
n
Gula darah 79 mg/dL*
70 115 mg/dl
sewaktu
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
17.00 43.00
0.900 1.300
0.000 37.00
0.000 41.00
N
N
N
N
Pemeriksaa
24 mg/dL*
1,1 mg/dL*
20 U/L
18 U/L
: 39C
Nadi: 150x/menit
RR: 24x/menit
SpO2: 97%
Jantung:
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
A: DVT
P: Tx
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
: 36C
Nadi: 80x/menit
RR: 24x/menit
SpO2: 100%
Jantung:
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
A: DVT
P: Tx
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
Ranitidin 3x1 Oral
o Kausatif: Lovenox 0,4
: 36C
Nadi: 78x/menit
RR: 24x/menit
SpO2: 98%
Jantung:
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
A: DVT
P: Tx
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
Ranitidin 3x1 Oral
o Kausatif: Lovenox 0,4
: 39C
Nadi: 84x/menit
SpO2: 97%
RR: 24x/menit
Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:
Jantung:
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
A: DVT
P: Tx
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
: 36C
Nadi: 68x/menit
RR: 24x/menit
SpO2: 97%
Jantung:
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
A: DVT
P: Tx
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
Ranitidin 3x1 Oral
o Kausatif: Lovenox 0,4
: 36C
Nadi: 80x/menit
RR: 24x/menit
SpO2: 98%
Jantung:
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal
Abdomen:
(-)
P: Timpani di keempat kuadran
Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik
A: DVT
Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DVT (Deep vein Trombosis)
1.Definisi
Deep Vein Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) pada
vena dalam. Trombus dapat terjadi pada vena-vena profunda pada tungkai. Trombosis
vena dalam dapat juga terjadi pada vena lainnya (sinus cerebral, vena pada lengan,
retina, dan mesenterika). Trombosis vena dalam hanya menyebabkan suatu peradangan
yang minimal. Peradangan yang terjadi disekitar trombus, disertai dengan perlengketan
trombus terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas dan menjadi embolus,
berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran darah yang sempit
sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran darah. Trombosis vena dalam dapat
menyebabkan komplikasi seperti sindrom postphlebitis, embolisme paru dan kematian.
Trombus terjadi karena perlambatan dari aliran darah, kelainan dinding pembuluh
darah, atau gangguan pembekuan darah yang sering dinamakan dengan trias Virchow.
Beberapa factor inilah yang menyebabkan tingginya insiden trombus vena dalam.
Trombus terbentuk pada daerah yang aliran darahnya (arteri) cepat pada umumnya
berwarna abu-abu dan terdiri dari platelet. Trombus terjadi relative sangat lambat pada
system vena biasanya berwarna merah dan terdiri dari fibrin dan sel darah merah
(Kaushal et al, 2015).
EPIDEMIOLOGI
Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 15% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit
dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena
dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun (Kaushal et al, 2015).
2. ETIOLOGI
1.
Lupus eritematous
Penyakit Burgers
Penyakit Takayasu
2.
Hiperkoagulasi
Sindrom antifosfolipid
Disfibrogenemia
3.
Stasis
Hiperviskositas
Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam
seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi,
tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta riwayat trauma (Kaushal et al,
2015).
3. PATOFISIOLOGI
Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis
dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat anggota
gerak tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul
selama masa perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena
Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti
koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat
menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah.
Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas
tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis vena
dapat terjadi pada semua vena namun sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan
ini dapat menyerang dengan baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada
vena supervisial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam
tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis.
Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena, di
sepanjang bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih dan sel
darah merah. Bekuan darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah
akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini
sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi
emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat terjadi spontan karena bekuan
secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan tekanan
vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktivitas otot setelah lama istirahat
(Kaushal et al, 2015).
4.MANIFESTASI KLINIK
Trombosis biasanya mulai pada vena kecil di otot betis kadang permulaannya di vena
pelvis. Kebanyakan bertambah besar dari betis kea rah proksimal sampai ke vena
pelvis atau vena kava inferior.
Pada trombosis vena dalam yang kecil biasanya tidak memberikan gejala
(asimptomatik), lebih dari 50% penderita trombosis vena dalam tidak memberikan
keluhan dan tanda karena trombus tidak menyumbat lumen sehingga tidak
menyebabkan bendungan. Jika terjadi obstruksi akan tampak gejala dan tanda sebagai
berikut :
1. Nyeri pada salah satu kaki
2. Nyeri tekan di otot betis
3. Udem kaki
4. Kaki agak panas
5. Nyeri dorsofleksi kaki pada uji Homan
5.DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri
pada kaki dan edema dan adanya beberapa faktor resiko terjadinya trombosis vena
dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan
kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat
trauma.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan
1. Edema yang biasanya unilateral
2. Nyeri dan nyeri tekan pada kaki
3. Tanda Homans
4. Distensi vena
5. Demam
6. Flegmasia cerulean dolens
7. Flegmasia alba dolens
Secara klinik trombosis vena dalam dapat dinilai dengan menggunakan beberapa
parameter. Berdasarkan skor klinik Scarvelis dan Wells sebagai berikut :
Ekstremitas bawah
Pitting edema +1
Alternatif diagnosis -2
Interpretasi
6.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa trombosis vena dalam
seperti :
1.
Tes Darah
a)
Tes D-dimer
Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin
terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan
tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena, konsentrasi
yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena ddimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan setelah
operasi.
b)
antibody, dan kadar hemosistein. Defisiensi terhadap beberapa faktor ini merupakan
suatu keadaan abnormal yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi.
2.
Imaging (pencitraan)
a)
Venografi
b)
Ultrasonografi
Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu
pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada
tungkai. Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai berikut:
jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak
adanya trombosis pada vena.
pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik
dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi
dari aliran vena.
Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan lunak
sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat
mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior (I
Made, 2006).
7.PENATALAKSANAAN
Terapi ditujukan pada upaya menghentikan proses koagulasi darah, mencegah
terjadinya emboli paru, dan pembentukan trombus baru, diberikan heparin intravena
atau trombolitik selama beberapa hari, dan sediaan penghambat agregasi trombosit atau
warfarin selama beberapa bulan. Jika terjadi emboli pelana, embolektomi a.pulmonalis
merupakan operasi darurat yang harus segera dikerjakan. Operasi ini jarang
memperlihatkan hasil langsung baik, karena diperlukan mesin pintas kardiopulmonal.
Kadang perlu ditempatkan paying atau jala di vena kava inferior yang dipasang secara
perkutan menembus lumen vena untuk menvegaha kambuhnya emboli paru.
Pencegahan terjadinya tromboemboli vena terdiri dari pemberian antikoagulan kepada
penderita risiko tinggi misalnya heparin subkutis dosis rendah.
Penanganan trombosis vena dalam secara umum terbagi atas :
a)
Antikoagulan
Penanganan trombosis vena dalam tergantung atas lokasi trombus. Trombus pada vena
tungkai dapat ditangani tanpa antikoagulan, khususnya jika trombus berkembang
sebagai akibat kejadian yang tidak teridentifikasi seperti trauma atau pembedahan.
Trombus vena dalam pada daerah proksimal tungkai harus ditangani dengan
antikoagulan untuk mencegah penyebaran trombus dan emboli paru. Terapi dimulai
dengan menggunakan heparin secara intravena, dengan tujuan mencapai APTT lebih
dari dua kali waktu control.
b)
Terapi trombolitik
c)
Pembedahan
d)
Bebat stoking
Pasien dengan trombosis vena dalam harus memakai bebat stoking dan rata-rata
menurunkan angka kejadian terjadinya sindrom post trombotik. Pemakaian ini
dianjurkan karena dapat meringankan rasa nyeri dan bengkak ( Robert.et all, 2012)
8.KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam antara lain :
1.
Perdarahan
Emboli paru
Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini
terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan
mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari
setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai.
Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.
3.
Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas
yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan
nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.
9.PROGNOSIS
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai
Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang
menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan
terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali ( Lilly, 2015).
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan kaki sebelah kiri bengkak. Nyeri diseluruh kaki
tungkai bawah dan pasien juga mengeluh badan lemas. Pasien adalah seorang perokok
aktif, sehari menghabiskan 2 bungkus rokok. Riwayat penyakit dahulu hipertensi tidak
terkontrol (+). Pasien mengaku sering mengkonsumsi jamu akar daun. Pasien
mengatakan bahwa teman di lingkungan kerjanya mengalami gejala yang sama setelah
minum jamu akar daun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ke 2 kaki udem, konsistensi
kenyal, terasa nyeri, nadi teraba lemah, hoffman sign (+). Dari pemeriksaan penunjang
darah rutin tidak didapatkan kelainan,pada pemeriksaan kolesterol,trigliserida,LDL dan
HDL jg tidak didapatkan kelainan.sebelumnya pada tangal 8 april pasien sudah
melakukan pemeriksaan d dimer dan hasilnya 1221.74 mg/mL FEU yang membantu
menegakan diagnosa DVT. Selama Perawatan pasien diberi terapi Infus RL+Heparin 7
TPM,Ranitidin,clopidogrel dan lovenok.perkembangan pasien semakin hari semakin
DAFTAR PUSTAKA.
1. Patel, Kaushal et al. deep Venous Thrombosis. Avalible in:www.medscape.com.
( Accessed 15 April 2012 ).2.
2. Hetcher, John et al. Prevention of Venous Thromboembolism.Australia.2008.
3. Ennis,Robert et al. deep venous Thrombosis Propylaxis in OrthopedicSurgery.
Avalaible in :www.medscape.com( Accessed 15 April 2012 )4.
4. Lilly, Leonard. Pathopysiology of Hearth Disease 5th Edition.
London:Lippincott; 2015.
5. Baksa, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006.