Anda di halaman 1dari 15

BAB I

TINJAUAN PENYAKIT
1

DEFINISI
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi

3 bulan berupa kelainan struktural maupun fungsional dengan atau tanpa penurunan
Laju filtrasi ginjal yang bermanifestasi dengan adanya kelainan patologis dan terdapat
tanda kelainan pada ginjal, kelainan tersebut dapat berupa komposisi darah, urin, atau
kelainan pada tes pencitraan (imaging test).
Gagal

ginjal

kronis

menunjukkan

kegagalan

fungsi

ginjal

untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat


kerusakan struktur ginjal yang progresif sehingga menyebabkan penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) dan sampah nitrogen lain di dalam darah.
2

KLASIFIKASI
National Kidney Foundations Kidney Dialysis Outcomes and Quality Initiative

(K/DOQI), mengklasifikasikan CKD berdasarkan adanya kerusakan ginjal, struktural


atau fungsional, untuk 3 bulan, dengan atau tanpa penurunan glomerular laju filtrasi
(GFR) dari nilai-nilai normal ~120 mL/min. Tujuan adanya sistem klasifikasi adalah
untuk pencegahan, identifikasi awal gangguan ginjal, dan penatalaksanaan yang dapat
mengubah perjalanan penyakit sehingga terhindar dari end stage renal disease
(ESRD).
Tabel. 1 Klasifikasi CKD Berdasarkan Derajat Kerusakan Ginjal

Menghitung laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus Cockcroft-Gault :


GFR (ml/menit/1,73m2) = (140 - umur) x Berat Badan x (0,85 pada wanita)
72 x kreatinin plasma
3

ETIOLOGI

1. Faktor kerentanan (Susceptibility factors) meningkatkan risiko penyakit ginjal,


tetapi tidak secara langsung menyebabkan kerusakan ginjal.

2.

Usia lanjut

Kurang massa ginjal dan berat badan lahir rendah

Ras atau etnis minoritas

Riwayat keluarga

Peradangan sistemik

Dislipidemia

Faktor pencetus (Initiation factors)

Diabetes mellitus

Hipertensi

Penyakit autoimun

Penyakit ginjal polikistik

Toksisitas obat
3. Faktor perkembangan (Progression factors) mempercepat penurunan fungsi
ginjal setelah inisiasi kerusakan ginjal.

Glikemia pada penderita diabetes

Hipertensi

Proteinuria

Merokok

4
PATOFISIOLOGI
1. Penurunan fungsi renal
Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya disekresi ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.
2. Gangguan Klirens Renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
3. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
Dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat glomeruli tidak berfungsi)
klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme, (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid.
4. Retensi Cairan dan Natrium
Ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit gagal ginjal kronis: respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien
menahan natrium dan cairan, meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis Renin-Angiotensin (RA) dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
Aldosteron. Pasien lain mempunyai kecendrungan untuk kehilangan garam:
mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium yang dapat memperburuk status uremik.
5. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi asidosis metabolik


seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorbsi Natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
6. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecendrungan
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi
medula spinalis

untuk menghasilkan

sel darah merah.

Pada gagal ginjal,

produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina
dan nafas sesak.
7. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium-fosfat tubuh berbanding
terbalik. Jika salah satu meningkat maka yang lain menurun. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan

sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.

Kalsium tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit


tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D yang normal dibentuk di ginjal
menurun seiring berkembangnya gagal ginjal. Penyakit tulang uremik
(osteodistrofi renal), terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan
keseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara significant sejumlah protein atau
mengalami peningkatan

tekanan darah cenderung akan cepat memburuk

daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.

MANIFESTASI KLINIK
Pada umumnya penderita CKD stadium 1-3 tidak mengalami gejala
apa-apa atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit,
endokrin dan metabolik yang tampak secara klinis (asimtomatik). Gangguan
yang tampak secara klinis biasanya baru terlihat pada CKD stadium 4 dan 5.
Beberapa gangguan yang sering muncul pada pasien CKD anak adalah:
gangguan pertumbuhan, kekurangan gizi dan protein, gangguan elektrolit,
asidosis, osteodistrofi ginjal, anemia dan hipertensi

Pemeriksaan laboratorium dan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang dapat membantu menegakkan diagnosis CKD dan
memberikan petujuk kearah penyebab CKD.

Urin : volume <40 ml/24 jam (oliguria). Warna keruh, berat jenis kurang dari

1.105, klirens kreatinin < 10 ml/menit, proteinuria


Darah : BUN/kreatinin >10 ml/menit. Hematokrit menurun. Hemoglobin

kurang dari 7 gr/dL


Foto polos : untuk melihat batu yang bersifat radioopak atau nefrokalsinosis.
Ultrasonografi : merupakan pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan
karena aman, mudah, dan cukup memberikan informasi. USG merupakan
modalitas terpilih untuk kemungkinan penyakit ginjal obstruktif. Meskipun
USG kurang sensitif dibandingkan CT untuk mendeteksi massa, tetapi USG
dapat digunakan untuk membedakan kista jinak dengan tumor solid, juga

sering digunakan untuk menentukan jenis penyakit ginjal polikistik.


CT Scan : Dapat menentukan massa ginjal atau kista yang tidak terdeteksi
pada pemeriksaan USG dan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk
mengidentifikasi batu ginjal. CT Scan dengan kontras harus dihindari pada

pasien dengan gangguan ginjal untuk menghindari terjadinya gagal ginjal akut.
MRI : Sangat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan pemeriksaan CT
tetapi tidak dapat menggunakan kontras. MRI dapat dipercaya untuk
mendeteksi adanya trombosis vena renalis. Magnetic resonance angiography

juga bermanfaat untuk mendiagnosis stenosis arteri renalis, meskipun

arteriografi renal tetap merupakan diagnosis standar.


Radionukleotida : Deteksi awal parut ginjal dapat dilakukan dengan
menggunakan radioisotope scanning 99m-technetium dimercaptosuccinic acid
(DMSA).

Pemeriksaan

ini

lebih

sensitif

dibandingkan

intravenous

pyelography (IVP) untuk mendeteksi parut ginjal dan merupakan diagnosis

standar untuk mendeteksi nefropati refluks.


Voiding cystourethrography : Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan

radionukleotida untuk mendeteksi refluks vesikoureter.


Retrogade atau anterogade pyelography : Dapat digunakan lebih baik untuk
mendiagnosis dan menghilangkan obstruksi traktus urinarius. Pemeriksaan ini
diindikasikan apabila dari anamnesis didapatkan kecurigaan gagal ginjal

meskipun USG dan CT scan tidak menunjukkan adanya hidronefrosis.


Pemeriksaan tulang : Hal ini bermanfaat untuk mengevaluasi hiperpartiroid
sekunder yang merupakan bagian dari osteodistrofi, dan juga perkiraan usia
tulang untuk memberikan terapi hormon pertumbuhan.

I.7 PENATALAKSANAAN
A. Terapi Non Farmakologi
1. Diet rendah protein ( 0,6-0,75 g/kg/hari ) dapat menunda perkembangan CKD
pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Asupan rendah protein mengurangi
beban eksresi ginjal sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron.
2. Diet rendah kalium (40-80 mEq/hari), kerena keadaan dengan tingginya
kalium dalam darah memiliki resiko terjadinya kelainan jantung yaitu aritmia
yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest yang merupakan penyebab
kematian mendadak.
3. Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat yaitu
untuk mempertahankan keseimbangan postitif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan gizi. Rekomendasi asupan energi untuk penderita CKD dengan

LFG 25 ml/menit dan tidak menjalani dialisis adalah 35 kkal/kg/hari untuk


usia < 60 tahun dan 30-35 kkal/kg/hari untuk usia > 60 tahun.
4. Asupan cairan pada pasien CKD membutuhkan regulasi yang hati-hati. Asupan
yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan
intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan dehidrasi,
hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan umum unruk asupan cairan
adalah keluaran urin dalam 24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan
kehilangan cairan yang tidak disadari.
5. Bila ureum serum > 150 mg/dl, kebutuhan cairan harus adekuat agar jumlah
diuresis mencapai 2 L/hari.
B. Terapi Farmakologi
1. Hiperglikemia
Terapi intensif pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2 mengurangi
komplikasi mikrovaskuler, termasuk nefropati. Terapi intensif dapat
mencakup insulin atau obat oral dengan pengujian gula darah setidaknya tiga
kali sehari. Perkembangan CKD dapat dibatasi oleh kontrol optimal
hiperglikemia dan hipertensi.
2. Hipertensi
- Menjaga tekanan darah yang memadai dapat mengurangi tingkat
penurunan GFR dan albuminuria pada pasien dengan atau tanpa diabetes.
- Terapi antihipertensi harus dimulai pada pasien CKD diabetes atau
nondiabetes dengan enzim inhibitor angiotensin-converting (ACEI) atau
angiotensin receptor blocker II. Keduanya lebih efektif dibandingkan
antihipertensi lain dalam mencegah progresifitas kerusakan ginjal karena
obat-obatan tersebut menurunkan tekanan intraglomerular dan proteinuri
melalui efek langsung terhadap tekanan darah sistemik dan sirkulasi
glomerulus.

- Clearance ACEI berkurang di CKD, karena itu pengobatan harus dimulai


dengan dosis serendah mungkin dan bertahap untuk mencapai target
tekanan darah dan juga untuk meminimalkan proteinuria.
- GFR biasanya menurun 25% sampai 30% dalam waktu 3 sampai 7 hari
setelah memulai ACEI karena ACEI mengurangi tekanan intraglomerular.

Gambar.1 Strategi pengobatan GGK dengan diabetes

Gambar.3 Algoritma Hipertensi pada pasien CKD


9

3. Abnormalitas Cairan dan Elektrolit


Kemampuan ginjal untuk menyesuaikan diri dengan perubahan mendadak
dalam asupan natrium berkurang pada pasien CKD stage V (End Stage
Renal Disease) .
Terapi diuretik atau dialisis diperlukan untuk mengontrol edema atau
tekanan darah.
Diuretik loop, terutama bila diberikan dengan infus kontinu, meningkatkan
volume urine dan ekskresi natrium ginjal. Meskipun diuretik thiazide
tidak efektif ketika kreatinin <30 mL/menit, menambahkan loop diuretik
dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air.
4. Homeostasis Kalium
Konsentrasi Serum kalium dipertahankan dalam rentang normal sampai
GFR kurang dari 20 mL/menit/1,73 m2.
Perlakuan definitif hiperkalemia berat pada CKD stage V (ESRD) adalah
hemodialisis.
5. Anemia
Anemia pada penyakit ginjal kronis terjadi akibat produksi eritropoietin
yang menurun dan massa sel tubular renal yang berkurang. Kompensasi
jantung

terhadap

anemia

menyebabkan

hipertrofi

ventrikel

dan

kardiomiopati sehinga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung atau


penyakit jantung iskemik. Rekomendasi KDOQI menyebutkan target
hemoglobin 11 hingga 12 g/dL pada penderita CKD, dan penderita dengan
kadar feritin serum <100 ng/mL harus mendapat suplementasi besi.
Recombinant human erythropoietin (rHuEPO) dengan dosis 50-150

mg/kgBB/hari subkutan digunakan untuk anemia akibat CKD.


Suplementasi Fe parenteral sangat diperlukan untuk meningkatkan respon
terhadap terapi erythropoietic dan mengurangi dosis yang dibutuhkan
untuk mencapai dan mempertahankan indeks sasaran.

10

Efek samping dari Fe secara IV termasuk reaksi alergi, hipotensi, pusing,


dyspnea, sakit kepala, nyeri punggung bawah, arthralgia, sinkop, dan
arthritis. Beberapa reaksi ini dapat diminimalkan dengan mengurangi
dosis atau laju infus. Sodium besi glukonat dan besi sukrosa memiliki
catatan keamanan yang lebih baik daripada dekstran besi. Dekstran besi

membutuhkan dosis tes untuk mengurangi risiko reaksi anafilaksis.


Agen erythropoietic ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling
umum adalah hipertensi.

11

Gambar.4. Manajemen terapi Fe pada pasien CKD

12

Gambar.5. Manajemen terapi eritropoietin pada pasien CKD


6. Hiperlipidemia
Prevalensi hiperlipidemia meningkat karena penurunan fungsi ginjal.
Hiperlipidemia harus diatasi pada pasien CKD stage V hingga kolesterol

low-density lipoprotein kurang dari 100 mg /dL .


Golongan statin adalah obat pilihan pertama.

7. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik harus segera dikoreksi karena dapat menigkatkan
serum K+ (hiperkalemia).

13

Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari


Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila Ph 7,35 atau serum
bikarbonat 20 mEq/L.

8. Malnutrisi
Malnutrisi Protein - energi umum terjadi pada pasien dengan stadium 4

atau 5 CKD.
Asupan makanan sering tidak memadai karena anoreksia, sensasi rasa

yang berubah , penyakit penyerta , dan diet yang ditentukan .


Asupan protein harian harus 1,2 g/kg untuk pasien yang menjalani
hemodialisis dan 1,2-1,3 g/kg bagi mereka yang menjalani dialisis

peritoneal.
Asupan energi harian harus 35 kkal/kg untuk pasien yang menjalani
dialisis . intake harus diturunkan untuk 30 sampai 35 kkal/kg untuk pasien

lebih tua dari 60 tahun.


Vitamin A dan E yang meningkat pada ESRD vitamin sedangkan yang
larut dalam air harus dilengkapi untuk menggantikan hilangnya dialisis diinduksi.

C. Terapi Pengganti Ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjalkronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi tersebut berupa hemodialisis dan
Transplantasi ginjal

1. Hemodialisis
Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan sisa hasil metabolisme,
membuang kelebihan cairan, mengoreksi elektrolit dan memperbaiki gangguan
keseimbangan basa pada penderita CKD akibat dari fungsi ginjal yang rusak,
seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat lain.

14

Indikasi tindakan terapi dialisis meliputi indikasi absolut dan indikasi elektif,
yang termasuk indikasi absolut yaitu perikarditis, uremik enselopati/neuropati,
bendungan paru, dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN)
>120 mg/dl dan kreatinin >10 mg/dl. Sedangkan yang termasuk indikasi
elektif yaitu GFR antara 5-8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat.
2.

Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang paling disukai untuk
pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh
melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan cocok dengan pasien
sehingga ini membatasi transplantasi ginjal pada pasien karena transplantasi
ginjal juga dapat menimbulkan komplikasi akibat pembedahan dan penolakan
tubuh.

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Chapter 3
    Chapter 3
    Dokumen86 halaman
    Chapter 3
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Herba Medicine
    Herba Medicine
    Dokumen3 halaman
    Herba Medicine
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Jinten Cumin
    Jinten Cumin
    Dokumen2 halaman
    Jinten Cumin
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • PC Baru
    PC Baru
    Dokumen14 halaman
    PC Baru
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • TUGAS1
    TUGAS1
    Dokumen9 halaman
    TUGAS1
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Chapter 4
    Chapter 4
    Dokumen72 halaman
    Chapter 4
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Keto Asidosis Diabetikum
    Keto Asidosis Diabetikum
    Dokumen11 halaman
    Keto Asidosis Diabetikum
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • 2 Kesehatan
    2 Kesehatan
    Dokumen2 halaman
    2 Kesehatan
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Case Interne
    Case Interne
    Dokumen33 halaman
    Case Interne
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Levofloxacin Dian
    Levofloxacin Dian
    Dokumen8 halaman
    Levofloxacin Dian
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Makalah Frs
    Makalah Frs
    Dokumen31 halaman
    Makalah Frs
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Izin Industri
    Izin Industri
    Dokumen3 halaman
    Izin Industri
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Makalah Frs
    Makalah Frs
    Dokumen31 halaman
    Makalah Frs
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Zat Aktif (Irnoxen) - 1
    Zat Aktif (Irnoxen) - 1
    Dokumen18 halaman
    Zat Aktif (Irnoxen) - 1
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Topik Vii
    Topik Vii
    Dokumen5 halaman
    Topik Vii
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Levofloxacin Dian
    Levofloxacin Dian
    Dokumen8 halaman
    Levofloxacin Dian
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tilik Skrining Resep
    Daftar Tilik Skrining Resep
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tilik Skrining Resep
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • 2 Kesehatan
    2 Kesehatan
    Dokumen2 halaman
    2 Kesehatan
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Oksitetrasiklin
    Oksitetrasiklin
    Dokumen4 halaman
    Oksitetrasiklin
    Annisa Karimah
    100% (2)
  • Form Biodata Apoteker
    Form Biodata Apoteker
    Dokumen1 halaman
    Form Biodata Apoteker
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • 2 Kesehatan
    2 Kesehatan
    Dokumen2 halaman
    2 Kesehatan
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Farmokologi I.doc-08
    Farmokologi I.doc-08
    Dokumen5 halaman
    Farmokologi I.doc-08
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tilik Skrining Resep
    Daftar Tilik Skrining Resep
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tilik Skrining Resep
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Lembaran Kerja Mahasiswa (LKM) IV
    Lembaran Kerja Mahasiswa (LKM) IV
    Dokumen6 halaman
    Lembaran Kerja Mahasiswa (LKM) IV
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Copy Resep Apotek Deny
    Copy Resep Apotek Deny
    Dokumen1 halaman
    Copy Resep Apotek Deny
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Laporan Anfisman
    Laporan Anfisman
    Dokumen46 halaman
    Laporan Anfisman
    jamatur
    Belum ada peringkat
  • Trematoda
    Trematoda
    Dokumen12 halaman
    Trematoda
    Fauzi Tsanifiandi
    Belum ada peringkat
  • Edit
    Edit
    Dokumen1 halaman
    Edit
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat
  • Edit
    Edit
    Dokumen1 halaman
    Edit
    Annisa Karimah
    Belum ada peringkat