Anda di halaman 1dari 7

BAB VI

PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK

Pemulihan dan perbaikan lingkungan fisik yang dimaksudkan di sini adalah


pengendalian dan pencegahan kerusakan lingkungan fisik yang diakibatkan
oleh proses-proses geologi. Dalam hal ini, termasuk perbaikan kerusakan
lingkungan fisik tersebut dengan menerapkan pekerjaan-pekerjaan teknis
untuk mencegah dampak atau kerusakan yang lebih besar dan untuk
pemulihan ekosistem lingkungan. Pengelolaan lingkungan terhadap prosesproses geologi yang disebutkan dalam Bab V diuraikan sebagai berikut.
Perlu tambahan uraian yang lebih detail (per kasus lokasi) !!!!!!!
A. Erosi
Erosi yang terjadi di wilayah yang disebutkan di atas, terutama
disebabkan oleh pembukaan hutan, baik oleh perusahaan maupun
masyarakat pada kawasan lindung dan pemanfaatan lahan yang tidak
mengikuti kaidah konservasi tanah. Dengan demikian, pengelolaannya
haruslah didahului dengan penyadaran masyarakat tentang fungsi
kawasan lindung, kemudian diikuti dengan pekerjaan-pekerjaan teknis
untuk menurunkan tingkat erosi tersebut. Misalnya, dengan menerapkan
sistem pertanian yang mengacu pada kaidah konservasi tanah, yang
salah satu di antaranya adalah terasering pada wilayah berlereng. Serta,
pemulihan hutan dengan melakukan penghijauan dan reboisasi.
Erosi tidak hanya terjadi pada lahan berlereng, tetapi juga terjadi pada
lahan yang hampir datar. Erosi seperti ini disebut erosi horizontal. Gejala
ini untuk wilayah Kabupaten Tojo Unauna, terutama terjadi pada dataran
Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna

VI-1

rendah dekat pantai, yang sebelumnya pantai tersebut banyak ditumbuhi


mangrove yang berfungsi sebagai penahan sedimen dari darat.
Erosi horizontal tidak kalah merusaknya dibanding erosi pada lahan
berlereng, karena di samping merusak prasarana wilayah dan
lingkungan permukiman, juga menyebabkan pendangkalan laut dekat
pantai. Erosi ini telah menyebabkan sebagian wilayah desa pantai
tergenangi air setiap terjadi air laut pasang.
Pengelolaan erosi horizontal harus diarahkan pada bagaimana agar
aliran sedimen dari hulu dapat tertahan dan tidak terus ke laut. Salah
satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan pemulihan vegetasi
pantai yang dapat menahan aliran sedimen sehingga tidak terus ke laut.
Khusus untuk erosi parit, pengelolaannya adalah dengan menimbun
jalur erosi dengan tanah dan kerikil dan atau kerakal. Jangan
menggunakan pasir karena daya rekatnya hampir tidak ada. Di samping
itu, harus dibuat drainase di sisi jalan, agar aliran air tidak mengarah ke
badan jalan yang memicu terjadinya erosi parit.
B. Longsor
Seperti halnya dengan erosi, longsor juga terutama disebabkan oleh
pembukaan lahan pada kawasan lindung dan adanya pekerjaanpekerjaan

teknis

di

sekitar

wilayah

berkelerengan

terjal.

Jadi,

pengelolaannya kurang lebih sama dengan pengelolaan erosi tersebut.


Tapi pekerjaan teknis yang diperlukan adalah membuat jaring-jaring
pada tebing, setelah tebal lapisan lapuknya diketahui.
Gejala longsor dapat berakibat langsung terhadap aktivitas manusia
karena seringkali merusak prasarana wilayah, misalnya memutuskan
Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna

VI-2

atau menutupi prasarana jalan dan drainase. Pada ruas jalan Tojo
Ampana, gejala longsoran dapat ditafsirkan sebagai peristiwa yang akan
terus berlangsung jika tanpa penanganan yang tepat. Tindakan
pelebaran jalan memang sangat penting, tetapi bukanlah alternatif yang
tepat bila tanpa disertai usaha rekayasa teknis terhadap konstruksi
pengaman, di samping juga usaha konservasi terhadap wilayah
tersebut.
Pada ruas jalan ini, longsoran akan terus berlansung jika keadaannya
terus dibiarkan. Batuan lepas-lepas yang menyusun wilayah tersebut
serta topografi yang terjal dan pembukaan hutan yang tampak semakin
intensif di wilayah hulu akan menjadikan wilayah tersebut rawan longsor.
Penelitian sangat penting dilakukan guna mengetahui arah dan dimensi
struktur yang terbentuk. Litologi batuan metamorf dengan foliasinya
serta tingkat pelapukan yang tinggi secara genetik merupakan faktor
utama penyebab longsoran tersebut. Karenanya, secara alamiah hal ini
mustahil untuk dirubah.
Rekayasa geoteknis juga sangat dibutuhkan bagi penanggulangan
longsoran di ruas jalan ini. Hal yang penting adalah menyelidiki
seberapa tebal lapis pelapukan granit serta menyelidiki sifat-sifat
geoteknis material yang terdapat pada tebing-tebing. Tingkat kelandaian
konstruksi akan ditentukan oleh sifat-sifat geoteknis tanah/batuan. Untuk
mengatasi kendala biaya dalam konstruksi, ruas-ruas jalan yang akan
direkayasa harus dipilah sesuai rekayasa yang ditentukan.
Rekayasa-rekayasa geoteknis yang dapat diterapkan berupa konstruksi
drainase di sepanjang jalur rawan, dinding penahan gravitasi. Dan, yang
paling

penting

adalah

konstruksi

dinding

penahan

Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna

dengan
VI-3

perancah/penulangan

tanah

dengan

memperhatikan

kedalaman

penetrasi angker. Meskipun biaya untuk konstruksi ini sangat besar


mengingat panjangnya ruas jalan yang akan direkayasa, namun untuk
kepentingan jangka panjang, hal tersebut dapatlah dilakukan.
Pada ruas jalan ini, meskipun formasi batuannya adalah ultrabasa,
namun di lapangan menunjukan terjadinya pelapukan yang intensif
terhadap batuan tersebut. Sehingga, pada ruas jalan ini rawan terjadi
longsor. Jalur ini cukup rawan dan berbahaya pada musim hujan karena
pori-pori antar ruang kekar pada batuan akan diisi oleh air. Jika ke dalam
kekar cukup dalam maka curahan awal akan terus meresap mencapai
kedalaman tersebut sehingga mengurangi aliran ke lereng/permukaan.
Tapi jika aliran airtanah terhambat secara vertikal maka yang terjadi
adalah aliran air ke arah lateral yang diantaranya diikuti oleh longsornya
material pada tebing jalan tersebut.
Di samping itu, juga sangat sering terjadi longsor atau erosi tebing pada
meander-luar (belokan-luar) suatu sungai akibat sedimentasi pada
meander-dalam (belokan-dalam) sungai tersebut. Suatu pekerjaan
teknis untuk melindungai meander-luar dari longsor atau erosi tebing
sudah sering dilakukan, seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut.
Namun pekerjaan ini harus pula diikuti dengan pengerukan meanderdalam untuk mengurangi tekanan air ke bronjong tersebut.
C. Abrasi
Abrasi adalah salah satu gejala alam di pantai yang dapat mengancam
dan merugikan kawasan pemukiman dan prasarana umum di wilayah
tersebut. Melihat permasalahan di pantai yang banyak terjadi abrasi dan
Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna

VI-4

rawan abrasi oleh gelombang dan arus laut, bencana alam maupun
campur tangan manusia, sangat dibutuhkan perhatian dan penanganan
dini yang tepat, bukan saja oleh pemerintah tetapi juga partisipasi aktif
dari masyarakat.
Dalam hal pemanfaatan wilayah sekitar pantai, misalnya akan dirobah
fungsinya menjadi lahan tambak, sebaiknya memperhitungkan daya
dukung lahan tersebut dan juga harus memperhatikan sempadan pantai.
Karena jika diabaikan, maka dapat memicu terjadinya abrasi intensif di
wilayah tersebut.
Untuk menanggulangi abrasi pantai, langkah pertama yang perlu
dilakukan

adalah

mencari

penyebabnya.

Dengan

mengetahui

penyebabnya, selanjutnya dapat ditentukan cara penanggulangannya.


Pengelolaan abrasi dapat dilakukan dengan penanaman mangrove atau
tumbuhan pantai lainnya dan bangunan pantai (konstruksi fisik). Sesuai
dengan fungsinya, bangunan pantai dapat diklasifikasikan dalam 3
kelompok: konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis
pantai, konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan
sambung ke pantai serta konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan
sejajar dengan garis pantai.
Untuk menangani pantai yang telah terabrasi, haruslah diperhatikan
kondisi lahan tersebut, apakah memungkinkan vegetasi dapat tumbuh
atau tidak. Jika memungkinkan maka sebaiknya dilakukan penanaman
atau peremajaan kawasan yang terabrasi dengan menanam mangrove
atau tumbuhan pantai seperti waru, pandan laut, ketapang serta
beberepa jenis pohon keras lainnya. Karena, di samping murah juga
ramah lingkungan. Jika tidak, maka diperlukan pembuatan bangunan
Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna

VI-5

pantai (konstruksi fisik) seperti sea wall (dinding pantai). Jika ombaknya
besar, maka diusahan ombak pecah sebelum mencapai pantai, dan
untuk ini diperlukan break water (pemecah ombak).
Beberapa fungsi bangunan pantai, di antaranya adalah:
1. Memperkuat/melindungi pantai agar mampu menahan serangan
gelombang
2. Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai
3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai.
Sea wall sudah banyak dipasang untuk mengatasi abrasi pantai. Tetapi
cara ini hanya bersifat sementara dan membutuhkan biaya besar dan
tidak ramah lingkungan karena terjadi pemutusan ekosistem laut dan
darat.
Melihat

permasalahan

dan

solusi

di

atas,

memang

belum

memungkinkan untuk digunakan butir 2 dan 3 secara efektif, karena di


samping belum adanya data oseanografi yang mendukung juga belum
terlalu dikelolanya kawasan pantai secara optimal. Langkah yang
sebaiknya ditempuh adalah bagaimana memadukan sea wall yang
bersifat sementara dengan rehabilitasi tumbuhan pantai.
D. Sedimentasi
Pengelolaan lingkungan terhadap gejala ini adalah penurunan tingkat
erosi dan pencegahan longsor. Sedangkan pekerjaan teknis yang perlu
dilakukan adalah normalisasi aliran sungai, pembuatan cek dam atau
tanggul sedimen. Namun 2 pekerjaan teknis yang terakhir, juga akan
sangat berbahaya jika sedimen yang menumpuk di bagian hulu tidak
dikeruk secara periodik, karena akan mempercepat pendangkalan
Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna

VI-6

sungai di bagian hulu dan berpeluang besar menimbulkan banjir. Suatu


hal yang sangat penting diperhatikan dalam normalisasi aliran sungai
adalah

pengerukan

pada

meander-dalam

(belokan-dalam)

dan

materialnya, yang berupa kerikil dan kerakal, dipindahkan ke meanderluar (belokan-luar). Hal ini sekaligus membantu dalam mengurangi erosi
tebing pada meander-luar, bahkan mencegah dari erosi atau longsor.

E. Lahan Kritis
Lahan kritis merupakan hasil dari proses erosi yang sangat intensif yang
menyebabkan topsoil lahan tersebut tergerus sehingga kehilangan
kesuburannya. Pencegahan terhadap meluasnya lahan seperti ini
adalah dengan cara menekan tingkat erosi pada suatu wilayah hingga di
bawah erosi yang ditoleransi. Pengeleloaannya, secara teknis, seperti
yang diuraikan pada pengelolaan lingkungan terhadap erosi.

Laporan Sementara
Identifikasi Kawasan Rentan Kerusakan Lingkungan Fisik di Kab. Tojo Unauna

VI-7

Anda mungkin juga menyukai