Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Ibu Post Partum Dengan Sectio Caesarea


Di Ruang Obstetri, RSUP dr. Kariadi,
Semarang

Disusun Oleh :

KAMILA AULIA
(P1337420614025)

PRODI D-IV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2016

A.

KONSEP DASAR
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau
Sectio Caesaria adalah suatu histeretomia untuk melahirkan janin dalam
rahim (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding syaraf rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Winkjosastro, 2002).
2. Etiologi
a) Indikasi menurut Wiknyosastro ( 2002 )
Pada Ibu :

Panggul sempit absolut ( CV kurang dari 8 cm )


Tumor-tumor jalan lahir
Stenosis serviks atau vagina
Plasenta previa totalis/ sub totalis
Disporsisi sefalo pelvic
Ruptura uteri membakat
Partus lama
Pada Janin :

Kelainan letak
Gawat janin

b)

Indikasi menurut Manuaba ( 2001 )


Plasenta previa sentralis / lateralis
Panggul sempit
Disproporsi sevalo pelvic
Ruptura uteri mengancam
Partus lama
Distosia serviks
Malpresentasi janin : letak lintang, letak bokong, presentasi
bokong, presentasi ganda, gamelli ( anak pertama letak lintang ),
locking of the twins

Distosia karena tumor


Gawat janin
Indikasi lainnya

c) Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar sectio caesaria

adalah :
Prolong Labour sampai Neglected Labour
Ruprura uteri iminens
Fetal distress
Janin besar melebihi 4000 gram
Perdarahan ante partum

d) Indikasi yang menambah tingginya angka persalinan denga Sectio


Caesaria adalah:
Tindakan Sectio Caesaria pada letak sungsang
Sectio Caesaria berulang
Kehamilan prematuritas
Kehamilan dengan resiko tinggi
Pada kehamilan ganda
Kehamilan dengan pre eklamsi dan eklamsi
Konsep well born baby dan well health mother dengan orentasi
persalinan, spontan B, outlet forcep / vakum.

3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,
pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan

masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan


kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan
tindakan

insisi

pada

dinding

abdomen

sehingga

menyebabkan

terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di


sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses

pembedahan

berakhir,

daerah

insisi

akan

ditutup

dan

menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
4. Pathways
Insufisiensi
plasenta

sirkulasi uteroplasenta menurun

cemas pada janin

tidak timbul his


tidak ada perubahan
pada serviks
kelahiran terhambat
sectio caesarea
persalinan tidak normal
Kurang pengetahuan
Ansietas

Nifas (post pembedahan)


- Nyeri
- Imobilisasi
- Resti Infeksi

5. Komplikasi
a) Organ2 sekitar rahim terlukai

Estrogen meningkat
Penurunan laktasi
Pembendungan
laktasi

Usus besar, kandung kemih dan saluran kencing bisa saja


terlukai pisau bedah saat operasi Caesar, karena organ2 ini letaknya
berdekatan. Selain itu, syaraf juga bisa terlukai. Namun kejadian ini
sangat jarang terjadi.
b) Bayi terlukai
Saat dinding rahim Anda dibuka, bayi bisa terlukai.
c) Perdarahan
Saat operasi perdarahan terjadi akibat sayatan atau tertinggalnya
sisa plasenta, namun perdarahan dapat terjadi lebih lanjut jika
kontraksi rahim tidak baik setelah plasenta dilahirkan. Anda akan
mendapatkan transfusi darah, atau jika saat operasi terjadi perdarahan
berat, maka pada kasus ekstrim akan dilakukan pengangkatan rahim.
d) Problem buang air kecil
Karena saat pembedahan dokter melakukan manipulasi organ
dengan alat-alat (misalnya mendorong kandung kencing supaya tidak
ikut tersayat saat membuka dinding rahim), hal ini dapat
menyebabkan otot2 saluran kencing terganggu, akibatnya kandung
kencing tidak sepenuhnya kosong setelah Anda buang air kecil. Obat
anestesi dan penghilang rasa sakit juga bisa menyebabkan problem ini.
Gejala yang bisa dirasakan pasien misalnya keluarnya beberapa
tetes air seni saat batuk, tertawa atau mengejan (inkontinensia urin).
Gejala yang berat bisa terjadi, yaitu pasien tidak dapat BAK (retensi
urin). Pada kasus seperti ini, akan dipasang selang kateter untuk
membantu mengeluarkan urin. Masalah ini akan berangsur-angsur
pulih saat otot2 panggul dan saluran kencing sudah beradaptasi.
Untuk menghindari masalah ini, biasakan melakukan latihan otot
dasar panggul.
e) Infeksi
Infeksi dapat terjadi misalnya karena kurangnya sterilitas alatalat operasi, adanya retensi urin, luka operasi yang terkontaminasi

atau melalui transfusi darah. Infeksi bakteri pada umumnya dapat


ditangani baik dengan antibiotik.
f) Perlengketan
Resiko perlengketan plasenta pada rahim (plasenta akreta)
meningkat pada ibu yang menjalani operasi Caesar. Perlengketan juga
bisa terjadi jika darah, jaringan plasenta atau jaringan rahim
(endometrium) tertinggal dan menempel pada usus atau organ dalam
lainnya.
g) Trombus dan emboli
Obat bius membuat otot-otot berelaksasi selama operasi,
dimikian pula dengan otot-otot pembuluh darah. Hal ini membuat
aliran darah melambat, konsekuensinya adalah resiko pembentukan
trombus dan emboli meningkat. Trombus adalah bekuan darah yang
dapat menyumbat aliran darah. Bekuan darah ini dapat terbawa aliran
darah sehingga menyumbat pembuluh darah di kaki, paru-paru, otak
atau jantung. Hal ini bisa berakibat fatal, misalnya jika penyumbatan
di otak dan jantung, maka dapat menimbulkan kematian. Kejadian ini
amat sangat jarang terjadi. Di jerman, sebelum pasien dioperasi
Caesar, pasien dipakaikan kaus kaki khusus anti-trombus, setelah
operasi diberikan suntikan pencegah thrombus dan pasien segera
dimobilisasi, hari ke-5 pasca operasi pasien boleh pulang.
h) Emboli air ketuban
Ini terjadi apabila cairan ketuban beserta komponennya masuk
ke dalam aliran darah ibu dan menyumbat pembuluh darah. Emboli air
ketuban dapat terjadi pada persalinan normal ataupun operasi Caesar,
karena pada saat persalinan terdapat banyak pembuluh darah yang
terbuka. Kejadian ini amat sangat jarang terjadi.
Dengan adanya artikel ini, bukan untuk menakut-nakuti ibu
yang akan menjalani operasi Caesar, namun untuk menginformasikan
bahwa tindakan operasi Caesar bukannya tanpa resiko dan komplikasi.

Adanya penjelasan oleh dokter akan menepis tuduhan malapraktik bila


terjadi komplikasi seperti di atas.
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b) Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c) Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah

daerah

otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian


CT.
d) Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
e)

otak.
Uji laboratorium
Fungsi lumbal
: menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
AGD
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah

7. Penatalaksanaan Medis
a) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh


dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah

operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar


Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.


Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler)


Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian

berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti
f) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
g) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.

B.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM


DENGAN SECTIO CAESAREA
1. Pengkajian Fokus
a) Data Umum Klien
Data umum klien meliputi identitas klien dan identitas penanggung
jawab.
b) Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Keluhan utama
Riwayat keperawatan sekarang
c) Data Umum Kesehatan Saat Ini
Status obstetri
Keadaan umum
TTV
Kepala (leher, kepala, mata, hidung, mulut, telinga)
Dada (jantung, paru-paru, payudara)
Abdomen (involusio uteri, kandung kemih, diastasis rektus
abdominalis, fungsi pencernaan dan kondisi luka SC)
Perinium dan genetalia
Ektremitas atas dan bawah
d) Pola Fungsional Gordon
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Cara ibu untuk mengontrol ataupun tindakan yang ibu
lakukan pertama kali saat mengetahui keadaan yang dialaminya ,
seperti : jika ada cairan yang keluar terus menerus ibu akan
memeriksakan ke bidan ataupun dokter , control kehamilan secara
rutin , dan banyak bertanya tentang keadaannya kepada ahli

kesehatan.
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan

karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.


Pola aktifitas
Pada pasien post partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan

keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.


Pola eleminasi

Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering


/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut

untuk melakukan BAB.


Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan
tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah

persalinan
Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat

bayinya
Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi

perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya

proses persalinan dan nifas.


e) Terapi
f) Hasil Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ansietas b/d perubahan status kesehatan
b) Nyeri b/d luka bekas operasi di abdomen
c) Hambatan mobilitas fisik b/d kelemahan
d) Resiko tinggi infeksi b/d adanya luka operasi
3. Perencanaan Keperawatan
No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

TTD

.
1.

Ansietas

setelah

a. Gunakan

b/d

dilakukan

perubahan

tindakan

status

jam, diharapkan

kesehatan

pasien

pendekatan
3x24
dapat

mengatasi
kecemasannya
dengan kriteria :
a. Klien mampu
mengidentifik
asi,
mengungkapk
an

dan

menunjukkan
teknik

untuk

mengontrol
cemas.
b. Tanda-tanda
vital

dalam

batas normal.
c. Postur tubuh,
ekspresi
wajah,bahasa
tubuh

a. Memberikan

dan

tingkat
aktivita
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.

yang
menenangkan

kepada klien.
b. Klien
lebih

jelas

n perasaannya.
c. Mungkin
menunjukkan

terhadap
pelaku pasien.
c. Jelaskan

kebutuhan
bersandar pada

semua

orang

prosedur dan

untuk

yang

dirasakan
selama
prosedur.
d. Pahami
prespektif
pasien
terhadap
situasi stres.
e. Temani
pasien untuk
memberikan
keamanan
dan
mengurangi
takut.
f.Dorong
keluarga
untuk

dalam

mengungkapka

harapan

apa

nyaman

bebas

.
b. Nyatakan
dengan

rasa

lain

sementara.
d. Membantu
klien

dalam

mengembangka
n

kemampuan

koping.
e. Membina
hubungan
saling percaya
dengan klien.
f. Dapat
mengurangi
rasa
pasien

cemas
akan

penyakitnya.

menemani
pasien.
g. Dorong
pasien untuk
mengungkapk
an
2.

ketakutan
a. Observasi

Nyeri b/d Setelah


luka bekas perawatan 3x24
operasi di jam
abdomen

diharapkan

gangguan
nyaman

perasaan,

rasa
nyeri

teratasi.

TTV
b. kaji tingkat
nyeri dengan
skala 0-5
c. Atur posisi
klien

a. Klien
nyeri
berkurang
b. Skala nyeri 3
c. Klien dapat
melakukan
teknik

non

farmakologis

mungkin
d. Ajarkan
latihan
teknik nafas
dalam
e. Berikan obat
analgetik
sesuai dosis

untuk
mengurangi
Hambatan

Setelaah

a. Kaji

ADL

mobilitas

dilakukan

klien
b. Latih

klien

fisik

b/d tindakan

kelemahan

keperawatan
selama 3x24 jam
ADL
terpenuhi

klien

keadaan umum
klien
b. Untuk
Mengetahui
klien
c. Untuk
memberikan
kenyamanan
d. Untuk
mengurangi
rasa nyeri dan
mempercepat
penyembuhan
e. Analgetik dapat
memblok pusat

nyeri.
3.

mengetahui

tingkat nyeri

senyaman

mengatakan

a. Untuk

nyeri
a. Mengetahiu
tingkat

mobilisasi
sedini
mungkin.
c. Batasi
aktifitas yang

ADL

klien.
b. Untuk
mencegah
adanyakekaku
an
c. Menghemat

4.

kriteria:
- Klien

berlebihan.
dapat d. Libatkan

mandiri

dalam

energi
d. Memudahkan

kreluarga

klien

memenuhi

dalam

memenuhi

kebutuhan

memenuhi

aktivitas

sehari-hari.

kebutuhan
klien.
a. Observasi

Resiko

Setelah

tinggi

perawatan 3x24

infeksi b/d jam

diharapkan

adanya

resiko

tinggi

luka

infeksi

tidak

operasi

terjadi

vital
b. Kaji adanya
tanda tanda
infeksi

a. Tidak tampak
adanya tanda
tanda

tanta-tanda

infeksi

seperti

sehingga
infeksi

lanjut

oedema,

meminimalkan

panas,

bau,

luka

adanya

pus,

terkontaminasi

pus,

dan nyeri.
c. Lakukan

dan nyeri
b. Luka operasi

perawatan

batas normal
e. Vulva bersih

adanya infeksi

dan antiseptik

adanya

normal
d. Suhu dalam

kemungkinan

kemerahan,

bau,

leukosit batas

dini

dapat dihindari
b. Teknik septik

seperti

oedema,

kering
c. Jumlah

a. Deteksi

luka dengan
teknik septik
dan antiseptik
d. Kolaborasi
dengan
dokter untuk
pemberian
antibiotik
e. Anjurkan
perawatan
vulva
hygiene

kompus
c. Demam
menunjukan
infeksi
d. Pemberian
antibiotik
secara

teratur

mencegah
infeksi
e. Vulva

tidak

bersih menjadi
sumber infeksi

Daftar Pustaka
Bobak Jensen, Zalar, (2002), Maternity and Gynecologycal Care, St. Lois,
Baltimore, Toronto, The C.V. Mosby Co
Doengoes, Marylin, (1991), Nursing Care Plans for Maternity, C.V. Mosby
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:Mediaction
Piliteri, Adele, (2003), Maternal and Child Health Nursing: Care of The
Childbearing & Childrearing Family, 4th, edition, Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai