Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan Bahan Tambahan Pangan (BTP) khususnya bahan pengawet
menadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan
tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk
lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan
mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti
meningkatnya konsumsi bahan pangan tersebut bagi setiap orang.
Masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek bahan pangan yang
memberikan cita rasa yang enak, tetapi lebih dari itu masyarakat tela tertarik
pada hal-hal di mana bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi, baik dalam hal
cita rasa maupun komposisi penyusun dari makanan itu sendiri.
Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu
diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak
penggunaannya dapat berupa positif maupun negatif bagi masyarakat.
Penyimpanan dan penggunannya akan membahayakan kita bersama,
khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa.
Saat ini bahan tambahan pangan sulit dihindari karena kerap terdapat
dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi setiap hari, khususnya
makanan olahan. Penggunaan bahan tambahan makanan yang melebihi batas
maksimum

penggunaan

dan

bahan

tambahan

kimia

yang

dilarang

penggunannya kerap menjadi isu hangat di masyarakat. Sama seperti bahan


pengawet lainnya, bahan tambahan pangan seperti boraks merupakan salah
satu bahan yang dilarang digunakan dalam makanan namun keberadaannya di
masyarakat sudah tidak dapat dihindari karena begitu banyaknya produsen
yang dengan sengaja menggunakan boraks dalam mengolah produksi pangan.
Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O serta asam borat yang tidak
merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan
dalam industry nonpangan seperti industry kertas, gelas, keramik, kayu, dan
produksi antiseptik toilet (Didinkaem, 2007). Di industri farmasi, boraks
digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres,

obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan industri
tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Praktikan mengetahui adanya kandungan boraks dalam bahan makanan
2. Tujuan Khusus
Praktikan mampu melakukan uji kandungan boraks dalam makanan
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan praktikan dalam ilmu keamanan dan ketahanan
pangan
2. Praktikan dapat menerapkan uji kandungan boraks dalam makanan di
masyarakat

BAB II
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum tentang Ketahanan dan Keamanan Pangan mengenai uji


kandungan boraks dalam makanan dilaksanakan pada tanggal 22 September
2015 di ruang Laboratorium Terpadu Gedung D lantai 3 Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
B. Alat dan Bahan
Alat
1. Tanur
2. Pisau
3. Cawan porselen
4. Talenan
Bahan
1. H2SO4 pekat
2. Methanol
3. Tahu kuning

Mulai

Alat dan bahan disiapkan

C. Skema Kerja
a. Skema kerja metode uji nyala
makanan dihaluskan dengan menggunakan mortar dan penggerus atau diiris halus dengan mengg

Sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen

Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 6000C selama 3 jam, ulangi perlakuan sebanyak 3

Setelah abu dingin tambahkan H2SO4 pekat 1-2 tetes


. dan 5-6 tetes methanol, kemudian dibaka
Bila timbul nyala hijau, maka menandakan adanya boraks
Selesai

Gambar 2.1 Skema Kerja metode uji nyala

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Tabel 3.1 Hasil Praktikum Uji Kandungan Boraks pada Makanan
No.
1.

Tahapan
Pengabuan

2.

Uji Boraks

Keterangan
Pada tahap pengabuan sampel
makanan dihaluskan dan diabukan
ke tanur pada suhu 600oC selama 3
jam diulangi sebanyak 3x
Sampel abu ditambahkan H2SO4
pekat 1-2 tetes dan methanol 5-6
tetes kemudian dibakar

3.

Gambar 3.1 Pemberian metanol


Hasil

Bila timbul nyala hijau pada api


menandakan adanya boraks

Gambar 3.2 Hasil uji boraks


B. Pembahasan
Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruh terhadap organ tubuh
tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh karena kadar tertinggi
tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling
berpengaruh disbanding organ lainnya. Dosis fatal boraks antara 0,1-0,5 g/kg
berat badan. (Cahyo, 2006)
Boraks memiliki khasiat antiseptika. Pemakaiannya dalam obat biasanya
dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk
pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih,
pengawet kayu dan antiseptik. (Khamid, 2006)
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai dengan prinsip pengendapan protein
dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan. (SNI, 1998) Tahu
terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina,
tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih, 2003)
Untuk pengujian boraks pada makanan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode uji nyala. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian
untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut
uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna

nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Tentu sebelumnya telah
diketahui bahwa serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api
berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan nyala hijau maka
sampel dinyatakan positif mengandung boraks. (Roth, 1988)
Pada praktikum ini sampel yang digunakan adalah tahu kuning basah yang
dibeli di warung daerah Baskoro. Tahu yang akan diuji diambil sedikit sebagai
sampel kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortar dan dimasukkan ke
dalam cawan porselen. Sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam
tanur untuk diabukan dengan suhu 600oC selama 3 jam dan pengabuan
diulangi sebanyak 3 kali. Sampel abu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1-2
tetes dan 5-6 tetes methanol kemudian dibakar. Tujuan penambahan asam
sulfat pekat agar memberi suasana asam arang sampel (Svehla, 1985). Pada
sampel tahu yang sudah menjadi abu dibakar, hasil yang ditunjukkan berwarna
merah. Saat dibandingkan dengan sampel standar, terlihat perbedaannya jika
sampel tahu tidak menunjukkan nyala api berwarna hijau. Hal ini
membuktikan bahwa sampel tahu kuning tidak mengandung boraks.
Dapat diketahui bahwa semua sampel yang telah diuji di laboratorium
dengan metode nyala api menghasilkan nyala api berwarna biru atau merah
yang menunjukkan sampel tersebut tidak mengandung boraks. Apabila dengan
metode nyala api menghasilkan nyala api berwarna hijau, menunjukkan bahwa
sampel tersebut mengandung boraks. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Triastuti dkk (2013) di mana sampel tahu yang diuji dengan
menggunakan metode uji nyala tidak teridentifikasi adanya boraks.

Gambar 3.3 Perbandingan sampel standar (kanan) dengan sampel tahu (kiri)
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan
otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan
demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang system saraf

pusat, menimbulkan depresi, apatis, stenosis, tekanan darah turun, kerusakan


ginjal, pingsan bahkan kematian. (Widyaningsih dan Murtini, 2006)

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pada sampel abu tahu kuning yang dibakar menghasilkan nyala merah.
Hal ini menunjukkan bahwa sampel tahu tidak mengandung boraks.

B. Saran
1. Praktikan berhati-hati saat menggunakan zat-zat kimia yang berbahaya
agar tidak mencelakakan diri sendiri dan orang lain.
2. Praktikan berhati-hati saat menggunakan alat laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.
5.

Cahyo, Saparinto. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta


Didinkaem. 2007. Bahan Beracun lain dalam Makanan. Pikiran Rakyat.
Khamid. 2006. Pengawetan Pangan/Makanan dengan Teknik Alami. Online
Roth, H.J. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sarwono, S dan Saragih Y.P. 2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penerbit

Kompas
6. SNI 01-3142-1998: Syarat Mutu Tahu. Jakarta: Bdan Standarisasi Nasional
Indonesia
7. Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Edisi
kelima, Bagian I. Kalman Media Pustaka: Jakarta
8. Triastuti, E, Fatimawati, Max Revolta John Runtuwene. 2013 Analisis Boraks
pada Tahu yang Diproduksi di Kota Medan. Farmasi 2 (01).
9. Widyaningsih, Tri D, dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin
pada Produk Pangan. Jakarta: Agrisana.
10. Winarno, F. G. 1997. Keamanan Pangan. Naskah Akademis Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Anda mungkin juga menyukai