Latar Belakang
B.
Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Setelah dilakukan seminar tentang Cedera Kepala Berat (CKB) diharapkan mahasiswa mampu
memahami secara kognitif, motorik dan afektif serta dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat
dan komprehensif sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan klien dan memperpendek masa
perawatan
klien
2.
di
rumah
sakit.
Tujuan
Setelah
Khusus
dilakukan
seminar
diharapkan:
a.
Mahasiswa
mampu
memahami
tentang
definisi
CKB
b.
Mahasiswa
mampu
memahami
tentang
etiologi
CKB
c.
Mahasiswa
d.
Mahasiswa
mampu
mampu
memahami
memahami
tentang
tentang
klasifikasi
dari
CKB
manifestasi
klinik
CKB
e.
Mahasiswa
f.
Mahasiswa
g.
mampu
memahami
mampu
tentang
memahami
patofisiologi
tentang
dari
penatalaksanaan
CKB
CKB
Mahasiswa mampu memahani tentang asuhan keperawatan dari CKB yang meliputi pengkajian,
Analisa data dan Diagnosa Keperawatan, Intervensi keperawatan, Implementasi Keperawatan, dan
evaluasi
keperawatan.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Definisi
Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak
yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi. (Sylvia & Price, 2006).
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma fungsi yang disertai perdarahan interstisial dalam
substansi otak tanpa diikuti continuitas otak (Sjamsuhidajat, 2002). Resiko utama yang terjadi pada
pasien cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap
cedera
dan
menyebabkan
peningkatan
TIK.
Cedera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
(Tucker,
2002
).
Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar) serebri, contusio
(memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan
batang otak (Doenges, 2000:270).
Cidera
1.
kepala
Keadaan
diklasifikasikan
kulit
kepala
a.
Cidera
dan
Cidera
b.
2.
a.
otak
b.
tertutup
(secara
serebri
(gegar
Edema
Contusio
otak)
serebri
(memar
otak)
Laserasi
1)
Hematoma
epidural
2)
Hematoma
subdural
3)
Perdarahan
sub
(Ergan,
Adanya
anatomis)
serebri
d.
3.
tengkorak
terbuka
kepala
jaringan
Commusio
c.
tulang
kepala
Cidera
pada
berdasarkan:
penetrasi
a.
arakhnoid
2001:642)
durameter
(secara
Cidera
mekanisme)
tumpul
1)
Kecepatan
tinggi
2)
Kecepatan
rendah
b.
c.
Luka
4.
c.
otomobil)
(terjatuh,
dipukul)
Cidera
tembus
Tingkat
(tabrakan
peluru
dan
keparahan
tembus
cidera
cidera
a.
Cidera
Kepala
Ringan
b.
Cidera
Kepala
Sedang
tembus
lainnya
(berdasarkan
(CKR)
GCS)
GCS
(CKS)
13-15
GCS
9-12
GCS
(Glasgow
Coma
Membuka
Scale)
mata
(E)
Spontan
:4
Dipanggil/diperintah
Tekanan
:3
pada
Tidak
jari/rangsang
:2
berespon
Respon
Verbal
Orientasi
baik:
Bingung,
nyeri
Kata
Tidak
dapat
dapat
yang
bercakap-cakap
bercakap
diucapkan
dapat
Tidak
(V)
tapi
tidak
bersuara
dengan
disorientasi
tepat,
dimengerti,
:
:
kacau
4
:
mengerang
rangsang
5
3
:
nyeri
2
:
Respon
Motorik
Mematuhi
perintah
Menunjuk
Reaksi
Fleksi
Ekstensi
Tidak
lokasi
:
nyeri
abnormal
thdp
nyeri
(postur
dekortikasi)
abnormal
ada
respon,
flacid
a.
Kranium:
3
:
Berdasarkan
2)
fleksi
5.
1)
stelatum,
depresi/
morfologi
Fraktur
linear/
non
tengkorak
depresi,
terbuka/
tertutup.
Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VIII
b.
1)
2)
Lesi
Foxal:
Difus:
konkusi
intra
epidural,
ringan/
subdural,
klasik,
cidera
cranial
intraserebral
aksonal
difus.
B.
Etiologi
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif
dan
sebagian
besar
terjadi
akibat
kecelakaan
lalu
lintas
Mansjoer,
2000:3).
Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga.
Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
C.
Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala, jaringan
otak,
baik
terpisah
maupun
seluruhnya.
Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai
kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada
kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada
kepala
akibat
menarik
leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan
pembentukan
rongga,
dilepaskannya
gas
merusak
jaringan
syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau
menyusul
rusaknya
otak
oleh
kompresi,
goresan,
atau
tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia
alba,
cidera
robekan,
atau
hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau
tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 2000:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang
berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang
dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. rauma pada kepala menyebabkan
tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar
getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia
Aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan
pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial,
perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplai
oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan edema cerebral. Akibat dari
haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang
berlawanan yang berakibat pada kenaikan TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary dan
Steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan
anoreksia
sehingga
masukan
D.
nutrisi
kurang.
(Price
and
Manifestasi
anatomis
Gegar
a.
2006:1010).
Klinik
Berdasarkan
1.
Wilson,
otak
(comutio
selebri)
Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
b.
Pingsan
c.
kurang
Sakit
dari
kepala,
10
menit
tidak
atau
mampu
d.
mungkin
konsentrasi,
Kadang
2.
hanya
beberapa
vertigo,
detik/menit
mungkin
muntah
amnesia
retrogard
Edema
a.
Pingsan
b.
Tidak
c.
3.
dari
ada
kerusakan
Nyeri
kepala,
Memar
a.
serebri
lebih
10
menit
jaringan
otak
vertigo,
otak
muntah
(kontusio
selebri)
Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan derajad
b.
Ptechie
dan
c.
rusaknya
jaringan
Peningkatan
d.
saraf
tekanan
perdarahan
intracranial
Penekanan
e.
disertai
(PTIK)
batang
otak
Penurunan
f.
kesadaran
Edema
jaringan
g.
otak
Defisit
neurologis
h.
Herniasi
4.
Laserasi
a.
Hematoma
Epidural
talk dan die tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid (pikiran
jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis
(tanda
hernia):
1)
2)
Kacau
Gerakan
mental
bertujuan
3)
tubuh
Pupil
b.
dekortikasi
isokhor
koma
atau
anisokhor
Hematoma
1)
subdural
Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi,
deselerasi,
pada
2)
3)
Perdarahan
Defisit
4)
besar
neurologis
menimbulkan
dapat
Gejala
lansia,
timbul
gejala-gejala
24-48
sampai
jam
Sakit
perdarahan
dengan
post
Perluasan
trauma
lethargi,
kacau
TIK
mental,
8)
c.
Perdarahan
2)
kejang
Disfasia
sub
1)
(akut)
lesi
Peningkatan
kepala,
epidura
berbulan-bulan
massa
6)
7)
alkoholik.
seperti
berminggu-minggu
biasanya
5)
Nyeri
arachnoid
kepala
hebat
Kaku kuduk
Berdasarkan
1.
deseverbrasi
nilai
GCS
Cidera
(Glasgow
kepala
a.
Coma
Ringan
GCS
Scale)
(CKR)
13-15
b.
Kehilangan
c.
Tidak
d.
Tidak
2.
kesadaran/amnesia
ada
ada
Cidera
fraktur
kontusio
hematoma
Sedang
(CKS)
GCS
9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c.
3.
Dapat
Cidera
mengalami
fraktur
Kepala
b.
Kehilangan
tengkorak
Berat
a.
c.
menit
tengkorak
celebral,
Kepala
a.
b.
<30
(CKB)
GCS
kesadaran
dan
atau
terjadi
3-8
amnesia
>
24
jam
Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo, 2001:226)
E.
Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral
progresif,
dan
a.
Edema
herniasi
serebral
otak.
dan
herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat
cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat
karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan
otak
diakibatkan
trauma.
Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur
internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral
otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan
kerusakan
b.
otak
irreversible,
Defisit
neurologik
kematian.
dan
psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium
bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan
kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan,
emosi
c.
labil)
tidak
punya
malu,
emosi
agresif
dan
konsekuensi
gangguan.
kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 %
pasien. Drainase lumbai dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki resiko meningitis
yang meningkat (biasanya pneumolok), pemberian antibiotik profilaksis masih kontoversial. Otorea atau
rinorea cairan cerebrospinal yang menentap atau meningitis berulang merupakan indikasi untuk operasi
reparatif.
d.
Fistel Karotis-Kavernosus,
ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosisi dan bruit orbital dapat timbul segera atau beberapa
hari setelah cidera. Anglografi diperlukan untuk konformasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon
endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang
permanen.
e. Diabetes Incipidus,
dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian
sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia dan deplesi volum. Vasopresin arginin (pitressin) 5 10 unit intravena, intramuscular, atau
subkutan setiap 4 6 jam atau desmopressin asetat subkutan atau intravena 2 4 mg setiap 12 jam,
diberikan untuk mempertahankan pengeluaran urin kurang dari 200 ml/jam, dan volume diganti dengan
cairan hipotonis (0,25 5 atau 0,45 % salin) tergantung pada berat ringannya hipernatremia.
f. Kejang Pascatrauma,
dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu
minggu). Kejang segera tidak merupakan predesposisi untuk kejang lanjut. Kejang dini menunjukkan
resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan.
Insidens keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cidera kepala
tertutup adalah 5 %; resiko mendekati 20 % pada pasien dengan perdarahan intrakranial ayau fraktur
depresi.
g.
Pneumonia,
radang
paru-paru
h.
eksudasi
dan
konsolidasi.
Meningitis
i.
Ventrikulitis
Infeksi
saluran
j.
kemih
Perdarahan
k.
gastrointestinal
Sepsis
asam
l.
negatif
Kebocoran
Komplikasi
CSS
lain
1.
2.
disertai
Infeksi
secara
sitemik
traumatik:
(pneumonia,
ISK,
sepsis)
Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
3.
Osifikasi
heterotropik
(nyeri
tulang
pada
sendi
sendi)
Komplikasi
lain:
1.
Peningkatan
TIK
2.
Hemorarghi
3.
Kegagalan
4.
nafas
Diseksi
ekstrakranial
Komplikasi
menurut
Penatalaksanaan CKB
F.
(Cidera
1.
a.
b.
c.
d.
e.
Melakukan
Berat)
Penatalaksanaan
Menjamin
Menjaga
Kepala
kelancaran
saluran
jalan
nafas
nafas
tetap
dan
tingkat
control
bersih,
Mempertahankan
observasi
Keperawatan
vertebra
bebas
cervicalis
dari
secret
sirkulasi
kesadaran
dan
tanda
stabil
tanda
vital
Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f.
Menjaga
kebersihan
kulit
untuk
mencegah
terjadinya
decubitus
g.
Mengelola
pemberian
2.
Terapi
untuk
1)
dan
mengurangi
10
mg
mg/6
edema
untuk
jam
IVFD
serebri
dosis
(anti
awal,
untuk
hari
edema)
selanjutnya:
dan
II
2)
mg/8
jam
untuk
hari
III
3)
mg/12
jam
untuk
hari
IV
4)
mg/24
jam
untuk
hari
c.
d.
Terapi
Terapi
Terapi
f.
Terapi
Terapi
Terapi
Intake
antibiotik
G.
piroxicam
bila
perlu
untuk
antipeuretik
mg
boleh
>
profilaksis
bila
konvulsi
5-10
tidak
citicoline,
perdarahan
anti
diazepam
cairan
neurotropik:
anti
e.
g.
i.
program
Medis
Oksigenasi
Dexamethasone
h.
sesuai
Penatalaksanaan
a.
b.
obat
bila
atau
800
CPZ
cc/24
demam
klien
bila
jam
kejang
klien
selama
3-4
Pemeriksaan
1.
Ray
mengetahui
hari
Diagnostik
Untuk
gelisah
adanya
fraktur
2.
tengkorak
pada
tengkorak.
CT
Scan
MRI
(Magnetic
Resonan
Imaging)
Pemeriksaan
darah:
5.
mengetahui
Pemeriksaan
Laboratorium
ketidakseimbangan
analisa
elektrolit.
gas
darah
BAB
MANAJEMEN
ASUHAN
III
KEPERAWATAN
A.
CKB
Pengkajian
Hal penting yang pertama kali dinilai adalah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini harus
dilakukan
sesegera
1.
Seperti
mungkin
bahkan
mendahului
Status
halnya
dengan
kasus
anamnesis
yang
fungsi
kedaruratan
lainnya,
hal
terpenting
Jalan
teliti.
vital
yang
dinilai
adalah:
nafas
Pernafasan
Nadi dan tekanan darah, sirkulasi jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir
atau darah, bila perlu segera dipasang pipa naso/orofuring, diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi
leher hams berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury), Jamb dengan kepala
dibawa
atau
trauma
tengkuk.
Gangguan
2.
yang
mungkin
Pernafasan
Pernafasan
Pernafasan
taksik
yang
ditemukan
dapat
berupa:
cheyne
blot
menggambarkan
stokes
makin
hiperventilasi
memburuknya
tingkat
kesadaran.
Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat juga
trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu
peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala
awal peninggian tekanan intracranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma
epidural.
3.
Status kesadaran, dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus
cidera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; stulah apatik, samnolen, spoor,
coma. Sebaliknya dihindari atau disertai dengan penilaian / perbandingan secara ketat. Cara penilaian
kesadaran yang luas digunakan ialah dengan skala koma Galsgow. Cara ini sederhana tanpa
memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan baik oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini,
perkembangan
4.
perubahan
kesadaran
dari
waktu
ke
waktu
dapat
diikuti
secara
akurat.
Skala koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian / pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu:
a.
Buka
Mata
Dengan
:
6
5
4
:
:
perintah
nyeri
Menghindari
nyeri
Fleksi
abnormal
Ekstensi
abnormal
gerakan
Terbaik
baik
dan
tempat
(M)
Melokalisir
Verbal
Disorientasi
2
reaksi
ada
Orientasi
ada
Terbaik
Tidak
Respon
:
nyeri
Mengikuti
:
rangsang
Motorik
:
c.
perintah
Tidak
Respon
Spontan
Dengan
b.
(E)
Bicara
:
dan
(V)
sesuai
waktu
kacau
Mengerang
Status
Neurologik
lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis trauma ditujukan
untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal
ini
perdarahan
intracranial.
Anisokori
Paresis
Tanda
(ketidaksamaan
/
Parahisis
fokal
ukuran
diameter
(Paralisis
ringan
Reties
B.
tersebut
kedua
atau
patologik
Diagnosa
adalah:
pupil
tidak
mata)
lengkap)
sesisi
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai
berikut :
1) Gangguan perfusi jaringan / perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran
arteri dan atau vena terputus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri.
4) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah.
5) Peningkatan tekanan intrakranial b.d proses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah dalam
otak
6)
Resiko
kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
status
hipermetabolik.
7) Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif, dan
motorik)
C. Rencana Perawatan
No
1
Diagnosa
Tujuan dan kriteria
Intervensi
Keperawatan
hasil
Perfusi jaringan
NOC:
Monitor Tekanan Intra Kranial
tak efektif
1. Status sirkulasi
1. Catat perubahan respon klien terhadap
(spesifik sere- 2. Perfusi jaringan
stimu-lus / rangsangan
bral) b.d aliran
serebral
2. Monitor TIK klien dan respon
arteri dan atau
Setelah dilakukan
neurologis terhadap aktivitas
vena terputus,
tindakan keperawatan3. Monitor intake dan output
dengan batasan
selama .x 24 jam, 4. Pasang restrain, jika perlu
karak-teristik :
klien mampu men- 5. Monitor suhu dan angka leukosit
- Perubahan
capai :
6. Kaji adanya kaku kuduk
respon motorik 1. Status sirkulasi dengan
7. Kelola pemberian antibiotik
- Perubahan
indikator:
8. Berikan posisi dengan kepala elevasi
status mental
Tekanan darah sis30-40O dengan leher dalam posisi
- Perubahan
tolik dan diastolik
netral
respon pupil
dalam rentang yang 9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
- Amnesia
diharapkan
10. Beri jarak antar tindakan keperawatan
retrograde (gang- Tidak ada ortostatik
untuk meminimalkan peningkatan
guan memori)
hipotensi
TIK
Tidak ada tanda tan-11. Kelola obat obat untuk
da PTIK
mempertahankan TIK dalam batas
Perfusi jaringan
serebral, dengan
indicator :
Klien mampu berko- 1.
munikasi dengan je-las
dan sesuai ke2.
mampuan
3.
Klien menunjukkan 4.
perhatian, konsentrasi, dan orientasi 5.
Klien mampu memproses informasi
6.
Klien mampu mem- 7.
buat keputusan dengan benar
Tingkat kesadaran 1.
klien membaik
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
NOC:
Nyeri terkontrol
1.
Tingkat Nyeri
Tingkat kenyamanan
2.
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 3.
selama . x 24 jam,
klien dapat :
4.
1. Mengontrol nyeri,
dengan indikator:
5.
Mengenal faktorfaktor penyebab
Mengenal onset nyeri6.
spesifik
Monitoring Neurologis
Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
dan bentuk pupil
Monitor tingkat kesadaran klien
Monitor tanda-tanda vital
Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
dan muntah
Monitor respon klien terhadap
pengobatan
Hindari aktivitas jika TIK meningkat
Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen
Bersihkan jalan nafas dari secret
Pertahankan jalan nafas tetap efektif
Berikan oksigen sesuai instruksi
Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
Observasi tanda-tanda hipoventilasi
Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidur
Manajemen nyeri
Kaji keluhan nyeri, lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, dan beratnya nyeri.
Observasi respon ketidaknyamanan
secara verbal dan non verbal.
Pastikan klien menerima perawatan
analgetik dg tepat.
Gunakan strategi komunikasi yang
efektif untuk mengetahui respon
penerimaan klien terhadap nyeri.
Evaluasi keefektifan penggunaan
kontrol nyeri
Monitoring perubahan nyeri baik
eks-presif
Gangguan tidur
(mata sayu,
menye-ringai,
dll)
2.
8.
Peningkatan
tekan-an
intrakranial b.d
pro-ses desak
ruang akibat
penumpukan
cairan / darah di
dalam otak
4.
Setelah dilakukan
1.
tindakan keperawatan
selama ....x 24 jam 2.
dapat mencegah atau
meminimalkan
3.
komplikasi dari
4.
peningkatan TIK,
5.
dengan kriteria :
Aktifitas:
Tempatkan alat-alat mandi di tempat
yang mudah dikenali dan mudah
dijangkau klien
Libatkan klien dan dampingi
Berikan bantuan selama klien masih
mampu mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
Informasikan pada klien dalam
memilih pakaian selama perawatan
Sediakan pakaian di tempat yang
mudah dijangkau
Bantu berpakaian yang sesuai
Jaga privcy klien
Berikan pakaian pribadi yg digemari
dan sesuai
NIC: ADL Makan
Anjurkan duduk dan berdoa bersama
teman
Dampingi saat makan
Bantu jika klien belum mampu dan
beri contoh
Beri rasa nyaman saat makan
Pantau tanda dan gejala peningkatan
TIK
Kaji respon membuka mata, respon
motorik, dan verbal, (GCS)
Kaji perubahan tanda-tanda vital
Kaji respon pupil
Catat gejala dan tanda-tanda: muntah,
sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas
Resiko tinggi
terhadap
perubahan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan mual,
muntah.
Setelah dilakukan
Kaji adanya alergi makanan
tindak asuhan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
keperawatan selama
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
.. x 24 jam
yang dibutuhkan klien
diharapkan nutrisi
Anjurkan klien untuk meningkatkan
klien seimbang dengan intake Fe, protein dan vit C
KH :
Kaji kemampuan klien
Klien tidak lemah
Monitor mual dan muntah
Nafsu makan
Kolaborasi pemberian obat antimual
meningkat
dan muntah
Klien tidak mual dan
Monitor lingkungan selama makan
muntah
Berikan makanan kesukaan
Monitor adanya penurunan berat
badan
Resiko
kekurangan
volume cairan
Setelah dilakukan
1.
tindakan asuhan
2.
keperawatan selama 3.
.. x 24 jam
4.
diharapkan volume 5.
cairan klien dapat
terpenuhi dengan KH.6.
Klien tidak lemas
ND : normal
Mukosa tidak kering 7.
Turgor kulit baik
PATHWAY
Klik disini => Pathway
Kaji TTV
Monitor menekan makanan/cairan
Dorong masukan oral
Anjurkan untuk minum air banyak
Kolaborasi pemberian
cairan/makanan
Monitor hasil laboratorium yang
sesuai dengan retensi cairan (BUN,
HMT, Osmolalitas Urin)
Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat.
CKB
DAFTAR
Price
A.
Smeltzer
C.
Sudoyo,
W.
et
&
B.G.
et
al.
Bare.
al.
2005.
2001.
2006.
Patofisiologi.
Keperawatan
Ilmu
Medikal
Penyakit
PUSTAKA
Jakarta
Bedah.
Dalam.
EGC
Jakarta
Jakarta
:
:
EGC
EGC
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung,
September
1996,
Hal.
443
450.
Hudak dan Gallo. 2000. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku
Kedokteran
EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universita
Indonesia,
2002,
Hal.206
208.
Soeparman. 2006.
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC dan NOC kriteria
hasil NOC.