Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah rawan berbagai bencana alam,
apalagi karena wilayah Nusantara berada di rangkaian jalur gunung api
aktif di dunia (ring of fire) di samping juga dikepung oleh tiga pahatan
lempeng tektonik dunia: lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan
lempeng Pasifik. Belum lagi Indonesia yang memiliki lebih dari 18.000
pulau dengan sekitar 500 titik gunung berapi dan 130 diantaranya masih
aktif. Situasi geografis semacam itu menjadikan Indonesia rentan bencana
alam (http://www.pdat.co.id).
Kondisi alam dan situasi geografis ini menunjukkan bahwa bencana
alam menjadi sangat mungkin terjadi. Berdasarkan Data dan Informasi
Bencana Indonesia tercatat dari tahun 2000-2015 jumlah bencana yang
terjadi di Indonesia sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.

Tanah Longsor
= 3.263
Gempa Bumi
= 204
Tsunami
=
1
Gempa Bumi dan Tsunami
=
4
Letusan Gunung Api
=
78
Banjir dan Tanah Longsor
= 449
Banjir
= 6.117
Kekeringan
= 1.756
Kebakaran Hutan dan Lahan
= 339
Puting Beliung
= 3.984
Aksi Teror / Sabotase
=
28
Gelombang Pasang / Abrasi
= 265
Kecelakaan Industri
=
32
Kecelakaan Transportasi
= 312
Konflik / Kerusuhan Sosial
= 107
Potret kejadian ini bukan untuk mengecilkan hati orang yang hidup

di wilayah rentan bencana, tetapi justru untuk menyadarkan bahwa


bencana mengancam setiap saat dan oleh karena itu harus ada usaha
untuk melakukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana dilakukan bukan
untuk mencegah bencana yang tidak jelas kapan terjadinya, tetapi untuk
mengurangi risiko yang diakibatkan. Banyaknya korban dan besarnya

Universitas Pertahanan

kerugian dari sejumlah bencana yang menimpa Indonesia merupakan


wujud kurangnya kesiap-siagaan pemerintah dan masyarakat dalam
mengantisipasi terjadinya bencana bahkan kesiapan penanggulangan
setelah kejadian bencana.
Upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana
memerlukan kerjasama yang komprehensif antara pemerintah dan
masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat lembaga sosial yang
keterikatan antar anggotanya sebagai bagian dari masyarakat sangatlah
kuat, sehingga melalui lembaga sosial tersebut sebuah kumpulan
masyarakat dapat diorganisir lebih baik.
Nahdatul Ulama adalah lembaga

sosial

keagamaan

yang

menjalankan misinya untuk kemaslahatan umat. Hal ini ditunjukkan


selama periode perkembangannya yakni sejak 1926, NU berkomitmen
untuk teguh berpijak pada amr bi al-Maruf wa nahy an al-Munkar.
Sebagai bentuk komitmen sosial, Nahdlatul Ulama terlibat aktif dalam
gerakan dan kajian masalah-masalah sosial, dengan tujuan untuk
memberikan pemberdayaan dan penguatan pada masyarakat agar dapat
keluar dari masalah yang mengiringinya. Salah satu bentuk kongkret dari
keterlibatan aktif dan komitmen sosial tersebut adalah keterlibatan NU
dalam penanggulangan bencana yang ditunjukkan dengan adanya Tim
Kerja

yang

tergabung

dalam

Community

Based

Disaster

Risk

Management CBDRM (Latif, 2007).


Dalam ilmu sosiologi, lembaga sosial sangat mempunyai peranan
yang sangat penting jika berkaitan dengan masyarakat. Karena di dalam
lembaga sosial tersebut masyarakat terkoordinir dengan baik dan terarah.
Juga melalui lembaga sosial, masyarakat senantiasa diajak untuk
mempunyai pengetahuan, kesadaran, keterampilan, etika moral, sikap
dan komitmen terhadap visi, misi dan program kerja dari lembaga sosial
tersebut.
Oleh karena itu, Nahdlatul Ulama sebagai lembaga sosial
keagamaan yang menaungi masyarakat Indonesia mayoritas bergama
Islam sangatlah berperan dalam penanggulangan bencana yang terjadi di
Indonesia.

Universitas Pertahanan

1.2 Permasalahan
Ilmu sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat, baik itu individunya
maupun kelompok yang membentuknya. Lembaga sosial sebagai
kumpulan yang membentuk masyarakat mempunyai keterlibatan dalam
masyarakat. Keterlibatan ini berfungsi untuk mengatur, mengkoordinir,
mengarahkan, memberikan pedoman bagi masyarakat yang menjadi
anggotanya.
Nahdlatul Ulama sebagai lembaga sosial keagamaan, yang
didalamnya senantiasa mengajarkan tentang keagamaan Islam dan
memandang bencana sebagai mushibah (sesuatu yang tidak sesuai
kebiasaan), adzab (siksa atau hukuman), bala (ujian), fitnah (godaan,
cobaan yang jika tidak dihadapi dengan bijak bisa menjadi bencana),
basa (kesengsaraan) dan dlarra (penderitaan) (Mandzur, 2000). Dengan
adanya bencana, maka Nahdlatul Ulama ikut terlibat aktif dalam
penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana dalam konteks
Islam adalah wajib bahkan fardlu.
Gerakan penanggulangan bencana yang dibangun oleh Nahdlatul
Ulama, meliputi aspek preventif, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat,
rehabilitasi serta rekonstruksi. Sedangkan upaya penguatan yang
dilaksanakan

diantaranya

melalui

kegiatan-kegiatan

pelatihan

dan

pendidikan kebencanaan, pembuatan modul dan melakukan komunikasi


serta hubungan dengan para pihak baik pemerintah maupun organisasi
non pemerintah yang mempunyai perhatian terhadap bencana dan
membangun kekuatan-kekuatan gerakan untuk penanggulangan bencana
pada struktur NU di tingkat daerah.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk keterlibatan Nahdlatul Ulama sebagai lembaga
sosial dalam penanggulangan bencana mulai pra, saat bahkan sampai
pasca bencana?
2. Apabila dilihat dari sisi sosiologi, apakah dalam Nahdlatul Ulama
termasuk dapat diterapkan teori sosialisasi fungsional?
1.3 Tujuan Penulisan

Universitas Pertahanan

Adapun tujuan penulisan adalah:


1. Menganalisis dan mempelajari bentuk keterlibatan Nahdlatul Ulama
sebagai lembaga sosial dalam penanggulangan bencana mulai pra,
saat dan pasca bencana
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan Nahdlatul Ulama sebagai lembaga
sosial merupakan perwujudan dari teori sosialisasi fungsional

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Bencana
Bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 adalah
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis. Sedangkan menurut UN-ISDR (2000)
mengatakan

bencana

adalah

suatu

gangguan

serius

terhadap

keberfungsian masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas


pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan, dan
gangguan itu melampaui kemampuan masyarakat ybs untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Bencana dalam Al Quran dijelaskan dengan beragam istilah
diantaranya (Mandzur, 2000):

Universitas Pertahanan

1. Mushibah, adalah sesuatu yang tidak sesuai kebiasaan. Mushibah ini


mencakup segala peristiwa yang berdampak positif dan negatif
sekaligus. Seperti firman Allah:

2. Bala, berarti ujian. Bala dapat terjadi untuk nikmat dan ujian atas
nikmat.

3. Adzab, berarti siksa atau hukuman. Istilah ini berhubungan dengan


semua manusia pada akhirnya akan menerima adzab di akhirat mulai
dari jaman Nabi hingga hari ini.

4. Fitnah, tidak identik dengan bencana karena fitnah berarti pesona,


godaan dan cobaan yang jika tidak dihadapi dengan bijak bisa menjadi
bencana. Hal-hal yang bisa dijadikan fitnah adalah keberadaan harta
benda dan keturunan.

Universitas Pertahanan

5. Basa, berarti kesengsaraan dan penderitaan

Namun ditinjau dari maksud dan tujuannya, bencana dapat dibagi


menjadi tiga (Hasan, 2006):
1. Sebagai ujian atas keimanan dan kesabaran manusia sebagai
makhluk Allah, diharapkan dengan adanya bencana tersebut, manusia
dapat

meningkatkan

kualitas

keimanan

dan

memperkuat

kesabarannya
2. Sebagai peringatan agar manusia selalu tunduk dan patuh serta
melaksanakan perintah Allah dan tidak melakukan hal-hal yang
dilarang agama
3. Sebagai hukuman atas apa yang telah diperbuat manusia agar ia
menyadari

dan

menyesali

kesalahannya

kemudian

bertaubat

memohon ampunan dari Allah dan kembali ke jalan yang benar


Dari pengertian bencana baik menurut Undang-Undang, UNISDR
dan Al Quran jelas dikatakan bahwa bencana terkait kerentanan dan
kapasitas manusianya maupun alam dan lingkungan. Oleh karena itu
manusia sebagai khalifah di bumi diberi tanggung jawab agar mengelola

Universitas Pertahanan

bumi dan tidak membuat kerusakan di atasnya dengan cara mengurangi


risiko bencana yang pasti terjadi. Semakin manusia berupaya mengurangi
risiko bencana, semakin kecil risiko yang akan menimpanya.
2.1.2 Sosiologi
Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius dan Logos.
Socius berarti kawan, teman. Logos berarti pengetahuan. Jadi, sosiologi
adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat, baik perilakunya maupun
kelompoknya. Sedangkan menurut para ahli definisi sosiologi sebagai
berikut (Soekanto, Soerjono: 2015):
a. Pitirim Sorokin, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari
hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala
sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga
dengan moral; hukum dengan ekonomi; dan sebagainya). Juga
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial
dengan gejala nonsosial (misalnya gejala geografis, biologis dan
sebagainya), selain itu juga mempelajari ciri-ciri umum semua jenis
gejala-gejala sosial
b. Roucek dan Warren, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok
c. William F. Ogburn dan Meyer F.Nimkoff, sosiologi adalah penelitian
secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi
sosial
d. J.A.A van
pengetahuan

Doorn

dan

tentang

C.J. Lammers,
struktur-struktur

sosiologi adalah ilmu


dan

proses-proses

kemasyarakatan yang bersifat stabil


e. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi atau ilmu
masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan prosesproses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
2.1.3 Lembaga Kemasyarakatan (Lembaga Sosial)
Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari
istilah asing social-institution (Soekanto dan Sulistyowati: 2015). Namun
belum ada kesepakatan mengenai istilah Indonesia yang tepat untuk

Universitas Pertahanan

social institutions, karena istilah yang biasa digunakan antara lain pranata
sosial, bangunan sosial atau lembaga kemasyarakatan.
Sedangkan menurut Robert Maclver dan Charles H. Page dalam
Soekanto dan Sulistyowati, 2015 mengartikan lembaga kemasyarakatan
sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur
hubungan antarmanusia yang berkelompok dalam suatu kelompok
kemasyarakatan yang dinamakannya asosiasi. Menurut Leopold von
Wiese dan Howard Becker dalam Soekanto dan Sulistyowati, 2015
mengartikan lembaga kemasyrakatan sebagai suatu jaringan prosesproses hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia yang
berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta polapolanya,

sesuai

dengan

kepentingan-kepentingan

manusia

dan

kelompoknya.
Lembaga kemasyarakatan berfungsi (Soekanto dan Sulistyowati,
2015):
a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat dalam menghadapi
masalah masyarakat terutama menyangkut kebutuhan pokok
b. Menjaga keutuhan masyarakat
c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian

sosial

sebagai

sistem

pengawasan

masyarakat

terhadap tingkah laku anggota-anggotanya


Menurut Gillin dan Gillin (1954 dalam Soekanto dan Sulistyowati,
2015) lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa ciri umum yaitu:
a. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pola-pola
pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitasaktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya
b. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga
kemasyarakatan
c. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan
tertentu
d. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan
e. Lambang
biasanya
juga
merupakan
ciri
khas lembaga
kemasyarakatan

Universitas Pertahanan

f. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi tertulis atau


yang tak tertulis
Intinya dalam lembaga kemasyarakatan terdapat pengendalian
sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas
dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu sistem
pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui
keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan (Soekanto
dan Sulistyowati, 2015).

2.1.4 Konsep Sosiologi terhadap Lembaga Sosial


Seorang

sosiologi

bernama

Sumner

dalam

Soekanto

dan

Sulistyowati, 2015 melihat dari sudut kebudayaan mengartikan lembaga


kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan
kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan masyarakat. Pentingnya adalah agar ada keteraturan dan
integrasi dalam masyarakat, sehingga apabila seseorang hendak
mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu, maka harus pula
diperhatikan

secara

teliti

lembaga-lembaga

kemasyarakatan

di

masyarakat yang bersangkutan.


Dalam lembaga sosial terdapat proses sosialisasi yang merupakan
suatu proses dimana manusia belajar melalui interaksi dengan orang lain
dan sekitarnya, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, dimana
kesemuanya

itu

merupakan

hal-hal

yang

sangat

penting

dalam

menghasilkan partisipasi sosial yang efektif dalam kelompoknya (Wiggins


dkk, 1994 dalam Paparan kuliah Sosiologi Masyarakat dan Kerentanan
Bencana, 2016). Manusia belajar melalui proses sosialisasi dan sosialisasi
berperan sebagai pengendalian sosial dari budaya dan komponen
kebudayaan seperti keyakinan, nilai, norma, bahasa, pola interaksi dan
sarana fisik. Dengan sosialisasi diharapkan dapat memapankan konsep
diri,

membuat

kapasitas

untuk

pengambilan

peran,

membuat

Universitas Pertahanan

10

kecenderungan bagi orang-orang bertindak menurut cara yang diterima


secara sosial dan membuat manusia sebagai pembawa budaya.
Lembaga sosial merupakan agen sosialisasi dalam bentuk institusi
yang memfokuskan pada pemenuhan satu bentuk kebutuhan masyarakat
dan menekankan bagaimana sosialisasi berpengaruh pada kestabilan
masyarakat. Lembaga sosial juga merupakan bagian dari teori sosialisasi
fungsional, yang mana proses belajar individu difokuskan pada manusia
melakukan internalisasi peran yang diharapkan masyarakat, pembentukan
diri melalui internalisasi nilai-nilai masyarakat diperkuat konsensus sosial
dan pengaruh masyarakat adalah masyarakat menekankan conformity
untuk menjaga social equilibrium (Durkheim dkk dalam Paparan Kuliah
Sosiologi Masyarakat dan Kerentanan Bencana, 2016)
2.2 Pembahasan
2.2.1 Bentuk keterlibatan Nahdlatul Ulama sebagai lembaga sosial
dalam penanggulangan bencana mulai pra, saat dan pasca
bencana
Upaya meminimalisir risiko dan dampak bencana adalah kewajiban
bagi setiap setiap umat beragama, karena berkaitan dengan menjaga
kehidupan umat manusia dari adanya bencana. Manusia diperintahkan
untuk

menjaga

dirinya,

keluarga

dan

lingkungannya,

sehingga

kehidupannya terjaga dari malapetaka dan bencana, yang tentunya upaya


ini harus disesuaikan dengan lingkungan dimana dia berada. Masyarakat
yang rentan ancaman bencana harus diberikan pengetahuan dan
pemahaman sehingga mampu mengurangi kerentanan terhadap dirinya
otomatis meminimalisir risiko bencana.
Dalam

perspektif

agama,

upaya

penanggulangan

terhadap

bencana baik tahap pencegahan, kesiapsiagaan, mitigasi, tanggap


darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan bagian dari ajaran agama
dan termasuk jihad karena menyangkut keselamatan hidup dan
peradaban manusia. Untuk itu, Nahdlatul Ulama sebagai lembaga sosial
keagamaan dan juga merupakan bagian dari masyarakat, keterlibatannya

Universitas Pertahanan

11

akan semakin mempercepat proses sosialisasi, desiminasi maupun


pendidikan manajemen risiko penagangan bencana bagi masyarakat.
Dalam

rangka

meningkatkan

kesadaran

dan

kesiapsiagaan

masyarakat terutama di daerah rawan, NU mengembangkan konsep


Community

Based

Disaster

Risk

Management

Nahdlatul

Ulama

(CBDRMNU) atau pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat.


Kelahiran

CBDRMNU

bertujuan

utama

adalah

untuk

mengurangi

kerentanan dan memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi


atau menanggulangi risiko bencana yang dihadapinya.
Bentuk-bentuk penanggulangan bencana yang dilakukan oleh
Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
1. Tahap Pencegahan dan Mitigasi
Menurut Undang-Undang Nomor

24

Tahun

2007

kegiatan

pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagi


upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana,
sedangkan mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Dalam Alquran
menyebutkan bentuk pencegahan:

Tindakan yang dilakukan:

Universitas Pertahanan

12

a. Memilih komunitas, adalah suatu proses verifikasi komunitas yang


paling

rentan

untuk

mendapatkan

pendampingan

dalam

penanggulangan bencana
b. Mengenal dan membangun hubungan baik dengan komunitas yang
dipilih, agar terbangun kepercayaan
c. Melakukan kajian risiko bencana secara partisipatif, kegiatan ini pada
dasarnya adalah proses diagnosa untuk mengidentifikasi risiko yang
dihadapi oleh komunitas dan cara penanganinya melalui pendekatan
partisipatif (PRA/Participatory Risk Assessment): komunitas dapat
menganalisis ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang akan
timbul
d. Mengidentifikasi alternatif tindakan pengelolaan risiko dan perencanaan
pengurangan risiko bencana, yaitu dengan membuat profil dan peta
desa, mengkaji dan menilai ancaman bahaya, mengkaji dan menilai
kerentanan serta kapasitas masyarakat, mengkaji dan menilai risiko
bencana
e. Implementasi tindakan pengurangan risiko, adalah penentuan lembaga
yang akan mengelola pelaksanaan pengurangan risiko bencana
f. Pemantauan dan evaluasi implementasi tindakan pengurangan risiko
bencana secara partisipatif, dimaksudkan untuk menilai hasil kegiatan
yang disesuaikan dengan hasil yang diharapkan untuk mengurangi
risiko bencana
g. Pembentukan organisasi

pengelolaan

risiko

bencana

berbasis

komunitas
2. Tahap Kesiapsiagaan
Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, kesiapsiagaan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Dalam Al quran dissebutkan bentuk kesiapsiagaan:

Universitas Pertahanan

13

Tindakan yang dilakukan Nahdlatul Ulama sebagai berikut:


a. Sistem peringatan dini (early warning system), yaitu upaya memberikan
tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi,
sistem peringatan dini ini haruslah sangat dipahami oleh masyarakat
b. Pendidikan, pelatihan dan simulasi, pada tingkat masyarakat,
pengetahuan kebencanaan dalam prosesnya dapat dicapai melalui
pendidikan dan pelatihan yang reguler terjadwal mulai dari tingkat
Pusat (PBNU), Wilayah (PWNU), Cabang (PCNU), sampai tingkat
Kecamatan dan Desa (MWCNU dan Ranting NU), bahkan masyarakat
(jamaah NU). Juga didukung dengan adanya kurikulum tentang
kebencanaan dalam sistem pendidikan di lingkungan. Untuk pelatihanpelatihan

kebencanaan,

NU

menyelenggarakan

pelatihan

P3K,

penyelamatan di air, search and rescue (SAR), pemetaan, manajemen


posko dan manajemen dapur umum. Sedangkan untuk simulasinya, NU
memeberikan bekal keterampilan berupa simulasi evakuasi ancaman
tsunami, ancaman gempa bumi dan evakuasi ancaman gunung berapi
dan lain-lain
c. Perencanaan Kontigensi, didefinisikan sebagai proses perencanaan ke
depan, dalam keadaan ketidakpastian, skenario dan tujuan sudah
disepakati, tindakan-tindakan manajerial dan tekhnis sudah ditentukan
dan rancangan sistem tanggapan sudah diatur pelaksanaannya untuk
mencegah atau menanggapi keadaan darurat (Toha dkk, 2007). Isi dari

Universitas Pertahanan

14

Rencana

Kontigensi

harus

memuat:

Identifikasi

skenario

dan

pertimbangan bebrbagai kemungkinan yang paling memungkinkan,


tujuan-tujuan strategis, kegiatan-kegiatan dan tanggung jawab masingmasing sektor, kebutuhan-kebutuhan primer dan sekunder, juga
identifikasi sumberdaya
d. Kesiapsiagaan melalui Pendekatan Kegiatan Keagamaan, bentuk
kegiatan keagamaan ini dilakukan bersama-sama antara para Kyai dan
masyarakat untuk melakukan shalat istisqa (shalat minta hujan) dan
istighatsah (dzikir dan doa bersama) sebagai permohonan kepada Allah
SWT
3. Tanggap Darurat
Jika bencana pada akhirnya terpaksa terjadi, maka tindakan
tanggap

darurat

harus

dilakukan

sesegera

mungkin

agar

dapat

mengurangi dampak yang lebih besar, terutama berupa penyelamatan


korban dan harta benda. Sebagaimana dalam Al Quran telah dijelaskan:

Langkah-langkah yang dilakukan NU sebagai berikut:


a. Menyiapkan Tim Respon Cepat, adalah menyiapkan tim yang mampu
bertindak secara cepat, tepat dan efektif dengan melihat sumberdaya
yang ada dalam organisasi
b. Melakukan Evakuasi dan Penyediaan Tempat Pengungsian, NU
menyarankan untuk tempat pengungsian harus mampu menampung
banyak orang atau bahkan para pengungsi ditampung di rumah-rumah
penduduk setempat agar secara psikologis merasa merasa aman,
nyaman dan diperlakukan sebagai tamu
c. Pengelolaan Sistem Data Base, adalah semua data yang dihasilkan
dalam kaitan bencana harus dikelola dan didokumentasikan secara
Universitas Pertahanan

15

baik

melalui

sistem

data

base,

dimaksudkan

agar

informasi

kebencanaan dapat terpusat dan terkoordinir


d. Pengelolaan Bantuan, bantuan yang diterima dapat bersifat material
maupun immaterial.Namun bantuan urgent yang diperlukan meliputi
medis dan obat-obatan, penggalangan bantuan, pendistribusian
bantuan dan manajemen logistik atau gudang
e. Pemenuhan Kebutuhan Dasar, meliputi standar minimum semua sektor,
pasokan air bersih, sanitasi dan penyuluhan kebersihan, ketahanan
pangan, gizi dan bantuan pangan, hunia, penampungan dan pelayanan
kesehatan
f. Terapi Medik Psikiatrik dan Rehabilitasi Spiritual Keagamaan, korban
bencana biasanya mengalami kondisi stress dan trauma, oleh karena
itu diperlukan medik psikiatrik dan rehabilitasi yang dilakukan melalui
pendekatan keagamaan. Pada terapi ini NU memegang peranan yang
sangat penting
g. Koordinasi dan Evaluasi, NU bekerjasama dengan lembaga/unsur yang
ada agar penanggulangan bencana dapat berjalan efektif, efisien dan
cepat

4. Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Penanggulangan bencana pasca terjadinya bencana meliputi
rehabilitasi

dan

rekonstruksi,

keduanya

disebut

fase

pemulihan.

Penjelasan keduanya menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007,


yaitu:
-

Rehabilitasi: bersifat jangka pendek, perbaikan lingkungan daerah


bencana, perbaikan sarana dan prasarana serta sarana umum,
pemberian bantuan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis,
pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial
ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan

fungsi pemerintahan, pemulihan fungsi pelayanan publik


Rekonstruksi: bersifat jangka panjang dan kegiatan pembangunan yang
lebih baik dari sebelumnya meliputi pembangunan kembali prasarana
dan

sarana,

sarana

sosial

masyarakat,

pembangkitan

kembali

Universitas Pertahanan

16

kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rencang bangun yang


tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana,
partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat, peningkatan kondisi eksosbud, fungsi
pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat
Yang dilakukan NU adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang sebab, gejala dan cara
penaggulangan bencana agar tidak mengalami risiko yang sama,
misalnya membangun rumah dengan infrastruktur yang tahan gempa
b. Mengapresiasi tradisi, budaya dan kearifan lokal daam proses
membangun pada fase pemulihan (bencana apapun)
c. Menumbuhkan kesabaran dan harapan untuk bangkit kembali tanpa
mengurangi kesiapan untuk melakukan koreksi diri dan introspeksi
serta menghindari putus asa
2.2.2 Nahdlatul

Ulama

sebagai

lembaga

sosial

merupakan

perwujudan dari teori sosialisasi fungsional


Sebagaimana telah dijelaskan teori sosialisasi fungsionalisme
memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang memiliki struktur
yang terdiri dari banyak lembaga yang didalamnya juga memiliki fungsi
sendiri-sendiri.

Teori ini juga memandang masyarakat sebagai suatu

lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan, yang memolakan


kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta
dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga
sosial ini merupakan suatu sistem sosial dimana setiap bagiannya saling
tergantung dengan bagian lainnya sehingga perubahan salah satu bagian
akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan.
Nahdlatul Ulama sebagai sebuah wadah dimana para pengikutnya
merasakan fungsi yang telah diberikan, maka setiap ajaran akan diikuti
oleh pengikutnya. Ada tiga bentuk prinsip teori sosialisasi fungsionalisme
memandang Nahdlatul Ulama, yaitu (Muhammad, 2008):
a. Masyarakat dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri dari
bagian-bagian saling bergantung/terkait dan bekerjasama untuk sisitem
yang ada serta seluruh struktur sosial atau setidaknya yang
Universitas Pertahanan

17

diprioritaskan, menyumbangkan terhadap integritas dan adaptasi


sistem yang berlaku. NU sebagai aliran keagamaan merupakan sebuah
bagian yang saling bergantung atau berkaitan sesuai fungsinya, karena
di dalam NU mempunyai tokoh-tokoh agama yang mempunyai ciri
kekhasannya

sendiri-sendiri,

sehinggs

berguna

untuk

saling

sharing/berfungsi tambal sulam dari kekurangan yang ada


b. Kelangsungan struktur atau eksistensi atau pola yang telah ada
dijelaskan melalui konsekuensi-konsekuensi atau efek-efek terhadap
permasalahan masyarakat. NU akan terus eksis jika masyarakat tetap
menganggapnya memberikan dedikasi buat anggotanya dan mampu
menyelesaikan segala permasalahan yang ada dalam masyarakat
c. Pencapaian equilibrium atau harmonis dilaksanakan melalui sosialisasi
nilai dan norma yang didapatkan melalui konsensus. Dalam pandangan
teori fungsionalisme, sebuah konsensus dalam kebijakan-kebijakan
yang dibuat dari orang yang berada di atasnya (pemerintah maupun
institusi lain) yang diperuntukkan bagi anggotanya dipandang sebagai
upaya untuk berpikir dan berbuat baik yang didasarkan atas nilai,
norma, budaya yang ada dan dibangun di dalam aturan yang disepakati
serta dianggap sebagai sebuah upaya baik untuk menciptakan
keseimbangan dalam aliran keagamaan. Oleh karena itu jika terjadi
perubahan sosial dalam NU baik dari luar maupun dalam, maka
dianggap sebagai sebuah penyimpangan suatu sistem dan perlu
adanya penjagaan serta pengembalian sebuah stabilitas. Yang
dilakukan

adalah

menyelesaikan

penyimpangan

dan

segera

mengembalikan stabilitas lembaga

Universitas Pertahanan

18

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Nahdlatul Ulama sebagai lembaga sosial keagamaan melakukan
peranan dalam pengurangan risiko bencana melalui kegiatan-kegiatan
seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007
yang dimulai dari masa prabencana, saat dan pasca bencana dengan
menggabungkan (mensinergikan) cara pandang dan pengetahuan yang
bersifat sains dan teknologi dengan cara pandang dan pengetahuan
yang bersifat keagamaan serta ditambah tradisi setempat atau kearifan
lokal
2. Nahdlatul Ulama membentuk tim penanggulangan bencana yang diberi
nama Project Management Unit Community Based Disater Risk
Managemen

Nahdlatul

Ulama

(PMU

CBDRMNU)

bertujuan

membangun masyarakat yang sadar, peduli, responsif dan mempunyai


tanggung jawab terhadap upaya penanggulangan bencana
3. Dalam lembaga sosial keagamaan Nahdlatul Ulama

menurut

pandangan sosialisasi fungsionalisme merupakan sebuah proses untuk


mempertahankan keutuhan masyarakat sebagai usaha-usaha yang
aktif dan berjalan terus menerus, apabila terdapat penyimpangan
terhadap sistem dan aturan yang ada, sehingga diperlukan tata nilai,
norma dan budaya yang dituangkan dalam sebuah kebijakan yang
bersifat mengatur para anggotanya
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai lembaga sosial
keagamaan, Nahdlatul Ulama dengan pengikutnya yang tersebar di
seluruh Indonesia, sebaiknya tetap mempertahankan eksistensinya
melalui terus mengembangkan potensi-potensi anggota dan terus ikut
berperan serta dalam pembangunan Indonesia.

Universitas Pertahanan

Anda mungkin juga menyukai