Anda di halaman 1dari 14

Ikhlash Kautsar, Arief Imam Suroso, Hartrisari

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan


Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean
(Studi Kasus Usaha Mikro dan Kecil Kota Depok)

JAM
14, 1
Diterima, Juni 2015
Direvisi, Agustus 2015
Desember 2015
Disetujui, Januari 2016

Ikhlash Kautsar
Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor
Arief Imam Suroso
Magister Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor
Hartrisari
Departemen Teknologi Industri Pertanian

Abstract: Indonesia is a country with the largest population in Southeast Asia. This condition causes Indonesia becomes the biggest and the prospective market among other countries. The Enforcement of the ASEAN Economic Community (AEC) in late 2015 caused a
major impact on the Indonesian economy, especially among Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs). It is causes the reduces of tariff cost of imported product resulting in the
increasing number of foreign products into the domestic market. Imported products are
known to have quality and better competitiveness than those domestic SMEs such as Malaysia, Singapore, Thailand and Philippine. Therefore, it needs a strategy for the development
of SMEs to compete in the era of globalization, particularly the AEC.
Keywords: ASEAN economic community; business strategy; small medium enterprise
Abstrak: Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara.
Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia menjadi pasar terbesar dan prospektif bagi Negaranegara lain. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di penghujung tahun 2015
dinilai berdampak besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya kalangan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UKM). Hal tersebut dikarenakan oleh hilangnya bea masuk produk
impor yang mengakibatkan meningkatnya jumlah produk asing yang masuk ke pasar domestic.
Produk impor, khususnya produk yang berasal dari Malaysia, Singapore, Thailand dan Philippine, dinilai memiliki kualitas dan daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan UKM dalam
negeri. Menghadapi hal itu, Oleh karena itu dibutuhkan strategi pengembangan bagi UKM
agar dapat bersaing di era globalisasi, khususnya MEA.
Kata Kunci: masyarakat ekonomi ASEAN; strategi usaha; usaha mikro; usaha kecil; UKM
Jurnal Aplikasi
Manajemen (JAM)
Vol 14 No 1, 2016
Terindeks dalam
Google Scholar

Alamat Korespondensi:
Ikhlash Kautsar, Program
Pascasarjana Manajemen
dan Bisnis, Institut Pertanian
Bogor, ikhlash.kautsar @
gmail.com

126

Masyarakat Ekonomi ASEAN


(MEA) yang akan diberlakukan pada akhir 2015 bertujuan
untuk menciptakan pasar tunggal di Asia Tenggara. Arah kepada integrasi ekonomi telah
memberikan manfaat dan

keuntungan ekonomi kepada Negara-negara ASEAN.


SUATMA (2012) mencatat bahwa sejak diterapkannya cetak biru MEA pada November 2007 telah terjadi
peningkatan perdagangan antar Negara ASEAN menjadi US $ 458,1 juta pada tahun 2008, nilai tersebut
meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan tahun
2000. Sejak 1 Januari 2010, pajak import yang terdapat

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME126
14 | NOMOR 1 | MARET 2016

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

di dalam daftar tariff inklusi ASEN di bawah Common


Effective Preferential Tariff for ASEAN Free Trade
Area (CEPT-AFTA) ditetapkan sebesar 05%.
Dinamika perekonomian, keterbukaan dan persaingan bisnis global belum mampu diimbangi oleh
Indonesia. Seperti yang disebutkan oleh SUATMA
(2012) bahwa hal tersebut disebabkan oleh (1) Beratnya beban kenaikan harga BBM, (2) Penerapan otonomi daerah yang justru menyebabkan biaya semakin
tinggi. (3) Kenaikan TDL, (4) Minimnya infrastruktur
yang mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan (5)
Lambannya implementasi kebijakan pemerintah yang
berpihak bagi pelaku usaha nasional dalam upaya meningkatkan daya saing dan profesionalisme.
Sebagai anggota ASEAN dengan jumlah penduduk dan luas wilayah terbesar, Indonesia akan menjadi
pasar yang prospektif, khususnya bagi 4 negara yang
tergabung dalamASEAN 5, yaitu Singapura, Malaysia,
Thailand dan Filippina. Hilangnya tariff atau bea
masuk akan meningkatkan jumlah produk impor.
Meningkatnya jumlah penawaran akan menciptakan
persaingan yang mengakibatkan pilihan masyarakat
semakin tinggi. Produk yang berkualitas dengan harga
yang bersaing dinilai akan memenangkan pasar.
Sebagai bagian dari Indonesia, Kota Depok
terkena dampak langsung perkembangan globalisasi,
khususnya pemberlakuan MEA. Hal tersebut
disebabkan oleh posisi wilayah yang strategis, terletak
diantara Ibukota Jakarta dan Kabupaten Bogor. Di
samping itu, Kota Depok merupakan pasar yang
prospektif karena penduduknya memiliki tingkat
kesejahteraan ekonomi yang cukup baik. Menurut
data BPS tahun 2012, Laju pertumbuhan ekonomi
meningkat 0,57% atau sebesar 7,15%, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat sebesar 0,50%
atau sebesar 79,71%. keberhasilan kota Depok meraih
LPE tinggi didorong oleh berbagai faktor, salah satunya adalah peningkatan lapangan usaha di sektor
pengolahan makanan dan minuman (Sugis, 2013).
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah berperan besar bagi perekonomian nasional Indonesia.
Data BPS menyebutkan bahwa pada tahun 2009,
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menyumbang
sekitar 53,3% dari total Pendapatan Domestik Bruto
(PDB). Kebanyakan UKM tersebut bergerak di
sektor pertanian, perdagangan, industri, dan keuangan.
Pada tahun 2011, kontribusi UKM terhadap PDB

meningkat menjadi 56,6% dan menyerap 97% dari


tenaga kerja nasional (NAGEL 2012). Namun demikian, menurut Ichsan Taufik, Wakil Ketua Umum
Bidang UKM Koperasi dan Industri Kreatif Kadin
Sumatera Utara, UKM Indonesia dinilai rentan dan
kalah bersaing dari sisi harga, kualitas dan keragaman
produk. Sedangkan TAMBUNAN (2002) dalam
SHYARIFUDIN (2012) mengemukakan, terdapat
beberapa aspek yang menjadi kelemahan UKM
Indonesia diantaranya adalah kesulitan pemasaran,
keterbatasan finansial, keterbatasan sumber daya
manusia, masalah bahan baku dan keterbatasan
teknologi.
Menghadapi pemberlakuan MEA, UKM di
Indonesia khususnya kota Depok harus mampu menawarkan produk yang memiliki daya Tarik dan daya
saing di pasaran, tidak hanya domestik namun juga
pasar internasional. Namun demikian, keterbatasan
yang dimiliki oleh UKM menyebabkan banyaknya
UKM yang gulung tikar serta tidak berkembang menghadapi perubahan kondisi. Lebih lanjut, hal ini akan
berdampak negatif terhadap kesejahteraan penduduk
serta keberlangsungan perekonomian di Kota Depok.
Perlu dilakukan kajian pengembangan UKM yang
relefan, yang mampu menghadapi tantangan global,
khususnya pemberlakuan MEA di akhir tahun 2015
mendatang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
Mengidentifikasi serta menganalisa kondisi usaha
mikro dan kecil. Menganalisa faktor lingkungan internal UKM dan kondisi lingkungan eksternal akibat
pemberlakuan MEA. Serta merumuskan strategi UKM
dalam menghadapi peluang dan ancaman pemberlakuan MEA.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Depok
Desember 2014 sampai dengan Februari 2015. Objek
penelitian adalah Usaha Mikro dan Kecil yang bergerak di bidang pengolahan makanan dan minuman.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif melalui pendekatan studi kasus. Studi kasus
dilakukan untuk memperoleh gambaran yang luas dan
lengkap tentang kondisi atau keadaan yang sesungguhnya secara rinci, meliputi seluruh aspek manajemen.
Secara garis besar teknik pengumpulan data dan
informasi dilakukan melalui wawancara, studi pustaka

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

127

Ikhlash Kautsar, Arief Imam Suroso, Hartrisari

dan Focus Group Dicussion (FGD). Diskusi kelompok terfokus atau FGD dilakukan dengan usaha mikro
dan kecil untuk mendapatkan informasi yang bersifat
kualitatif terkait dengan factor strategis internal UKM
menghadapi pemberlakuan MEA. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu
untuk memperoleh data dan informasi yang ditujukan
kepada pejabat terkait, pelaku UKM serta akademisi.
Studi pustaka, merupakan pengumpulan data dan
informasi yang bersumber dari literatur, jurnal, laporan
maupun dokumen lain terkait dengan permasalahan
yang dihadapi.
Data yang ditemukan kemudian diolah dengan
menggunakan paket program komputer Spread Sheet
Microsoft Excel untuk mengolah masukan berupa
matriks internal-eksternal factor evaluation. Penetapkan strategi bagi usaha mikro dan kecil dilakukan
dengan menggunakan matrik internal-eksternal
(matriks IE).

Analisa internal - eksternal


Analisa faktor lingkungan diawali dengan melakukan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap strategi perusahaan. Analisa lingkungan baik
internal dan eksternal akan menghasilkan dua buah
matriks, yaitu matriks Internal Factor Evaluation
(IFE) dan matriks Eksternal Factor Evaluation
(EFE). Kedua analisa lingkungan tersebut dihasilkan
melalui FGD dan wawancara dengan responden
sesuai dengan kapasitasnya. IFE dihasilkan dari FGD
dan wawancara dengan responden pelaku UKM.
Sedangkan EFE dihasilkan dari wawancara dengan
responden praktisi atau pejabat terkait.
Selanjutnya faktor-faktor strategis diberi bobot
dan rating untuk disusun ke dalam matriks IE. Pembobotan dilakukan dengan metode paired comparison atau perbandingan berpasangan. Metode tersebut dikembangkan oleh KINNEAR dan TAYLOR
(1991) di mana metode ini memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Berikutnya, pemberian peringkat atau rating
dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh
DAVID (2013), yang mana peringkat 1 sampai 4
diberikan kepada masing-masing faktor internal dan
eksternal untuk menunjukkan seberapa efektif faktor
tersebut berpengaruh terhadap perusahaan.

128

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi Faktor Strategis Internal Usaha
Mikro
Faktor strategis internal usaha mikro terdiri dari
pengetahuan dan keahlian pengusaha dengan bobot
0,13. Faktor berikutnya adalah produk yang diterima
oleh masyarakat dan kemampuan internet marketing
dengan bobot 0,12. Selanjutnya faktor keanekaragaman produk, beban biaya yang tinggi, dan lemahnya
budaya usaha memiliki bobot 0,11. Sedangkan factor
sertifikasi produk, keterbatasan modal usaha, dan lemahnya keahlian tenaga kerja memiliki bobot kepentingan terendah, yaitu 0,10.
Faktor dengan bobot tertinggi pertama adalah pengetahuan dan keahlian pengusaha. Sebagian usaha
mikro memiliki latar belakang pendidikan sarjana yang
merupakan salah satu modal utama. Pendidikan yang
tinggi memungkinkan usaha mikro memiliki wawasan,
pengetahuan dan keahlian yang lebih luas dibandingkan dengan usaha mikro lainnya. Melalui pendidikan,
pengetahuan, dan pengalaman kerja yang dimiliki,
usaha mikro memiliki kesempatan yang lebih besar
dalam menggali informasi, wawasan dan pengetahuan
utuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya.
Faktor dengan bobot tertinggi kedua adalah produk yang diterima oleh masyarakat. Usaha mikro
menawarkan produk yang sudah dikenal dan ada di
pasaran. Usaha yang dijalankan mengacu pada produk
yang sudah ada dan terbukti laku di pasaran. Hanya
sedikit usaha mikro yang berani menawarkan produk
yang sama sekali berbeda dengan produk yang sudah
ada. Produk yang sudah dikenal dan laku membuat
usaha mikro optimis mengenai kelayakan dan keberlangsungan usahanya. Namun, beberapa produk
usaha mikro merupakan duplikasi atau modifikasi
produk lainnya. Kondisi tersebut terjadi, disamping
karena keterbatasan modal, juga karena keterbatasan
pengetahuan, keahlian dan sumber daya.
Faktor berikutnya adalah kemampuan dalam
melakukan penjualan dan pemasaran melalui internet.
Beberapa usaha mikro telah menggunakan media
internet untuk memasarkan produknya. Beberapa
diantaranya mampu mencapai penjualan lebih dari
Rp. 200.000.000,00. Efektivitas dan keterbatasan
biaya menjadi alasan utama usaha mikro menggunakan internet sebagai media pemasaran utama. Usaha

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

mikro yang melakukan pemasaran online mengalami


perkembangan usaha yang lebih cepat dibandingkan
dengan usaha yang melakukan pemasaran secara
konvensional. Usaha mikro dengan pemasaran online
terus berkembang dan bergerak dinamis, sedangkan
yang tidak mengalami stagnansi hingga kebangkrutan.
Faktor keanekaragaman produk memiliki bobot
yang rendah dan dianggap tidak lebih penting dibandingkan dengan faktor lainnya. Optimalisasi factor
lain dinilai mampu menciptakan perbedaan, keunggulan dan daya saing usaha.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan
bahan bakar gas (BBG) menyebabkan tingginya beban
biaya. Banyak pemasok yang dengan mudah menaikkan harga produk karena isu kenaikan harga BBM.
Dampaknya adalah biaya pengiriman menjadi naik
yang diikuti dengan kenaikan harga jual. Menaikkan
harga dilakukan oleh usaha mikro agar tetap mendapatkan profit yang cukup.
Kalangan usaha mikro dinilai memiliki budaya
usaha yang lemah karena tidak memiliki latar belakang
keluarga, lingkungan atau pengalaman sebagai pengusaha. Permasalahan ini menyebabkan pengusaha
mikro tidak memiliki pondasi yang kuat dalam membangun dan mengembangkan usaha. Mereka harus
memulai dan belajar menjalankan usaha secara mandiri tanpa arahan maupun pembelajaran dari pengusaha
terdahulu. Kebanyakan pengusaha mikro bahkan
menjalankan usaha karena kondisi dan keterbatasan
serta tidak mendapatkan pekerjaan yang layak.
Faktor sertifikasi produk meliputi sertifikasi tingkat lokal, nasional dan internasional. Beberapa sertifikasi yang harus dimiliki oleh usaha mikro yang bergerak di bidang makanan dan minuman adalah sertifikat
pangan industri rumah tangga (PIRT), sertifikat layak
usaha (SLU) dan Halal MUI. Pada tingkat nasional,
izin yang harus dipenuhi adalah izin Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan pada tingkat
internasional, setidaknya dibutuhkan dua sertifikasi,
yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP).
Beberapa Negara ASEAN bahkan mensyaratkan
sertifikasi yang lebih banyak, seperti Laos yang
mensyaratkan Good Agricultural Practises (GAP)
dan Thailand yang mensyaratkan sertifikat Total
Quality Management (TQM).

Tingkat kepentingan keberadaan sertifikasi pada


usaha menjadi salah satu yang terendah karena
banyaknya masyarakat yang belum memahami dan
menganggap penting sertifikasi. Hal itu ditunjukkan
oleh tidak adanya perhatian pembeli mengenai ada
tidaknya sertifikasi pada produk-produk usaha mikro.
Seluruh responden pada penelitian ini menyebutkan
bahwa ada tidaknya sertifikasi tidak berpengaruh
terhadap pembelian.
Faktor dengan bobot rendah lainnya adalah keterbatasan modal. Faktor ini kerap menjadi masalah
utama usaha mikro dalam mengembangkan usaha.
Modal dibutuhkan untuk mencapai skala ekonomis
usaha, meningkatkan kapasitas produksi, pemasaran
dan biaya operasional usaha lainnya. Pada dasarnya
usaha mikro tidak membutuhkan modal usaha yang
besar. Hal tersebut dikarenakan usaha mikro belum
memiliki kapasitas yang cukup dalam mengelola usaha
pada skala yang lebih besar. Modal yang besar tanpa
diikuti oleh kemampuan dapat menjadi masalah. Kenyataannya, banyak usaha mikro yang mendapatkan
bantuan modal lunak yang tidak mampu mengelolanya
dengan baik. Modal yang didapat justru digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian bukan
meningkatkan skala usaha.
Sukidjo (2004) menjelaskan bahwa kesulitan
modal merupakan masalah paling banyak dijumpai
oleh UKM. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan
akses langsung terhadap informasi, layanan dan fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan
formal bank maupun non formal, misalnya BUMN
dan LSM. Pada umumnya UKM tidak mampu memanfaatkan kredit dari karena pihak UKM tidak
mampu memenuhi agunan yang dipersyaratkan oleh
Bank, di samping rumitnya birokrasi. Kenyataan
menunjukkan bahwa sebagian besar dana modal kerja
dan investasi berasal dari sumber informal, di mana
sumber pembiayaan yang digunakan adalah sangat
bervariasi, antara lain berasal dari tabungan pribadi,
pinjaman dari sahabat atau kenalan, pinjaman dari
pensuplai bahan baku, pinjaman dari tuan tanah dan
pinjaman dari pelepas uang. (Sukidjo, 2004)
Faktor terakhir adalah lemahnya keahlian tenaga
kerja yang timbul karena keterbatasan anggaran
untuk membiayai tenaga kerja. Banyak usaha mikro
yang merekrut karyawan dengan kualitas yang terbatas. Alasan lainnya adalah, usaha mikro dinilai tidak

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

129

Ikhlash Kautsar, Arief Imam Suroso, Hartrisari

menarik bagi tenaga kerja yang berkualitas. Mereka


lebih memilih bekerja di perusahaan yang besar yang
bias memberikan upah sesuai dengan UMR atau
menawarkan jenjang karir yang jelas.

Internal Faktor Evaluation (IFE) Usaha Mikro

beban biaya yang tinggi memiliki bobot 0,12. Faktor


dengan bobot 0,11 adalah keanekaragaman produk dan
kemampuan mengelola usaha. Sedangkan kemampuan
internet marketing, lemahnya keahlian tenaga kerja
serta lemahnya pengelolaan asset dan keuangan merupakan faktor dengan bobot terendah, yaitu sebesar 0,10.

Tabel 1. Internal Factor Evaluation (IFE) Usaha Mikro


KEKUATAN

Bobot

Rating

Jumlah

0.11
0.12
0.13
0.12

3.33
3.67
3.67
4.00

0.36
0.43
0.47
0.47

KELEMAHAN
1 Sertifikasi

0.10

2.00

0.21

2
3

Beban biaya yang tinggi


Kurangnya modal

0.11
0.10

2.00
1.00

0.22
0.10

4
5

Lemahnya keahlian tenaga kerja


Budaya bisnis yang lemah

0.10
0.11

1.33
1.00

0.14
0.11

1
2
3
4

Keanekaragaman produk
Memiliki keahlian internet marketing
Sumber daya / pengusaha yang berkualitas
Produk diterima masyarakat

Jumlah

2.51

Sumber: data diolah

Faktor produk yang diterima oleh masyarakat


serta sumber daya pengusaha yang berkualitas dinilai
sebagai kekuatan utama usaha mikro. Faktor keahlian
internet marketing merupakan kekuatan utama berikutnya. Sedangkan faktor keanekaragaman produk
merupakan kekuatan biasa. Factor kelemahan utama
usaha mikro adalah kurangnya modal, budaya bisnis
yang lemah dan lemahnya keahlian tenaga kerja. Sedangkan kelemahan biasa usaha mikro adalah sertifikasi dan beban biaya yang tinggi.

Identifikasi Faktor Strategis Internal Usaha


Kecil
Identifikasi terhadap kondisi internal kelompok
usaha kecil menghasilkan factor strategis yang tidak
jauh berbeda dengan usaha mikro. Munculnya perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor jumlah omset
dan kapasitas usaha, yang kemudian menimbulkan
tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Faktor
dengan bobot tertinggi adalah kurang berani mengambil resiko, dengan bobot mencapai 0,15. Berikutnya
adalah factor pengetahuan dan keahlian pengusaha,
produk yang diterima masyarakat, sertifikasi dan
130

Faktor dengan bobot tertinggi adalah kurang


beraninya pengusaha mengambil resiko. Nilai omset
yang besar justru membuat usaha kecil merasa nyaman dengan kondisi yang sudah dicapai. Pengusaha
kecil memiliki kekhawatiran dalam meningkatkan
skala usaha. Mereka khawatir langkah yang diambil
dalam mengembangkan usaha justru menimbulkan
kerugian yang lebih besar. Disamping itu, pada kondisi
ini, mereka memiliki kehidupan yang cukup dibandingkan dengan sebelumnya.
Faktor berikutnya dengan bobot tingkat kepentingan yang sama adalah pengetahuan dan keahlian
pengusaha, produk yang diterima oleh masyarakat,
sertifikasi, serta beban biaya yang tinggi. Pengetahuan
dan keahlian pengusaha kecil merupakan salah satu
modal utama dalam menghadapi persaingan globalisasi. Kalangan usaha kecil memiliki keahlian dan pengetahuan, yang didasari oleh tingginya pendidikan
serta kemauan meningkatkan pengetahuan usaha.
Saat ini banyak perkumpulan, komunitas, asosiasi maupun lembaga pengembangan UKM yang mengadakan
kegiatan pelatihan dan pengembangan dengan biaya
yang terjangkau, bahkan secara cuma-cuma. Fasilitas
yang ada tersebut membuat pelaku usaha memiliki

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan


informasi, belajar serta berusaha meningkatkan pengetahuan dan kapasitas dalam mengelola usaha.
Bertolak belakang dengan kondisi yang ada,
pengetahuan yang dimiliki oleh pengusaha kecil tidak
diiringi dengan keahlian praktik dalam mengelola usaha
pada skala yang lebih besar. Pengusaha kecil dinilai
tidak memiliki pengalaman yang cukup pada skala
yang lebih besar. Skala usaha yang lebih besar berarti
memiliki resiko usaha yang lebih besar. Pada tingkat
ini banyak usaha kecil dengan pertumbuhan yang stagnan dibandingkan dengan pertumbuhan usaha pada
saat di tingkat yang lebih rendah.
Produk yang diterima oleh masyarakat merupakan faktor merupakan salah satu kunci utama usaha
kecil dapat bertahan dan mendapatkan omset yang
lebih besar. Sejauh ini kalangan usaha kecil dapat bertahan karena memiliki pelanggan tetap yang memiliki
preferensi yang baik terhadap produk yang ditawarkan. Namun demikian, kondisi ini bisa berbalik, pengusaha kecil yang lengah akan sulit bertahan manakala
muncul pesaing yang mampu membuat produk yang
lebih dapat diterima masyarakat.
Berikutnya adalah sertifikasi produk dan usaha.
Responden menilai sertifikasi usaha bukan sesuatu
yang menjadi perhatian utama bagi konsumen. Saat
ini, banyak konsumen yang lebih mementingkan cita
rasa dibandingkan dengan label yang tertera pada
kemasan atau pintu rumah makan. Sesuai dengan
temuan yang didapat, sangat sedikit pelanggan yang
menanyakan sertifikasi produk atau usaha yang dimiliki oleh responden. Pun demikian, tidak adanya sertifikasi tidak memengaruhi pelanggan mengambil
keputusan untuk tidak membeli.
Faktor lain dengan bobot tingkat kepentingan
yang sama tinggi adalah beban biaya yang tinggi.
Faktor ini masih menjadi salah satu kelemahan utama
yang dialami oleh pengusaha kecil. Walaupun dengan
tingkat penjualan yang lebih besar, usaha kecil dinilai
masih belum mampu mencapai skala usaha yang ekonomis. Khususnya dalam hal pemenuhan bahan baku
serta biaya produksi dan operasional. Usaha kecil
dinilai masih terpengaruh oleh fluktuasi kenaikan harga
BBM yang mengakibatkan meningkatnya harga
pasokan.
Faktor dengan tingkat kepentingan tertinggi ketiga
adalah keanekaragaman produk dan kemampuan

dalam mengelola usaha pada kapasitas yang lebih


besar. Keanekaragaman produk memiliki tingkat
kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
faktor kemampuan internet marketing dan lemahnya
keahlian tenaga kerja, tidak seperti yang terjadi pada
usaha mikro. Keanekaragaman produk dibutuhkan
dalam rangka menjaga loyalitas pelanggan dan stabilitas penjualan. Pada tingkat usaha ini, kalangan usaha
kecil memiliki sumber daya yang cukup untuk mengembangkan produk turunan. Kebutuhan akan produk yang bervariasi menjadi tinggi karena konsumen
dihadapkan pada kondisi munculnya banyak pilihan
produk yang lebih berkualitas dan bersaing. Konsumen
juga berusaha untuk mencapai kepuasan lain, yang
menyebabkan mereka mencari alternatif produk yang
lebih baik.
Faktor kemampuan dalam mengelola usaha pada
kapasitas yang lebih besar menjadi salah satu kendala
usaha kecil. Oleh sebab itu, faktor ini memiliki tingkat
kepentingan yang lebih rendah dibandingkan dengan
beberapa faktor lainnya. Faktor ini dinilai merupakan
ancaman bagi usaha kecil. Kapasitas usaha yang lebih
besar berarti juga resiko yang lebih besar. Dibutuhkan
keahlian yang lebih besar agar dapat mengelola dan
mempertahankan usaha pada skala ini. Terbatasnya
keahlian pelaku usaha kecil membuat usaha menjadi
stagnan, tidak berdaya saing, dan pada akhirnya mengalami penurunan dan kematian. Walaupun demikian, kondisi ini masih bisa ditangani dengan cara
merekrut sumber daya yang memiliki kapasitas yang
cukup dalam mengelola usaha.
Faktor dengan tingkat kepentingan terendah adalah kemampuan internet marketing, lemahnya keahlian
tenaga kerja serta pengelolaan asset dan keuangan.
Kemampuan internet marketing dinilai memiliki bobot
tingkat kepentingan yang paling rendah oleh responden
dikarenakan usaha kecil tidak lagi memfokuskan kegiatan pada teknis penjualan, namun lebih ke arah
manajerial. Usaha kecil lebih membutuhkan sumber
daya manusia yang mampu mengelola usaha secara
professional, komprehensif, dapat mengambil keputusan dengan capat dan tepat, serta mampu melihat
dan memberikan solusi terhadap persoalan yang
sedang dihadapi oleh perusahaan.
Berbeda dengan usaha kecil, usaha mikro membutuhkan aliran uang masuk dari penjualan yang tinggi
agar dapat bertahan dan berkembang. Pada usaha

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

131

Ikhlash Kautsar, Arief Imam Suroso, Hartrisari

kecil, perusahaan sudah memiliki pasar dan pelanggan


yang jelas dan tersegmentasi. Fokus usaha kecil tidak
lagi hanya pada penjualan, namun juga pengembangan
produk yang berkualitas dan bersaing.
Lemahya keahlian tenaga kerja tidak lagi memiliki
tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan
beberapa faktor lainnya. Walaupun sebagian besar
responden usaha kecil masih menghadapi kondisi ini,
mereka memiliki pilihan yang lebih mudah dibandingkan dengan usaha mikro. Usaha kecil dapat memutuskan dengan cepat bagaimana mereka memilih tenaga
kerja yang lebih baik, hal ini dikarenakan mereka telah
memiliki pengalaman, sistem rekrutmen tenaga kerja
serta anggaran yang cukup untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas.
Faktor dengan tingkat kepentingan terendah berikutnya adalah lemahnya usaha kecil dalam mengelola
aset dan keuangan usaha. Hal tersebut menjadi masalah dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan dan
keahlian mengelola asset dan keuangan usaha. Walaupun usaha kecil dapat merekrut karyawan yang memiliki kompetensi di bidang keuangan, namun keputusan
keuangan masih berada di tangan pemilik usaha. Tidak
adanya struktur organisasi yang professionali menyebabkan persoalan ini tidak terselesaikan dengan baik.
Kurangnya pengetahuan dalam mengelola keuangan, membuat pengusaha kecil tidak dapat menentukan prioritas yang tepat untuk mengembangkan
usahanya. Oleh sebab itu, kekayaan yang dimiliki tidak

dapat dimanfaatkan secara maksimal. Walaupun


demikian, dari 12 responden, terdapat 1 responden
yang dinilai mampu melakukan pengelolaan aset usaha
dan laporan keuangan dengan baik. Hal tersebut terlihat dari optimalnya kinerja keuangan perusahaan serta
tingginya aset yang dimiliki. Faktor ini dinilai tidak lebih
penting karena pemilik usaha sebenarnya dapat merekrut tenaga kerja atau konsultan yang berkompeten
yang mampu menangani persoalan ini dengan lebih
baik.

Internal Factor Evaluation (IFE) Usaha Kecil


Seluruh kekuatan yang ada pada factor strategis
internal merupakan kekuatan utama yang dimiliki oleh
kelompok usaha kecil. Dua dari tiga responden memberikan rating yang maksimal pada seluruh faktor
kekuatan. Hanya satu responden yang memberikan
rating lebih rendah, yaitu keanekaragaman produk dan
sumber daya pengusaha. Berdasarkan perhitungan
bobot dan rating, faktor kekuatan terbesar usaha kecil
adalah produk yang diterima oleh masyarakat. Kekuatan utama berikutnya adalah sumber daya pengusaha yang berkualitas, diikuti oleh faktor keanekaragaman produk serta keahlian di bidang internet
marketing.
Pada pembobotan kelemahan terdapat 4 faktor
yang mendapatkan rating mutlak. Hal ini menunjukkan
adanya kesamaan pandangan di antara responden.
Faktor tersebut adalah sertifikasi, beban biaya yang

Tabel 2. Internal Factor Evaluation (IFE) Usaha Kecil


KEKUATAN

Bobot

Rating

Jumlah

Keanekaragaman produk

0.11

3.67

0.39

2
3

Memiliki keahlian internet marketing


Sumber daya / pengusaha yang berkualitas

0.10
0.12

4.00
3.67

0.38
0.45

Produk diterima masyarakat

0.12

4.00

0.48

KELEMAHAN
1 Sertifikasi

0.12

2.00

0.24

2
3

Beban biaya yang tinggi


Lemahnya keahlian tenaga kerja

0.12
0.10

2.00
1.67

0.24
0.16

Kemampuan mengelola usaha

0.11

1.00

0.11

5
6

Pengelolaan asset dan keuangan


Kurang berani mengambil resiko

0.10
0.15

1.00
1.33

0.10
0.20

Jumlah
Sumber: data diolah

132

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016

2.77

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

tinggi, kemampuan mengelola usaha serta kemampuan mengelola asset dan keuangan usaha. Kelemahan utama usaha kecil adalah kemampuan dalam
mengelola aset dan keuangan, kemampuan mengelola
usaha pada skala yang lebih besar, serta lemahnya
keahlian tenaga kerja. Ketiga kelemahan utama dinilai
sebagai factor utama penghambat kemajuan usaha
kecil. Faktor ini dinilai lebih sulit untuk diatasi dibandingkan faktor lainnya. Sertifikasi, beban biaya yang
tinggi serta kurang berani mengambil resiko merupakan kelemahan biasa. Namun demikian, faktor-faktor
tersebut masih dalam jangkauan. Usaha kecil dapat
mengatasi persoalan ini dengan pengalaman dan sumber daya yang dimilikinya.

Identifikasi Faktor Strategis Eksternal


Pemberlakuan MEA menimbulkan peluang dan
ancaman bagi UKM. Peluang yang timbul terdiri dari
(1) jumlah target pasar semakin meningkat mencapai
625 juta jiwa, (2) daya beli masyarakat semakin
meningkat hingga lebih dari US$ 4.000, (3) pengguna
internet di ASEAN mencapai 38,5%, dengan pertumbuhan dunia 741% pertahun, (4) akses informasi yang
semakin mudah, cepat dan terjangkau, (5) gaya hidup
masyarakat yang lebih sehat, modern dan dinamis,
serta (6) meningkatnya isu kewirausahaan dan jumlah
hingga 2%. Sedangkan Faktor eksternal berupa ancaman terdiri dari (1) meningkatnya biaya produksi
dan operasional sebesar 10%, (2) pengurusan izin
usaha yang dinilai rumit dan berbiaya tinggi, (3)
persyaratan sertifikasi yang belum dapat dipenuhi oleh
UKM, (4) perubahan kebijakan pemerintah, serta (5)
hilangnya bea masuk dan tariff barang impor dari
Negara ASEAN meningkatkan persaingan di dalam
negeri.

Jumlah Target Pasar Semakin Meningkat


Mencapai 625 Juta
Menurut ASEAN (2014), jumlah populasi penduduk Negara ASEAN pada tahun 2013 mencapai
625.090,5 juta jiwa. Indonesia merupakan Negara
dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN yang
mencapai 248,8 juta jiwa atau sekitar 39,8%. Badan
Pusat Statistik (2013) memprediksi, jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2020 akan meningkat mencapai
sekitar 271 juta jiwa dan pada tahun 2035 mencapai

sekitar 305 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan Internet


World Stats (2015). Indonesia merupakan Negara
dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia, di
bawah China yang mencapai 1,356 juta jiwa, India
sebanyak 1,236 juta jiwa dan Amerika serikat dengan
jumlah populasi sebanyak 319 juta jiwa.
ASEAN (2014) memperkirakan terjadi pertumbuhan penduduk sebanyak 1,3% pertahun di wilayah
ASEAN. Kondisi ini mencerminkan prospek yang
sangat besar bagi UKM yang bergerak di bidang penyediaan makanan dan minuman. Semakin banyak
penduduk maka akan semakin tinggi pula kebutuhan
terhadap makanan dan minuman.

Daya Beli Masyarakat Meningkat Hingga


Lebih dari US$ 4.000
Selama kurun waktu dari tahun 2004 hingga 2013,
jumlah kelas menengah Indonesia meningkat dari 36%
menjadi 56,5% (Kel2013). The Boston Consulting
Group menyebutkan bahwa kelas menengah Indonesia
diprediksi meningkat hingga mencapai 141 juta jiwa
pada tahun 2020 (RRI 2013). Apabila data tersebut
dibandingkan dengan proyeksi Bapenas terhadap jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 yang diperkirakan mencapai 271 juta jiwa. Maka jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia mencapai sebesar 55%
dari total jumlah penduduk. Jumlah kelas menengah
Indonesia tersebut diperkirakan sebanding dengan total
seluruh penduduk Thailand, Brunei, Cambodia, Laos,
Malaysia dan Singapore.
Pada rentang tahun 20042013, pendapatan
perkapita penduduk Indonesia mengalami peningkatan
dari 1.200 dollar AS menjadi sekitar 4.000 dollar AS.
Bahkan pemerintah telah menetapkan target GDP
atau PDB Per kapita mencapai 5.000 US$ pada tahun
2015. Terjadinya peningkatan pendapatan penduduk
Indonesia akan dibarengi dengan meningkatnya daya
beli masyarakat. ASTUTI (2005) menyatakan bahwa
permintaan terhadap produk makanan yang dilihat dari
data PDB Total dan PDB sektor restoran sangat baik
dan terus meningkat, hal ini mencerminkan daya beli
yang terus meningkat.
Meningkatnya daya beli masyarakat di suatu
wilayah memberikan dampak pada keleluasaan
masyarakat dalam memilih dan mengkonsumsi suatu
produk. Daya beli yang meningkat berarti seseorang
memiliki anggaran yang lebih besar untuk konsumsi

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

133

Ikhlash Kautsar, Arief Imam Suroso, Hartrisari

dan pemenuhan kebutuhan. Mengacu kepada teori


maslow, kebutuhan fisilogis merupakan kebutuhan
primer, maka pada tingkat daya beli yang lebih tinggi,
konsumen membutuhkan rasa aman dan keamanan,
social, ego dan aktualisasi diri.

Pengguna Internet di ASEAN mencapai 38,5%


dengan Pertumbuhan Dunia 741% pertahun
Data Intertet World Stats (2015) menunjukkan
bahwa pada quarter 2 tahun 2014 Benua Asia merupakan pengguna internet terbesar di dunia, mencapai
1.386.188.112 pengguna. Jumlah tersebut mencapai
34,7% dibandingkan jumlah populasi penduduk Asia.
Jika dibandingkan dengan keseluruhan jumlah pengguna internet dunia, maka pengguna di internet di Asia
mencapai 45,7% dengan pertumbuhan rata-rata
mencapai 1.112,7% pertahun.
Pada semester 2 tahun 2014, jumlah populasi
pengguna internet di Asia Tenggara mencapai lebih
dari 200 juta pengguna atau sebanyak 38,5% dari
jumlah penduduk Negara ASEAN. Sedangkan jumlah
pengguna FACEBOOK mencapai 127.137.140 pengguna. Jumlah tersebut meningkat 17 kali lipat jika
dibandingkan dengan pengguna internet pada tahun
2000 yang hanya mencapai 11.443.000 pengguna.
Tingginya jumlah pengguna internet yang diikuti
dengan pertumbuhan penggunanya secara drastis di
Asia Tenggara menjadi peluang terbesar bagi UKM.
Kondisi tersebut memberikan kesempatan kepada
UKM untuk memasarkan produknya dengan lebih
mudah. Hampir seluruh responden menggunakan
internet sebagai media utama pemasaran. Mereka
memiliki keahlian dalam memasarkan produk melalui
internet. Marketing online tidak membutuhkan biaya
yang besar namun mampu melakukan penetrasi pasar
dan mempromosikan produk secara luas. Semakin
banyak pengguna internet, maka akan semakin tinggi
juga peluang UKM mendapatkan pasar.

Akses Informasi Yang Semakin Mudah, Cepat


dan Terjangkau
Dewasa ini, akses informasi semakin mudah,
cepat dan terjangkau. Ponsel pintar telah menjadi
perangkat utama bagi masyarakat perkotaan dalam
mendapatkan informasi, akses internet dan social
media. Ponsel pintar menjadi salah satu media yang
134

paling mudah untuk mendapatkannya. Menurut


techniasian, pengguna aktif ponsel di Indonesia mencapai sebanyak 98,7 juta dengan penetrasi pengguna
39,2%. Sedangkan pengguna ponsel pintar sebesar
14%. Pengguna ponsel pintar yang mencari informasi
melalui ponsel pintar mencapai 94%, sedangkan pengguna ponsel pintar yang mencari informasi produk
sebanyak 95%, dan pengguna ponsel pintar yang melakukan pemesanan via ponsel sebanyak 57%.

Gaya Hidup Masyarakat yang Lebih Sehat,


Modern dan Dinamis
Anderson (2005) Dalam Mufidah (2012)
menjelaskan bahwa rasa lapar tidak lagi menjadi
pertimbangan seseorang untuk makan, namun untuk
memenuhi kepuasan atau kesenangan seseorang demi
menjaga gengsi. Mufidah (2012) menyebutkan lebih
lanjut mengenai factor yang menyebabkan timbulnya
gengsi, diantaranya adalah (1) Budaya, (2) Status
social ekonomi, (3) personal preference dan (4)
lingkungan.
Akses informasi yang mudah dan cepat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui informasi dan kebudayaan asing yang ada
dan masuk ke Indonesia. Hal ini memengaruhi terjadinya perubahan preferensi seseorang dalam menentukan jenis makanan yang dikonsumsi (Mufidah, 2012).
Contohnya adalah kehadiran budaya Korea selatan
dan Jepang yang masuk ke Indonesia dalam 5 tahun
terakhir, yang dikenal dengan istilah Korean Wave
dan Japan Wave, menyebabkan terjadinya pergeseran
preferensi jenis makanan dari tradisional ke
internasional.
Mufidah (2012) menjelaskan, bahwa gaya hidup
merupakan ciri dari sebuah modernitas (dunia modern). Maksudnya adalah bagi siapa saja yang hidup
dalam masyarakat modern pasti akan menggunakan
ide/gagasan mengenai gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Selain
itu, fenomena selera barat mewarnai gaya hidup
masyarakat perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari
menjamurnya restaurant-restauran makanan siap saji
dan munculnya tempat-tempat hiburan seperti kafe,
diskotik, klub malam, serta maraknya pembangunan
toko swalayan dan department store.

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

Meningkatnya Isu Kewirausahaan dan Jumlah


Wirausahawan Hingga 2%
Dewasa ini, isu kewirusahaan di masyarakat
Indonesia semakin meningkat. Kondisi ini terlihat dari
semakin maraknya kegiatan atau acara yang mengangkat tema kewirausahaan. Menurut Deputi Menkop
dan UKM bidang pengembangan SDM, Kemenkop
& UKM, jumlah wirausahawan di Indonesia melonjak
tajam dari 0,24% menjadi 1,56% pada Januari 2012
(Entrepreneur, 2012). Kemenkop optimis pada tahun
2014, jumlah wirausahawan di Indonesia mencapai
2%. Sedangkan BPS mencatat, selama kurun waktu
satu tahun, sejak Februari 2013 hingga 2014, terjadi
peningkatan jumlah wirausahawan sekitar 190.000
orang (Ciputrapreneurship, 2014).
Faktor isu kewirausahaan yang meningkat dipandang sebagai kondisi yang mendukung pertumbuhan
dan perkembangan UKM lokal. Namun demikian,
peluang ini bukanlah peluang langsung, sehingga tidak
dipandang sebagai kekuatan yang memiliki tingkat
kepentingan yang tinggi jika dibandingkan dengan
beberapa faktor strategis eksternal lainnya. Meningkatnya isu ini, membuat UKM mendapatkan informasi
dan pengetahuan yang dibutuhkan dengan lebih mudah. Sehingga membantu UKM untuk dapat menciptakan peluang yang lebih besar. UKM juga memiliki
mindset dan pandangan yang lebih luas dalam mengelola usaha dan mengembangkannya.

Meningkatnya Biaya Produksi dan Operasional


Peningkatan biaya produksi dan operasional
usaha dinilai masih menjadi permasalahan utama yang
selalu dihadapi oleh UKM, tidak hanya kelompok
usaha mikro, namun juga kelompok usaha kecil. Biaya
produksi dan operasional dipengaruhi oleh berbagai
factor produksi, yaitu biaya bahan baku, bahan bakar
minyak, dan tenaga kerja.
Kuncoro (2000) berpendapat bahwa masalah
biaya produksi yang tinggi juga disebabkan oleh sulitnya UKM mendapatkan bahan baku yang berkualitas
karena harga yang tinggi, sehingga UKM hanya mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang rendah.
Faktor persaingan usaha antar perusahaan juga menjadi persoalan. Perusahaan besar yang memiliki modal
yang jauh lebih besar memiliki posisi yang kuat

dibandingkan UKM dalam mendapatkan bahan baku


dengan harga dan kualitas yang lebih bagus.
Peningkatan biaya produksi dan operasional akan
berdampak pada tingkat profitabilitas UKM. Apabila
harga jual produk tidak disesuaikan dengan peningkatan biaya produksi, maka profit akan semakin kecil.
Bagi UKM, Hal yang paling mudah untuk mengatasi
persoalan ini adalah dengan meningkatkan harga jual.
Namun, peningkatan harga jual akan berdampak pada
penurunan penjualan. Semakin tinggi harga jual yang
ditetapkan, UKM dinilai akan semakin kesulitan dalam
menghadapi persaingan usaha.

Pengurusan Izin Usaha yang Dinilai Rumit dan


Berbiaya Tinggi Oleh UKM
Hampir seluruh responden tidak mengetahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 98
tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan
Kecil. Peraturan presiden ini merupakan ketetapan
bagi pelaku UKM dalam memiliki izin usaha. Izin
Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) merupakan tanda
legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan
tertentu dalam bentuk izin usaha mikro dan kecil dalam
satu lembar kertas. Perpres No. 98 tahun 2014 merupakan bentuk dukungan pemerintah kepada pelaku
UKM. Peraturan tersebut memberikan banyak keuntungan dan kemudahan bagi pelaku usaha. Melalui
IUMK, UKM mendapatkan kepastian dan perlindungan dalam berusaha dilokasi yang telah ditetapkan;
mendapatkan pendampingan untuk pengembangan
usaha; mendapatkan kemudahan dalam akses pembiayaan ke lembaga keuangan bank dan non-bank;
dan mendapatkan kemudahan dalam pemberdayaan
dari pemerintah, pemerintah daerah dan/atau lembaga
lainnya.
Terbatasnya informasi dan akses kepada penyelenggara perizinan, menyebabkan UKM tidak mengetahui dan memahami pentingnya izin usaha. Kondisi
tersebut akan menyulitkan UKM dalam mengembangkan usaha secara legal. Pihak terkait, seperti perbankan, pengurus rt/rw, kelurahan dan kecamatan, serta
kantor pajak tidak dapat memberikan fasilitas dengan
baik apabila legalitas usaha tidak dimiliki oleh UKM.
Lebih lanjut, UKM tidak mampu bergerak dengan
leluasa dan perkembangannya akan terhambat.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

135

Ikhlash Kautsar, Arief Imam Suroso, Hartrisari

Persyaratan Sertifikasi yang Belum Dapat


Dipenuhi oleh UKM
Standar keamanan pangan diperlukan untuk
menjamin keamanan produk yang masuk ke masingmasing Negara ASEAN. Orientasi dari adanya standar keamanan pangan adalah keselamatan konsumen.
Setiap Negara wajib memberlakukan hal tersebut
guna mencegah terjadinya resiko pada warganya.
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, kondisi
tersebut justru menjadi ancaman bagi UKM lokal.
Perusahaan asing dinilai lebih siap dan menyadari pentingnya adanya sertifikasi. Produk Negara ASEAN
yang akan masuk ke Indonesia memiliki dukungan
yang kuat dari pemerintahnya untuk memiliki sertifikasi
standar keamanan pangan agar dapat masuk ke
Indonesia. Kondisi ini akan mengancam UKM lokal
manakala masyarakat sadar dan teredukasi dengan
pentingnya sertifikasi tersebut.
Sebagian besar usaha mikro dan kecil belum
memiliki sertifikasi standar keamanan pangan seperti
yang disebutkan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
pengetahuan serta urgensi kepemilikan sertifikasi
tersebut. Di samping itu, hampir seluruh UKM menyasar pasar lokal dan beroperasi pada wilayah yang
terbatas, hanya terdapat 3 responden yang menyasar
pasar nasional, dan tidak ada responden yang menyasar pasar internasional. Kondisi inilah yang dinilai bahwa kebutuhan akan kepemilikan sertifikasi tersebut
dinilai belum diperlukan.

Kebijakan Pemerintah yang Tidak Mendukung


Usaha Mikro dan Kecil
Salah satu kebijakan pemerintah yang dinilai berpengaruh tidak langsung kepada UKM adalah penetapan subsidi BBM, kebijakan Upah Minimum Regional serta Penetapan suku bunga bank. Sedangkan
kebijakan yang dinilai berpengaruh langsung adalah
kebijakan yang langsung ditujukan kepada UKM melalui Departemen Koperasi dan KUKM, seperti program Kredit Usaha Rakyat (KUR), Program Pembinaan UKM, Program Kredit Tanpa Agunan, Bantuan
Modal Usaha Mikro dan Kecil, dan lain sebagainya.
Seperti yang tercantum dalam Setda (2014) Dukungan pemerintah berupa terhadap UKM antara lain
berupa Perda Provinsi Jawa Barat No. 10/2010 tentang pemberdayaan dan pengembangan koperasi,
136

usaha mikro, kecil dan menengah yang didukung


dengan potensi UMKM yang ada di Kota Depok.
Surat Kemendagri No. 520/2611/Bangda, tgl 13 Juni
2011 tentang inventarisasi produk unggulan daerah
(PUD). Serta Surat gubernur jawa barat no. 517/2895
tgl 30 Juni 2011 tentang gerakan penggunaan produk
jawa barat khususnya produk UMKM sepatu dan
pakaian yang diproduksi di Jawa Barat.
Dalam ruang lingkup regional, Kota Depok
menghadapi persoalan politik dalam jangka waktu
yang sangat dekat bersamaan dengan persiapan MEA.
Permasalahan tersebut adalah berakhirnya masa
jabatan Wali Kota Depok pada akhir tahun 2015.
Kondisi ini berpengaruh pada kelanjutan kebijakan
program yang sudah ada dan yang direncanakan pada
RPJMD berikutnya.

Hilangnya Bea Masuk dan Tariff Barang Impor


dari Asean Meningkatkan Persaingan di Dalam
Negeri
Kekhawatiran terbesar responden UKM ketika
pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean adalah
meningkatnya persaingan usaha. Banyak pihak mengkhawatirkan tingginya produk import yang masuk akan
mengambil alih pasar domestik. Disamping memiliki
kualitas yang lebih baik, produk luar memiliki brand
yang sudah dikenal, sistem usaha, manajemen yang
matang serta sertifikasi internasional. Persaingan
akan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan isu kewirausahaan yang
muncul. Indonesia akan menghasilkan banyak pengusaha baru disertai dengan produk yang lebih kreatif
dan inovatif.
Sebagian besar responden memandang MEA
bukanlah suatu yang sengat mengancam keberadaan
mereka, hanya beberapa yang sudah mengetahui
informasi tentang MEA saja yang merasakan
ancaman tersebut. Kondisi ini terjadi, karena mereka
belum mengetahui pemberlakuan MEA serta implikasi
yang akan timbul dari kebijakan tersebut.

Eksternal Faktor Evaluation (EFE)


Tabel 28 memberikan informasi mengenai External Factor Evaluation (EFE) akibat pemberlakuan
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Faktor peluang
dengan respon yang luar biasa adalah pengguna

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

internet yang meningkat yang diikuti dengan jumlah


target pasar yang semakin luas, kemudahan akses
informasi, dan daya beli masyarakat meningkat.
Sedangkan isu kewirausahaan dan gaya hidup yang
meningkat mendapatkan respon yang baik.
Peluang meningkatnya pengguna internet dan
kemudahan akses informasi mendapatkan respon
yang luar biasa dikarenakan kondisi ini memberikan
dampak yang sangat signifikan bagi perkembangan
usaha UKM. Sebagian besar responden menggunakan internet sebagai sarana utama memasarkan produknya. Munculnya informasi dan pengetahuan baru
yang berhubungan dengan internet direspon dengan
luar biasa oleh UKM. Kondisi ini dikarenakan internet
merupakan sarana dengan efektivitas yang tinggi.
Memberikan dampak yang besar dengan biaya yang
terbatas.
Tidak ada ancaman yang mendapatkan respon
yang luar biasa. Hanya faktor mindset izin usaha yang
rumit yang dianggap sebagai ancaman dengan respon
yang baik. Sedangkan faktor lain dipandang sebagai
ancaman dengan respon yang biasa. Namun demikian,
sertifikasi merupakan ancaman utama dibandingkan
faktor lainnya. Ancaman berikutnya adalah perubahan
kebijakan pemerintah, persaiangan yang semakin meningkat, biaya produksi dan operasional yang semakin
meningkat, serta mindset usaha yang rumit.

Berdasarkan penghitungan seperti yang terlihat


pada tabel 3, total skor EFE mencapai 2,86. Skor ini
lebih besar dari 2,5 yang berarti bahwa UKM cukup
responsif terhadap timbulnya peluang dan ancaman
pemberlakuan MEA.

Matriks IE
Berdasarkan penghitungan skor IFE dan EFE,
usaha mikro dan kecil berada di posisi yang sama,
yaitu sel V, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1
dan 2. Posisi sel usaha mikro berada pada koordinat
(2,51; 2,86), sedangkan posisi sel usaha kecil berada
pada koordinat (2,77; 2,86). Strategi pada koordinat
tersebut adalah Hold & Maintain. Menurut DAVID
(1998) strategi Hold and Maintain yang dapat
digunakan pada umumnya adalah penetrasi pasar dan
pengembangan produk.
HUNGER dan WHEELEN (2001) menjelaskan
bahwa pertumbuhan perusahaan yang dilakukan
dengan berkonsentrasi pada industri yang sekarang,
dapat dicapai melalui integritas horizontal, yaitu
dengan cara memperluas kegiatan-kegiatan perusahaan ke dalam lokasi geografi yang berbeda dan atau
menambah rentang produk dan jasa yang ditawarkan
kepada pasar. Perusahaan dalam posisi ini dapat mencoba memperkokoh dan memperkuat kehadirannya
di dalam industri yang ada dengan menopang kelemahan-

Tabel 3. External Factor Evaluation (EFE)

No.
1
2
3
4
5
6

1
2
3
4
5

PELUANG
Bobot Rating Jumlah
Jumlah target pasar semakin luas
0.11
3.00
0.32
Daya beli masyarakat meningkat
0.10
3.00
0.30
Pengguna internet meningkat
0.09
4.00
0.35
Kemudahan akses informasi
0.08
3.67
0.30
Gaya hidup yang meningkat
0.10
2.33
0.24
Isu kewirausahaan yang meningkat
0.11
2.33
0.25
Jumlah
1.76
ANCAMAN
Biaya produksi dan operasional
meningkat
0.08
3.00
0.23
Mindset izin usaha yang rumit
0.09
2.67
0.24
Persyaratan sertifikasi internasional
0.08
2.33
0.19
Perubahan kebijakan pemerintah
0.08
2.67
0.22
Persaingan meningkat
0.08
2.67
0.23
Jumlah
1.11
Total
2.86

Sumber: data diolah


TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

137

Ikhlash Kautsar, Arief Imam Suroso, Hartrisari

kelemahannya. Pada sel ini, tujuan perusahaan cenderung bertahan guna menghindari kerugian penjualan
dan laba sekarangan ataupun yang akan datang. Perusahaan dapat meraih pangsa pasar, fasilitas produksi,
outlet distribusi, atau melalui penelitian pengembangan,
akuisi atau usaha patungan dengan perusahaan lain
dalam industri yang sama.
Skor internal (2,51)

Skor eksternal (2,86)

4,00

3,00

2,00

1,00

3,00

2,00

1,00

Gambar 1. Matriks IE Usaha Mikro


Skor internal (2,77)

Skor ekst ernal (2,86)

4,00

3,00

2,00

1,00

3,00

2,00

1,00

Gambar 2. Matriks IE Usaha Kecil

Implikasi Manajerial
Pemberlakukan MEA pada kurun waktu kurang
dari 1 tahun menimbulkan implikasi bahwa harus ada
strategi tertentu yang dilakukan oleh usaha mikro dan
kecil agar dapat bersaing dan bertahan. Strategi yang
dimaksud adalah Hold and Maintain, yang mana
kedua strategi yang paling tepat yang dapat dilakukan
adalah strategi pengembangan produk dan penetrasi
pasar. Pengembangan produk dapat dilakukan dengan
cara mengembangkan produk yang inovatif, kreatif
dan unik yang disertai dengan kelengkapan sertifikasi.
138

Sedangkan strategi penetrasi pasar dapat dilakukan


dengan memaksimalkan penggunaan internet marketing untuk menjangkau pasar Indonesia dan ASEAN.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Terdapat 2 ciri utama usaha mikro dan kecil yang
dinilai lebih berhasil dibandingkan dengan usaha lainnya, pertama adalah memasarkan produk menggunakan media online, dan kedua adalah membangun
jaringan distribusi dalam bentuk kemitraan. Berdasarkan analisa internal yang dilakukan, usaha mikro dan
kecil memiliki beberapa persamaan kekuatan, yaitu
keanekaragaman produk, keahlian di bidang internet
marketing, sumber daya pengusaha yang berkualitas
serta produk yang diterima oleh masyarakat. Sedangkan kelemahan yang dimiliki usaha mikro adalah tidak
adanya sertifikasi usaha, beban biaya yang tinggi, modal yang terbatas, lemahnya keahlian tenaga kerja
serta budaya usaha yang lemah. Kelemahan usaha
kecil lainnya adalah kurangnya kemampuan pengusaha dalam mengelola usaha, lemahnya pengusaha dalam mengelola aset usaha dan keuangan serta kurang
berani mengambil resiko untuk kapasitas yang lebih
besar.
Terdapat beberapa faktor eksternal yang dinilai
akan memengaruhi keberadaan UKM akibat dari
pemberlakukan MEA. Faktor eksternal berupa peluang yang timbul adalah jumlah target pasar semakin
meningkat hingga mencapai 625 juta jiwa, daya beli
masyarakat meningkat hingga mencapai lebih dari
US$4.000, pengguna internet di ASEAN mencapai
38,5% dari jumlah penduduk, dengan pertumbuhan
pengguna internet dunia mencapai 741% pertahun,
akses informasi akan semakin mudah, cepat dan terjangkau, terjadinya pergeseran gaya hidup masyarakat
yang lebih sehat, modern dan dinamis, serta meningkatnya jumlah wirausahawan hingga 2%. Sedangkan
ancaman yang dinilai akan timbul adalah meningkatnya biaya produksi dan operasional, pengurusan izin
usaha di tingkat regional yang dinilai rumit dan mahal,
adanya persyaratan sertifikasi yang belum dapat dipenuhi oleh UKM, perubahan kebijakan pemerintah
yang tidak mendukung UKM, serta hilangnya bea masuk dan tariff barang import dari Negara ASEAN
akan meningkatkan persaingan di dalam negeri.

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

Dalam rangka menghadapi peluang dan tantangan yang akan ada, maka strategi usaha mikro dan
kecil yang dapat dilakukan adalah strategi hold and
maintain. Kedua strategi tersebut diimplementasikan
dalam bentuk pengembangan produk dan penetrasi
pasar.

Saran
Terdapat banyak peluang dan tantangan yang
mungkin timbul akibat dari pemberlakuan MEA beberapa waktu yang akan datang. Usaha mikro dan kecil
harus mampu beradaptasi dalam menghadapi perubahan lingkungan yang mungkin terjadi. Oleh sebab
itu, usaha mikro dan kecil perlu meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta menjalankan strategistrategi terkini.

DAFTAR RUJUKAN
ASEAN. 2014. Selected basic ASEAN Indicators. Tersedia
pada http://www.asean.org/images/2015/January/
selected_key_indicators/table1_as% 20of%20
December% 202014_R.pdf (diakses 2015/02/24)
Astuti, D. 2005. Kajian Bisnis Franchise Makanan di
Indonesia. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan,
1:8398.
Ciputraentrepreneurship. 2014. Jumlah Wirausaha di Indonesia Naik Jadi 44,20 Juta Orang. 2014. Tersedia di
Http://Www.ciputraentrepreneurship.com/ Entrepreneurship/Jumlah-wirausaha-di-indonesia-naik-jadi442-juta-orang (Diakses 2015/02/15).
David, R.F. 1998. Strategic Management, Concept & Cases
7th Ed. New Jersey. United States. Tersedia dari:
Prentice-hall.
David, R.F. 2013. Strategic Management, Concept & Cases
14th Ed. Edinburg, United Kingdom. Tersedia dari:
Pearson Education.
Rri. 2013. Geliat Meningkatnya Kelas Menengah Indonesia.
Tersedia Di Http://Www.rri.co.id/Denpasar/Post/Editorial/

113/Editorial/Geliat_Meningkatnya_ Kelas_
Menengah_Indonesia.html (Diakses 2015/05/24).
Hunger, J.D, Wheelen, L.T. 2001. Manajemen Strategis.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Internetworldstats. 2015. Internet Usage In Asia. Tersedia
di Http://Www.internetworldstats.com/Stats3.htm#
Asia (Diakses 2015/02/13).
Entrepreneur. 2012. Jumlah Wirausaha Ri Naik Jadi 1,56%.
Tersedia Di Http://Entrepreneur.bisnis.com/Read/
20120304/88/67018/Jumlah-wirausaha-ri-naik-jadi-156-percent (Diakses 2015/05/24).
Setkab. Kelas Menengah Indonesia Naik Menjadi 56,5%,
Angka Kemiskinan Tinggal 11,66%. 2013. Tersedia
Di Http://Old.setkab.go.id/Berita-10931-kelasm en enga h-i ndonesia -n a ik-ja di-566-an gka kemiskinan-tinggal-1166.html (Diakses 2015/05/24).
Kinnear, T.C., Taylor, Jr. 1991. Marketing Research: An
Applied Approach. 3th Edition. New York, United
States. Tersedia dari: Mcgraw Hill Book Company.
Kuncoro, M. 2000. Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil
di Indonesia. Yogyakarta: Pascasarjana Ilmu-Ilmu
Ekonomi UGM.
Mufidah, N.L. 2012. Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan:
Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt Oleh
Keluarga. Jurnal Biokultur, 2: 157178.
Nagel, J. 2012. Peluang dan Tantangan Ukm Indonesia
Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015.
Surabaya: Unika Widya Mandala.
[RI] Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang No. 20
Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah. Jakarta: Undang-undang Republik
Indonesia
Shyarifudin, I. 2012. Pemasaran UKM. Tersedia Di Http://
Worldmeco.wordpress.com /2014/02/07/Makalahpemasaran-ukm-usaha-kecil-dan-menengah/ (Diakses
2014/01/09).
Suatma, J. 2012. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi
Asean Economic Community 2015. Jurnal STIE
Semarang, 1: (Halaman Tidak Tersedia).
Sukidjo. 2004. Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil dan
Menengah. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 2:82.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

139

Anda mungkin juga menyukai