1. Anatomi
Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus,
dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu.
Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang, dan
kiri. Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu. Collum dilanjutkan
sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum
mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum
dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica, cabang A. hepatica kanan.
V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf
yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Variasi anatomik misalnya double folded atau double twisted sangat sering
ditemukan, juga kandung empedu yang besar, non obstruktif, sering dijumpai pada
penderita alkoholisme atau diabetes melitus.
2. Fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain
saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel
thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati yang ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan
kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan
absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya
80-90%.
CHOLECYSTITIS
1. Kolesistitis Akut
A. Pengertian
Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan
demam.
yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa
adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus
dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor
yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama
dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung
empedu, batu di saluran empedu, atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain
seperti demam tifoid dan diabetes melitus.
C. Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadangkadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai
60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya
kelainan inflamasi ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu.
Penderita kadang mengalami demam, mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia,
demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut
kanan atas.
D. Pemeriksaan Fisik
Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal
(tanda Murphy).
E. Laboratorium
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <4,0
mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di
saluran empedu ekstrahepatik.
Leukositosis
F. Radiologi
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.
Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radioopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila
ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung
empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan
USG mencapai 90-95%.
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6
Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik
ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya
gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau
scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.
CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada
pemeriksaan USG.
Kolangiografi transhepatik perkutaneous: Pembedahan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila ikterik
ada).
MRI
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari pemeriksaan
tertentu.
peradangan
disekitar
empedu.
ERCP
(endoscopic
retrograd
H. Penatalaksanaan
Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat di rumah sakit,
diberikan cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan makan maupun
minum. Mungkin akan dipasang pipa nasogastrik untuk menjaga agar lambung tetap
kosong sehingga mengurangi rangsangan terhadap kandung empedu. Antibiotik
diberikan sesegera mungkin jika dicurigai kolesistitis akut.
Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan
untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Jika penderita
memiliki penyakit lainnya yang meningkatkan resiko pembedahan, operasi ditunda dan
dilakukan pengobatan terhadap penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung
empedu bisa diangkat 6 minggu kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi
(misalnya abses, gangren atau perforasi kandung empedu), diperlukan pembedahan
segera.
Sebagian kecil penderita akan merasakan episode nyeri yang baru atau berulang,
yang menyerupai serangan kandung empedu, meskipun sudah tidak memiliki kandung
empedu.
Penyebab terjadinya episode ini tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan akibat dari
fungsi sfingter Oddi yang abnormal. Sfingter Oddi adalah lubang yang mengatur
pengaliran empedu ke dalam usus halus. Rasa nyeri ini mungkin terjadi akibat
peningkatan tekanan di dalam saluran yang disebabkan oleh penahanan aliran empedu
atau sekresi pankreas.
Untuk melebarkan sfingter Oddi bisa digunakan endoskopi. Hal ini biasanya
akan mengurangi gejala pada penderita yang memiliki kelainan sfingter, tetapi tidak
akan membantu penderita yang hanya memiliki nyeri tanpa disertai kelainan pada
sfingter.
I. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat
menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau
peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat
pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien tua (>75th) mempunyai
prognosis jelek di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.
2. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya
dengan litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan.
A. Pengertian
Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.
B. Etiologi
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang
menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung
empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat
pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya
riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
C. Gejala Klinis
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejalanya sangat
minimal dan tidak menonjol, seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea
khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah
bersendawa.
D. Radiologi
MRI
E. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan. Riwayat penyakit batu
kandung empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung
empedu disertai tanda Murphy positif dapat menyokong menegakkan diagnosis.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. Kolesistektomi bisa
dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi. Penderita yang
memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk
menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. Bisa diberikan antasid dan
obat-obat antikolinergik.
G. Pencegahan
Seseorang yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung
empedunya belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak dan menurunkan
berat badannya.
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG
1. Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter.
Secara anatomi lambung terdiri dari :
a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum
kardium dan biasanya penuh terisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot tebal
membentuk spinter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung terbentang dari osteum
kardiak sampai pilorus.
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pilorus
inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor
sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana eosofagus bagian abdomen masuk
ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Lambung tersusun juga atas 4 lapisan , yakni :
a. Tunika Serosa (Lapisan luar)
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium
viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus
memanjang ke hati membentuk omentum minus. omentum minus adalah tempat
yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
penyakit pankreatitis akut.
Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut
ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah
membentuk omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah
apron besar.
b. Muskularis
Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan
sirkular (bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk
memecah makanan menjadi partikel partikel yang kecil, mengaduk, dan
mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah
duodenum.
c. Submukosa
Tersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa
dengan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak
peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan
saluran limfe.
d. Mukosa
Tersusun atas lipatan lipatan longitudinal disebut rugae, yang
memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa kelenjar pada lapisan ini, yakni :
a. Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan menyekresiakn
mucus.
b. Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh
korpus lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel
parietal menyekresikan HCl dan factkr intrinsik. Factor intrinsik
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan
factor intrinsic akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Selsel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan
mukus.
2. Fisiologi Lambung
Fungsi motorik lambung terdiri atas :
a. Menampung, menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit
dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume
tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos, diperantarai oleh
nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin.
b. Mencampur, memecahkan makanan menjadi partikel partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi
lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.
c. Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan spinter pilorus yang dipengaruhi
oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh
HCl
halus.
Lipase
Renin
Pepsin
Mukus
HCl.
Pengaturan Sekresi Lambung
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan intestinal.
a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu
akibat melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi.
Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebsi
atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus
ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric
menyekresikan
HCl,
pepsinogen,
dan menambah
terangsang untuk
mucus.
Fase sefalik
DEFENISI
a.
Gastritis :
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung. (1
Keadaan ini dapat diakibatkan dari (4:
1. Makanan yang mengiritasi mukosa lambung
2. Eksoriasi mukosa lambung yang berlebihan oleh sekret peptik
lambung sendiri
3. Peradangan bakteri
B.
KLASIFIKASI
Menurut
Update
Sydney
System
membagi
berdasarkan
pada
topografi, morfologi, dan etiologi. Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3
tipe (1 :
1.
Monahopik
2.
Atropik
3.
Bentuk khusus
akut
: merupakan
(3
kelainan
klinis
akut
yang
jelas
PATOFISIOLOGI
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dengan faktor
defensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor
tersebut yang berperan menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor
tersebut dapat dilihat pada tabel (3:
Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi faktor agresif
Faktor defensif
Asam lambung
Mukus
Pepsin
Bikarbonas mukosa
AINS
Prostaglandin mikrosirkulasi
Empedu
Infeksi virus
Infeksi bakteri H. pylori
Bahan korosif : asam dan basa
kuat
Patogenesis H.pylori gastritis
Setelah
kuman
memasuki
saluran
cerna,
bakteri
H.pylori
harus
menghindari aktivitas bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan
masuk ke lapisan mukus. Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan
pada
langkah
awal
infeksi
ini.
Urease
meng-hidrolisis
urea
menjadi
ETIOLOGI
a.
Gastritis Akut
(3
Alkohol
b.
Gastritis Kronik (3
Jelas berhubungan dengan infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan
ulkus pada pemeriksaan penunjang.
(2
E.
DIAGNOSIS
(1
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gambaran
endoskopi
dan
flat-erosion,
Perubahan-perubahan
raised
erosion,
histopatologi
perdarahan,
selain
endematous
menggambarkan
rugae.
perubahan
gastritis
kronik
ditegakkan
berdasarkan
pemeriksaan
(3
F. PENGOBATAN
Oleh karena gastritis sangat erat hubungannya dengan sindroma
dispepsia, maka diagram berikut memberi gambaran alur penatalaksanaan
dispepsia (4:
DISPEPSIA
Usia < 55 th,
Rujuk gastroenterologi
- antasida
- H2RA /PPI
- Prokinetik
(+)
(-)
Alaram symptom :
-
Muntah
- Demam
Hematemesis
- BB menurun
Pengobatan
gastritis
akut,
faktor
utama
adalah
menghilangkan
etiologinya. Diet lambung, dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan
untuk mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H 2, inhibitor
pompa proton, antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai sitoprotektor,
berupa sukralfat dan prostaglandin.(3
Pada pusat-pusat pelayanan kesehatan dimana endoskopi tidak dapat
dilakukan, penatalaksanaan diberikan seperti pada pasien dengan sindroma
dispepsia, apalagi jika tes serologi negatif. Pertama-tama yang dilakukan adalah
mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan
pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2/ PPI dan obat-obatan
prokinetik. Jika endoskopi dapat dilakukan, dilakukan terapi eradikasi kecuali jika
hasil CLO (rapid ureum test) , kultur, dan PA ketiganya negatif atau hasil serologi
negatif.
Contoh regimen untuk eradikasi infeksi H. pylori : (1
Obat 1
Obat 2
Obat 3
Obat 4
Klarithomisin
Amoksisilin
(2 x 500 mg)
Klarithomisin
(2 x 1000 mg)
Metronidazol
(2 x 500 mg)
Tetrasiklin
(2 x 500 mg)
Metronidazol
(4 x 500 mg)
(2 x 500 mg)
Regimen diberikan selama 1 minggu.
Subsalisilat/
subsitral
DOSIS :
1. PPI (Proton Pump Inhibitor) :
- Omeprazole
2 x 20 mg
- Lansoprazole
2 x 30 mg
- Rabeprazole
2 x 10 mg
- Esomeprazole
2 x 20 mg
2. Amoksisilin
2 x 1000 mg/hr
3. Klaritromisin
2 x 500 mg/hr
4. Metronidazol
3 x 500 mg/hr
5. Tetrasiklin
4 x 250 mg/hr
Terapi eradikasi juga diberikan pada seleksi khusus pasien yang menderita
penyakit-penyakit sbb (3 :
- Sangat dianjurkan :
1. Ulkus duodeni
2. Ulkus ventrikuli
3. Pasca reseksi kangker lambung dini
- Dianjurkan :
1. Dispepsi tipe ulkus
2. Gastritis kronis aktif berat (PA)
3. Gastropati AINS
4. Gastritis erosiva berat
5. Gastritis hipertrofik
- Tidak dianjurkan :
1. Penderita asimtomatis
Terapi lini kedua/ terapi kuadripel
(1
Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama.
Kriteria gagal ; 4 minggu pasca terapi, kuman H. pylori tetap positif berdasarkan
pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.
Urutan prioritas
-
DAFTAR PUSTAKA
(1
(2
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. 1995. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Hlm.
376.
(3
Mansjoer , Arief., et al. Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. jilid II.
2001. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hlm. 492.
(4