Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Cedera kepala merupakan trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik

secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer
atau permanent. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi
otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai
jenis cedera. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang
menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan
mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan
mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak.
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%
sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi
pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya
karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga
dan rekreasi.
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap,
terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB.
Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS,
sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 ANATOMI
2.1.1

Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala menutupi tengkorak (cranium) yang terdiri dari


lima lapis jaringan yaitu kulit (skin), jaringan ikat (connective
tissue), galea aponeurotica (aponeurosis epicranialis), jaringan
ikat jarang (loose connective tissue), dan pericranium.1

Gambar 2.1 Lapisan Kulit Kepala


2.1.2

Tulang Tengkorak

Terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain


oleh tulang bergerigi yang disebut sutura banyaknya delapan
buah dan terdiri dari tiga bagian, yaitu:1
a. Gubah tengkorak, terdiri dari:

Tulang dahi (os frontal)

Tulang ubun-ubun (os parietal)

Tulang kepala belakang (os occipital)

b. Dasar tengkorak, terdiri dari:

Tulang baji (os spheinoidale)

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

Tulang tapis (os ethmoidale)

Gambar 2.2 Tulang Tengkorak


c. Samping tengkorak, dibentuk dari tulang pelipis (os
temporal) dan sebagian dari tulang dahi, tulang ubunubun, dan tulang baji.
2.1.3

Selaput Otak (Meningen)

Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi


struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi
(cairan serebrospinal), memperkecil benturan atau getaran.1

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

Gambar 2.3 Lapisan Selaput Otak (Meningen)

Terdiri dari tiga lapisan yaitu:1


a. Lapisan Dura mater
Lapisan dura mater terdapat di bawah tulang tengkorak dan diantaranya
terdapat ruangan yang disebut epidural/extradural space. Pembuluh arteri
meningen media berjalan pada ruangan ini dan mempunyai peranan
penting untuk terjadinya epidural hemorrhagic.
b. Lapisan Arachnoidea
Lapisan arachnoidea terdapat di bawah dura mater dan mengelilingi otak
serta berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Ruangan diantara
duramater dan arachnoidea disebut subdural space. Pada ruangan ini
berjalan pembuluh-pembuluh bridging vein yang menghubungkan system
vena otak dan meningen. Gerakan kepala dapat membuat vena-vena ini
trauma dan menimbulkan subdural hemorrhagi, karena vena-vena ini
sangat luas.
c. Pia mater
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari
otak. Ruangan diantara arachnoidea dan pia mater disebut subarachnoidea.
Cairan cerebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang berjalan pada
ruangan ini.
2.1.4

Otak

Otak adalah pusat pengendali tubuh. Otak terletak dalam


rongga tengkorak yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:1
a. Otak besar (Cerebrum)
Bagian terluas dan terbesar dari otak. Bertanggung jawab atas
berkembangnya inteligensi pada manusia. Otak besar dibelah dua dari
depan ke belakang. Belahan kanan otak mengendalikan otot dari sisi kiri
tubuh dan belahan kiri otak mengendalikan otot dari sisi kanan tubuh.

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

Lapisan luar otak besar disebut korteks serebri yang terdiri dari bahanbahan sel interneuron yang berwarna kelabu (substantia grisea) dan
lapisan cerebrum di bawah korteks disebut substantia alba (berwarna
putih). Di sebelah dalam otak besar terdapat thalamus (menyampaikan
rangsangan sensoris ke korteks serebri) dan hipotalamus (mengatur
kebutuhan dasar tubuh, seperti suhu badan, tidur, pencernaan, dan
pelepasan hormon).

Gambar 2.4 Bagian-Bagian Otak


b. Batang Otak (Brainstem)
Struktur yang menghubungkan cerebrum dengan medulla spinalis,
terdiri dari medulla oblongata, pons, dan otak tengah. Medula oblongata
adalah pusat pengendali beberapa fungsi kehidupan seperti bernafas,
tekanan darah, denyut jantung, dan menelan. Pons adalah berkas serat
saraf yang menghubungkan cerebrum dengan cerebellum dan belahan
kanan otak dengan belahan kiri otak, membantu mengendalikan gerak
mata dan mengatur pernafasan. Otak tengah adalah kelompok saraf yang
mengendalikan gerak involunter seperti ukuran pupil dan gerak mata.
Semua saraf cranial kecuali saraf I (olfactorius) dan II (opticus) muncul
dari batang otak.1
c. Otak kecil (Cerebellum)

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

Bagian otak yang mengkoordinasikan otot yang


digerakkan, seperti berlari dan berjalan. Terdapat di bawah
dan di belakang cerebrum dan mengkoordinasikan arus
rangsangan saraf dari tubuh dan cerebrum. Mengatur
gerak

otot

menurut

kehendak,

mengendalikan

keseimbangan badan, dan mempertahankan sikap tubuh.1


2.2 CEDERA KEPALA
2.2.1

Definisi

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara


langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak
itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik.3
2.2.2

Etiologi
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu

jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam. Benda tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi) kecepatan rendah), jatuh, dan
pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan tusukan (bacok)
dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika, penyebab cedera kepala terbanyak
adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan
dalam pekerjaan, 10% kecelakaaan waktu rekreasi, dan 5% akibat diserang atau di
pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda
motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita
terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi
Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

benturan langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai
kepala.

2.2.3

Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis

cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan: mekanisme, beratnya, dan morfologi


cedera kepala:
A. Mekanisme cedera kepala
Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas: cedera kepala
tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi) dan kecepatan
rendah biasanya disebabkan jatuh dari ketinggian atau dipukul dengan
benda tumpul. Cedera kepala tembus berkaitan dengan benda
tajam (bacok/tusukan) dan tembakan (luka tembus peluru).
B. Beratnya cedera kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera kepala. Penilaian GCS terdiri atas 3 komponen
diantaranya respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal.
Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale (GCS)
Eye Opening (E)

Scor
e

Mata terbuka dengan spontan

Mata membuka setelah diperintah

Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri

Tidak membuka mata

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

Best Verbal Respon (V)


Menjawab pertanyaan dengan benar

Salah menjawab pertanyaan

Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai

Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya

Tidak ada jawaban

Best Motor Respon (M)


Menurut perintah

Dapat melokalisir nyeri

Menghindari nyeri

Fleksi (dekortikasi)

Ekstensi (decerebrasi)

Tidak ada gerakan

Tabel 2.2 Klasifikasi Cedera Kepala (CK) berdasarkan Skala Koma


Glasgow:
Kategori

GCS

Gambaran Klinik

Scanning otak

CK ringan

13-15

Pingsan < 10 menit, defisit


Normal
neurologis (-)

CK sedang

9-12

Pingsan > 10 menit s/d < 6


Abnormal
jam, defisit neurologis (+)

Ck berat

3-8

Pingsan > 6 jam, defisit


Abnormal
neurologis (+)

Catatan: pada pasien cedera kranioserebral dengan GCS 13-15, pingsan


<10 menit, tanpa defisit neurologis, tetapi pada hasil scanning otaknya
terlihat perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

(CKR)/komosio,
(CKS)/kontusio.

tetapi

menjadi

cedera

kranioserebral

sedang

C. Morfologi cedera kepala


Secara morfologi cedera kepala dapat dibagi atas: fraktur kranium
dan lesi intrakranium. Fraktur kranium pada kalvaria: bisa berbentuk garis
atau bintang, depresi atau non depresi, terbuka atau tertutup. Sedangkan
fraktur kranium pada dasar tengkorak dapat terjadi pada fossa anterior,
media, dan posterior.
Lesi intrakranium dapat digolongkan menjadi lesi fokal atau difus.
Lesi fokal: perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
subarachnoid, dan perdarahan intraserebral. Lesi difus: komosio ringan,
komosio klasik, dan cedera aksonal difus.
2.2.4

Patologi dan gejala klinis

a) Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH)


Sebagian besar kasus diakibatkan oleh robeknya arteri meningea
media. Perdarahan terletak di antara tulang tengkorak dan duramater.
Gejala klinisnya adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien
masih sadar setelah kejadian trauma kranioserebral dengan penurunan
kesadaran yang terjadi kemudian. Biasanya waktu perubahan kesadaran ini
kurang dari 24 jam; penilaian penurunan kesadaran dengan GCS.
Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupil
anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis,
dan refleks patologis Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi
terlambat. Pada gambaran CT scan kepala, didapatkan lesi hiperdens
(gambaran darah intrakranial) umumnya di daerah temporal berbentuk
cembung.
b) Hematoma Subdural (SDH)
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura
mater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater
dan araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik Gejala klinis berupa nyeri
Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar,
bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan
kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk
bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma)
subdural.5
c) Hematoma Subaraknoid (SAH)
Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada lebih kurang 40%
kasus cedera kranioserebral, sebagian besar terjadi di daerah permukaan
oksipital dan parietal sehingga sering tidak dijumpai tanda-tanda rangsang
meningeal. Adanya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan
penguncupan

arteri-arteri

di

dalam

rongga

subaraknoidea.

Bila

vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan timbul


gangguan aliran darah di dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada
pasien yang tidak membaik setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan
pembuluh darah mulai terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai
10 hari atau lebih.5
Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat. Pada CT
scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid. Berbeda dengan SAH
non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak (AVM atau aneurisma), perdarahan pada SAH traumatik biasanya
tidak terlalu berat.

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

10

Gambar 2.5 Klasifikasi Hematoma Intrakranial


d) Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya
arteri yang besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat
trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegia
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan
intrakranium yang meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu
peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral
serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media
yang tidak normal.
e) Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat
yang dapat menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak.
Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran
yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan koma

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

11

yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak


amnesia retrogad dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya :

Fraktur fossa anterior. Darah keluar beserta likuor


serebrospinal dari hidung atau kedua mata dikelilingi
lingkaran biru (Brill Hematoma atau Racoons
Eyes), rusaknya Nervus Olfactorius sehingga terjadi
hyposmia sampai anosmia.

Fraktur fossa media. Darah keluar beserta likuor


serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan arteri
carotis

interna

yang

berjalan

di

dalam

sinus

cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah


arteri dan darah vena (A-V shunt).

Fraktur fossa posterior. Tampak warna kebiru-biruan


di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas
foramen magnum dan merusak medula oblongata
sehingga penderita dapat mati seketika.

2.2.5

Pemeriksaan Fisik & Penunjang

a) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, tensi, nadi, pola dan
frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk dan reaksi cahaya), defisit fokal
serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan dicatat dan dilakukan
pemantauan ketat pada hari-hari pertama. Bila terdapat perburukan salah
satu komponen, penyebabnya dicari dan segera diatasi.5

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

12

a. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servikal,
collar yang telah terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan
abdomen dilakukan atas indikasi. CT scan otak dikerjakan bila ada fraktur
tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematoma intrakranial.
Indikasi pemeriksaan CT Scan pada kasus cedera kepala adalah:5
Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi cedera
kepala sedang dan berat.
1. Cedera kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak
2. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii
3. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran
4. Sakit kepala yang hebat
5. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau
herniasi jaringan otak
6. Kesulitan

dalam

mengeliminasi

intraserebral
b. Pemeriksaan laboratorium

Hb, leukosit, diferensiasi sel

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

13

kemungkinan

perdarahan

Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat


dipakai sebagai salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS)
dan komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk pada CT scan otak
abnormal, sedangkan angka leukositosis >14.000 menunjukkan
kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit
dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah
komosio. Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah
tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu acuan
prediktor yang sederhana.

Gula darah sewaktu (GDS)


Hiperglikemia reaktif dapat merupakan faktor risiko bermakna
untuk kematian dengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/dL dan OR
39,82 untuk GDS >220 mg/dL.

Ureum dan kreatinin


Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan zat
hiperosmolar yang pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal. Pada
fungsi ginjal yang buruk, manitol tidak boleh diberikan.

Analisis gas darah


Dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran
menurun. pCO2 tinggi dan pO2 rendah akan memberikan luaran yang
kurang baik. pO2 dijaga tetap >90 mmHg, SaO2 >95%, dan pCO2 3035 mmHg.

Elektrolit (Na, K, dan Cl)


Kadar elektrolit rendah dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.

Albumin serum (hari 1)


Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,73,4g/dL)

mempunyai

risiko

kematian

dibandingkan dengan kadar albumin normal.


c. Trombosit, PT, aPTT, fi brinogen

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

14

4,9

kali

lebih

besar

Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada kelainan hematologis.


Risiko late hematomas perlu diantisipai. Diagnosis kelainan hematologis
ditegakkanbila trombosit <40.000/mm3, kadar ffi brinogen <40mg/mL, PT
>16 detik, dan aPTT >50 detik.
2.2.6

Penatalaksanaan

a. Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)

Simple Head Injury (SHI)


Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan
kesadaran sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan tidak ada
muntah. Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik
hanya atas indikasi. Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan
nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai
kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti
mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segera dibawa
kembali ke rumah sakit.5 Penderita mengalami penurunan kesadaran
sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar
kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera kranioserebral
ringan (CKR).

b. Cedera kranioserebral ringan (GCS=13-15)


Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan
perintah, tanpa disertai defi sit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan fisik,
perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap
sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi
minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma
intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah,
kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi
patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan. Pasien
cedera kranioserebral ringan (CKR) tidak perlu dirawat jika:5

orientasi (waktu dan tempat) baik

tidak ada gejala fokal neurologik

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

15

tidak ada muntah atau sakit kepala

tidak ada fraktur tulang kepala

tempat tinggal dalam kota

ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah, dan bila dicurigai
ada perubahan kesadaran, dibawa kembali ke RS

c. Cedera kranioserebral sedang (GCS=9-12)


Pasien

dalam

kategori

ini

bisa

mengalami

gangguan

kardiopulmoner. Urutan tindakan:5

Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan


(Breathing), dan sirkulasi (Circulation)

Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan


cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau
tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah
leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan.

Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya

CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial

Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral


lainnya.

d. Cedera kranioserebral berat (GCS=3-8)


Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila
didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka
terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk
pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang
dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU. Di samping kelainan
serebral juga bisa disertai kelainan sistemik. Pasien cedera kranioserebral
berat sering berada dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni
akibat gangguan kardiopulmoner.5

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

16

e. Tindakan di unit gawat darurat & Ruang rawat


1. Resusitasi dengan tindakan A=Airway, B= Breathing dan C=
Circulation

Jalan napas (Airway)


Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang

dengan posisi kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau
pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi
palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung
dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi
muntahan.5

Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral

atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernapasan


yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi
neurogenik sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh
aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi. Tata
laksana:
Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten
Cari dan atasi faktor penyebab
Kalau perlu pakai ventilator

Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan

tekanan darah sistolik < 90 mmHg yang terjadi hanya satu kali saja
sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi
kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia
karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai
tamponade jantung/pneumotoraks, atau syok septik. Tata laksananya
dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi
jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan
isotonik NaCl 0,9%.5

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

17

2.2.7

Komplikasi

a. Kejang
Kejang yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut
early seizure, dan yang terjadi setelahnya disebut late seizure. Early
seizure terjadi pada kondisi risiko tinggi, yaitu ada fraktur impresi,
hematoma intrakranial, kontusio di daerah korteks; diberi profi laksis
fenitoin dengan dosis 3x100 mg/hari selama 7-10 hari.5
b. Infeksi
Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi, seperti
pada fraktur tulang terbuka, luka luar, fraktur basis kranii. Pemberian profi
laksis antibiotik ini masih kontroversial. Bila ada kecurigaan infeksi
meningeal, diberikan antibiotik dengan dosis meningitis.5
c. Demam
Setiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya.
Dilakukan tindakan menurunkan suhu dengan kompres dingin di kepala,
ketiak, dan lipat paha, atau tanpa memakai baju dan perawatan dilakukan
dalam ruangan dengan pendingin. Boleh diberikan tambahan antipiretik
dengan dosis sesuai berat badan.5

d. Gastrointestinal
Pada pasien cedera kranio-serebral terutama yang berat sering
ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain, 10-14% diantaranya
akan berdarah. Kelainan tukak stres ini merupakan kelainan mukosa akut
saluran cerna bagian atas karena berbagai kelainan patologik atau stresor
yang dapat disebabkan oleh cedera kranioserebal. Umumnya tukak stres
terjadi karena hiperasiditas. Keadaan ini dicegah dengan pemberian

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

18

antasida 3x1 tablet peroral atau H2 receptor blockers (simetidin, ranitidin,


atau famotidin) dengan dosis 3x1 ampul IV selama 5 hari.5
e. Gelisah
Kegelisahan dapat disebabkan oleh kandung kemih atau usus yang
penuh, patah tulang yang nyeri, atau tekanan intrakranial yang meningkat.
Bila ada retensi urin, dapat dipasang kateter untuk pengosongan kandung
kemih. Bila perlu, dapat diberikan penenang dengan observasi kesadaran
lebih ketat. Obat yang dipilih adalah obat peroral yang tidak menimbulkan
depresi pernapasan.5
2.2.8

Prognosis
Mortalitas pasien dengan peningkatan tekanan Intrakranial > 20 mmHg

selama perawatan mencapai 47%, sedangkan TIK di bawah 20 mmhg


kematiannya 39%. Tujuh belas persen pasien sakit cedera kepala berat (CKB)
mengalami gangguan kejang-kejang dalam dua tahun pertama post trauma.
Lamanya koma berhubungan signifikan dengan pemulihan amnesia.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Nasution, Efrika S. Karakteristik penderita cedera kepala akibat Kecelakaan
lalu lintas yang rawat inap di rumah sakit umum padangsidimpuan Tahun
2005-2007. FKM USU. Medan, 2008. Diakses tanggal 24 November 2013.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16495

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

19

2. Aritonang, Sahat. Hubungan kadar gula darah dengan outcome cedera kepala
tertutup derajat sedang-berat dengan gambaran CT-Scan dalam batas normal.
Tesis. UNDIP. Semarang, 2007.
3. Mallinaidu, Krishna V. Gambaran Penderita Trauma Kepala Di Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2009. KTI. FKUSU. Medan,
2010.
Diakses
tanggal
24
November
2013.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25734
4. Irwana, Olva. Cedera Kepala. FKUR. Pekanbaru, 2009.
5. Soertidewi, Lyna. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral.
Bagian ilmu penyakit saraf, FKUI Jakarta. CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012,
hlm.
327-331.
Diakses
tanggal
27
November
2013.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_193Penatalaksanaan
%20Kedaruratan.pdf
6. Retnaningsih. Cedera Kepala Traumatik. Staf Bagian Neurologi Fakultas
Kedokteran UNDIP. Semarang, 2008.

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

20

STATUS PASIEN

I.

ANAMNESA PRIBADI
Nama

: Syarifuddin

Umur

: 33 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Status perkawinan : Menikah


Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Gunung Ambat Namungkur, Langkat

Tanggal masuk

: 16 November 2013

Pukul

: 24.00 WIB

II. ANAMNESA PENYAKIT


Keluhan utama : Kecelakaan lalu lintas (KLL)
Telaah :
Pasien datang ke RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai pada tanggal 16
November 2013 pukul 24.00 WIB diantar oleh keluarga dengan keluhan os
mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami penurunan kesadaran
selama 10 menit kemudian sadar kembali. Os mengalami luka robek di
kepala bagian belakang dengan panjang 7 cm dan lebar 1 cm, dan di pelipis
kiri dengan panjang 2,5 cm dan lebar 0,5 cm, luka lecet di pinggang kiri. Os
mengaku sebelum kecelakaan os minum alkohol.

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

21

Pasien mengeluh nyeri kepala sejak 2 hari yang lalu setelah os


mengalami kecelakaan lalu lintas. Nyeri kepala dirasakan berdenyut selama
10 menit, nyeri hilang timbul, dan kadang mengganggu saat tidur. Os juga
mengeluh pandangannya kabur jika melihat jauh, muntah (-), kejang (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu : Riwayat Pemakaian Obat : -

III. STATUS PRESENT


Keadaan umum
o Sensorium

: Compos Mentis

o Tekanan darah

: 120/80 mmHg

o Heart rate

: 80 x/i, reguler

o Respiratory rate

: 20 x/i, reguler

o Temp

: 36,7oC

IV. STATUS NEUROLOGIS


A. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk

: (+)

2. Brudzinski I

: () ()

3. Brudzinski II

: () ()

4. Brudzinski III

: () ()

5. Brudzinski IV

: () ()

6. Kernig

: () ()

B. Rangsangan Radikuler
1. Laseque

: () ()

2. Cross Laseque

: () ()

3. Lhermitte Test

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

22

C. Nervus Cranialis
1. N-I (Olfactorius)
a. Normosmia

: (+) (+)

b. Anosmia

: () ()

c. Hiposmia

: () ()

d. Parosmia

: () ()

e. Kakosmia

: () ()

2. N-II (Opticus)
a. Penglihatan sentral

: (+) (+)

b. Tes Konfrontasi

: (+) (+)

3. N-III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducens)


a. Gerakan bola mata

: (+) (+)

c. Refleks Pupil

Direct

: (+) (+)

Indirect

: (+) (+)

b. Ptosis

: () ()

c. Dolls eye phenomenon

: ()

4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik

N-V1 (Ophtalmicus)

: (+) (+)

N-V2 (Maxillaris)

: (+) (+)

N-V3 (Mandibullaris) : ( + ) ( + )

b. Motorik

: (+)

c. Refleks kornea

: (+) (+)

d. Jaw Refleks

: (+) (+)

5. N-VII (Facialis)
a. Sensorik

: (+)

b. Motorik

Mengangkat alis

: (+) (+)

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

23

Kerutan dahi

: (+) (+)

Memejamkan mata

: (+) (+)

Sudut mulut

: Dalam batas normal; Deviasi ( )

c. Refleks

Stapedial refleks

: ()

Glabella refleks

: ()

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan

Nistagmus

: ()

Tes Romberg

: Tidak Dilakukan pemeriksaan

b. Pendengaran

Tes Berbisik

: (+) (+)

Tes Detik Jam

: (+) (+)

7. N-IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)


a. Refleks menelan

: (+)

b. Refleks batuk

: (+)

c. Refleks muntah

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

d. Gerakan palatum

: (+)

e. Deviasi uvula

: ()

8. N-XI (Accessorius)
a. Kekuatan m. SCM

: (+) (+)

b. Kekuatan m. trapezius

: (+) (+)

c. Atrofi

: ()

d. Fasikulasi

: ()

9. N-XII (Hypoglossus)
a. Menjulurkan lidah

: ( + ), deviasi ( )

b. Menggerakkan ke lateral : ( + ) ( + )

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

24

c. Kekuatan otot lidah

: (+)(+)

d. Atrofi

: ()

e. Fasikulasi

: ()

D. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis

Biceps

: (+) (+)

Triceps

: (+) (+)

KPR

: (+) (+)

APR

: (+) (+)

b. Refleks Patologis

Babinski

: () ()

Oppenheim

: () ()

Chaddock

: () ()

Gordon

: () ()

Scaeffer

: () ()

Rossolimo

: () ()

Hoffman-Trommer

: () ()

2. Kekuatan Otot
a. Ekstremitas Superior Dextra

: 55555

b. Ekstremitas Inferior Dextra

: 55555

c. Ekstremitas Superior Sinistra

: 55555

d. Ekstremitas Inferior Sinistra

: 55555

55555

55555

Ekstremitas Superior Dextra

Ekstremitas Superior Sinistra

55555

55555

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

25

Ekstremitas Inferior Dextra

Ekstremitas Inferior Sinistra

3. Tonus Otot
a. Hipotoni

: ()

b. Hipertoni

: ()

E. Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor

: ()

2. Chorea

: ()

3. Tic

: ()

4. Fasikulasi

: ()

5. Mioklonic Jerk

: ()

6. Atetosis

: ()

7. Asterixis

: ()

8. Balismus

: ()

9. Tardiv Diskinesia

: ()

F. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

2. Tandem Walking

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

3. Finger to Finger Test

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4. Finger to Node Test

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Nose Finger Nose Test

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

G. Fungsi Kortikal
1. Atensi, konsentrasi

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

2. Disorientasi

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

3. Kecerdasan

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4. Bahasa

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Memori

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

6. Agnosia

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

26

V. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Dari anamnesa didapati bahwasanya pasien mengalami kecelakaan lalu


lintas dan mengalami penurunan kesadaran 10 menit, dengan luka robek
di kepala bagian belakang dan pelipis kiri, dan luka lecet di pinggang kiri,
nyeri kepala sejak 2 hari yang lalu, muntah (-), kejang (-).

Dari pemeriksaan rangsang meningeal, didapati kaku kuduk (+).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


CT scan kepala tanggal 17 November 2013
Hasil:

Infratentorial cerebellum dan ventricle 4 normal

Supratentorial tampak lesi hiperdens didaerah frontal kiri/kanan dan


anterior hemispheric fisure.

Tampak konveks konkaf lesi hiperdens didaerah frontal kiri

Tampak midline shift ringan ke kanan

Kortikal sulci dan ventrikular sistem normal

Tampak fraktur dari os occipital

Kesimpulan:
Hematoma subdural didaerah frontal kiri dan hemoragik contusio didaerah
frontal kiri/kanan serta subarachnoid hemoragik, juga tampak fraktur dari os
occipital.
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Cedera kepala Sedang (CKS)
2. Cedera kepala Ringan (CKR)
VIII. DIAGNOSA KLINIK
Cedera Kepala Sedang (CKS)
IX.

TERAPI

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

27

X.

XI.

Bed Rest

Diet MB

IVFD RL 30 gtt/i

Inj. Acron 1 amp/12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam

Inj. Citicoline 1 amp/12 jam

Inj. Asam tranexsamat 1 amp/12 jam

ANJURAN

Darah lengkap

Urin rutin

KGD

PROGNOSA
Dubia ad Bonam
FOLLOW UP HARIAN

Hari / Tanggal
Senin

Status Present
KU : nyeri

18 November 2013

kepala,

Terapi

pandangan

jauh agak kabur

Inf. RL 20 gtt/i

Sensorium : Compos Mentis


TD : 110/80 mmHg

jam

HR : 80x/i

Inj.

Ranitidin

amp/12 jam

RR : 22x/i
T

Inj. Cefotaxim 1 gr/12

: 36,8oC

Inj. Plasmine 1 amp/8


jam

Inj. Ketorolac 30 mg/8


jam

Inj. Citicoline 1 amp/8


jam

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

28

(Brainact 500 mg)

KU : terasa

oyong

pada

saat

merubah posisi dari tidur ke

Inf. RL 20 gtt/i

duduk dan berdiri

TD : 110/70 mmHg
Selasa
19 November 2013

RR : 22x/i
T

Inj. Cefotaxim 1 gr/12


jam

Sensorium : Compos Mentis


HR : 80x/i

Frego 2x5 mg

Inj.

Ranitidin

amp/12 jam

Inj. Plasmine 1 amp/8


jam

: 36,3oC

Inj. Ketorolac 30 mg/8


jam

Inj. Citicoline 1 amp/8 jam


(Brainact 2x500 mg)

KU : pusing
Sensorium : Compos Mentis

Inf. RL 20 gtt/i

TD : 110/70 mmHg

Inj. Cefotaxim 1 gr/12


jam

HR : 88x/i

RR : 22x/i
T

Frego 2x5 mg

Inj.

Ranitidin

amp/12 jam

: 36,2 C

Rabu

Inj. Plasmine 1 amp/8


jam

20 November 2013

Inj. Ketorolac 1 amp/8


jam

Inj. Citicoline 1 amp/8


jam

(Brainact 2x500 mg)

Kamis
21 November 2013

KU : pusing
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

29

Frego 2x5mg

Zaldiar 3x1

Inf. RL 20 gtt/i

Inj. Cefotaxim 1 gr/12

HR : 80x/i

jam

RR : 20x/i
T

: 36,4oC

Inj.

Ranitidin

amp/12 jam

Inj. Plasmine 1 amp/8


jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8


jam

Inj. Citicoline 1 amp/8


jam

(Brainact 2x500 mg)

KU : pusing

Zaldiar 3x1

Inf. RL 20 gtt/I

Sensorium : Compos Mentis


TD : 110/70 mmHg
Jumat

HR : 87x/i

22 November 2013

RR : 17x/i
T

: 36,2oC

30

Frego 2x5 mg

Brainact 2x500 mg

Ranitidin 2x1

Zaldiar 2x1

Alprazolam 0,5 mg 1 x1
malam

Cedera Kepala oleh: Mardiyyah N. & Sutiasih

Frego 2x5 mg

Anda mungkin juga menyukai