Bab 6 Pemulihan
Bab 6 Pemulihan
VI-1
teknis
di
sekitar
wilayah
berkelerengan
terjal.
Jadi,
VI-2
atau menutupi prasarana jalan dan drainase. Pada ruas jalan Tojo
Ampana, gejala longsoran dapat ditafsirkan sebagai peristiwa yang akan
terus berlangsung jika tanpa penanganan yang tepat. Tindakan
pelebaran jalan memang sangat penting, tetapi bukanlah alternatif yang
tepat bila tanpa disertai usaha rekayasa teknis terhadap konstruksi
pengaman, di samping juga usaha konservasi terhadap wilayah
tersebut.
Pada ruas jalan ini, longsoran akan terus berlansung jika keadaannya
terus dibiarkan. Batuan lepas-lepas yang menyusun wilayah tersebut
serta topografi yang terjal dan pembukaan hutan yang tampak semakin
intensif di wilayah hulu akan menjadikan wilayah tersebut rawan longsor.
Penelitian sangat penting dilakukan guna mengetahui arah dan dimensi
struktur yang terbentuk. Litologi batuan metamorf dengan foliasinya
serta tingkat pelapukan yang tinggi secara genetik merupakan faktor
utama penyebab longsoran tersebut. Karenanya, secara alamiah hal ini
mustahil untuk dirubah.
Rekayasa geoteknis juga sangat dibutuhkan bagi penanggulangan
longsoran di ruas jalan ini. Hal yang penting adalah menyelidiki
seberapa tebal lapis pelapukan granit serta menyelidiki sifat-sifat
geoteknis material yang terdapat pada tebing-tebing. Tingkat kelandaian
konstruksi akan ditentukan oleh sifat-sifat geoteknis tanah/batuan. Untuk
mengatasi kendala biaya dalam konstruksi, ruas-ruas jalan yang akan
direkayasa harus dipilah sesuai rekayasa yang ditentukan.
Rekayasa-rekayasa geoteknis yang dapat diterapkan berupa konstruksi
drainase di sepanjang jalur rawan, dinding penahan gravitasi. Dan, yang
paling
penting
adalah
konstruksi
dinding
penahan
Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna
dengan
VI-3
perancah/penulangan
tanah
dengan
memperhatikan
kedalaman
VI-4
rawan abrasi oleh gelombang dan arus laut, bencana alam maupun
campur tangan manusia, sangat dibutuhkan perhatian dan penanganan
dini yang tepat, bukan saja oleh pemerintah tetapi juga partisipasi aktif
dari masyarakat.
Dalam hal pemanfaatan wilayah sekitar pantai, misalnya akan dirobah
fungsinya menjadi lahan tambak, sebaiknya memperhitungkan daya
dukung lahan tersebut dan juga harus memperhatikan sempadan pantai.
Karena jika diabaikan, maka dapat memicu terjadinya abrasi intensif di
wilayah tersebut.
Untuk menanggulangi abrasi pantai, langkah pertama yang perlu
dilakukan
adalah
mencari
penyebabnya.
Dengan
mengetahui
VI-5
pantai (konstruksi fisik) seperti sea wall (dinding pantai). Jika ombaknya
besar, maka diusahan ombak pecah sebelum mencapai pantai, dan
untuk ini diperlukan break water (pemecah ombak).
Beberapa fungsi bangunan pantai, di antaranya adalah:
1. Memperkuat/melindungi pantai agar mampu menahan serangan
gelombang
2. Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai
3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai.
Sea wall sudah banyak dipasang untuk mengatasi abrasi pantai. Tetapi
cara ini hanya bersifat sementara dan membutuhkan biaya besar dan
tidak ramah lingkungan karena terjadi pemutusan ekosistem laut dan
darat.
Melihat
permasalahan
dan
solusi
di
atas,
memang
belum
VI-6
pengerukan
pada
meander-dalam
(belokan-dalam)
dan
materialnya, yang berupa kerikil dan kerakal, dipindahkan ke meanderluar (belokan-luar). Hal ini sekaligus membantu dalam mengurangi erosi
tebing pada meander-luar, bahkan mencegah dari erosi atau longsor.
E. Lahan Kritis
Lahan kritis merupakan hasil dari proses erosi yang sangat intensif yang
menyebabkan topsoil lahan tersebut tergerus sehingga kehilangan
kesuburannya. Pencegahan terhadap meluasnya lahan seperti ini
adalah dengan cara menekan tingkat erosi pada suatu wilayah hingga di
bawah erosi yang ditoleransi. Pengeleloaannya, secara teknis, seperti
yang diuraikan pada pengelolaan lingkungan terhadap erosi.
Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna
VI-7