Anda di halaman 1dari 16

Indah Pratiwi

1102015097
LO 1. Memahami dan menjelaskan Asam dan Basa
1.1.
Definisi
a) Asam adalah sekelompok zat yang mengandung hidrogen yang
mengalami disosiasi atau terpisah dalam larutan untuk
menghasilkan H bebas dan anion.
b) Basa adalah bahan yang dapat berikatan dengan H bebas dan
menarik ion tersebut dari larutan.
Menurut Bronsted Lowry asam adalah zat yang dapat
memberikan ion (H+) ke zat lain sebagai donor proton sedangkan basa
adalah zat yang dapat menerima ion (H +) dari zat lain akseptor proton
dari asam konjugatnya.
Menurut Lewis asam adalah akseptor elektron dan basa adalah
molekul atau ion yang memiliki tendensi untuk mendonorkan PEBnya.
Dalam sistem buffer, kedua teori ini dipakai, contoh:
HCL(aq) + H2O(l) -> H3O+(aq) + Cl

(aq)

Menurut arrhenius asam adalah zat yang terdisosiasi dalam air


+
membentuk ion hidrogen [ H ], sedangkan basa adalah zat yang

terdisosiasi dalam air membentuk ion hidroksida [ OH ]


(Sjafiruddin,2008)
1.2.
Klasifikasi
Berdasarkan Kekuatannya
Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan
ukuran terionisasi, dibagi menjadi 2 , yaitu:
1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di
larutkan dalam air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum
O
H2
O
O
mungkin. Contoh HCL, HN 3 ,
S 4 , HCl 4
Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat
dilarutkan dalam air dan bereaksi dengan asam. Contoh NaOH, KOH,

Ba(OH 2
2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat
dilarutkan didalam air kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh
H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH
Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat
H4
dilarutkan dalam air. Contoh NaHCO3, N
OH

Berdasarkan Bentuk Ion

Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif.

Contoh : SO3 Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan


positif.
N4 +
Contoh : N

Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif.

Contoh : Cl, C N

Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif.


Contoh : Na+

Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa

Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat
melepaskan satu ion H atau ion OH (dikenal juga dengan
ionisasi primer)
O
H3
Contoh : asam monoprotik [HCl, HN 3 , C
COOH]
basa monoprotik [NaOH, KOH]
Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat
melepaskan 2 ion H atau ion OH (dikenal dengan ionisasi
sekunder)
H2
O ,
Contoh : asam diprotik [
S 4 H2S]

basa diprotik [Mg(OH 2 , Ca(OH)2, Ba(OH)2]


Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat
melepaskan 3 atau lebih ion H atau ion OH (dikenal juga dengan
ionisasi tersier)
H3
O
Contoh : asam poliprotik [
P 4 ]
basa poliprotik [Al(OH)3]
Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme

Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah


bentuk menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan
hasil akhir dari metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat.
Contoh : karbondioksida, asam karbonat
Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak
dapat berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paruparu, tapi harus dieksresikan oleh ginjal.
Contoh : asam organik, asam nonorganik
(Sukmariah, 1990)
1.3.
Fungsi
a. Mempengaruhi aktifitas reaksi enzimatik
b. Mempengaruhi permeabilitas sel
c. Mempengaruhi struktur sel
d. Memepengaruhi sifat-sifat dan fungsi dari sistem biologis
1.4.

Indikator

Larutan indikator adalah zat-zat yang mempunyai warna berbeda dalam larutan yang bersifat
asam, basa, dan netral, sehingga dapat digunakan untuk membedakan larutan yang bersifat asam,

basa, dan netral. Larutan indikator akan berubah warna jika PH (derajat keasaman) berubah.
Pada suhu 25 derajat celcius maka pH + pOH = 14, untuk larutan netral pH = pOH = 7,
sedangkan untuk larutan asam pH lebih kecil 7 dan larutan basa lebih besar 7. Jadi, pH
merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen atau ukuran keasaman larutan. Ada dua macam
indikator, yaitu:

Indikator penunjuk asam adalah indikator yang akan berubah warnanya, jika
konsentrasi asam berubah sedikit saja. Daerah perubahan warna untuk indikator
ini kurang dari 7.

Indikator penunjuk basa adalah indikator yang akan berubah warnanya, jika
konsentrasi basa (OH) berubah sedikit saja. Daerah perubahan warnanya lebih
dari 7.
Di laboratorium, indikator yang sering digunakan adalah larutan fenolftalein (PP), metil merah,
dan metil orange.

Table beberapa indicator Asam-Basa yang lazim


Indikator

Warna
Dalam Asam

Dalam Basa

Kisaran pH

Timol biru

merah

Kuning

1,2-2,8

Bromofenol biru

Kuning

Ungu kebiruan

3,0-4,6

Metil jingga

Jingga

Kuning

3,1-4,4

Metil merah

Merah

Kuning

4,2-6,3

Klorofenol biru

Kuning

Merah

4,8-6,4

Bromotimol biru

Kuning

Biru

6,0-7,6

Kresol merah

Kuning

Merah

7,2-8,8

fenolftalein

Tidak berwarna

Pink kemerahan

8,3-10,0

*kisaran pH didefinisikan sebagai kisaran di mana indicator berubah dari


warna asam ke warna basa

LO 2. Memahami dan menjelaskan Keseimbangan Asam Basa


2.1. Definisi
Keseimbangan asam-basa adalah keseimbangan ion [H +]. Suatu keadaan
dimana konsentrasi ion H yang diproduksi setara dengan kosentrasi ion
Hyang di keluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam
pada tingkat molekular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan

basa lemah, begitu pula pada tingkat kosentrasinya ion H atau ion OH yang
sangat lemah.
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi
dari tiga sistem, yaitu sistem buffer, sistem paru dan sistem ginjal. Prinsip
pengaturan keseimbangan asam-basa oleh sistem buffer adalah menetralisir
kelebihan ion H+, bersifat temporer, dan tidak melakukan eliminasi. Proses
eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam
menunjang sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat serta
membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia)
Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui
ginjal dan paru, sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari
perubahan pH dengan sistem buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan
untuk mempertahankan pH darah antara 7.35-7.45
(Sjarifuddin, 2008)
2.2. Patofisiologi / Mekanisme
Keseimbangan

asam

basa adalah keseimbangan ion hidrogen,

+
keseimbangan antara ion [ H ] bebas dan [HC O3 ] dalam cairan tubuh
sehingga pH darah 7,35 7,45 atau keseimbangan tubuh yang harus dijaga
+
kadar ion [ H ] bebas dalam batas normal maupun pembentukan asam
maupun basa terus berlangsung dalam kehidupan.
Cairan tubuh harus dilindungi dari perubahan pH karena sebagian besar
enzim sangat peka terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif harus
berlangsung aktif dan secara terus menerus karena proses metabolisme juga
menyebabkan terbentuknya asam dan basa secara terus menerus (asam
karbonat, asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, asam sitrat, asam
asetoasetat, ion ammonium, -hidroksibutirat).
+
Karena ion [ H ] berpengaruh besar dalam keseimbangan asam-basa,
+
maka faktor yang mempengaruhi [ H ] juga mempengaruhi keseimbangan
asam basa, yaitu :
+
a) Lebihnya kadar [ H ] yang ada dalam cairan tubuh, berasal dari

Pembentukan

dan HC O 3

H2

O3

yang sebagian berdisosiasi menjadi H +

Katabolisme zat organik


Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedik, contoh
pada metabolik lemak terbentuk asam lemak dan laktat yaitu
melepaskan [H+]
b) Keseimbangan intake dan output ion [H+] tubuh
Bervariasi tergantung dari:

Diet ( makanan ), H + naik, jika kebanyakan makan asam


(asidosis), sedangkan dengan mengkonsumsi sayur dan buah

bersifat basa banyak menghasilkan HC O 3 .

Aktivitas yaitu lari cepat membuat tubuh kita asam karena


menghasilkan banyak CO2 sehingga pH turun
Proses anaerob yaitu lebih banyak penumpukan asam laktat
seperti olahraga berat sehingga menimbulkan reaksi asam dan
membuat pH turun

Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi


dari tiga sistem,yaitu :
1. Sistem buffer
2. Sistem respiratorik (sistem paru)
3. Sistem metabolik (sistem ginjal)
1. Sistem buffer
Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga,
karena dapat menahan perubahan pH. Sistem buffer merupakan larutan
yang mengandung asam dan basa konjugasinya.
Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa
sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka
pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru paru yang merespon secara
cepat terhadap perubahan ion H+ dalam darah karena rangsangan
kemoreseptor dan pusat pernafasan mempertahankan kadar [H +] sampai
ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, ginjal mampu
meregulasi ketidakseimbangan ion H+ dengan mensekresikan ion H+ dan

menambahkan HC O3 baru dalam darah karena memiliki dapar fosfat.


Didalam tubuh terdapat beberapa sistem buffer, yaitu :

Sistem
Sistem
Sistem
Sistem

buffer
buffer
buffer
buffer

asam karbonat-bikarbonat
hemoglobin
protein
fosfat

Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang


disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan
ekstraseluler. Sistem ini memiliki keterbatasan, yaitu :
Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang
disebabkan karena peningkatan CO2
Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat
pengendali sistem pernafasan bekerja normal.
Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat.

Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat


Sistem buffer ini merupakan suatu komponen yang paling penting
pada pengaturan pH cairan ekstraseluler. Sistem buffer bikarbonat

merupakan sistem buffer istimewa, sistem buffer tetap merupakan


sistem buffer terbaik pada pH 7.4 walaupun Pka nya 6.1, karena dapat
mengeluarkan CO2 melalui paru dan jumlahnya banyak. Tubuh
mempertahankan sistem buffer bikarbonat ini dengan pengaturan
kadar karbondioksida di paru dan bikarbonat di ginjal.
H2O + CO2
CO2

H2CO3

H+ + HCO3-

bereaksi dengan H2O membentuk

H2

CO3 yang kemudian

berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui reaksi


reversibel. Bila terjadi peningkatan ion hidrogen, terjadi interaksi
dengan ion bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat. Berarti
dalam hal ini ion bikarbonat bertindak sebagai basa lemah yang
menerima kelebihan ion hidrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan
mengalami disosiasi menjadi CO2 dan air, dan CO2 yang dihasilkan
akan dikeluarkan melalui paru.
Sistem buffer hemoglobin
Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di
dalam sel darah merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena
mengandung residu histidin, yaitu asam amino yang dapat berikatan
secara reversibelion hidrogen, menghasilkan Hb bentuk berproton dan
tidak berproton.
Na+ + HCO3 NaHCO3
Hb- + H+ HHb (PK 7-8)
Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan
mengubahnya menjadi karbonat karena di dalam sitoplasma
terkandung anhidrase karbonat, dan proses pengikatan terjadi dengan
cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membran sel darah merah
tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel.
Kemampuan pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin.
Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan
hemoglobin. Hb penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan,
pengangkut CO2 dan sebagai sistem buffer yang kuat.
Sistem buffer protein
Sistem buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraserselular
dan interstitial. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstentif
dengan sistem buffer lainnya. Protein tersusun oleh asam amino yang
mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat sebagai
kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada suasana
basa.
-

Fungsi pengaturan buffer protein:


Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NH 2) dari asam amino akan
bertindak sebagai basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan
membentuk ion amonium. Gugus amino bertindak sebagai akseptor
proton.
Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino
mengalami disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil dan ion H +.
Gugus karboksil bertindak sebagai donor proton.
Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino
terdisosiasi ikut berperan mengatur pH. Protein mengandung asam

amino histidin yang mempunyai cincin imitazol dengan Pka = 6.0. Pada
kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses pengaturan melalui
sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus
melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa
natrium.
Sistem buffer Fosfat
Sistem dapar ini berperan penting dalam pendaparan cairan tubulus
ginjal dan cairan intrasel
Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam
mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen fosfat
(H2PO4-) dengan monohidrogen fosfat (HPO32-). Sistem penyangga fosfat
bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat menjadi asam
lemah dan basa kuat menjadi basa lemah
Na 2 P O4

Natrium hidrogen fosfat (


natrium dihidrogen fosfat ( Na

H2

O4

) adalah basa lemah dan

) adalah asam lemah

HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl


NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O
H2PO4 - (aq) + H + (aq)
H 2 PO 4(aq)
H2PO4 - (aq) + OH (aq) --> HPO4 2- (aq) ) + H2O (aq)
Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di
luar sel hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan
penyangga urin.
(Guyton, 2008)
2. Sistem respiratorik (sistem paru)
Sistem pernapasan berperan penting bagi keseimbangan asam-basa
karena kemampuannya mengubah ventilasi paru-paru sehingga dapat
+
O
mengubah kecepatan ekskresi C 2 penghasil H
yang diatur oleh
konsentrasi

+
H

arteri.

Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan


tipe sistem penyangga fisiologis. Seluruh tenaga penyangga sistem
pernapasan adalah 1 atau 2 kali lebih besar daripada tenaga penyangga
kimia.
O2
Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mmol/liter C
yang
terlarut dalam cairan ekstraseluler yang sama dengan 40mmHg PC
Bila pembentukan C

O2

O2

metabolik meningkat, cairan ekstraseluler PC

O2

juga meningkat.
+
H
Jika konsentrasi

meningkat, pusat pernapasan di batang otak

secara refleks terangsang untuk meningkatkan C

O2

ventilasi paru-paru

yang mengakibatkan kedalaman nafas meningkat sehingga lebih banyak


H 2 CO 3
yang dikeluarkan sehingga jumlah
yang ditambahkan ke dalam
cairan tubuh berkurang. Karena C

O2

membentuk asam, pengeluaran C

O2

pada dasarnya adalah pengeluaran asam dari tubuh. Jadi, pH tubuh

dapat kembali ke pH normal. Jadi, peningkatan ventilasi alveolus


menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan
meningkatkan pH. Begitu pula sebaliknya.
Konsentrasi ion hidrogen juga berpengaruh terhadap kecepatan ventilasi
alveolus. Sewaktu kecepatan alveolus menurun karena disebabkan oleh
peningktan pH dan penurunan konsentrasi hidrogen, jumlah oksigen yang
ditambahkan ke dalam darah menurun dan tekanan parsial oksigen di
dalam darah juga menurun sehingga memberikan efek merangsang
kecepatan ventilasi.
+
H
Paru-paru sangat penting dalam mempertahankan konsentrasi
plasma. Setiap hari, paru-paru mengeluarkan

+
H

yang berasal dari

asam karbonat dari cairan tubuh , lebih banyak daripada jumlah yang
dikeluarkan oleh ginjal.
+
H
Sistem pernapasan juga dapat menyesuaikan jumlah
yang
ditambahkan ke cairan tubuh dari sumber sesuai dengan kebutuhan
untuk memulihkan pH ke arah normal apabila terjadi fluktuasi konsentrasi
+
H
dari sumber-sumber asam non-karbonat.

Pengaturan oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang


dan hanya aktif berperan jika sistem penyangga kimiawi saja tidak
+
mampu meminimalkan perubahan konsentrasi H . Jika kelainan nonrespiratorik mengubah konsentrasi

+
H , sistem pernapasan hanya akan

dapat mengembalikan pH 50-75% dari normal karena gaya pendorong


yang mengatur respon ventilasi kompensatorik lenyap apabila pH
bergeser ke arah normal.
3. Sistem metabolik (sistem ginjal)
+
Ginjal tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran H , tetapi juga

dapat menahan atau mengeliminasi HC O3

Ginjal mampu memulihkan pH hampir tepat ke normal walaupun


membutuhkan yang lebih lama.
Ginjal mengontrol pH cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yaitu :
a. Ekskresi ion hidrogen
Paru-paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui
+
O
eliminasi C 2 . Tugas untuk mengeliminasi H
yang berasal

dari asam sulfat, fosfat, laktat dan asam lain terletak di dalam
ginjal.
+
Ginjal tidak saja secara kontinu mengeluarkan H dalam jumlah
normal yang terus menerus dihasilkan dari sumber-sumber
asamnon-karbonat, tetapi, juga mengubah-ubah kecepatan

sekresinya untuk mengkompensasi perubahan konsentrasi

+
H

yang timbul dari kelainan konsentrasi asam karbonat.


+
Besarnya sekresi H bergantung pada status asam basa pada

sel tubulus ginjal dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh hormonal.


+
Proses sekresi H berawal di sel-sel tubulus dengan C O2 yang
datang dari 3 sumber yaitu C
dari cairan tubulus atau C
di dalam sel tubulus. Lalu C

O2

O2
O2

yang berdifusi dari plasma atau

yang diproduksi secara metabolis


dan

H2

yang akan berdisosiasi membentuk

H 2 CO 3
O membentuk

+
H
dan HC O3 . Suatu

pembawa yang bergantung energi di membran luminal kemudian


+
mengangkut H
keluar sel ke dalam lumen tubulus. Di bagian
nefron, pembawa ini mengangkut

+
Na

yang berasal dari filtrat

glomerulus ke arah yang berlawanan. Karena reaksi ini diawali


O
dengan C 2 jadi kecepatannya bergantung pada konsentrasi C
O2

jika

konsentrasi

O2

meningkat,

maka

reaksi

akan

berlangsung
cepat.

+
Jika konsentrasi H

di plasma tinggi, sel-sel tubulus akan

+
berespon dengan mensekresikan H

dalam jumlah yang lebih

untuk disekresikan ke dalam urin, begitu pula sebaliknya. Ginjal


tidak
dapat
meningkatkan
konsentrasi
plasma
dengan
+
mereabsorpsi H
yang sudah difiltrasi karena tidak terdapat
mekanisme tersebut di dalam ginjal.

b. Ekskresi bikarbonat

Sebelum dibuang oleh ginjal,

+
H

non-karbonat disangga oleh HC O3

Ginjal

mengatur

konsentrasi

yang dihasilkan dari asam


plasma.

HC O 3

plasma

melalui

mekanisme yaitu :

1. Reabsorpsi HC O3

yang difiltrasi kembali ke plasma

Ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal


sel-sel tubulus ginjal sehingga tidak dapat difiltrasi dan
direabsorpsi secara langsung.
Ion hidrogen yang disekresikan ke luar sel tubulus

berikatan dengan HC O 3 yang difiltrasi untuk membentuk


H2

C O3 . Lalu di bawah pengaruh karbonat anhidrase,

H2

C O3

Lalu C
O2

O2

tersebut teruari menjadi

H2

O dan C

O2

masuk kembali ke dalam sel tubulus karena C

mampu dengan mudah menembus membran sel

tubulus. Di dalam sel, di bawah pengaruh karbonat


O
anhidrase intrasel, C 2 bergabung kembali dengan H2O

H2
membentuk
C O3
yang akan terurai menjadi

+
H dan HC O 3 . Karena dapat menembus membran

basolateral sel tubulus, HC O3 secara pasif berdifusi


keluar sel masuk ke dalam plasma kapiler-peritubulus. HC

O3
ini seolah-olah direabsorpsi padahal sebenarnya
tidak.
Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan ke
dalam lumen tubulus lebih banyak dibandingkan dengan
ion bikarbonat yang difiltrasi. Sehingga semua ion
bikarbonat yang difiltrasi biasanya direabsorpsi karena
+
H
tersedia
di lumen tubulus untuk berikatan
dengannya.

2. Penambahan HC O3

yang baru ke dalam plasma

Pada saat semua HC O 3


dan sekresi

+
H

yang difiltrasi telah direabsorpsi

tambahan telah dihasilkan oleh disosiasi

H2

O3

, HC O3

yang dihasilkan berdifusi ke dalam

plasma sebagai HC O 3

yang baru. Disebut baru karena

kemunculannya di dalam plasma tidak berikatan dengan

+
reabsorpsi HC O3 yang difiltrasi. Sementara itu, H
yang dihasilkan bergabung dengan penyangga fosfat basa
dan kemudian dieksresi di urin.

Selama
asidosis, ginjal melakukan kompensasi sebagai berikut :
Meningkatkan sekresi dan ekskresi
+
kelebihan H

+
H di urin sehingga

dapat dieliminasi dan konsentrasi

+
H

di

plasma menurun.
Mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang difiltrasi disertai
dengan penambahan ion bikarbonat baru ke plasma sehingga
konsentrasi ion bikarbonat plasma meningkat.
Begitu pula sebaliknya pada alkalosis.
c. Sekresi amonia
Terdapat dua penyangga urin yang penting yaitu penyangga fosfat
(yang difiltrasi) dan amonia (NH3) yang disekresi.
Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan, pertama
disangga oleh sistem penyangga fosfat, yang berada di dalam
lumen tubulus karena kelebihan ingesti fosfat telah difiltrasi tetapi
tidak direabsorpsi. Jika sekresi ion hidrogen meningkat, kapasitas
fosfat urin untuk menyangga akan terlampaui,tetapi ginjal tidak
dapat mengeluarkan lebih banyak fosfat basa, maka semua ion
fosfat basa akan diekskresikan agar berikatan dengan ion
hidrogen.
Lalu sel-sel tubulus mensekresikan N H 3 ke dalam lumen tubulus
setelah penyangga fosfat urin menjadi jenuh. Lalu, ion Hidrogen
H3
akan terus berikatan dengan N
untuk membentuk ion

amonium (N H 4 )

Ion amonium akan keluar melalui urin setiap ia mengangkut ion


hidrogen.

N H 3 sengaja disintesis dari asam amino glutamin (setiap satu


+
molekul glutamin menghasilkan dua ion N H yang akan

dieksresikan melalui urin dan ion bikarbonat yang akan


dikembalikan ke darah) di dalam sel tubulus kemudian berdifusi
mengikuti penurunan gradien konsentrasike dalam lumen tubulus.
Kecepatannya diatur oleh jumlah kelebihan ion hidrogen yang
akan diangkut di urin.
+

H
Untuk setiap N
yang dieksresikan, dihasilkan HC O3 yang
4

baru untuk ditambahkan ke dalam darah.


Sekresi N H 3
selama asidosis berfungsi untuk menyangga
kelebihan ion hidrogen di dalam lumen tubulus, sehingga ion
hidrogen dapat disekresikan dalam jumlah besar ke dalam urin
sebelum pH semakin menurun sampai batas 4,5.
(Sherwood, 2004)

2.3. Aspek Biokimia & Fisiologi


LO 3. Memahami dan menjelaskan Gangguan Asam Basa
3.1.

Definisi

Penyimpangan status asam-basa normal dibagi menjadi empat kategori umum,


bergantung pada sumber dan arah perubahan abnormal [H +]. Kategori-kategori
tersebut adalah asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik,
dan asidosis respiratorik.
Pemeriksaan gas darah di arteri dapat menunjukkan kondisi asam basa di dalam
tubuh, dengan menggunakan 3 indikator : pH, PaCO 2 dan HCO3.
3.2.

Klasifikasi

pH netral di dalam cairan ekstra seluler : 7,35 7,45


pH < 7,35
: asidosis
pH > 7,45
: alkalosis
PaCO2, merupakan komponen respirasi : normal 35 45 mmHg
PaCO2 > 45 mmHg : asidosis respirasi
PaCO2 < 45 mmHg : alkalosis respirasi
HCO3, merupakan ginjal atau metabolik : normal 24 28 mEq/L
HCO3 > 28 mmHg : alkalosis metabolik
HCO3 < 24 mmHg : asidosis metabolik
2. Base Excess, nilai normalnya 2 s/d +2 berkaitan dengan nilai bikarbonat 24
28 mEq/L ( 2 = 24 mEq/L dan + 2 = 28 mEq/L)
(Suyoto,2009)
1. Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik (kekurangan HC O 3 ) adalah gangguan sistemik yang


ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga

+
menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [ H ]). [HC O 3 ]
ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH-nya kurang dari 7.35. Kompensasi
pernapasan kemudian segera dimulai untuk menurunkan PaC

O3 melalui

hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut.


2. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah suatu gangguan sistemik yang
dicirikan dengan adanya peningkatan primer kadar HCO 3- plasma, sehingga
menyebabkan peningkatan pH (penurunan [H +]. [HCO3-] ECF lebih besar dari
26 mEq/L dan pH lebih besar dari 7.45. Alkalosis metabolik sering disertai
dengan berkurangnya volume ECF dan hipokalemia.
3. Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik (kelebihan H2CO3) ditandai dengan peningkatan primer
PaCO2
(hiperkapnia), sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH: PaCO 2
lebih besar dari 45 mmHg dan pH kurang dari 7.35. Kompensasi ginjal
mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asidosis respiratorik dapat timbul
secara akut maupun kronis.
4. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan
primer PaCO2 (hipokapnia), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO 2 <35
mmHg dan pH >7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H +
akibat lebih sedikit absorpsi HCO3- serum berbeda-beda, bergantung
pada keadaannya yang akut atau kronis.
3.3.
Etiologi
Etiologi asidosis metabolik

Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh

Berkurangnya kadar ion HC O 3

dalam tubuh

Retensi ion H+ dalam tubuh.


Penambahan asam
Oksidasi lemak tak sempurna pada asidosis dibetika / kelaparan
Oksidasi karbohidrat tak sempurna pada asidosis laktat
Pengurangan bikarbonat : asidosis tubulus ginjal, diare, kolostomi, dan
ileostomi
Berbagai gangguan, seperti gagal ginjal, asidosis laktat, produksi badan
keton naik, hyperaldosteron, keracunan

Etiologi alkalosis metabolik


- Kekurangan H+ dari ECF (Muntah,penyedotan nasogastrik, diare dengan
kehilangan
klorida, diuretik, hipokalemia)
- Retensi HCO3- (Pemberian natrium bikarbonat berlebihan, sindrom susu
alkali)
Etiologi asidosis respiratorik

Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata (henti jantung


akut), terapi oksigen pada hiperkapnia kronis, apnea saat tidur, obatobatan:overdosis opiat, sedatif)
Gangguan pada otot-otot pernafasan
(penyakit neuromuskular, kifoskoliosis, obesitas yang berlebihan,
cedera dinding dada)
Gangguan pertukaran gas
(emfisema dan bronkitis, edema paru akut, pneumonia, pneumotoraks)
Obstruksi saluran nafas atas akut
(aspirasi benda asing atau muntah, langiospasme atau edema laring)

Etiologi alkalosis respiratorik

3.4.

Rangsangan pusat pernafasan


(Hiperventilasi, hipermetabolik, tumor otak, cedera kepala, intoksikasi
salisilat)
Hipoksia
(Gagal jantung kongestif, fibrosis paru, tinggal ditempat yang tinggi,
asma, edema paru)
Ventilasi mekanisme yang berlebihan
Mekanisme yang belum jelas
(Sepsis gram negatif, sirosis hepatis)
Latihan fisik
Manifestasi

Manifestasi asidosis metabolik


Gejala serta tanda asidosis metabolik cenderung tidak jelas, dan pasien
dapat asimtomatik, kecuali jika [HCO 3-] serum turun sampai di bawah 15 mEq/L.
Pernafasan kussmaul (nafas dalam dan cepat yang menunjukan adanya
hiperventilasi kompensatorik) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat
ketoasidosis diabetik dibandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan
tanda utama asidosis metabolik adalah kelainan kardiovaskular,neurologis, dan
fungsi tulang.
Manifestasi alkalosis metabolik

1.

2.

Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya
gangguan ini harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah,
penyedotan, nasogastrik, pengobatan diuretik atau pasien yang baru sembuh
dari gagal nafas (Hiperkapnia)
Manifestasi asidosis respiratorik
Gejala dan retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umumnya tidak
mencerminkan kadar PaCO2 selain itu asidosis respiratorik akut maupun
kronis selalu disertai oleh hipoksemia sehingga hipoksemia bertanggung
jawab atas banyak tanda-tanda klinik akibat retensi CO 2.

Manifestasi alkalosis respiratorik


Terdapat pola pernafasan yang berbeda-beda pada sindrom hiperventilasi yang
diinduksi oleh kecemasan; mulai dari pernafasan yang normal sampai pernafasan
yang jelas tampak lebih cepat, dalam, dan panjang. Pasien seringkali terlihat
banyak menguap dan gejala mencolok lainnya adalah kepala terasa ringan,
parestasi sekitar mulut. Apabila alkalosis yang terjadi cukup parah dapat timbul
tetani seperti spasme karpopedal. Pasien dapat mengeluh kelelahan kronis, jantung
berdebar-debar, cemas, mulut terasa kering, dan tidak bisa tidur. Gejala alkalosis
respiratorik berat dapat disertai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi,
kekacauan mental, dan sinkop.

(Prince

&

Wilson,2006)
3.5.
Penanganan
Menurut buku gangguan keseimbangan air-elektrolit asam basa
FKUI, tata laksana bagi gangguan keseimbangan asam basa repiratorik,
yaitu:
Asidosis Respiratorik
a. Mengatasi penyakit dasarnya dan apabila terdapat hipoksemia harus
diberikan terapi oksigen.
b. Untuk asidosis respiratorik dengan hipoksemia berat memerlukan
ventilasi mekanik, baik invasive maupun non invasif
Alkalosis Respiratorik
a. Ditujukan terhadap kelainan primernya
b. Alkalosis yang disebabkan oleh hipoksemia diatasi dengan
memberikan terapi oksigen
Tata laksana bagi gangguan keseimbangan asam basa metabolik,
yaitu:

1. Asidosis metabolic
a. Tata laksana as. Metabolic ditujukan terhadap penyebabnya
2. Alkalosis metabolic
Bila ada deplesi volume cairan tubuh, upayakan volume plasma kembali
normal dengan pemberian Nacl isotonic.
Apabila penyebanya hipokalemia, lakukan koreksi kalium plasma.
Bila penyebabnya hipokloremia, lakukan koreksi klorida dengan
pemberian Nacl isotonik
3.6. Mekanisme kompensasi
Bila terjadi keadaan asidosis atau alkalosis maka tubuh akan melakukan
mekanisme kompensasi oleh paru-paru dan ginjal, dengan merubah komponen
PaCO2 dan HCO3.
-

Asidosis Respiratorik
Respon kompensasi adalah peningkatan HCO 3 plasma, yang disebabkan
oleh penambahan bikarbonat baru ke dalam cairan ekstrasel oleh ginjal.
Peningkatan bikarbonat membantu mengimbangi peningkatan PCO 2,
sehingga mengembalikan pH plasma kembali normal.
Asidosis Metabolik
Kompensasi primernya meliputi peningkatan kecepatan ventilasi, yang
mengurangi PCO2 dan kompensasi ginjal, yang dengan menambahkan
bikarbonat baru ke cairan ekstrasel membantu memperkecil penurunan
awal konsentrasi HCO3 ekstrasel.
Alkalosis Respiratorik
Respon kompensasi terhadap pengurangan PCO 2 primer pada alkalosis
respiratorik adalah pengurangan konsentrasi HCO 3 plasma, yang
disebabkan oleh peningkatan ekskresi HCO 3 oleh ginjal.
Alkalosis Metabolik
Kompensasi utamanya adalah penurunan ventilasi, yang meningkatkan
PCO2 dan peningkatan ekskresi HCO 3 oleh ginjal, yang membantu
mengkompensasi peningkatan awal konsentrasi HCO 3 cairan ekstrasel.
- (Prince & Wilson,2006)

DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson (2006), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit edisi 6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.
Sherwood, Lauralee (2004), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2,
Jakarta, EGC.
Sudoyo, W Aru, Bambang setiyohadi, Idrus Alwi (2009), Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Ed.5, Jakarta, Interna Publishing.
Sukmariah M, Karmiati A (1990), Kimia Kedokteran edisi 2, Binarupa Aksara,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai