Anda di halaman 1dari 28

CASE-BASED DISCUSSION (CBD)

DEEP VEIN TROMBOSIS


Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono

Pembimbing :
Letkol (CKM) dr. Noerjanto, Sp.PD
Disusun oleh :
Fauzan Adryan
01.216.392
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
CASE-BASED DISCUSSION (CBD)

DEEP VEIN TROMBOSIS


Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang

Oleh :

FAUZAN ADRYAN
01.211.6380

Magelang, April 2016


Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Dokter pembimbing

Letkol (CKM) dr. Noerjanto, Sp.PD

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Case Bassed
Discussion yang berjudul Hepatoceluller Carsinoma dengan Efusi Pleura Dextra.
Laporan kasus Case Bassed Discussion ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Noerjanto, Sp.PD,


selaku pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam atas
kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Magelang, April 2016

Penulis

BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama

: Tn. Kamal Santoyo

Umur

: 52 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki


No. RM

: 062471

Alamat

: ds ketunggan Kab.Magelang

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Tangal masuk : 11 April 2016


Pukul

: 11.00

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien
pada tanggal 11 April 2016.
Keluhan Utama

: Nyeri kiri bengkak

Keluhan Tambahan : Badan Lemas


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang via poli interna dengan keluhan kaki kiri bengkak sejak 12 hari
sebelum masuk rumah sakit. Kaki kiri juga terasa nyeri diseluruh tungkai bawah dan
susah digerakan, nyeri terus menerus dan semakit berat bila digunakan aktifitas.
Pasien juga mengeluhkan seluruh badannya lemas, sebelumnya pasien mengaku
demam dan beli obat di warung namun sekarang demam sudah menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit Hepatitis B

: Disangkal

Riwayat OP

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat HT

: Ada

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat Penyakit Ginjal

: Disangkal

Riwayat Alergi obat/makanan

: Disangkal

Riwayat Penyakit Paru

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

Pasien dan keluarga menyangkal di keluarga ada yang mengalami keluhan yang
sama saat ini.

Riwayat HT

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Bronchitis

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien sudah menikah dan tinggal bersama anak dan istrinya, di lingkungan pasien
tidak ada yang mengalami gejala serupa. Pasien bekerja sebagai TNI. Pasien merokok,
tidak mengkonsumsi alcohol. Pasien sering telat makan dan sering mengkonsumsi
jamu Akar Daun.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Suhu

: 36C

Nadi: 80x/menit

RR: 24x/menit

SpO2: 97%

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)


Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

Akral Hangat
Oedem & Pitting oedem
Palmar Eritema
Clubing finger
Kuku Ikhterik
Akral hangat
Oedem & Pitting oedem
Plantar Eritema
Clubing finger
Kuku Ikhterik

D. Daftar Masalah
Anamnesis:
1. Kaki kiri Bengkak
2. Merokok
Pemeriksaan Fisik:
3.Tekanan darah= 140/90 mmHg
4.Edema dikaki kiri
5.Nyeri dikaki kiri
6.Tes hofman positif
E. Hipotesis
1. DVT 1,2,3,4,5,6
2.Hipertensi
F. Planning

EKSTREMITAS
SUPERIOR DEXTRA
+
EKSTREMITAS INFERIOR
DEXTRA
+
+

EKSTREMITAS
SUPERIOR SINISTRA
+
EKSTREMITAS INFERIOR
SINISTRA
+
+
+

1. Dx:

Darah lengkap
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatin
SGOT
SGPT

2. Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL+ Heparin 7 TPM
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral

Non Farmakologi
o Diet lunak tinggi kalori dan mikronutrien. 6x makan sehari (small and frequent
feeding). Asupan natrium dibatasi <6 g.

3. Mx

Tanda vital
Keadaan umum
Balance cairan

4. Ex
1.
2.
3.
4.

Jaga kebersihan diri


Minum air putih yang cukup
Makan sedikit tapi sering
Bed rest

Follow Up 12 April 2016


S: Kaki Bengkak dan nyeri disertai badan lemas
O:Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 130/80 mmHg

Nadi: 86x/menit

Suhu

SpO2: 98%

: 36,5C

RR: 24x/menit

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)


Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)

Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)


Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

A: DVT
P: Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
Heparin STOP
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
1. Hasil Lab Darah Lengkap Tanggal 11 April 2016

1. Jenis

Hasil

Nilai Normal

Ket.

8,4 x 103/mm3
4.46 x 106/uL*
12.0g/Dl
37.3 %
83.3 um3
28.5 pg
34.1 g/dl
258 x 103/mm3
8,4 fL*
12,1 %

3.5 10
3.80 - 5.80
11.0 16.5
35.0 50.0
80 97
26.5 33.5
31.5 - 35.5
150 390
8.0 11.0
10.0 15.0

N
N
N
N
N
N
N
N
N
N

Pemeriks
aan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
MPV
RDW

Jenis
% Lym
% Mid
% Gra
# Lym
# Mid
# Gra

Hasil
28,1 %*
10,6 %*
81.1 %
0,6 103/mm3*
0.6 103/mm3
4,2 103/mm3

Nilai Normal
15 50
2.0 15.0
35.0 80.0
1.0 5.0
0.1 1.0
2.0 8.0

Ket.
N
N
N
LOW
N
N

2.Hasil Pemeriksaan Kimia Darah (11 April 2016) :


Jenis

Hasil

Referensi

Ket.

n
Gula darah 79 mg/dL*

70 115 mg/dl

sewaktu
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT

17.00 43.00
0.900 1.300
0.000 37.00
0.000 41.00

N
N
N
N

Pemeriksaa

24 mg/dL*
1,1 mg/dL*
20 U/L
18 U/L

Follow Up 13 April 2016


S: Kaki Bengkak dan nyeri disertai badan lemas
O:Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:

Tekanan Darah: 130/90 mmHg


Suhu

: 39C

Nadi: 150x/menit

RR: 24x/menit

SpO2: 97%

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)


Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

A: DVT
P: Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral

Ranitidin 3x1 Oral


o Kausatif: Lovenox 0,4
Follow Up 14 April 2016
S: Bengkak berkurang,Kaki terasa nyeri
O:Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Suhu

: 36C

Nadi: 80x/menit

RR: 24x/menit

SpO2: 100%

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)


Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

A: DVT
P: Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
Ranitidin 3x1 Oral
o Kausatif: Lovenox 0,4

Follow Up 15 April 2016


S: Kaki Bengkak dan nyeri disertai badan lemas
O:Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 130/80 mmHg
Suhu

: 36C

Nadi: 78x/menit

RR: 24x/menit

SpO2: 98%

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)


Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

A: DVT
P: Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
Ranitidin 3x1 Oral
o Kausatif: Lovenox 0,4

Follow Up 16 April 2016


S: Bengkak berkurang,kaki nyeri
O:Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Suhu

: 39C

Nadi: 84x/menit

SpO2: 97%

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)

RR: 24x/menit

Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

A: DVT
P: Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral

Ranitidin 3x1 Oral


o Kausatif: Lovenox 0,4
Follow Up 17 April 2016
S: Bengkak berkurang,Nyeri berkurang
O:Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 160/100 mmHg
Suhu

: 36C

Nadi: 68x/menit

RR: 24x/menit

SpO2: 97%

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)


Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

A: DVT
P: Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral
Ranitidin 3x1 Oral
o Kausatif: Lovenox 0,4

Follow Up 18 April 2016


S: Kaki Bengkak dan nyeri disertai badan lemas
O:Keadaan umum: Sakit sedang
Kesadaran: GCS=15
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Suhu

: 36C

Nadi: 80x/menit

RR: 24x/menit

SpO2: 98%

Kepala: normocephal, alopesia (-), hematom (-)


Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm/3mm, RC +/+, mata
cekung -/Mulut: Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa kering (-)
Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks: normochest.
Paru:

I: Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)


P: vocal fremitus simetris
P: Sonor di seluruh lapang paru, redup di bagian basal pulmo dextra
A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, suara lebih kecil di pulmo dextra
bagian basal

Jantung:

I: Ictus cordis tidak tampak


P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

P: Batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS IV, batas jantung kiri di
linea midclavicularis sinistra ICS IV, batas pinggang jantung linea parasternal

sinistra ICS III


A: SI/SII regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: Datar, spider nevi (-), caput medusa (-)


A: BU (-)
P: Nyeri tekan abdomen (-), turgor kulit baik, hepatomegali (-), splenomegali

(-)
P: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas: Ekstremitas: Edema pada kaki (-/+) Nyeri pada kaki (-/+),uji
hofman (-/+),Sianosi (-/-),CRT <2 detik

A: DVT

P:Pasien diperbolehkan pulang


Tx

Farmakologi
o Suportif:
Inj RL
o Simptomatik:
Clopidogrel 1x1 Oral
Neurodex 2x1 Oral

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DVT (Deep vein Trombosis)
1.Definisi
Deep Vein Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) pada
vena dalam. Trombus dapat terjadi pada vena-vena profunda pada tungkai. Trombosis
vena dalam dapat juga terjadi pada vena lainnya (sinus cerebral, vena pada lengan,
retina, dan mesenterika). Trombosis vena dalam hanya menyebabkan suatu peradangan
yang minimal. Peradangan yang terjadi disekitar trombus, disertai dengan perlengketan
trombus terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas dan menjadi embolus,
berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran darah yang sempit
sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran darah. Trombosis vena dalam dapat
menyebabkan komplikasi seperti sindrom postphlebitis, embolisme paru dan kematian.
Trombus terjadi karena perlambatan dari aliran darah, kelainan dinding pembuluh
darah, atau gangguan pembekuan darah yang sering dinamakan dengan trias Virchow.
Beberapa factor inilah yang menyebabkan tingginya insiden trombus vena dalam.
Trombus terbentuk pada daerah yang aliran darahnya (arteri) cepat pada umumnya
berwarna abu-abu dan terdiri dari platelet. Trombus terjadi relative sangat lambat pada

system vena biasanya berwarna merah dan terdiri dari fibrin dan sel darah merah
(Kaushal et al, 2015).
EPIDEMIOLOGI
Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 15% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit
dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena
dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun (Kaushal et al, 2015).
2. ETIOLOGI
1.

Kerusakan sel endotel

Lupus eritematous

Penyakit Burgers

Giant cell arteritis

Penyakit Takayasu

2.

Hiperkoagulasi

Resistensi aktif protein C

Sindrom antifosfolipid

Defisiensi Antitrombin III

Defisiensi Protein C dan S

Disfibrogenemia

3.

Stasis

Gagal jantung kongestif

Hiperviskositas

Tirah baring yang terlalu lama

Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa otot.

Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam
seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi,
tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta riwayat trauma (Kaushal et al,
2015).
3. PATOFISIOLOGI
Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis
dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat anggota
gerak tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul
selama masa perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena

perifer, meningkatkan stagnasi dan pengumpulan darah di ekstremitas bawah. statis


darah dibelakang daun katup dapat menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin,
yang mencetuskan perkembangan thrombosis vena.
Walaupun cedera endotel diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus, lesi yang
nyata tidak selalu dapat ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas, yang
disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia, atau peradangan dapat terjadi. Penyebab
kerusakan endotel yang jelas adalah trauma langsung pada pembuluh darah (seperti
fraktur dan cedera jaringan lunak) dan infuse intravena atau zat-zat yang mengiritasi
(seperti kalium klorida, kemoterapi, atau antibiotic dosis tinggi.
Hiperkoagulabiitas darah bergantung pada interaksi kompleks antara berbagai macam
variable, termasuk endotel pembuluh darah, factor-faktor pembekuan dan trombosit,
komposisi, dan sifat-sifat aliran darah. Selain itu, system fibrinolitik intrinsic
menyeimbangkan system pembekuan melalui lisis dan disolusi bekuan untuk
mempertahankan patensi vascular. Keadaan hiperkoagulasi timbul akibat perubahan
salah satu variable ini. Kelainan hematologis, keganasan, trauma, terapi estrogen, atau
pembedahan dapat menyebabkan kelainan koagulasi.
Trombosis vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah.
Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan
peningkatan volume dan tekanan darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong
katup dan merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen
mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas.
Thrombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh
darah apabila thrombus semakin matang. Sebagian akibatnya, risiko embolisasi
menjadi lebih besar pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian juga bekuan
tetap dan dapat terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progesif
juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari
system vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat
tertentu (rekanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik
endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang terbuka tapi dengan daun katup
terbuka dan jaringan parut, yang menyebabkan aliran vena dua arah.
Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan
pembekuan darah. Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau
dislokasi, penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak
vena.

Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti
koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat
menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah.
Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas
tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis vena
dapat terjadi pada semua vena namun sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan
ini dapat menyerang dengan baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada
vena supervisial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam
tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis.
Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena, di
sepanjang bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih dan sel
darah merah. Bekuan darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah
akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini
sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi
emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat terjadi spontan karena bekuan
secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan tekanan
vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktivitas otot setelah lama istirahat
(Kaushal et al, 2015).
4.MANIFESTASI KLINIK
Trombosis biasanya mulai pada vena kecil di otot betis kadang permulaannya di vena
pelvis. Kebanyakan bertambah besar dari betis kea rah proksimal sampai ke vena
pelvis atau vena kava inferior.
Pada trombosis vena dalam yang kecil biasanya tidak memberikan gejala
(asimptomatik), lebih dari 50% penderita trombosis vena dalam tidak memberikan
keluhan dan tanda karena trombus tidak menyumbat lumen sehingga tidak
menyebabkan bendungan. Jika terjadi obstruksi akan tampak gejala dan tanda sebagai
berikut :
1. Nyeri pada salah satu kaki
2. Nyeri tekan di otot betis
3. Udem kaki
4. Kaki agak panas
5. Nyeri dorsofleksi kaki pada uji Homan

6. Perubahan warna kulit pada kaki.


Kadang kaki membengkak dan nyeri karena seluruh trombus melekat pada dinding
vena sehingga seluruh vena tungkai sampai pelvis tersumbat, keadaan ini disebut
flegmasia alba dolens. Pada keadaan ini kaki nyeri sekali, sangat membengkak dan
kulitnya putih karena iskemia disertai dengan bercak bendungan. Pada stadium lanjut
terdapat flegmasia serulea dolens yang ditandai dengan kaki yang nyeri sekali,
berwarna biru tua dan hematoma karena mulai terjadi nekrosis atau gangrene. Justru
pada penderita yang tanpa gejala dan tanda, trombosis vena dalam dapat menyebabkan
emboli paru karena sebagian besar trombus di tungkai dan pelvis tidak melekat ke
dinding vena (John et al, 2008)

5.DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri
pada kaki dan edema dan adanya beberapa faktor resiko terjadinya trombosis vena
dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan
kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat
trauma.
Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan
1. Edema yang biasanya unilateral
2. Nyeri dan nyeri tekan pada kaki
3. Tanda Homans
4. Distensi vena
5. Demam
6. Flegmasia cerulean dolens
7. Flegmasia alba dolens
Secara klinik trombosis vena dalam dapat dinilai dengan menggunakan beberapa
parameter. Berdasarkan skor klinik Scarvelis dan Wells sebagai berikut :

Kanker yang aktif +1

Paralisis atau pemasangan gips pada +1

Ekstremitas bawah

Bedrest > 3 hari atau operasi besar < 4 minggu +1

Nyeri tekan yang terlokalisir +1

Pembengkakan seluruh kaki +1

Pembengkakan tungkai >3cm dibanding +1

dengan kaki yang sebelahnya

Pitting edema +1

Sebelumnya pernah menderita DVT +1

Kolateral vena superficial +1

Alternatif diagnosis -2

Interpretasi

Resiko tinggi >3

Resiko sedang 1 atau 2

Resiko rendah < 0 (Steven et al, 2008)

6.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa trombosis vena dalam
seperti :
1.

Tes Darah

a)

Tes D-dimer

Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin
terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan
tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena, konsentrasi
yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena ddimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan setelah
operasi.
b)

Protein S, protein c, antithrombin III, faktor V, prothrombin, antifosfolipid

antibody, dan kadar hemosistein. Defisiensi terhadap beberapa faktor ini merupakan
suatu keadaan abnormal yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi.
2.

Imaging (pencitraan)

a)

Venografi

Merupakan suatu pemeriksaan gold standard untuk menegakkan diagnose trombosis


vena dalam dengan menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi resikonya kecil
terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena. Berikut gambaran trombosis vena
dalam pada a. poplitea.

b)

Ultrasonografi

Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu
pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada
tungkai. Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai berikut:

Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah

jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak
adanya trombosis pada vena.

Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah dinilai dengan menggunakan

pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik
dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi
dari aliran vena.

Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan

tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh


darah.
c)

CT-Scan dan MRI

Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan lunak
sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat
mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior (I
Made, 2006).
7.PENATALAKSANAAN
Terapi ditujukan pada upaya menghentikan proses koagulasi darah, mencegah
terjadinya emboli paru, dan pembentukan trombus baru, diberikan heparin intravena
atau trombolitik selama beberapa hari, dan sediaan penghambat agregasi trombosit atau
warfarin selama beberapa bulan. Jika terjadi emboli pelana, embolektomi a.pulmonalis
merupakan operasi darurat yang harus segera dikerjakan. Operasi ini jarang
memperlihatkan hasil langsung baik, karena diperlukan mesin pintas kardiopulmonal.
Kadang perlu ditempatkan paying atau jala di vena kava inferior yang dipasang secara
perkutan menembus lumen vena untuk menvegaha kambuhnya emboli paru.
Pencegahan terjadinya tromboemboli vena terdiri dari pemberian antikoagulan kepada
penderita risiko tinggi misalnya heparin subkutis dosis rendah.
Penanganan trombosis vena dalam secara umum terbagi atas :
a)

Antikoagulan

Penanganan trombosis vena dalam tergantung atas lokasi trombus. Trombus pada vena
tungkai dapat ditangani tanpa antikoagulan, khususnya jika trombus berkembang
sebagai akibat kejadian yang tidak teridentifikasi seperti trauma atau pembedahan.
Trombus vena dalam pada daerah proksimal tungkai harus ditangani dengan
antikoagulan untuk mencegah penyebaran trombus dan emboli paru. Terapi dimulai
dengan menggunakan heparin secara intravena, dengan tujuan mencapai APTT lebih
dari dua kali waktu control.
b)

Terapi trombolitik

c)

Pembedahan

d)

Bebat stoking

Pasien dengan trombosis vena dalam harus memakai bebat stoking dan rata-rata
menurunkan angka kejadian terjadinya sindrom post trombotik. Pemakaian ini
dianjurkan karena dapat meringankan rasa nyeri dan bengkak ( Robert.et all, 2012)

8.KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam antara lain :
1.

Perdarahan

Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.


2.

Emboli paru

Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini
terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan
mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari
setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai.
Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.
3.

Sindrom post trombotik

Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas
yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan
nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.
9.PROGNOSIS

Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai

resiko terjadinya insufisiensi vena kronik.

Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang

menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan
terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali ( Lilly, 2015).

BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan keluhan kaki sebelah kiri bengkak. Nyeri diseluruh kaki
tungkai bawah dan pasien juga mengeluh badan lemas. Pasien adalah seorang perokok
aktif, sehari menghabiskan 2 bungkus rokok. Riwayat penyakit dahulu hipertensi tidak
terkontrol (+). Pasien mengaku sering mengkonsumsi jamu akar daun. Pasien
mengatakan bahwa teman di lingkungan kerjanya mengalami gejala yang sama setelah
minum jamu akar daun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ke 2 kaki udem, konsistensi
kenyal, terasa nyeri, nadi teraba lemah, hoffman sign (+). Dari pemeriksaan penunjang
darah rutin tidak didapatkan kelainan,pada pemeriksaan kolesterol,trigliserida,LDL dan
HDL jg tidak didapatkan kelainan.sebelumnya pada tangal 8 april pasien sudah
melakukan pemeriksaan d dimer dan hasilnya 1221.74 mg/mL FEU yang membantu
menegakan diagnosa DVT. Selama Perawatan pasien diberi terapi Infus RL+Heparin 7
TPM,Ranitidin,clopidogrel dan lovenok.perkembangan pasien semakin hari semakin

membaik dan keluhan semakin berkurang.Pasien di izinkan pulang oleh dr penangung


jawab pada tangal 18 April 2016.

DAFTAR PUSTAKA.
1. Patel, Kaushal et al. deep Venous Thrombosis. Avalible in:www.medscape.com.
( Accessed 15 April 2012 ).2.
2. Hetcher, John et al. Prevention of Venous Thromboembolism.Australia.2008.
3. Ennis,Robert et al. deep venous Thrombosis Propylaxis in OrthopedicSurgery.
Avalaible in :www.medscape.com( Accessed 15 April 2012 )4.
4. Lilly, Leonard. Pathopysiology of Hearth Disease 5th Edition.
London:Lippincott; 2015.
5. Baksa, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006.

6. Deitelzweig, Steven et al. prevention of venous Thromboembolism in


TheOrthopedic Surgery Patient. Cleveland clinic journal of Medicine. 2008;
75(3) : 27-36

Anda mungkin juga menyukai