Anda di halaman 1dari 6

Pada awalnya, perkembangan mengenai pembangunan berkelanjutan ini dimulai dengan

diterbitkannya buku Rachel Carson, dengan judul Silent Spring, yang diterbitkan pada tahun
1962. Dalam bukunya tersebut, ia menyatakan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan yaitu
proses pembangunan atau perkembangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang
tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya
dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk kehidupan. Sejak itu, banyak tonggak yang telah
menandai perjalanan pembangunan berkelanjutan.
Pada tahun 1972, pembangunan berkelanjutan ini dimasukkan ke dalam agenda PBB.
Ada beberapa kejadian penting yang dapat menjadi catatan penting pada tahun ini, antara lain
yaitu penyelenggaraan UN Conference on the Human Environment (UNCHE) di Stockholm,
Swedia, yang kemudian mendorong pembentukan beberapa badan perlindungan lingkungan
tingkat nasional dan the UN Environment Programme (UNEP), dimana hari pembukaan
konferensi inilah yang dijadikan tanggal yang selalu diperingati sebagai Hari Lingkungan
Internasional (World Environmental Day) setiap tanggal 5 Juni.[1] Sejak konferensi Stockholm,
terbentuk dua aliran besar pembangunan dalam paradigma pembangunan di dunia, yaitu
kaum developmentalist versus kaumenvironmentalist yang sangat berpengaruh selama beberapa
dasawarsa. Perdebatan yang meluas antara kedua aliran pandangan ini tanpa disadari juga
semakin meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan kesadaran umat manusia akan pentingnya
lingkungan hidup di seluruh dunia.[2]
Pada tahun 1975, ada dua kejadian penting yang terjadi, yaitu The Convention on
International Trade in Endangered Species of Flora and Fauna(CITES) atau Konvensi mengenai
Perdagangan Spesies Langka dari Tanaman dan Hewan mulai diberlakukan atau mengikat dan
setahun kemudian, pada tahun 1976, diselenggarakan the UN Conference on Human
Settlements yang merupakan pertemuan tingkat dunia yang pertama yang menghubungkan
lingkungan dan pemukiman manusia.
Pada tahun 1979, Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution atau
Konvensi mengenai Polusi Udara Jarak Jauh Lintas Batas Negara diadopsi. Setahun kemudian,
pada tahun 1980, ada beberapa kejadian penting yang tercatat yaitu peluncuran World
Conservation Strategy atau Strategi Konservasi Dunia oleh the International Union for
Conservation of Nature(IUCN), dimana dalam laporannya pada bagian menuju ke arah
pembangunan berkelanjutan mengidentifikasi sebab utama dari perusakan habitat, yaitu

kemiskinan, tekanan populasi, ketidaksetaraan sosial, dan rezim perdagangan termasuk


menyerukan dibentuknya suatu strategi pembangunan internasional yang baru untuk
memperbaiki ketidaksetaraan, dan publikasi laporan Independent Commission on International
Development Issues atau Komisi Independen mengenai Isu-Isu Pembangunan Internasional yang
berjudul North-South: A Programme for Survival (Brandt Report), yang menyerukan
dibentuknya hubungan ekonomi yang baru antara Utara dan Selatan.
Pada

tahun

1986,

penyelenggaraan UN

Convention

on

the

Law

of

the

Sea(UNCLOS) atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut diadopsi, dimana konvensi tersebut
mengeluarkan materi-materi pengaturan yang terkait dengan standar lingkungan dan penerapan
aturan-aturan yang terkait dengan pencemaran laut, dan diberlakukannya The UN World Charter
for Nature atau Piagam PBB mengenai Alam mengadopsi prinsip bahwa setiap bentuk kehidupan
adalah unik dan seharusnya dihargai tanpa memandang kegunaannya bagi umat manusia. Piagam
tersebut menyerukan pemahaman mengenai ketergantungan kita atas sumber daya alam dan
keharusan kita untuk mengontrol kegiatan eksploitasinya.
Pada bulan Desember 1983, Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Sidang Umumnya
membentuk satu komisi yang disebut World Commission on Environment and Development,
disangkat WCED. WCED dibentuk sesuai resolusi Sidang Umum No.38/161 dan dipimpin oleh
Perdana Menteri Gro Harlem Brundtland dari Norwegia dan Masour Khalid dari Sudan. Dari
Indonesia, yang menjadi anggota adalah Prof. Dr. Emil Salim. Salah satu tugas WCED adalah
menyusun suatu strategi jangka panjang untuk pengembangan lingkungan menuju pembangunan
berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya. Setahun kemudian, pada tahun 1984,
diselenggarakannya International Conference on Environment and Economics atau Konferensi
Internasional mengenai Lingkungan dan Ekonomi oleh OECD yang menyimpulkan bahwa
lingkungan dan ekonomi harus saling memperkuat. Kesimpulan dari konferensi tersebut
membantu dalam pembentukan laporan Our Common Future.
Pada tahun 1985, dalam pertemuan the World Meteorological Societyatau masyarakat
meteorologi dunia di Austria pertama kali disebutkan mengenai isu Climate Change atau
perubahan iklim, dimana the UNEP dan the International Council of Scientific Unions dalam
laporannya menyatakan bahwa terjadi penumpukan karbon dioksida dan gas rumah kaca
lainnya di atmosfer. Hal tersebut ditengarai sebagai penyebab pemanasan global. Pada tahun ini

juga ditemukan bahwa ada lubang ozon di Antartika, berdasarkan penelitian dari ahli Inggris dan
Amerika Serikat.
Pada tahun 1987, ada beberapa kejadian penting yang harus dicatat yaitu diterbitkan
laporan dari the World Commission on Environment and Development(WCED) yang dikenal
dengan nama Brundtland Report yang diberi judul Our Common Future atau Masa Depan Kita
Bersama, dimana dalam laporan tersebut menggabungkan isu-isu sosial, ekonomi, budaya, dan
lingkungan dengan solusi global, termasuk juga mempopulerkan istilah sustainable
development atau pembangunan berkelanjutan, dibuatnya pedoman oleh OECD Development
Advisory Committee atau Komite Penasehat Pembangunan OECD untuk lingkungan dan
pembangunan dalam kerangka bantuan kebijakan bilateral, dan diadopsinya Montreal Protocol
on Substances that Deplete the Ozone Layer atauProtokol Montreal mengenai bahan-bahan yang
dapat merusak lapisan ozon.
Pada tahun 1988, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau panel
antarpemerintah mengenai perubahan iklim dibentuk dengan tujuan untuk mengevaluasi
penelitian yang paling terbaru di lapangan terkait dengan ilmu pengetahuan, teknis, dan sosioekonomi. Pada tahun 1990, kejadian penting yang tercatat yaitu penyelenggaraan UN Summit for
Children atau KTT PBB mengenai anak-anak, pengakuan yang penting mengenai akibat dari
lingkungan bagi generasi yang akan datang.
Pada

tahun

1992,

diselenggarakan UN

Conference

on

Environment

and

Development (UNCED) atau Konferensi PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan yaitu
konferensi khusus tentang lingkungan dan pembangunan yang dikenal sebagai Earth
Summit atau KTT Bumi Pertama di Rio de Jeneiro, Brazil. Dari sini, terbentuklah United
Nations Commission on Sustainable Development(UNCSD). Setelah itu, pelbagai konferensi dan
forum-forum tingkat dunia secara periodik terus diselenggarakan untuk membahas berbagai
masalah dalam pelaksanaan prinsip pembangunan berkelanjutan di berbagai negara.[3] Dalam
konferensi, kesepakatan yang dicapai terkait dengan rencana aksi Agenda 21 dan pada konvensi
keanekaragaman hayati (the Biological Diversity), konvensi kerangka kerja perubahan iklim (the
Framework Convention on Climate Change) dan prinsip-prinsip kehutanan yang tidak mengikat.
Pada tahun 1993, diselenggarakan Pertemuan pertama dari the UN Commission on
Sustainable Development, yang diadakan untuk memastikan tindak lanjut dari UNCED,
meningkatkan kerja sama internasional dan merasionalisasi kapasitas pembuatan keputusan

antarpemerintah. Setahun kemudian, di tahun 1994, beberapa kejadian penting yang tercatat
yaitu pendirianGlobal Environment Facility yang bertujuan merestrukturisasi miliaran dolar
bantuan untuk memberikan lebih banyak kekuatan membuat keputusan kepada negara-negara
berkembang dan pembentukan Earth Charter Initiative yang baru telah diluncurkan melalui
proses konsultasi yang paling terbuka dan partisipatif yang pernah dilakukan yang terkait dengan
dokumen internasional.
Pada tahun 1995, beberapa kejadian penting yang terjadi yaitu pembentukan World
Trade Organization (WTO), dengan pengakuan secara formal terhadap hubungan antara
perdagangan, lingkungan, dan pembangunan, penyelenggaraan World Summit for Social
Development di Kopenhagen, dimana hal ini adalah pertama kalinya komunitas internasional
mengekspresikan komitmen yang jelas terkait dengan pemberantasan kemiskinan dan
penyelenggaraan Fourth World Conference on Women di Beijing, dimana dalam negosiasinya
diakui bahwa status wanita telah meningkat, akan tetapi rintangan tetap ada terkait dengan
realisasi hak-hak wanita sebagai hak asasi manusia. Setahun kemudian, pada tahun 1996, ISO
14001 secara formal diadopsi sebagai standar internasional yang dilakukan secara sukarela untuk
sistem manajemen lingkungan perusahaan. Pada tahun 1999, dilaksanakannya peluncuran Index
Berkelanjutan Dow Jones, yang merupakan alat yang pertama yang dijadikan pedoman bagi
investor yang sedang mencari perusahaan yang menguntungkan yang tetap mengikuti prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan.
Pada tahun 2000, UN Millennium Development Goals atau Tujuan Pembangunan
Milenium PBB yang dihasilkan dari pertemuan terbesar pemimpin dunia yang sepakat untuk
menetapkan tujuan yang terikat dengan waktu dan tujuan yang terukur untuk memerangi
kemiskinan, kelaparan, penyakit, buta huruf, degradasi lingkungan, dan diskriminasi terhadap
wanita, yang akan dicapai pada tahun 2015 dan dalam tahun yang sama juga mengadopsi Earth
Charteryang diluncurkan pada tanggal 29 Juni 2000, di Den Haag, Belanda, didukung oleh lebih
dari 14.000 individu dan organisasi yang mewakili jutaan orang di seluruh dunia, namun telah
gagal untuk mencapai kesepakatan yang diinginkan atau adopsi oleh the 2002 World Summit on
Sustainable

Development atau the

UN

General

Assembly,

dengan Earth

Charter

Initiative sebagai organisasi yang mempromosikan misi dari Earth Charter tersebut.
Pada tahun 2001, Konferensi Tingkat Menteri WTO yang Keempat, yang diadakan di
Doha, Qatar, mengakui perhatian atas lingkungan dan pembangunan dalan deklarasi finalnya.

Dan kemudian masih pada tahun yang sama, United Nations Department for Economic and
Social Affairs (UNDESA), bekerja sama dengan Pemerintah Ghana, Inggris, Denmark, dan
UNDP,

mengadakanInternational

Forum

on

National

Sustainable

Development

Strategies (NSDSs) pada 7-9 November 2001 di Accra, Ghana. Forum ini diselenggarakan
sebagai persiapan dari World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diadakan di
Johannesburg, Afrika Selatan, pada 26 Agustus hingga 6 September 2002 yang dikenal
sebagai Earth Summit 2002.
Kemudian di tahun 2002, tepatnya pada tanggal 26 Agustus - 4 September,
diadakan World Summit on Sustainable Development (WSSD) dengan

tema Economy,

Environment, and Society yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan. WSSD atau
KTT Dunia mengenai Pembangunan Berkelanjutan tersebut, menandai 10 tahun UNCED. 737
LSM baru dan lebih dari 8.046 perwakilan dari kelompok utama (bisnis, petani, masyarakat adat,
pemerintah daerah, LSM, komunitas ilmu pengetahuan dan teknologi, serikat buruh, dan wanita)
menghadiri KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg. Kelompokkelompok ini mengorganisir diri mereka ke dalam sekitar 40 kaukus berbasis geografis dan isu.
Dalam suasana frustasi karena kurangnya kemajuan dari pemerintah, KTT mempromosikan
kemitraan sebagai pendekatan yang tidak dinegosiasikan terhadap keberlanjutan.
Pada

tahun

2005,

beberapa

kejadian

penting

yang

dicatat

yaitu

mulai

diberlakukannya Kyoto Protocol yang secara hukum mengikat pihak negara maju dengan tujuan
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menetapkan Mekanisme Pembangunan Bersih bagi
negara-negara berkembang. Setahun berikutnya, pada tahun 2006, ada beberapa laporan yang
terkait sustainable development, yaitu Laporan Stern membuat kasus ekonomi yang meyakinkan
bahwa biaya yang dikeluarkan apabila tidak menanggapi perubahan iklim akan menjadi 20 kali
lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk mengatasi isu perubahan iklim tersebut dan laporan NASA bahwa lapisan
ozon telah pulih karena peran dalam mengurangi konsentrasi dari CFCs, dihapuskan berdasarkan
Protokol Montreal.
Pada tahun 2008, Ide mengenai Green Economy atau Ekonomi Hijau mulai masuk
kedalam arus utama. Pemerintahan nasional menginvestasikan sebagian dari stimulus ekonomi
mereka ke dalam aksi-aksi lingkungan, dan ekonomi rendah karbon dan pertumbuhan hijau
menjadi tujuan baru dari perekonomian masa depan. Masih pada tahun yang sama, pada 10-12

November 2008, atas kerja sama OECD dan International Transport Forum (ITF) diadakan
pula Global Forum on Sustainable Development dengan tema Transport and Environment in
Globalizing World di Guadalajara, Mexico.
Setahun kemudian, pada tahun 2009, Negosiasi iklim Kopenhagen, dimana target dan
aksi domestik dari emiter besar seperti misalnya Amerika Serikat dan China memegang peranan
utama, akan tetapi proses internasional terus terlihat sebagai bagian yang penting dalam
mengukur apakah aksi-aksi tersebut sesuai dengan pengurangan global yang diinginkan oleh
ilmu pengetahuan. Hasil dari negosiasi Kopenhagen tidak jelas: prosesnya mungkin sulit tetapi
kesepakatan Kopenhagen itu sendiri merupakan terobosan dalam pengertian melibatkan negaranegara berkembang.

DAFTAR REFERENSI

Buku:
Asshiddiqie, Jimly. Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

[1] Jimly Asshiddiqie, Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Negara


Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.135.
[2] Jimly Asshiddiqie, ibid, hlm.136.
[3] Jimly Asshiddiqie, ibid, hlm.137.

Anda mungkin juga menyukai