Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)


Tandan

kosong

kelapa

sawit

(TKKS)

merupakan

limbah

utama

berligniselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal dari industri pengolahan


kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan minyak sawit kasar
sebanyak 0,21 ton (21%), minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya
merupakan limbah dalam bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang
masing masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%)
(Darnoko, 1992). Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk
dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan
baku dimetil eter. Hal ini karena tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung
selulosa yang dapat dihirolisis menjadi glukosa kemudian difermentasi menjadi
dimetil eter. Kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% menjadikan
kelapa sawit sebagai prioritas untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
dimetil eter (Aryafatta, 2008). Komposisi kimia untuk tandan kosong kelapa sawit
dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit
No.

Komponen

Kandungan (%)

1.

Selulosa

72,79

2.

Lignin

16,49

3.

Air

10,72

Sumber : Darnoko, 1990


Selama ini pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh PKS masih sangat terbatas
yaitu dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di
perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Namun karena adanya
beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama sampai 6 12
bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Maka
cara cara tersebut kurang diminati oleh PKS. Selain jumlah yang melimpah juga
karena kandungan selulosa tandan kelapa sawit yang cukup tinggi yaitu sebesar 45 %

(Aryafatta, 2008). TKKS cocok dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan


selulosa asetat.

2.2

Pulp
Pulp merupakan material berserat yang dihasilkan dari beberapa tahapan

proses melalui perlakuan kimia dan mekanis, tergantung jenis bahan baku. Sekarang,
sekitar 90 % produksi pulp dunia berbahan baku dari kayu. Adapun beberapa
kandungan yang terdapat dalam kayu adalah -selulosa (R-10) dan xylen.
Kandungan dari bahan baku pulp yang mempengaruhi pembuatan selulosa asetat
adalah -selulosa (R-10, dengan batas kandungan minimal selulosa (R-10) dalam
pulp 96 % (Lewin, 2006). Berikut kadar -selulosa (R-10) dalam pulp pada beberapa
proses dan bahan baku.
Tabel 2.2 Karakteristik Beberapa Jenis Pulp

(Sumber : Sixta, 2006)

2.3

Serat
Serat atau fiber adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan

komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Contoh serat yang
paling sering dijumpai adalah serat pada kain. Manusia menggunakan serat dalam
banyak hal: untuk membuat tali, kain, atau kertas. Serat dapat digolongkan menjadi
dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis
dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat
alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan.
Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan,
dan proses geologis. Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat alami
dapat digolongkan ke dalam:

Serat tumbuhan/serat pangan; biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa,


dan kadang-kadang mengandung pula lignin. Contoh dari serat jenis ini yaitu
katun dan kain ramie. Serat tumbuhan digunakan sebagai bahan pembuat
kertas dan tekstil. Serat tumbuhan juga penting bagi nutrisi manusia.

Serat kayu, berasal dari tumbuhan berkayu.

Serat hewan, umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari serat
hewan yang dimanfaatkan oleh manusia adalah serat laba-laba (sutra) dan
bulu domba (wol).

Serat mineral, umumnya dibuat dari asbestos. Saat ini asbestos adalah satusatunya mineral yang secara alami terdapat dalam bentuk serat panjang.
Adapun serat buatan/sintetis yang dikenal pada saat ini di kelompokkan
menjadi dua, yaitu :

1.Serat mineral : serat yang terbuat dari bahan baku berupa mineral
Contoh :

Kaca serat/Fiberglass, dibuat dari kuarsa

Serat logam dapat dibuat dari logam yang duktil seperti emas, atau perak.

Serat karbon

2. Serat polimer : bagian dari serat sintetis, serat jenis ini dibuat melalui proses kimia
Contoh :

polyamida nilon

PET atau PBT poliester, digunakan untuk membuat botol plastik

fenol-formaldehid (PF)

serat polivinyl alkohol (PVOH)

serat polivinyl khlorida (PVC)

poliolefin (PP dan PE)

polyethylene (PE)

Elastomer, digunakan untuk membuat spandex

poliuretan.

2.4

Selulosa Asetat
Selulosa asetat merupakan serat yang sangat mudah dihasilkan dengan biaya

yang rendah dan kualitas produk yang baik. Selulosa asetat digunakan dalam
berbagai industri seperti pembuatan tekstil, plastik, fiber, dan filter rokok. Adapun
sifat selulosa asetat yang membedakan dengan serat sintetis lainnya adalah :

Termoplastik

Selektif absorpsi dan dapat membuang beberapa bahan organik dengan kadar
rendah

Mudah digabungkan dengan plasticizers, panas, dan tekanan

Selulosa asetat larut pada kebanyakan pelarut (terutama aseton dan pelarut
organik) dan dapat dimodifikasi agar dapat dilarutkan dengan pelarut
alternatif, termasuk air

Hidrofilik, membuat selulosa asetat gampang basah, dengan pengantar cairan


yang baik dan absorpsi yang bagus

2.5

Area permukaan luas

Terbuat dari sumber yang dapat diperbaharui : tandan kosong kelapa sawit

resistan untuk mold dan mildew

Mudah hancur dengan larutan alkali kuat dan agen oksidasi kuat

Dapat dibersihkan atau dikeringkan dengan mudah

Tahapan Pembuatan Selulosa asetat


Selulosa asetat merupakan hasil reaksi dari selulosa dan asetat anhidrid, yang

merupakan produk senyawa dari gugus hidroksil dan asam. Ada 3 proses utama yang
biasa digunakan untuk memproduksi selulosa asetat, yaitu :

1. Solvent process (proses dengan pelarut)


Merupakan proses yang paling umum dan biasa digunakan. Pada proses asetilasi
digunakan asetat anhidrid sebagai reaktan utama dan berlangsung dengan
kehadiran asam asetat glasial sebagai pelarut serta asam sulfat sebagai katalis.
2. Solution process (proses larutan)
Methylene chloride menggantikan semua atau sebagian asam asetat dan aksinya
sebagai solvent bagi selulosa asetat yang terbentuk.
3. Heterogenous process (proses heterogen)
Cairan organik inert, seperti benzene ligroin digunakan sebagai non-solvent
untuk menjaga selulosa terasetilasi yang telah terbentuk dalam larutan.
Proses yang digunakan pada perancangan proses ini yaitu proses dengan pelarut
asam asetat dengan reaktan utama asetat anhidrid dan katalis asam sulfat karena
memiliki keuntungan pada proses asetilasi yang menghasilkan derajat asetilasi yang
tinggi yaitu 2,50 2,95 (Mc Ketta, 1997).
Secara umum, proses produksi selulosa asetat dengan proses di atas meliputi 4
tahapan proses, yaitu :
1. Proses Pembentukan Pulp dari Tandan Kosong Kelapa Sawit.
2. Proses Pengubahan Pulp Menjadi Selulosa Asetat dengan Menggunakan
Proses Asetilasi.
3. Proses Pemurnian Produk Selulosa Asetat dan Recovery Asam Asetat Sisa.
Proses pembuatan selulosa asetat adalah sebagai berikut :

2.6 Deskripsi Proses


2.6.1

Proses Pembentukan Pulp dari Tandan Kosong Kelapa Sawit


Proses pembentukan pulp yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit

(TKKS) dengan menggunakan proses pulping diikuti dengan bleaching. Tandan


Kosong Kelapa Sawit didalam gudang penyimpanannya (T-101) diperkecil
ukurannya pada unit disk chipper (DC-101) hingga berdiameter 50 mm. Tandan
Kosong Kelapa Sawit yang telah dicacah dibawa ke tahap ekstraksi dengan
menggunakan bucket elevator (E-101).
Larutan KOH 15% dipompakan dari V-101 menuju tangki ekstraksi EX-101.
Proses ekstraksi menggunakan pelarut KOH 15% bertujuan untuk melarutkan lignin

di dalam tandan kosong kelapa sawit. Tangki ekstraksi dilengkapi dengan pengaduk.
Perbandingan antara tandan kosong dengan KOH 15% adalah 1:10 (b/v). Proses
ekstraksi berlangsung selama 2 jam dengan temperatur 85oC dan konsistensi air
sebanyak 10% di dalam pulp. Media yang digunakan untuk memanaskan reaktor
menjadi 85oC adalah steam yang dialirkan melalui jaket reaktor. Pada unit ini,
sebanyak 61,53% lignin tereduksi (PPKS, 2010).
Pulp hasil ekstraksi dialirkan ke dalam Rotary Washer I (RW-101) dengan
menggunakan pompa sentrifugal. Media yang digunakan untuk mencuci pada unit
RW-101 adalah air proses dengan suhu 30oC. Perbandingan air proses dengan bahan
yang dicuci adalah 2,5 : 1 (Kirk & Othmer, 1978). Efesiensi pencucian pada alat ini
adalah 98% (European Commission, 2001). Selanjutnya, pulp akan dibawa ke unit
bleaching.
Keluaran dari RW-101 dialirkan dengan pompa ke dalam tangki bleaching
(BL-101). Tangki bleaching digunakan untuk menghilangkan lignin yang tersisa dari
proses ekstraksi. Di dalam tangki bleaching dimasukkan pulp serta larutan NaOCl
1% dengan perbandingan 1:20 (b/v). Tangki dilengkapi dengan pengaduk untuk
mengaduk campuran. Proses bleaching berlangsung selama 24 jam pada suhu 60 oC
dan konsistensi air di dalam pulp 10%. Pada unit ini, sebanyak 87,638% lignin
tereduksi (PPKS, 2010).
Setelah melewati tahap bleaching, bleached pulp dimasukkan ke dalam unit
pencucian Rotary Washer II (RW-102) yang bertujuan agar pulp yang dihasilkan
bersih dari sisa bahan kimia pemutih (NaOCl). Media pencucian yang digunakan
adalah air proses yang masuk ke unit RW-102 pada 30oC. Perbandingan air proses
dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1 (Kirk & Othmer, 1978). Efesiensi pencucian
pada alat ini adalah 98% (European Commission, 2001).
Kemudian pulp dipompakan menuju menuju unit pengeringan pulp. Pulp
dikeringkan dengan menggunakan rotary dryer (RD-201). Media pemanas yang
digunakan pada unit ini adalah steam. Kandungan air yang diharapkan pada keluaran
Rotary dryer adalah sebesar 10% yang merupakan sarat kandungan air pada pulp
untuk memasuki unit asetilasi. Pulp didinginkan pada blow box (B-201) dengan
menggunakan media udara pendingin untuk menurunkan panas dari pulp hingga
suhu produk adalah 30oC.

2.6.2 Proses Pengubahan Pulp Menjadi Selulosa Asetat dengan Menggunakan


Proses Asetilasi
Pulp dibawa dengan menggunakan belt conveyor (BC-202) ke tangki
pencampur (M-201) yang terbuat dari stainless steel dan dilengkapi dengan
pengaduk. Asam asetat glasial sebanyak 35% dari jumlah selulosa dipompakan dari
tangki penyimpanannya (V-105) ke tangki pencampur untuk proses aktivasi pulp
dalam penyeragaman selulosa (pretreatment) (Yamashita et al, 1986). Kondisi
operasi unit pencampur (M-201) adalah 50oC dengan pengadukan selama 30 menit.
Pencapaian suhu 50 oC dalam unit pencampur dikarenakan oleh aliran masuk dari air
panas pada jaket tangki pencampur. Fasa pada proses ini adalah bubur (slurry).
Pulp yang diaktivasi dimasukkan ke dalam reaktor asetilasi (R-201) yang
dilengkapi dengan pengaduk dan jaket pemanas. Reaktan asetat anhidrid dari tangki
penyimpanannya (V-103) dipompakan sebanyak 247% dari berat selulosa serta asam
asetat dari tangki penyimpanannya (V-108) dipompakan sebanyak 438% dari berat
selulosa menuju reaktor (Yamashita et al, 1986). Selanjutnya katalis asam sulfat
pekat 98% dari V-104 sebanyak 3,8% dari berat selulosa dipompakan menuju reaktor
asetilasi R-201 (Yamashita et al, 1986). Kondisi operasi dalam reaktor adalah 70oC
dan waktu reaksi selama 1 jam. Reaksi keseluruhan yang terjadi dalam reaktor dalam
perubahan selulosa menjadi selulosa triasetat adalah sebagai berikut:

selulosa

asetat anhidrid

selulosa triasetat

asam asetat

dimana Cell adalah cincin anhidroglukosa tanpa grup -OH dan Ac merupakan gugus
asetil, COCH3. Reaksi diatas menunjukkan bahwa 3 mol asetat anhidrid bereaksi
dengan 1 mol selulosa untuk menghasilkan 1 mol selulosa triasetat dan 3 mol asam
asetat. Pada proses ini, seluruh selulosa dapat diubah menjadi selulosa triasetat
(Lewin, 2001).
Setelah proses asetilasi, produk hasil reaktor asetilasi (R-201) selanjutnya
dihidrolisis dalam tangki hidrolizer (TH-201) pada suhu 120 oC dengan media
pemanas yaitu steam selama 2 jam dengan penambahan air sebanyak 71% dari berat
selulosa lalu diaduk-aduk secara perlahan sehingga akan terbentuk serpihan padatan

(flake) selulosa asetat (Yamashita et al, 1986). Unit hidrolisasi bertujuan untuk
mematangkan (ripening step) selulosa triasetat menjadi selulosa asetat serta
menghentikan reaksi asetilasi dan menghidrolisis seluruh sisa asetat anhidrid
membentuk asam asetat. Reaksi utama yang terjadi dalam tangki hidroliser adalah
sebagai berikut :

Selulosa triasetat

air

selulosa asetat

asam asetat

Setelah melalui proses hidrolisis, maka produk keluaran tangki hidroliser


dialirkan ke cooler E-201, untuk menurunkan suhu produk H-201 yang tadinya
120oC menjadi 90oC dengan menggunakan media air pendingin. Penurunan suhu
produk unit pendingin menjadi 90oC karena syarat suhu bahan baku yang masuk ke
dalam unit netralsasi adalah 90oC (Yamashita et al, 1986). Produk keluaran unit
pendingin dialirkan ke unit netralisasi bertujuan untuk menetralkan asam sulfat
dalam campuran dengan menambahkan magnesium asetat 38% di dalam tangki
neutralizer (TN-201). Larutan magnesium asetat 38% sebanyak 16% dari jumlah
selulosa dipompakan dari (V-106) ke dalam tangki netraliser. Larutan magnesium
asetat berfungsi sebagai neutralizing agent untuk menghilangkan sisa-sisa asam
sulfat yang masih ada dalam campuran. Reaksi yang terjadi dalam unit ini adalah :
Mg(OAc)2 (l)
Magnesium asetat

H2SO4 (l)
asam sulfat

MgSO4 (l) +
magnesium sulfat

2HOAc (l)
asam asetat

2.6.3 Proses Pemurnian Produk Selulosa Asetat dan Recovery Asam Asetat
Sisa
Tahap ini bertujuan untuk :
-

Memisahkan padatan selulosa asetat dari fase cairnya.

Mengeringkan padatan selulosa asetat.


Setelah dinetralkan, campuran dari tangki netraliser dialirkan menuju

centrifuge (CF-301) untuk dilakukan pemisahan yang terlebih dahulu dialirkan


menuju cooler II (E-202) untuk menurunkan suhu produk menjadi 30oC dengan

menggunakan media air pendingin. Centrifuge bekerja untuk memisahkan padatan


selulosa asetat dari fase cairnya dengan efisiensi alat sebesar 98%. Endapan berupa
selulosa asetat dalam bentuk serpihan padatan (flake) kemudian dikeringkan dengan
menggunakan rotary dryer (RD-301) yang dibawa dengan menggunakan screw
conveyor (SC-301), sedangkan larutan sisa masuk ke dalam dekanter (D-301) untuk
proses recovery asam asetat.
Rotary dryer (RD-301) diperasikan pada tekanan 1 atm dengan suhu 100 oC.
Kemudian dari rotary dryer (RD-301), produk dibawa dengan belt conveyor (BC302) menuju unit penyeragaman bentuk/hammer mills (HM-401) agar bentuk flake
selulosa menjadi seragam yaitu dengan ukuran produk akhir adalah 50 m. Produk
akhir berupa selulosa asetat dibawa dengan menggunakan belt conveyor (BC-303)
menuju gudang penyimpanan selulosa asetat (V-107).
Sementara itu, larutan dari centrifuge (CF-301) dialirkan ke tangki dekanter
(D-301) untuk memisahkan larutan asam asetat dari padatan terlarut. Fasa berat
dialirkan ke utilitas sedangkan larutan sisa dipompakan menuju tangki asam asetat
sisa (V-108).

2.7

Sifat Bahan Baku dan Produk

2.7.1

Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku

a. Tandan Kosong Kelapa Sawit


Sifat Fisis :

Wujud

: padat

Sg

: 1,6 g/cm3

Rumus molekul

: (C6H7O2(OH)3)x

Kapasitas panas

: 0,32 Cal/g.oC

Sifat Kimia :

Reaksi esterifikasi selulose dengan asam asetat anhidrid :


OSO2OH
Rcell(OH)3 + H2SO4 + 3 (CH3CO)2O

Rcell

+ 4 CH3COOH
(OCOCH3)2

b. Asetat Anhidrid
Sifat Fisis :

Wujud

: cair

Kenampakan

: jernih (tidak berwarna)

Rumus molekul

: (CH3CO)2O

BM

: 102,09 g/mol

Titik didih

: 139,6 oC pada tekanan 1 atm.

Sg

: 1,082 g/cm3

Kapasitas panas

: 0,456 cal/g.oC

Temperatur kritis : 326 oC

Viscositas

Panas penguapan : 93 cal/g (pada titik didih normal)

: 0,91 Cp

(Perry, 1997)
Sifat Kimia :
Asetat anhidrid bisa berasetilasi dengan berbagai macam campuran, mulai
dari kelompok selulosa sampai ammonia dengan menggunakan katalis asam atau
basa. Pada beberapa garam inorganik dipakai juga aksi katalis, tetapi sukar untuk
menggeneralisasi aksi dari garam metalik dan ion.
Pada umumnya reaksi katalisasi asam dari asetat anhidrid lebih cepat
dibandingkan dengan reaksi katalis dengan basa. Hidrolisa dari asetat anhidrid
berjalan pada suhu yang rendah dengan adanya katalis akan mencapai tingkat
(laju) yang lebih baik.

2.7.2 Sifat Fisis dan Kimia Bahan Penunjang


a. Asam Asetat
Sifat Fisis :

Wujud

: cair

Kenampakan

: jernih (tidak berwarna)

Rumus molekul

: CH3COOH

BM

: 60,05 g/mol

Titik didih

: 118, 4 oC pada tekanan 1 atm

Kapasitas panas

: 0,522 cal/g.oC

Sg

: 1,049 g/cm3

Temperatur kritis

: 594,45 oK

Viscositas

: 1,22 Cp

Panas penguapan

: 94,29 cal/g (pada titik didih normal)

Panas pembakaran

: 46,6 cal/g
(Perry, 1997)

Sifat Kimia:
Dalam sintesa cellulose dan rayon, asam asetat anhidrid terbentuk dari asam
asetat dengan kondisi 700 0C dan 150 mmHg
Reaksi:
HOAc

H2O + CH2 = CO

Dengan katalis trietil pospat, diikuti reaksi pendinginan dalam fase cair
HOAc + CH2 = CO

Ac2O

b. Asam Sulfat
Sifat Fisis :

Wujud

: cair

Kenampakan

: jernih (tidak berwarna)

Rumus molekul : H2SO4

BM

: 98 g/mol

Titik didih

: 340oC pada tekanan 1 atm

Kapasitas panas : 0,3404 cal/g.oC

Sg

: 1,8361 g/cm3
(Perry, 1997)

Sifat Kimia :
Asam sulfat larut dalam semua proporsi air dan menghasilkan sejumlah panas.
Setiap 1 lb asam sulfat 100% ditambah air sampai konsentrasi asam 90% akan
melepaskan panas 80 BTU dan bila ditambah air hingga konsentrasi 20% maka akan
melepas panas sebesar 300 BTU. Asam sulfat dapat melarutkan sejumlah besar SO3
dan memproduksi bermacam-macam tingkatan oleum.

c. Magnesium Asetat
Sifat fisis :

Wujud

: cair

Kenampakan

: jernih (tidak berwarna)

Rumus molekul : Mg(CH3COO)2

BM

: 142,39 g/mol

Titik didih

: 134oC pada tekanan 1 atm

Kapasitas panas : 0,2340 cal/g.oC

Sg

: 1,035 g/cm3
(Perry, 1997)

Sifat Kimia :
Pada kasus asetilasi dengan katalis yang tinggi (pekat), asam sulfat
dinetralisir dengan menambahkan sodium asetat atau magnesium asetat untuk
mengurangi kandungan asam sulfat bebas dan mencegah depolimerisasi yang
berlebihan (Kirk & Othmer, 1977).

2.7.3 Sifat Fisis dan Kimia Produk


a. Selulose Asetat (produk utama)
Sifat fisis :

Wujud

: padat

Kenampakan

: flake (butiran)

Rumus molekul

: (C6H7O2(OCOCH3)3)x

Titik lebur

: 260 oC

Kapasitas panas

: 0,42 cal/g.oC

Sg

: 1,32 g/cm3

Derajat polimerisasi : 200

Derajat subtitusi

Sifat kimia :

Larut dalam aseton

: 2,4

Anda mungkin juga menyukai