Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I

FARMAKOTERAPI
PENYAKIT HEPATOLOGI

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Desi Purnamasari
Ira Yuliana
Nurul Kamilah
Swastika Dwi Ariasti
Defi Srium Siagian
Siti Rohmattilah H.
Isrohatun Syadiah
Firrizqi Adam
Tofik Hidayat

(G1F013021)
(G1F013025)
(G1F013027)
(G1F013029)
(G1F013031)
(G1F013033)
(G1F013035)
(G1F013037)
(G1F013039)

Dosen Pembimbing Praktikum = Tunggul Adi P, M.Sc., Apt


Asisten Praktikum

= Farah Khaerunnisa

Laboratorium Farmasi Klinik


Jurusan Farmasi
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
2015
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II
PENYAKIT HEPATOLOGI

A. Kasus
Tn. WA berusia 61 tahun memiliki keluhan kejang-kejang, BAB hitam, sering
kambuh sejak 2 hari, kejang-kejang tangan dan wajah, lemas, kaki bengkak,sulit
bicara, sempat muntah darah, dan perut membesar. Tn WA telah melakukan transfuse
darah 4 kolf juga meminum obat diazepam. Diagnosa yang disimpulkan dari keluhan
Ny. KR yaitu hepatitis B, CKD (Cronik Kronik Disease), dan anemia.
B. Dasar Teori
1. Patofisilogi
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang hati, gagal hati, serosis hati, kanker hati, dan kematian. Hepatitis
virus adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi hati (Isselbacher,
2000). ). Asites Adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Hampir sekitar 80% kejadian asites disebabkan oleh sirosis hati. Penyebab lainnya
adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronik, yang mengakibatkan retensi
air dan garam. Pada dasarnya penimbunan cairan dirongga peritoneum dapat terjadi
melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang berhubungan
dengan sirosis hepatis dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan
cairan di rongga peritonem yang terjadi melalui proses transudasi (Hirlan 2007).
Penyakit ginjal kronik (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau
transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi
pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin di bawah nilai normal. Anemia pada penderita gagal ginjal berat
disebabkan oleh 2 mekanisme :
a. Darah mengalami pengenceran oleh cairan yang berlebihan sehingga konsentrasi
hemoglobin turun.

b. Untuk produksi eritrosit di dalam sumsum tulang, diperlukan bahan yang khusus,
yaitu suatu protein yang disebut eritropoetin. Oleh karena eritropoetin hanya dibuat
oleh ginjal, maka pada gagal ginjal kronik produksi eritropoetin juga sangat kurang
(pada keadaan ini berat jaringan ginjal yang biasanya 300gr, dapat berkurang menjadi
hanya 30gr). Karena itu tidak ada gunanya memberikan zat besi (Fe) atau preparatpreparat vitamin pada penderita anemia yang disebabkan uremia. Jika terjadi anemia
yang berat, maka jantung harus memompa darah lebih banyak untuk mencukupi
jumlah kebutuhan oksigen pada jaringan. Ini merupakan beban tambahan terhadap
jantung. Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi ertiropoietin. Hal-hal lain
yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah
(misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi
uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.

2. Guideline Terapi

Algoritma untuk pasien dengan infeksi hepatitis B dengan gagal ginjal kronik
(Ridruejo,2015).
Menurut Algoritma terapi tersebut pasien mengalami hepatitis B disertai
penyakit ginjal kronik sehingga mengikuti alur penelusuran hubungan virus hepatitis
B dengan netropati atau klirens kreatinin <50-60 ml/menit atau pasien hemodialisis.
Pasien yang belum pernah menerima terapi NA dengan indikasi terapi entecavir tanpa
memperhatikan Viremia Entecavir adalah inhibitor yang selektif terhadap DNA
Polimerase virus hepatitis B dengan cara menghambat proses transkripsi sehingga
menurunkan sintesis DNA virus (Ridruejo, 2015).
Entecavir dipilih karena merupakan terapi pertama untuk virus Hepatitis B,
resistensi jarang terjadi dan profil keamanan yang lebih baik. Dosis yang digunakan
untuk entecavir adalah 0,5 mg setiap 7 hari (Ridruejo,2015). Pemilih obat ini juga
didasarkan atas keamanan terhadap ginjal. Diketahui bahwa pasien mengalami
penyakit ginjal kronis yang ditunjukkan dengan nulai keratin darah. Maka obat yang
dipilih adalah entecavir karena bersifat non nefrotoksik sehingga tidak memperoleh
penyakit ginjal kronis pasien (Denay dkk, 2015).
C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan

1. Subjective
Data Pasien
Nama
: Tn. W A
No. Rekam Medik: 00531xxx
Umur
: 61 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki\
Alamat
: Brebes
Status Jaminan : BPJS-PBI
Keluhan : Kejang-kejang, BAB Hitam, sering kambuh sejak 2 hari, kejang-kejang

tangan wajah, BAB hitam, lemas, kaki bengkak, sulit bicara, sempat muntah darah.
Riwayat penyakit : perut membesar
Riwayat obat : transfuse darah 4 kolf
UGD :O2 4 liter, IUFD R L, 15 tpm, ampi 3 x 19 gr IV (test)
Rautin 2 x 1 amp IV, Diazepam 10 mg IV, pro transfuse jika
Feb <8 gr/dl/
Diagnose : CKD (Cronic Kidney Disease), Hepatitis B , Anemia

2. Objective
Parameter
TD

02/01/14
180/100

03/01/14
120/80

Nilai
Normal
120/80

Keterangan
TD H-1 Meningkat
TD H-2 Normal

Nadi

88 x

/menit

80 x/

Meningkat

menit

Respirasi

24x /

18-

Meningkat

Suhu

menit
36,3oC

20x/menit
36 oC

Normal

BAB hitam

3. Assesment
Problem
Paparan Problem
Hepatitis B + CKD Perut membesar diakibatkan

Rekomendasi
-Diberikan spironolakton

karena adanya kelainan pada

1x25 mg dan furosemid

hati.

ampul 3x20 mg IV untuk


membantu dalam
mengeluarkan cairan pada
asites dan edema tungkai.
-Diberikan Entecavir dengan
dosis 0,5 mg setiap 7 hari 1

kali.
Anemia

Lemas disebabkan karena

Dilakukan tranfusi darah

adanya penurunan Hb

sebagai terapi pada CDK

diakibatkan oleh CKD

untuk meningkatkan kadar


HB.

4. Plan
a. Tujuan Terapi :
Mengobati Hepatitis B dengan gagal ginjal kronik (CKD)
Mengatasi anemia/ hipertensi
Memberikan terapi non farmakologis pada pasien disertai dengan KIE
b. Terapi Non-Farmakologi :
Untuk mencegah progresivitas gagal ginjal kronik pasien harus diet rendah
protein (0,6-0,75 g/kg BB/hari
Untuk mencegah penularan Hepatitis B kembali yaitu menghindari
hubungan badan dengan orang yang terinfeksi, menghindari
penyalahgunaan obat dan pemakaian jarum suntik, sikat gigi dan alat cukur,
dll.
Untuk mengatasi anemia yaitu dengan diberikan tranfusi 4 kolf
Untuk mengatasi hipertensi yang dialami pasien, pengobatan nonfarmakologis yang utama adalah pembatasan gram dalam makanan,
pengawasan berat badan dan membatasi minuman beralkohol (Targor,
1996).
c. Terapi Farmakologi :
Entecavir dipilih karena merupakan terapi pertama untuk virus Hepatitis B,
resistensi jarang terjadi dan profil keamanan yang lebih baik. Dosis yang
digunakan untuk entecavir adalah 0,5 mg setiap 7 hari (Ridruejo,2015).
Pemilih obat ini juga didasarkan atas keamanan terhadap ginjal. Diketahui
bahwa pasien mengalami penyakit ginjal kronis yang ditunjukkan dengan
nulai keratin darah. Maka obat yang dipilih adalah entecavir karena bersifat
non nefrotoksik sehingga tidak memperoleh penyakit ginjal kronis pasien
(Denay dkk, 2015).

d. KIE
KIE untuk dokter yang merawat pasien
Melaporkan adanya penurunan HB yang signifikan pada pasien
KIE untuk tenaga kesehatan yang merawat pasien
- Penggunaan infuse RL dengan kecepatan 15 TPM, hingga kadar
NA, K, Cl setelah pemberian RL.
- Pemastian identitas pasien agar tidak terjadi kesalahan pemberian
tranfusi darah dan perlu monitoring terhadap tekanan darah,
frekuensi denyut jantung dan suhu.
KIE untuk keluarga pasien
Cara minum obat dan frekuensinya
Nama
Obat
1. Furos
emid

Jadwal

Jumlah

Manfaat

Hal yang harus


diperhatikan

Jadal minum tiap


8 jam

200 mg

-menurunkan
tekanan darah

Jangan
digunakan
melebihi dosis
karena dapat
menyebabkan
berkemih
berlebihan
sehingga dapat
menyebabkan
dehidrasi

2. Entec
avir

Tiap 1 minggu

0,5 mg

-menghambat
virus HB

Harus diminum
2 jam sebelum
dan sesudah
makan

KIE untuk pasien


Memberikan jadwal minum obat pada pasien seperti yang diberikan
pada keluarga
Memotivasi untuk melaksanakan diet rendah garam, rendah lemak,
rokok, alcohol
Memotivasi untuk berolahraga

e. Monitoring
Obat
Furosemide

Monitoring
Keberhasilan
ESO
Hipertensi
Hiperurikemia

Spirunolakton

Asistes

Sakit

Target
Keberhasilan
Menurunkan
tekanan darah
kepala, Mengurangi

mengatuk
Entecavir

Hepatitis B

Tranfusi darah

Anemia

pembakakan
di
perut
Sakit
kepala, Menyembuhkan
mual, lelah
Hepatitis
Infeksi demam
Peningkatan
sel
darah merah

D. Kesimpulan

Problem medic pasien sesuai diagnosa adalah Hepatitis B


Penatalaksanaan terapi farmakologis untuk mengobati Hepatitis B adalah dengan
pemberian entecavir 0,5 mg setiap 7 hari sekali. Terapi non farmakologis yang
disarankan adalah diet rendah protein, tranfusi darah, pemberian RL, diet rendah
garam dan lemak.

E. Daftar Pustaka
Derray, G., Maria, Ed 6., Ji Dong J., Herry Lik yjen Cham et all, 2015. Hepatitis B
Virus Infection And The Kidney, WHO, 2005. Diarrhoea Treatment Guidelines
For Comunity-Based Health-Care AWorkers. Arlington: WHO/UNICEF.

Anda mungkin juga menyukai