Anda di halaman 1dari 27

KLASIFIKASI KEMIRINGAN LERENG

Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi pet rupa bumi Indonesia ( RBI ) dengan
metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth dengan rumus sebagai
berikut :
(n-1) x ki
S = --------------------------------- x 100%
a x penyebut skala peta
Keterangan :
S = Besar sudut lereng
n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring
ki = kontur interval
a = panjang diagonal jarng dengan panjang rusuk 1 cm
Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah sebagai berkut :
Tabel kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng
KELAS
KEMIRINGAN ( % )
KLASIFIKASI
I
08
Datar
II
> 8 15
Landai
III
>15 25
Agak Curam
IV
> 25 45
Curam
V
> 45
Sangat Curam
Sumber : Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986.
Tabel Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE
Kemiringan

Kemiringan

lereng ()

lereng (%)

<1

0-2

1-3

3-7

3-6

Keterangan
Datar

Klasifikasi

Klasifikasi

USSSM* (%) USLE* (%)


0-2

1-2

Sangat landai

2-6

2-7

8 - 13

Landai

6 - 13

7 - 12

6-9

14 - 20

Agak curam

13 - 25

12 - 18

9 - 25

21 - 55

Curam

25 - 55

18 - 24

hampir datar

25 - 26

56 - 140

Sangat curam

> 65

> 140

Terjal

> 55

> 24

*USSSM = United Stated Soil System Management


USLE

= Universal Soil Loss Equation


Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang datar

yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman lereng,panjang lereng dan
bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Menurut
sitanala Arsyad (1989:225) mengkelaskan lereng menjadi seperti berikut:
KEMIRINGAN ( % )
03
38
8 15
15 30
30-45
45-65
>65

KLASIFIKASI
Datar
Landai Atau Berombak
Agak Miring
Miring
Agak Curam
Curam
Sangat Curam

KELAS
A
B
C
D
E
F
G

MENGHITUNG LUAS DAS

Luas DAS merupakan keseluruhan DAS sebagai suatu sistem sungai yang diproyeksikan
secara horisontal pada bidang datar. Untuk mengetahui luas DAS dapat digunakan planimeter,
kertas milimeter atau dengan menggunakan digitizer-computer (ITC, 1988). Untuk menghitung
luas DAS dapat digunakan beberapa metode berikut ini:
a.

Square Method (Metode Sege Empat)


Pengukuran luas dengan metode segi empat ini dilakukan dengan cara membuat prtakpetak atau kotak-kotak bujur sangkar pada daerah yang akan dihitung luasnya. Pada batas tepi
yang luasnya setengah kotak atau lebih dibulatkan menjadi satu kotak sedangkan kotak yang
luasnya kurng dari setengah dihilangkan (tak dihitung). Hal yang perlu diperhatikan adalah
pertimbangan keseimbangan. Harus ada penyesuaian antara kotak yang akan dibulatkan dengan
yang dihilangkan. Berikut ini rumus untuk menghitung luas dengan Square method:
L = jumlah kotak (n) x (luas setiap kotak x skala)

b. Stripped Method (Metode Jalur)


Pengukuran luas dengan metode jalur ini dilakukan dengan membuat jalur atau garis
horisontal yang sejajar dan berinterval sama, kemudian pada bagian tepi jalur ditarik garis
keseimbangan. Berikut ini rumus untuk menghitung luas dengan Strippe Method:
L = jumlah luas segi empat (jalur) x skala peta
c.

Triangle Method (Metode Segitiga)


Pengukuran luas dengan metode segitiga ini dilakukan dengan membuat segitiga-segitiga
diseluruh daerah yang akan diukur luasnya pada peta dan pada sisa daerah diluar segitiga
ditambahkn garis-garis yaang tegak lurus dengan base line (sisi segitiga) yang disebut offset.
Berikut ini rumus untuk menghitung luas dengan metode Triangle Method;
L = (jumlah luas segitiga + jumlah luas offset)x skala

d. Planimeter

Metode ini merupakan metode pengukuran luas dengan menggunakan alat planimeter.
Daerah yang diukur harus merupakan polygon atau area tertutup. Cara pengukuran luas sebagai
berikut:
(1)
(2)

Kaca pengamat planimeter diletakkan pda titik awal area yang akan diukur luasnya.
Kemudian alat pengamat digerakkan searah jarum jam mengikuti batas areal yang diukur sampai
alat pengamat kembali ke titik awal.

(3)

Luas area atau daerah yang akan dihitung langsung dapat dibaca pada planimeter.
Batas DAS ditentukan berdasarkan peta kontur. Batas DAS yang dimaksud adalah batas
DAS secara topografik (Topographic Drainase Boundary) (Seyhan, 1979).

LANGKAH PEMETAAN GEOMORFOLOGI


Tahap interpretasi peta topografi dan foto udara dilakukan di studio pemetaan dengan kegiatan
yang dilakukan antara lain :
1. Batasi puncak - puncak punggungan yang bertindak sebagai batas pemisah aliran (water
devided area)
2. Gambar pola aliran pada peta topografi dan / atau foto udara, pada setiap lekukan garis
kontur atau lekukan lembah pada foto udara.
3. Batasi pola aliran pada suatu perbukitan / punggungan mulai dari puncak punggungan
yang bertindak sebagai batas pemisah aliran sampai ke titik akhir pengaliran. Bandingkan
dengan pola aliran yang telah dibakukan seperti pada gambar 7 dan 8
4. Nyatakan aspek geologi yang berkembang berdasarkan pola aliran tersebut.
5. Aspek geologi yang tercermin melalui pola aliran merupakan unsur genetikan suatu
bentuklahan.
6. Klasifikasikan bentuklahan secara morfografi (perbukitan atau pedataran) yang tampak
pada peta topografi dengan ciri perbedaan garis kontur dan kondisi pola aliran yang
menyatakan aspek genetika, sehingga dapat ditentukan nama satuan geomorfologi.
7. Perhatikan kerapatan kontur, karena kerapatan kontur akan mencerminkan kecuraman
lereng, sehingga memiliki arti bahwa lereng yang curam dan menerus dapat diperkirakan
sebagai sesar yang berkembang di daerah tersebut, sedangkan perbedaan kerapatan
kontur lainnya dapat digunakan untuk membedakan jenis batuan.
8. Perhatikan kerapatan pola aliran, karena kerpatan pola aliran akan mencerminkan janis
batuan yang tahan terhadap erosi atau mudah tererosi., sehingga dapat disimpulkan
bahwa batuan yang mudah tererosi merupakan jnis batuan yang lunak, sedangkan batuan
yang tahan terhadap erosi merupakan jenis batuan yang keras.
9. Jika telah dibuat klasifikasi dengan dukungan unsur - unsur geomorfologi, maka kelas
lahan yang memiliki kesamaan dijadikan satuan geomorfologi

KLASIFIKASI KEMIRINGAN LERENG


Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi pet rupa bumi Indonesia ( RBI ) dengan
metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth dengan rumus sebagai
berikut :
(n-1) x ki
S = --------------------------------- x 100%
a x penyebut skala peta
Keterangan :
S = Besar sudut lereng
n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring
ki = kontur interval
a = panjang diagonal jarng dengan panjang rusuk 1 cm
Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah sebagai berkut :

Tabel kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng


KELAS
KEMIRINGAN ( % )
KLASIFIKASI
I
08
Datar
II
> 8 15
Landai
III
>15 25
Agak Curam
IV
> 25 45
Curam
V
> 45
Sangat Curam
Sumber : Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986.
Tabel Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE
Kemiringan

Kemiringan

lereng ()

lereng (%)

Keterangan
Datar hampir

Klasifikasi

Klasifikasi

USSSM* (%)

USLE* (%)

0-2

1-2

<1

0-2

1-3

3-7

Sangat landai

2-6

2-7

3-6

8 - 13

Landai

6 - 13

7 - 12

datar

6-9

14 - 20

Agak curam

13 - 25

12 - 18

9 - 25

21 - 55

Curam

25 - 55

18 - 24

25 - 26

56 - 140

Sangat curam

> 55

> 24

> 65

> 140

Terjal

*USSSM = United Stated Soil System Management


USLE

= Universal Soil Loss Equation


Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang datar

yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman lereng,panjang lereng dan
bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Menurut
sitanala Arsyad (1989:225) mengkelaskan lereng menjadi seperti berikut:
KEMIRINGAN ( % )
03
38
8 15
15 30
30-45
45-65
>65

KLASIFIKASI
Datar
Landai Atau Berombak
Agak Miring
Miring
Agak Curam
Curam
Sangat Curam

KELAS
A
B
C
D
E
F
G

SIMBOL PEMETAAN GEOMORFOLOGI


Simbol - simbol yang digunakan pada peta geomorfologi terdiri dari simbol warna, simbol
gambar, dan simbol huruf. Simbol warna digunakan untuk satuan bentuklahan adalah sebagai
berikut :
1. Satuan bentuklahan struktural (S) - warna ungu (violet)
2. Satuan bentuklahan vulkanik (V) - warna merah.
3. Satuan bentuklahan denudasional (D) - warna coklat
4. Satuan bentuklahan marin (laut) (M) - warna hijau.
5. Satuan bentuklahan sungai (fluvial) (F) - warna biru tua
6. Satuan bentuklahan gleitser (es) (G) - warna biru muda.
7. satuan bentuklahan aeolian (angin) (A) - warna kuning.
8. Satuan bentuklahan karst (K) - warna jingga (orange)
Simbol huruf :
1. Satuan bentuklahan struktural (S)
a. Satuan bentuklahan perbukitan terlipat - S.1
b. Satuan bentuklahan perbukitan sesar - S.2
c. Satuan bentuklahan perbukitan blok sesar - S.3
d. Satuan bentuklahan perbukitan sesar geser - S.4
2. Satuan bentuklahan vulkanik (V)
a. Satuan bentuklahan puncak vulkanik - V.1
b. Satuan bentuklahan perbukitan lereng - V.2
vulkanik atas.
c. Satuan bentuklahan perbukitan lereng - V.3
vulkanik tengah.
d. Satuan bentuklahan perbukitan lereng - V.4
vulkanik bawah.
3. Satuan bentuklahan denudasional (D)
a. Satuan bentuklahan perbukitan tererosi kuat - D.1
b. Satuan bentuklahan perbukitan tererosi sedang - D.2
c. Satuan bentuklahan perbukitan tererosi ringan - D.3
d. Satuan bentuklahan perbukitan tanah longsor - D.4
4. Satuan bentuklahan marin (M)
a. Satuan bentuklahan dataran gisik - M.1
b. Satuan bentuklahan dataran beting gisik - M.2
c. Satuan bentuklahan dataran gisik aluvial - M.3
d. Satuan bentuklahan dataran gumuk pasir - M.4
5. Satuan bentuklahan fluvial (F).
a. Satuan bentuklahan dataran tanggul alam - F.1
b. Satuan bentuklahan dataran banjir - F.2
c. Satuan bentuklahan dataran undak sungai - F.3
6. Satuan bentuklahan Karst (K)
a. Satuan bentuklahan perbukitan karst - K.1
b. Satuan bentuklahan perbukitan kubah karst -

FUNGSI KAWASAN
Arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan kajian potensi lahan yang digunakan untuk
suatu kegiatan dalam suatu kawasan tertentu berdasarkan fungsi utamanya. Arahan fungsi
pemanfaatan lahan zonasinya ditetapkan berdasarkan hasil scoring dari variable curah hujan,
kemiringan lereng dan jenis tanah dengan menguunakan strategi tumpang susun atau overlay.
Ketiga variable diatas masing-masing memiliki nilai skor, jumlah skor tersebut akan
mencerminkan kemampuan lahan untuk masing-masing satuan lahan. Adapun kriteria dan tata
cara penetapan arahan fungsi pemanfaatan lahan untuk setiap satuan lahan sebagai berikut :
I. Kawasan Fungsi Lindung
Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan dan sifat fisiknya mempunyai
fungsi lindung untuk kelestarian sumberdaya alam, flora dan fauna seperti hutan lindung, hutan
suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air dan alur sungai, serta kawasanlindung
lainnya. Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya sama dengan atau lebih
besar dari 175, atau memenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai kemiringan lereng lebih > 45 %
b. Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol,
c.

organosol,dan renzina) dan mempunyai kemiringan lereng > 15%


Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri alur

sungai
d. Merupakan pelindung mataair, yaitu 200 meter dari pusat mataair.
e. Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan 2.000 meter diatas permukaan laut.
f. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung.

II. Kawasan Fungsi Penyangga


Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang berungsi sebagai pelindung dan
sebagai budidaya. Letaknya diantara kawasan lindung dan kawasan budidaya seperti hutan
produksi terbatas, perkebunan tanaman keras, perkebunan campuran dan lain lainnya yang
sejenis. Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya antara 125-174 serta
memenuhi kriteria umum sebagai berikut :
a. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya.
b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga.

c.

Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan hidup apabila dikembangkan sebagai
kawasan penyangga.
III. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Tahunan
Kawasan budidaya tanaman tahunan adalah kawasan budidaya yang diusahakan dengan
tanaman tahunan seperti hutan produksi tetap, perkebunan tanaman keras, tanaman buah, dan
lainnya.
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya < 124 serta sesuai untuk
dikembangkan usaha tani tanaman tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria
umum untuk kawasan penyangga.
IV. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan permukiman adalah kawasan yang
mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim dan permukiman,
terutama tanaman pangan.
Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman tahunan
serta terletak di tanah milik, tanah adat dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha
tani tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas, untuk kawasan permukiman
harus berada pada lahan yang memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8%.
Table klasifikasi dan skor fungsi kawasan sebagai berikut :
KELAS
I
II
III
IV

FUNGSI KAWASAN
Lindung
Penyangga
Produksi tanaman semusim
Produksi tanaman musiman dan permukiman

SKOR / NILAI
> 175
125 174
< 124 + lereng > 8%
< 124 + lereng < 8%

ELNINO AN INTRODUCTION
El Nino, an abnormal warming of surface ocean waters in the eastern tropical Pacific, is one part
of what's called the Southern Oscillation. The Southern Oscillation is the see-saw pattern of
reversing surface air pressure between the eastern and western tropical Pacific; when the surface
pressure is high in the eastern tropical Pacific it is low in the western tropical Pacific, and viceversa. Because the ocean warming and pressure reversals are, for the most part, simultaneous,
scientists call this phenomenon the El Nino/Southern Oscillation or ENSO for short. South
American fisherman have given this phenomenon the name El Nino, which is Spanish for "The
Christ Child," because it comes about the time of the celebration of the birth of the Christ ChildChristmas.
To really understand the effects of an El Nino event, compare the normal conditions of the
Pacific region and then see what happens during El Nino below.

Normal
El

Conditions

(Non

El

Nino)
Nino

Conditions

Scientists do not really understand how El Nino forms. It is believed that El Nino may have
contributed to the 1993 Mississippi and 1995 California floods, drought conditions in South
America, Africa and Australia. It is also believed that El Nino contributed to the lack of serious
storms such as hurricanes in the North Atlantic which spared states like Florida from serious
storm related damage.
Unfortunately not all El Nino's are the same nor does the atmosphere always react in the same
way from one El Nino to another. This is why NASA's Earth scientists continue to take part in
international efforts to understand El Nino events. Hopefully one day scientists will be able to
provide sufficient warning so that we can be better prepared to deal with the damages and
changes that El Nino causes in the weather.

PEMETAAN DAN PENELITIAN GEOMORFOLOGI


Sistem penelitian dan pemetaan geomorfologi telah banyak dikembangkanm selaras dengan
tujuan penelitian yang dilakukannya, tetapi masih banyak terjadi kerancuan, khususnya
pemahaman geomorfologi untuk tujuan pemetaan geologi. Salah satu sistem yang telah banyak
dimanfaatkan untuk berbagai tujuan yaitu sistem yang dikembangkan oleh International Institute
for Aerial survey and Earth Sciences (ITC), Belanda.
Verstappen (1967 dan 1968) dan Van Zuidam (1968 dan 1975) telah mengembangkan sistem
penelitian geomorfologi berdasarkan pengalamannya di seluruh dunia, khususnya di wilayah
tropis (Indonesia dan Amerika Latin), selanjutnya disebut dengan sistem pembuatan peta
geomorfologi untuk berbagai macam tujuan. Metode ITC dapat digunakan untuk tujuan
pemetaan geologi, karena memasukkan beberapa aspek geomorfologi disertai dengan legenda
yang sederhana dan jelas, sehingga menjadi suatu sistem pemetaan geomorfologi yang memiliki
karakteristik yang jelas.
Unsur - unsur yang perlu diperhatikan didalam menyusun sistem gemorfologi adalah sebagai
berikut :
1. Sistem dapat digunakan untuk setiap daerah dan lentur (fleksibel), artinya legenda pada
peta harus dapat dijadikan simbol untuk suatu keputusan obyek penelitian.
2. Sistem dapat digunakan untuk pemetaan dengan berbagai macam skala, sehingga isi peta
diselaraskan dengan skala secara konseptual dan grafis.
3. Sistem harus memberi penekanan terhadap unsur - unsur bentuklahan, sehingga sistem
mampu dijadikan landasan penelitian geomorfologi analitik dan geomorfologi sintetik.
4. Sistem harus menghasilkan peta - peta yang sederhana, sehingga dapat menekan biaya
pembuatan peta.
Pemahaman peta dan manfaat peta
Peta adalah gambaran dari rupa bumi yang mencerminkan keadaan suatu daerah atau lokasi,
sehingga peta dapat disebut sebagai petunjuk atau pemberi informasi rupa bumi dan lokasi suatu
daerah. Beberapa jenis peta sebagai petunjuk dan pemberi informasi antara lain : peta informasi,
peta dasar (base map) dan peta bertema (thematic map).

b. Kemiringan Lereng
Menurut Donahue dkk (1983) bahwa penggandaan kemiringan lereng (% kemiringan) biasanya
meningkatkan erosi dua kali lebih besar, dan pada lereng yang panjang dapat mencapai erosi tiga
kali lipat. Lereng yang cembung erosinya lebih besar dibanding lereng yang cekung dan erosi
yang semakin besar meningkatkan nilai kekritisan pada lahan (Zhiddiq, 2005)
Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (garis
kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta RBI. Pengolahan data kontur untuk
menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan
bantuan komputer. Sistem pengklasifikasian kelas kemiringan lereng yang digunakan
berdasarkan Dokumen Standar dan Kriteria RHL yaitu sebagai berikut:

Parameter ini digunakan untuk pemetaan lahan


kritis kawasan hutan lindung dengan bobot 20%, kawasan budi daya tanaman pertanian dengan
bobot 20% dan kawasan di luar hutan dengan besar bobot sebesar 10%.

Selamat datang di Wikipedia bahasa Indonesia

[tutup]

Jalan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Ada usul agar artikel atau bagian ini digabungkan dengan Jalan raya.
(Diskusikan)

Jalan Pantura di Jawa Tengah

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi, badan usaha. Perseorangan, atau
kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan
nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.
Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.
Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan,
dan pengawasan jalan.

Pengaturan jalan kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum,


dan penyusunan peraturan perundang-undangan jalan.
Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan,
pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan.
Pengembangan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis,
pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan
Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan jalan.
Penyelenggaraan jalan adalah pihak yang melakukan peraturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.
Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan
masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebanding serta dilengkapai dengan pagar
ruang milik jalan.

Daftar isi

1 Pengelompokan Jalan
o

1.1 Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan


kelas

1.1.1 Sistem jaringan jalan

1.1.1.1 Sistem jaringan jalan primer

1.1.1.2 Sistem jaringan jalan sekunder

1.1.2 Jalan umum menurut fungsi

1.1.2.1 Jalan arteri

1.1.2.2 Jalan kolektor

1.1.2.3 Jalan lokal

1.1.2.4 Jalan lingkungan

1.1.3 Jalan umum menurut status

1.1.3.1 Jalan nasional

1.1.3.2 Jalan provinsi

1.1.3.3 Jalan kabupaten

1.1.3.4 Jalan kota

1.1.3.5 Jalan desa

1.1.4 Jalan umum menurut kelas

2 Bagian jalan
o

2.1 Ruang manfaat jalan

2.2 Ruang milik jalan

2.3 Ruang pengawasan jalan

3 Pembangunan jalan

4 Perekonomian jalan

5 Sejarah Pembangunan Jalan


o

5.1 Jalan Mesopotamia-Mesir

5.2 Jalan di Eropa dan China

5.3 Jalan Romawi

5.4 Pembangunan Jalan Daendels di Pantura Pulau Jawa

6 Sejarah Teknik Membangun Jalan

7 Lihat pula

Pengelompokan Jalan
Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus.
Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas
Sistem jaringan jalan

Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan
jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan
memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan
perdesaan.
Sistem jaringan jalan primer

Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai
berikut:

menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan


wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan

menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.

Sistem jaringan jalan sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang
menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder
kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.
Jalan umum menurut fungsi

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
dan jalan lingkungan.
Jalan arteri

Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya
guna.
Jalan kolektor

Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
Jalan lokal

Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Jalan lingkungan

Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan
ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Jalan umum menurut status

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
Jalan nasional

Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
Jalan provinsi

Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.

Jalan kabupaten

Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat
kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten,
dan jalan strategis kabupaten.
Jalan kota

Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang menghubungkan antarpusat
pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antara
persil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
Jalan desa

Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di
dalam desa, serta jalan lingkungan.
Jalan umum menurut kelas

Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas
bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.
Menurut berat kendaraan yang Iewat, jalan raya terdiri atas: 1. Jalan Kelas I 2. Jalan Kelas IIA.
3. Jalan Kelas IIB. 4. Jalan Kelas IIC. 5. Jalan Kelas III.
Tebal perkerasan jalan itu ditcntukan sesuai dengan kelas jalan.
Makin berat kendaraan-kendaraan yang melalui suatu jalan, makin berat pula syarat-syarat yang
ditentukan untuk pembuatan jalan itu.
Kelas I
Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas
cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak
bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan
konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap
lalu lintas.
Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalaln-jalan sekunder. Dalam komposisi Ialu lintasnya terdapat
lalu lintas lambat. Kelals jalan ini, selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya,
dibagi dalam tiga kelas, yaitu : IIA, IIB dan IIC.

Kelas IIA Adalah jalan-jalan raya sekuder dua jalur atau lebih dengan konlstruksi permukaan
jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, di mana dalam komposisi lalu lihtasnya
terdapat kendaraan lambat tapi, tanpa kendaraan tanpa kendaraan yang tak bermotor. Untuk lalu
lintas lambat, harus disediakan jalur tcrsendiri.
Kelas IIB
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi
berganda atau yang setaraf di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat,
tapi tanpa kendaraan yang tak bermotor.
Kelas IIC
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis
penetrasi tunggal di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dari
kendaraan tak bermotor.
Kelas III
Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur
tunggal atau dua. Konstruksi pcrmukaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.

Bagian jalan
Ruang manfaat jalan

Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan
kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh departemen yang berwenang.
Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi median, pengerasan jalan, jalur pemisah, bahu
jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong,
perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki, walau pada prakteknya banyak
digunakan untuk keperluan lain semisal parkir atau tempat berjualan.
Ruang milik jalan

Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang
manfaat jalan. Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
kedalaman, dan tinggi tertentu. Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan,

pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan
untuk pengamanan jalan.
Sejalur tanah tertentu dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai
lansekap jalan.
Ruang pengawasan jalan

Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. Ruang pengawasan jalan
diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta
pengamanan fungsi jalan.
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan yang
dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi
badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:

jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;

jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;

jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;

jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;

jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter;

jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter;

jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;

jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan

jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

Pembangunan jalan

Jalan di Jepang

Pada dasarnya pembangunan jalan adalah proses pembukaan ruangan lalu lintas yang mengatasi
pelbagai rintangan geografi. Proses ini melibatkan pengalihan muka bumi, pembangunan
jembatan dan terowongan, bahkan juga pengalihan tumbuh-tumbuhan. (Ini mungkin melibatkan
penebasan hutan). Pelbagai jenis mesin pembangun jalan akan digunakan untuk proses ini.
Muka bumi harus diuji untuk melihat kemampuannya untuk menampung beban kendaraan.
Berikutnya, jika perlu, tanah yang lembut akan diganti dengan tanah yang lebih keras. Lapisan
tanah ini akan menjadi lapisan dasar. Seterusnya di atas lapisan dasar ini akan dilapisi dengan
satu lapisan lagi yang disebut lapisan permukaan. Biasanya lapisan permukaan dibuat dengan
aspal ataupun semen.
Pengaliran/ drainase air merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam
pembangunan jalan. Air yang berkumpul di permukaan jalan setelah hujan tidak hanya
membahayakan pengguna jalan, malahan akan mengikis dan merusakkan struktur jalan. Karena
itu permukaan jalan sebenarnya tidak betul-betul rata, sebaliknya mempunyai landaian yang
berarah ke selokan di pinggir jalan. Dengan demikian, air hujan akan mengalir kembali ke
selokan.
Setelah itu retroflektor dipasang di tempat-tempat yang berbahaya seperti belokan yang tajam. Di
permukaan jalan mungkin juga akan diletakkan "mata kucing", yakni sejenis benda bersinar
seperti batu yang "ditanamkan" di permukaan jalan. Fungsinya adalah untuk menandakan batas
lintasan.

Perekonomian jalan
Jalan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang untuk pergi
atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan, komoditi dapat mengalir
ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat dijual kepada pasaran di luar
wilayah itu. Selain itu, jalan juga mengembangkan ekonomi lalu lintas di sepanjang lintasannya.
Contohnya, di pertengahan lintasan jalan utama yang menghubungkan bandar-bandar besar,

penduduk setempat dapat menjual makanan kepada sopir truk yang kerap lewat di situ. Satu
contoh yang baik bagi ekonomi lalu lintas dapat dilihat di pasar Machap, Johor Malaysia.
Sehubungan itu, Machap telah menjadi tempat istirahat bagi bus jarak-jauh karena adanya
fasilitas istirahat yang lengkap di situ dan juga letaknya di pertengahan Lebuh Raya Utara
Selatan. Di Machap, penumpang-penumpang bus akan membelanjakan uang untuk pelayanan
restoran dan kamar kecil.
Ekonomi Trafik-Istirihat seperti yang berlaku di Machap sebenarnya tidak hanya bergantung
kepada lokasi dan juga fasilitas. Yang lebih penting ialah hubungan pihak pemilik restoran
dengan sopir bus. Untuk menarik lebih banyak sopir bus datang ke mari bersama penumpangnya,
pemilik restoran berusaha menarik hati sopir bus dengan menyediakan makanan dan rokok gratis
kepada mereka. Tetapi cara yang paling baik ialah menghubungi langsung perusahaan bus
tersebut agar memilih suatu tempat sebagai tempat istirahat yang tetap.

Sejarah Pembangunan Jalan


Jalan sudah ada sejak manusia memerlukan area untuk berjalan terlebih-lebih setelah
menemukan kendaraan beroda diantaranya berupa kereta yang ditarik kuda. Tidak jelas
dikatakan bahwa peradaban mana yang lebih dahulu membuat jalan. Akan tetapi hampir semua
peradaban tidak terlepas dari keberadaan jalan tersebut.
Salah satu sumber mengatakan bahwa jalan muncul pada 3000 SM. Jalan tersebut masih berupa
jalan setapak dengan kontruksi sesuai dengan kendaraan beroda padaknya diduga antara masa
itu. Letaknya diduga antara Pegunungan Kaukasus dan Teluk Persia.
Jalan Mesopotamia-Mesir

Seiring perkembangan peradaban di Timur tengah pada masa 3000 SM, maka dibangunlah jalan
raya yang menghubungkan Mesopotamia-Mesir. Selain untuk perdagangan, jalan tersebut
berguna untuk kebudayaan bahkan untuk peperangan. Jalan utama pertama di kawasan itu,
disebut-sebut adalah Jalan Bangsawan Persia yang terentang dari Teluk Persia hingga Laut
Aegea sepanjang 2857 km. Jalan ini bertahan dari tahun 3500-300 SM.
Jalan di Eropa dan China

Di Eropa, jalan tertua disebut-sebut adalah Jalur Kuning yang berawal dari Yunani dan Tuscany
hingga Laut Baltik.
Di Asia timur, bangsa Cina membangun jalan yang menghubungkan kota-kota utamanya yang
bila digabung mencapai 3200 km.
Jalan Romawi

"Banyak jalan menuju Roma" begitulah istilah yang umum dikenal mengenai jalan-jalan
Romawi. Istilah tersebut tidaklah keliru karena bangsa Romawi banyak membangun jalan. Di
puncak kejayaannya , bangsa Romawi membangun jalan sepanjang 85.000 km yang terbentang
dari Inggris hingga Afrika Utara, dari pantai Samudera Atlantik di Semenanjung Iberia hingga
Teluk Persia. Keberadaan jalan tersebut diabadikan dalam peta yang dikenal sebagai Peta
Peutinger.
Pembangunan Jalan Daendels di Pantura Pulau Jawa
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Jalan Raya Pos

Herman Willem Daendels adalah seorang Gubernur-Jendral Hindia-Belanda yang ke-36. Ia


memerintah antara tahun 1808 1811. Pada masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Perancis.
Pada masa jabatannya ia membangun jalan raya pada tahun 1808 dari Anyer hingga Panarukan.
Sebagian dari jalan ini sekarang menjadi Jalur Pantura (Pantai Utara) yang membentang
sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Pembangunan jalan ini adalah proyek monumental namun
dibayar dengan banyak pelanggaran hak-hak asasi manusia karena dikerjakan secara paksa tanpa
imbalan pantas.
Manfaat yang diperoleh dari jalan ini adalah sebagai jalan pertahanan militer. Selain itu dari segi
ekonomi guna menunjang tanam paksa (cultuur stelsel) hasil produk kopi dari pedalaman
Priangan semakin banyak yang diangkut ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu padahal
sebelumnya tidak terjadi dan produk itu membusuk di gudang-gudang kopi Sumedang,
Limbangan, Cisarua, dan Sukabumi. Selain itu, dengan adanya jalan ini perjalanan darat
Surabaya-Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa dipersingkat menjadi tujuh hari. Ini
sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels kemudian dikelola dalam dinas
pos.

Sejarah Teknik Membangun Jalan


Dalam sejarahnya, berbagai macam teknik digunakan untuk membangun jalan. Di Eropa Utara
yang repot dengan tanah basah yang berupa "bubur", dipilih jalan kayu berupa gelondongan kayu
dipasang diatas ranting, lalu diatasnya disusun kayu secara melintang berpotongan untuk melalui
rintangan tersebut.
Di kepulauan Malta ada bagian jalan yang ditatah agar kendaraan tidak meluncur turun.
Sedangkan masyarakat di Lembah Sungai Indus, sudah membangun jalan dari bata yang disemen
dengan bituna (bahan aspal) agar tetap kering. Dapat dikatakan, pemakaian bahan aspal sudah
dikenal sejak milenium ke 3 sebelum masehi dikawasan ini, terbukti di Mahenjo Daro, Pakistan,
terdapat penampung air berbahan batu bata bertambalkan aspal.
Konstruksi jalan Bangsa Romawi berciri khas lurus dengan empat lapisan. Lapisan pertama
berupa hamparan pasir atau adukan semen, lapisan berikutnya berupa batu besar datar yang

kemudian disusul lapisan kerikil dicampur dengan kapur, kemudian lapisan tipis permukaan lava
yang mirip batu api. Ketebalan jalan itu sekitar 0,9-1,5 m. Rancangan Jalan Romawi tersebut
termasuk mutakhir sebelum muncul teknologi jalan modern di akhir abad XVIII atau awal abad
XIX. Sayangnya jalan itu rusak ketika Romawi mulai runtuh.
Seorang skotlandia bernama Thomas Telford (1757 - 1834) membuat rancangan jalan raya, di
mana batu besar pipih diletakan menghadap ke atas atau berdiri dan sekarang dikenal dengan
pondasi jalan Telford. Konstruksi ini sangat kuat terutama sebagai pondasi jalan, dan sangat
padat karya karena harus disusun dengan tangan satu per satu. Banyak jalan yang bermutu baik
dengan konstruksi Telford, tetapi tidak praktis memakan waktu.
Oleh sebab itu ada konstruksi berikutnya oleh John Loudon Mc Adam (1756-1836). Konstruksi
jalan yang di Indonesia dikenal dengan jalan Makadam itu lahir berkat semangat membuat
banyak jalan dengan biaya murah. Jalan tersebut berupa batu pecah yang diatur padat dan
ditimbun dengan kerikil. Jalan Makadam sangat praktis, batu pecah digelar tidak perlu disusun
satu per satu dan saling mengunci sebagai satu kesatuan.
Di akhir abad ke XIX, seiring dengan maraknya penggunaan sepeda, pada 1824 dibangun jalan
aspal namun dengan cara menaruh blok-blok aspal. Jalan bersejarah itu dapat disaksikan di
Champ-Elysess, Paris, Perancis.
Di Skotlandia, hadir jalan beton yang dibuat dari semen portland pada 1865. Meski lebih kuat,
jalan tersebut mudah retak karena perubahan cuaca. Berbeda dengan aspal yang bersipat lebih
plastis atau dapat kembang susut yang baik terhadap perubahan cuaca dan sebagai pengikat yang
lebih tahan air.
Jalan Aspal modern merupakan hasil karya imigran Belgia Edward de Smedt di Columbia
University, New York. Pada tahun 1872, ia sukses merekayasa aspal dengan kepadatan
maksimum. Aspal itu dipakai di Battery Park dan Fifth Avenue, New York, tahun 1872 dan
Pennsylvania Avenue, Washington D.C pada tahun 1877.

Anda mungkin juga menyukai