BAB 1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).1 Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian lain dari tubuh.Organisme atau benda asing membunuh sel-sel lokal yang
pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah
respon inflamasi (peradangan), yang menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel
darah putih (leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah setempat.1,2
Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul,
oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah nanah
menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses
enkapsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk
menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan melawan
bakteri-bakteri yang terdapat dalam nanah.1
Invasi dari ruang pararectal oleh bakteri patogenik dapat mengarah ke
abses anorektal. Umumnya disebabkan oleh defekasi yang memanjang dari celah
anus menjadi ruang pararectal, abses mungkin tampak kecil tetapi sering
mengandung sejumlah besar nanah. Beberapa patogen dapat hadir, termasuk
Escherichia coli, Proteus, streptokokus, dan staphylococci. Faktor lain yang dapat
berkontribusi pada pengembangan suatu abses anorektal termasuk infeksi folikel
rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat dan lecet, celah, atau anal
trauma.Insidensi abses anorektal lebih tinggi pada laki-laki. Terdapat sekitar 740% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi fistel perianal. 3
Prevalensi abses anal dan fistula pada populasi umum mungkin jauh lebih
tinggi dibandingkan yang terlihat dalam praktik klinis karena mayoritas pasien
dengan gejala referable untuk anorektum tersebut tidak mencari perhatian medis.
Insiden fistula anal berkembang dari abses anus berkisar 26-38 persen.
Insiden abses perianal diperkirakan antara 68.000 dan 96.000 kasus per tahun di
Amerika Serikat. Usia rata-rata untuk presentasi abses perianal adalah 40 tahun
(kisaran 20 sampai 60 tahun). Laki-laki dewasa dua kali lebih mungkin untuk
mengembangkan abses dan /atau fistula dibandingkan dengan wanita. Insiden dan
epidemiologi abses perianal dipelajari antara penduduk Kota Helsinki selama
periode 10 tahun, 1969-1978. Kejadian rata-rata per 100.000 penduduk adalah
12,3% untuk pria dan 5,6% untuk perempuan.2
Adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya
dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan
tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu
masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak dapat
bekerja dalam pH yang rendah. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan
biasanya diindikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa
yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.3
2
Rumusan Masalah
Laporan kasus ini membahas definisi, etiologi, epidemiologi, anatomi,
Tujuan Penulisan
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
mempunyai
mesenterium
disebut
Anatomi Anorektal
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.5,6 (Gambar 1)
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi
sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh
spinkter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi
rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan
depan .5,6 (Gambar 2 )
2.2
saluran anal, yang membentuk rongga abses. Lebar dan dalamnya dari abses
bervariasi, dan rongga abses ini sering membentuk suatu saluran fistel. Sehingga
sering abses perianal disertai adanya fistel perianal.8
2.3
didomanasi dari obstruksi kriptus anal. Infeksi dari hasil sekresi kelenjar
selanjutnya akan statis di nanah dan terjadilah proses pembentukan abses dalam
kelenjar anal. Biasanya abses terbentuk awalnya dalam ruang intersfingter dan
kemudian menyebar di sepanjang ruang potensial yang berdekatan.9
Baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai peluang yang sama besar
dalam pembentukan abses. Bakteri anaerob yang biasa terlibat antara lain
Bacteroides
fragilis,
Peptostreptococcus,
Prevotella,
Fusobacterium,
2.4
Kelenjar ini terdapat pada kripta anal yang berada setentang dengan linea dentata.
Setiap manusia memiliki di antara 6-8 kelenjar ini, yang membentang dari
sphincter internal sampai ke saluran intersphincter. Penyumbatan pada kelenjar ini
mengakibatkan terjadinya stasis, perkembangbiakan bakteri dan akhirnya
mengakibatkan terbentuknya abses yang berada pada saluran interspinchter.10
Abses yang terbentuk memiliki beberapa akses penyebaran yang terdapat
di beberapa tempat. Akses yang paling sering yaitu menurun dan meluas pada
anoderm yang akan menjadi abses perianal nantinya atau melewati spinchter
eksterna masuk ke fossa ischiorectal dan menjadi abses fossa ischiorectal. Akses
yang kurang sering menjadi rute penyebaran yaitu penyebaran ke atas menuju
saluran intersphincter ke rongga supralevator atau ke submucosa. Ketika abses
didrainase, baik secara surgikal atau secara spontan, foci septik yang menetap dan
epitelisasi saluran drainase dapat terjadi dan mengakibatkan terjadinya fistula-inano yang menetap.
yang
paling
sering
yaitu
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus
2.5
Gejala Klinis9
saat menduduk. Abses dapat terjadi pada berbagai ruang di dalam dan
2.6.1 Diagnosa9,10
Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membantu dalam kasuskasus tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi
penilaian terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi
terhadap abses ischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya
menggunakan pemeriksaan colok dubur. Dengan adanya obat anestesi, fistula
dapat disuntikkan larutan peroksida untuk memfasilitasi visualisasi pembukaan
fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa penggunaan visualisasi endoskopik
(transrektal dan transanal) adalah cara terbaik untuk mengevaluasi kasus yang
kompleks abses perianal dan fistula.
Dengan teknik endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan fistula
dapat jelas divisualisasikan. Visualisasi endoskopi telah dilaporkan sama
efektifnya seperti fistulografi. Jika ditangani dengan dokter yang berpengalaman,
evaluasi secara endoskopik adalah prosedur diagnostik pilihan pada pasien dengan
kelainan perirektal karena rendahnya risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak
terganggu. Evaluasi secara endoskopik setelah pembedahan efektif untuk
memeriksa respon pasien terhadap terapi.
2.6.2
Pemeriksaan Laboratorium9
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan
pasien dengan
imunitas tubuh yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya
sepsis bakteremia
Pemeriksaan Radiologi9
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan
absesperianal, namun pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau
supralevatormungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan,
MRI, atauultrasonografi dubur. Namun pemeriksaan radiologi adalah modalitas
terakhir yangharus dilakukan karena terbatasnya kegunaannya. USG juga dapat
digunakan secaraintraoperatif untuk membantu mengidentifikasi abses atau fistula
dengan lokasi yangsulit.
2.7
I.
10
prevalensi
Staphylococcus
aureus
harus
Intervensi Bedah
Abses perianal harus ditangani secara tepat waktu dengan insisi dan
untuk
11
B. Manajemen Abses
Penanganan abses perianal melibatkan drainase bedah secara dini untuk
mengeringkan kumpulan purulen. Terapi menggunakan antibiotik primer secara
tunggal bersifat tidak efektif dalam menyelesaikan infeksi yang mendasari dan
hanya menunda intervensi bedah saja. Keterlambatan dalam intervensi bedah akan
memperpanjang infeksi dan menambah kerusakan jaringan, dan dapat
mengganggu fungsi kontinensia sfingter dan menyebabkan striktur atau
pembentukan fistula. Kemampuan untuk mendrainase abses perianal bergantung
pada bagaimana kenyamanan pasien untuk dilakukan tindakan dan juga pada
lokasi serta aksesibilitas abses.9,10
Pada abses perianal, letak abses termasuk superfisial dan drainase biasanya
dapat dilakukan pada ruangan klinik biasa ataupun IGD sederhana dengan
menggunakan anestesi lokal. Sebuah sayatan kecil dibuat di area abses yang
dijumpai fluktuasi; untuk mempersempit kemungkinan dari setiap fistula yang
dapat terbentuk, sayatan harus dibuat sedekat mungkin dengan anus dan dilakukan
dengan sangat hati-hati. Nanah dikumpulkan dan dilakukan pemeriksaan kultur.
Hemostasis dipertahankan dengan tekanan manual, dan luka dibalut dengan kassa
iodofor. 9,10
Setelah 24 jam, kassa kemudian dibuka, dan pasien diminta untuk mandi
air hangat dengan antiseptik (Sitz Bath) 3 kali sehari dan setelah buang air besar.
Analgesik pasca operasi dan pencahar diresepkan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah terjadinya sembelit. Biasanya, pasien harus tetap berobat jalan dengan
dokter dalam 2-3 minggu untuk evaluasi luka dan inspeksi untuk kemungkinan
terbentuknya fistula-in-ano.10
2.8
infeksi
dari
ruang
perianal
mencapai
akses
ke
ruang
12
intersphincteric
(70%),
transsphincteric
(23%),
BAB 3
13
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Hilton Hutapea
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 1 tahun 0 bulan 27 hari
No. Rekam Medik
: 00.68.51.78
Ruangan
: RB2A
Tanggal masuk
: 30 Agustus 2016
ANAMNESIS
Keluhan utama
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak 2 minggu setelah lahir. sudah dialami oleh
pasien selama 7 bulan ini. Awalnya pasien merasakan adanya benjolan yang
bersifat nyeri dan panas di daerah anus, benjolan kemudian pecah dan
mengeluarkan cairan berwarna kuning kecokelatan dengan konsistensi kental dan
berbau. Pasien juga mengatakan setelah benjolan kempis, muncul lagi benjolan
yang baru pada tempat yang lain di daerah anus. Demam (+) dialami pasien setiap
muncul benjolan dan menghilang bila benjolan pecah dan kempis. Hal ini sudah
berulang kali terjadi hingga 5 kali dalam 7 bulan ini. Pasien mengaku belum
pernah berobat sebelumnya untuk keluhan ini.
Pasien juga mengeluhkan BAB konsistensi cair, bercampur lendir dan
darah sebanyak 4x/hari sejak 9 bulan yang lalu. Penurunan berat badan (+)
sebanyak 20 kg dalam 1 tahun ini. Riwayat menjalani pengobatan alternatif
dengan rebusan daun-daunan (+) selama 3 bulan namun keluhan dirasakan tidak
berkurang
Pasien sudah pernah dilakukan pemeriksaan kolonoskopi 1 tahun yang lalu di RS
luar dan oleh dokter di sana, pasien disangkakan mengalami keganasan pada
rektum.
RPT : Tumor Rektum
14
Faal hemostasis
DIAGNOSIS KERJA
15
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Photo Thorax Anak AP Supine (31 Agustus 2016)
16
HASIL
RUJUKAN
Hb
8.4
13-18
Ht
29
39-54
Eritrosit
4,91
4,5-6,5
Leukosit
14,890
4.000-11.000
Trombosit
838,000
150.000-450.000
75
<200
BUN
11
9-21
UREUM
24
19-44
DarahLengkap
Kadar GulaDarah
KGD SEWAKTU
Fungsi Ginjal
17
KREATININ
0,43
0,7-1,3
NATRIUM
138
135-155
KALIUM
4,5
3,6-5,5
KLORIDA
109
96-106
Elektrolit
18
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal
31/8/2016
1-09-2016
Benjolan
Sens : Compos Mentis
pada skrotum HD stabil
kiri,deman(+
)
Mata :
- konj. Anemis -/- Sklera ikterik -/Leher :
- Tidak ditemukan kelainan
Thorak
-SP : Vesikuler
-ST : Rh -/Abdomen :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : distensi (-), soepel
Perkusi : tympani
Auskultasi : peristaltik (+)
Ekstremitas : DBN
Benjolan
Sens : Compos Mentis
pada skrotum HD stabil
kiri,deman(+
)
Mata :
- konj. Anemis -/-
A
HIL(L)
Ireponible
HIL(L)
Ireponible
P
Terapi
- IVFD RL
20 gtt/i
- Inj Diazepam
2mg/8jam/iv
-Inj paracetamol
100mg/8jam/iv
Rencana
- cek lab
(darah rutin)
-rencana
herniotomi
- IVFD RL
20 gtt/i
-Inj paracetamol
100mg/8jam/iv
--konsul
anak untuk
toleransi
operasi
- konsul
19
anestesi
untuk
tindakan
anestesi
20
BAB V
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Teori
Kasus
21
Manifestasi Klinis
Awalnya,
merasakan
Rasa
pasien
merasa
nyeri
pergerakan
bisa
diperburuk
dan
menduduk.
nyaman.
pada
oleh
dan
mengeluarkan
saat
berwarna
kuning
cairan
kecokelatan
rektum.
mengandung
maka
bengkak,
atau
Seringkali
akan
bersin,
tampak
terutama
pada
abses
dapat
mengganggu
gejala
aktivitas
dalam
toksik
dan
anestesi
colok
dapat
dubur -
membantu
pasien
yang
pemeriksaan
menyeluruh.
fisik
Contohnya,
yang
evaluasi
merasa nyeri.
Pasien direncanakan
dilakukan
kolonoskopi
untuk
dan
22
23
BAB VI
KESIMPULAN
Seorang laki-laki, ZA, usia 38 tahun, didiagnosa dengan Abses Perianal + Tumor
Rektum dan diberikan penatalaksanaan seperti berikut :
-
Drainase abses
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
DAFTAR PUSTAKA
24
In:
New
trends
in
coloproctology.
Rio
de
Jainero;Livraria:2000.p.23-38.
8. Sjamsuhidayat, R. dan de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. 3.
Jakarta: EGC, 2010.
9. Hebdra,
A.
2015.
Anorectal
Abscess.
Didapat
http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview#a6
dari:
[Diakses