Anda di halaman 1dari 6

Nama

: Riska Arguar Syah

NPM

: 1243050073

Mata Kuliah : Farmakologi Toksikologi

Mekanisme Kerja
1. Ikatan dengan sistem enzim
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis dalam suatu
reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein, dan semua proses
biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat.
Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat (obat
atau racun) yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi.
Racun yang masuk kedalam tubuh dapat berikatan dengan enzim melalui
beberapa cara, yaitu :

Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang


keadaan transisi terstabilisasi.

Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat


dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang
berlawanan dengan keadaan transisi.

Menyediakan lintasan reaksi alternatif.

Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat


bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi.

2. Inhibisi transpor oksigen


Racun dapat menghambat sel tubuh dalam mendapatkan oksigen,
sehingga dapat berpengaruh pada jantung dan otak. Paparan racun dalam
jumlah kecil dapat mengakibatkan meningkatnya pernafasan, gelisah, pusing,
lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Namun,
paparan racun dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan kejang, tekanan
darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru
serta gagal napas hingga korban meninggal.

Racun dapat bereaksi melalui ikatan dengan atom besi dari sitokrom
oksidase, sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel.
Apabila hemoglobin tidak cukup mengangkut oksigen, maka hemoglobin
menjadi tidak berfungsi. Racun memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi
pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada
mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria,
mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan
katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan.
Racun dapat menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat
sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion
hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung
rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Akibatnya, persediaan oksigen
kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk.
Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia.
3. Gangguan fungsi umum dari sel
Sebagai contoh pada hati, merupakan tempat utama racun didetoksifikasikan.
Hati memiliki berbagai jenis enzim yang dapat menyerang dan menurunkan
berbagai molekul yang masuk kedalam tubuh. Inhalansia seperti lem, bensin,
atau pelarut lainnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan langsung ke hati,
sehingga menyebabkan terjadinya gagal hati. Sedangkan ginjal bertugas
mengeluarkan racun atau produk pemecahan racun. Ginjal dapat rusak karena
paparan racun atau karena akumulasi senyawa yang tidak dapat diekskresikan.
4. Gangguan sintesa DNA-RNA (mutagenik, karsinogenik)
a. Mutagenik
DNA merupakan komponen penting dari semua makhluk hidup dan
bahan dasar kromosom dari inti sel. DNA berisi kode genetik yang
menentukan karakter keseluruhan dan tampilan setiap organisme. Setiap
molekul DNA memiliki kemampuan untuk mereplikasi yang sama seperti
dirinya sendiri. Tapi reagen kimia tertentu ataupun senyawa bertoksik,
serta pengion radiasi, mampu mengubah DNA. Perubahan dapat dilakukan
dengan cara memutasikan bahan genetik dari organisme yang kemudian
dapat menyebabkan sel berubah fungsi.
Mutagenik atau perubahan DNA dapat dilakukan pada saat sintesis
DNA (replikasi). Pada saat bereplikasi, faktor mutagenik dari toksin
mempengarui pasangan basa nukleutida sehingga tidak berpasangan
dengan basa nukleutida yang seharusnya (mismatch). Misalnya, triplet

DNA cetakan adalah TTA, namun adanya mutagen toksin menyebabkan


DNA polymerase memasangkan A dengan C, bukan dengan T.
b. Kasinogenik
Zat asing dalam tubuh dapat menyebabkan sel menjadi tidak
terkendali dalam melakukan replikasi, peristiwa ini dikenal sebagai
kanker. Dimana karsinogenesis kimiawi melibatkan dua tahap yang
berbeda yaitu inisiasi dan promosi. Dalam kimia, inisiasi merupakan tahap
karsinogen mengubah DNA dengan cara sedemikian rupa sehingga sel
mereplikasi tak terkendali dan membentuk jaringan kanker. Kemudian
pada tahap promosi, pembangunan sel yang terkena dampak tidak lagi
mengenali kendala pertumbuhan dan tumorpun berkembang.
5. Teratogenik
Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang
dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Dimana senyawa teratogen
akan berefek teratogenik pada suatu organisme, bila diberikan pada saat
organogenesis. Apabila teratogen diberikan setelah terbentuknya sel jaringan,
sistem fisiologis dan sistem biokimia, maka akan efek teratogenik. Biasanya
kerusakan yang terjadi meliputu susunan saraf pusat (60%), saluran
pencernaan (15%), kardiovaskuler (10%), otot dan kulit (10%), dan organ
lainnya (5%).
Proses kerja teratogen adalah sebagai berikut :
a. Mengubah kecepatan proliferasi sel.
b. Menghalangi sintesa enzim.
c. Mengubah permukaan sel sehingga agregasi tidak teratur.
d. Mengubah matrix yang mengganggu perpindahan sel-sel.
e. merusak organizer atau daya kompetisi sel berespons.
6. Reaksi hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang
berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi. Hipersensitivitas dapat
diklasifikasikan atas dasar mekanisme imunologis yang memediasi
penyakitnya. Berikut merupakan klasifikasi atau jenis-jenis hipersensitivitas.
a. Hipersensitivitas Immediate (Tipe I)
Respon imun dimediasi oleh sel TH2, antibodi IgE, dan sel mast; yang
pada akhirnya akan mengeluarkan mediator inflamasi.

b. Hipersensitivitas Antibody - Mediated (Tipe II)


Antibodi IgG dan IgM dapat menginduksi inflamasi dengan
mempromosikan fagositosis atau lisis terhadap luka pada sel. Antibodi
juga mempengaruhi fungsi selular dan menyebabkan penyakit tanpa ada
luka jaringan.
c. Hipersensitivitas Kompleks Imun (Tipe III)
Antibodi IgG dan IgM mengikat antigen yang biasanya ada di sirkulasi
darah, dan kompleks antibodi-antigen mengendap dijaringan, pada
akhirnya akan menginduksi proses inflamasi.
d. Hipersensitivitas Cell-Mediated (Tipe IV)
Luka seluler dan jaringan akan menyebabkan tersintesisnya sel limfosit T
(TH1, TH2, dan CTLs). Sel TH2 menginduksi lesi yang termasuk kedalam
hipersensitivitas tipe I, tidak termasuk hipersensitivitas tipe IV.

7. Penimbunan di organ tertentu, dll.


Racun dalam tubuh yang mengalami metabolisme akan diangkut dan
diekskresikan, sehingga memiliki efek biokimia yang merugikan. Racun dapat
tertimbun secara perlahan di dalam tubuh. Proses penimbunan racun dalam
tubuh ini dapat dibagi ke dalam dua fase yaitu fase kinetik dan fase dinamis.
a. Fase Kinetik
Racun atau prekursor metabolisme zat beracun dapat mengalami absorpsi,
metabolisme, penyimpanan sementara, distribusi, dan ekskresi dalam fase
kinetik. Racun yang terserap dapat melewati fase kinetik baik sebagai
senyawa induk yang tidak berubah aktif, atau diubah menjadi aktif
sehingga beracun dalam proses metabolisme tubuh.
b. Fase Dinamis
Dalam fase dinamis, racun akan berinteraksi dengan sel, jaringan, atau
organ dalam tubuh, sehingga menyebabkan beberapa respon sudah
terkontaminasi racun. Tahap dinamis dibagi menjadi tiga bagian besar
yakni reaksi primer dengan reseptor atau target organ, respon biokimia dan
efek diamati. Sebuah respon beracun dapat disebabkan oleh reaksi dari
racun atau aktif metabolit dengan reseptor.

MEKANISME PENGHAMBATAN METABOLISME RACUN

1. Pengurangan biosintetis enzim atau kofaktornya.


Suatu zat tertentu yang dapat menghalangi kerja enzim disebut inhibitor.
Inhibitor dibedakan menjadi inhibitor meliputi inhibitor kompetitif dan non
kompetitif.
a. Inhibitor Kompetitif
Zat penghambat dan substrat bersaing untuk dapat bergabung dengan
enzim membentuk kompleks enzim-substrat. Selain menghambat ikatan
antara enzim dengan substrat, inhibitor dapat menghambat penguraian dan
pembentukan senyawa baru. Inhibitor berikatan lemah (ikatan ion) dengan
enzim pada sisi aktifnya sehingga inhibitor ini bersifat reversibel. Dengan
menambah kepekatan substrat, inhibitor tidak mampu lagi bergabung
dengan enzim. Contohnya asam malonat yang menghambat ikatan antara
enzim dengan asam suksinat.
b. Inhibitor non-kompetitif
Pada umumnya, inhibitor ini tidak memiliki struktur yang mirip dengan
substrat dan bergabung dengan enzim pada bagian selain sisi aktif enzim.
Jika inhibitor ini bergabung dengan enzim maka akan mengubah lagi
dengan bentuk substrat. Contohnya pestisida (DDT) dan paration yang
menghambat kerja enzim dalam sistem syaraf, serta antibiotik dan
penisilin pada sel bakteri.
2. Peningkatan degradasi enzim atau kofaktornya
Enzim didegradasi melalui jalur yang sama dengan jalur degradasi protein,
sebagian besar enzim didegradasi melalui jalur ubiquitin proteasome.
Proteasome terdiri dari 30 subunit polipeptida yang terangkai menjadi bentuk
silinder kosong. Sisi aktif proteolitik proteasome menghadap sisi dalam
silinder, sehingga mencegah degradasi protein selular yang lain. Protein yang
akan didegradasi ditandai melalui proses ubiquitination, yakni pelekatan satu
atau lebih molekul ubiquitin secara kovalen. Ubiquitination dikatalis oleh
keluarga enzim E3 ligase. Jalur ubiquitin proteasome bertanggung jawab atas
pengaturan degradasi selektif protein selular yang tidak sempurna/rusak.
Selektivitas sistem ubiquitin proteasome disebabkan karena keragaman enzim
E3 ligase maupun kemampuannya untuk membedakan konformasi protein
target.

3. Pembentukkan kompleks dengan tempat aktif enzim atau kofaktornya secara


kompetitif.
Pembentukkan kompleks tidak dapat terjadi apabila terdapat penghambatan
oleh senyawa tertentu, yang mempunyai struktur mirip dengan substrat saat
reaksi enzimatik akan terjadi. Misalnya asam malonat dapat menghambat
enzim dehidrogenase suksinat pada pembentukan asam fumarat dari suksinat.
Struktur asam suksinat mirip dengan asam malonat. Dalam reaksi ini asam
malonat bersaing dengan asam suksinat (substrat) untuk dapat bergabung
dengan bagian aktif protein enzim dehidrogenase. Penghambatan oleh
inhibitor dapat dikurangi dengan menambah jumlah substrat sampai
berlebihan. Daya penghambatannya dipengaruhi oleh kadar penghambat,
kadar substrat dan aktivitas relatif antara penghambat dan substrat.

4. Pengambatan komponen-komponen transpor sistem multi enzim (misal


transpor elektron dalam sistem enzim sitokrom P-450).
Proses metabolisme terbagi atas dua fase, yaitu fase pertama (reaksi
oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, dan halogenasi) dan fase kedua (sulfasi,
glukoranidasi, konyugasi glukotathione, asetilasi, dan kunyugasi assam
amino). Selanjutnya reaksi oksidasi terjadi disitokrom P450, dengan bantuan
enzim sitokrom p450 monooksigenase. Pada tahapan oksidasi terjadi adisi,
donasi elektron, adisi oksigen, donasi elektron kedua, dan pelepasan gugus air.
Reaksi reduksi terjadi karena adanya bantuan cytosolik reduktase oleh
sebagaian kelompok bakteri, dan proses selanjutnya adalah hidrolisis, dan
hidrasi. Reaksi fase kedua ini dikenal juga dengan reaksi konyugasi,
berlangsung dengan adanya penambahan gugus polar sehingga lebih mudah
pula dibersihkan dan dikeluarkan dari tubuh, dan akhirnya efek toksik pun
dapat dikurangi.
5. Perusakkan sistem enzim.
Enzim katalase adalah salah satu jenis enzim yang umum ditemui di dalam
sel-sel makhluk hidup. Enzim katalase dapat dirusak dengan cara penambahan
hidrogen peroksida. Adanya hidrogen peroksida akan membuat metabolisme
racun terhambat, karena hidrogen peroksida akan berinteraksi dengan enzim
katalase membentuk air, sehingga tidak menjadi racun.

Anda mungkin juga menyukai