SKENARIO 1
MATA MERAH
Kelompok B-2
Ketua
(1102013243)
Sekretaris
Anggota
: Rizkiyah Juniarti
(1102012252)
(1102012291)
Yovi Sofiah
(1102013314)
Yoga Prasetyo
(1102013308)
Muta Mimmah
(1102013186)
Mutiah Chairunnisah
(1102013189)
Putri Rachmawati
(1102013234)
Yusrina Rahmawati
(1102013319)
(1102013178)
SKENARIO 1
Mata Merah
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poloklinik diantar ibunya dengan keluhan
kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluhan disertai dengan
keluar banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami gangguan. Pasien pernah
menderita penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan oftalmologis :
VOD : 6/6, VOS : 6/6
Segmen anterior ODS : palpebra edema (-), lakrimasi (+), konjungtiva tarsalis superior : giant
papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), limbus kornea :
infiltrate(+).
Lain-lain tidak ada kelainan
Pasien sudah mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan.
Setelah mendapatkan terapi pasien diminta untuk control rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan mata sesuai tuntunan ajaran islam.
KATA SULIT
1.
2.
3.
4.
12. Karena termasuk konjungtivitis alergi sehingga dapat terjadi berulang-ulang tergantung
kapan alerginya masuk.
13. Gatal, nyeri, raklimasi, dan perih.
HIPOTESIS
Alergen masuk reaksi alergi histamin meningkat inflamasi hipersekresi
lakrimalis Vasodilatasi mata gatal dan mata merah visus sekmen anterior diagnose
(konjungtivitis alergi) dan diagnosis banding (konjungtivitis vernalis) terapi (antihistamine :
generasi II , bakteri : antibioik , virus : antiviral) menjaga mata menurut pandangan islam
wudhu, melihat yang baik-baik, memakai celak mata sebelu tidur gunanya untuk membersihkan
mata dan membuat mata menjadi bening.
SASARAN BELAJAR
1
2
3
4
5
1 Makroskopis
2 Mikroskopis
Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Penglihatan
Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis
1 Definisi
2 Etiologi
3 Klasifikasi
4 Patofisiologi
5 Manifestasi
6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
7 Penatalaksanaan
8 Komplikasi
9 Pencegahan
10 Prognosis
Memahami dan Menjelaskan Mata Merah Visus Menurun dan Normal
Memahami dan Menjelaskan Penglihatan Menurut Islam
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar
ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan
(3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar,
sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas
kornea transparan tempat lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah
dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh
darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang
terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya
menjadi impuls syaraf.
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua
komponenkomponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap
untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk
mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan
kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impulsimpuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak.
Cahaya masuk ke mata dari media ekstenal seperti, udara, air, melewati kornea dan
masuk ke dalam aqueous humor. Refraksi cahaya kebanyakan terjadi di kornea dimana terdapat
pembentukan bayangan yang tepat. Aqueous humor tersebut merupakan massa yang jernih yang
menghubungkan kornea dengan lensa mata, membantu untuk mempertahankan bentuk konveks
dari kornea (penting untuk konvergensi cahaya di lensa) dan menyediakan nutrisi untuk
endothelium kornea. Iris yang berada antara lensa dan aqueous humor, merupakan cincin
berwarna dari serabut otot. Cahaya pertama kali harus melewati pusat dari iris yaitu pupil.
Ukuran pupil itu secara aktif dikendalikan oleh otot radial dan sirkular untuk mempertahankan
level yang tetap secara relatif dari cahaya yang masuk ke mata. Terlalu banyaknya cahaya yang
masuk dapat merusak retina. Namun bila terlalu sedikit dapat menyebabkan kesulitan dalam
melihat. Lensa yang berada di belakang iris berbentuk lempeng konveks yang memfokuskan
cahaya melewati humour kedua untuk menuju ke retina.
Untuk dapat melihat dengan jelas objek yang jauh, susunan otot siliare yang teratur secara
sirkular akan akan mendorong lensa dan membuatnya lebih pipih. Tanpa otot tersebut, lensa akan
tetap menjadi lebih tebal, dan berbentuk lebih konveks. Manusia secara perlahan akan
kehilangan fleksibilitas karena usia, yang dapat mengakibatkan kesulitan untuk memfokuskan
objek yang dekat yang disebut juga presbiopi. Ada beberapa gangguan refraksi lainnya yang
mempengaruhi bantuk kornea dan lensa atau bola mata, yaitu miopi, hipermetropi dan
astigmatisma.
Selain lensa, terdapat humor kedua yaitu vitreous humor yang semua bagiannya dikelilingi oleh
lensa, badan siliar, ligamentum suspensorium dan retina. Dia membiarkan cahaya lewat tanpa
refraksi dan membantu mempertahankan bentuk mata.
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh selubung
fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :
Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian anterior
yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih.
Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum
subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina
fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui
oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu vv.vorticosae. Sklera
langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan,
mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisanlapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang
bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat
transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang
berhubungan dengan aqueous humour.
Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis luar
berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang bersambung
dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris,
procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan
kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea
menjadi camera anterior dan posterior, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas
serat-serat sirkuler dan radier.
Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan
luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum.
Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin
berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina
bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di
bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula lutea,
merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian tengahnya berlekuk disebut
fovea sentralis.
Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea melalui discus
nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya yaitu tempat dimana ditembus oleh
a. centralis retinae. Pada discus ini sama sekali tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak peka
terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik
buta ini tampak berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
Media refrakta dan bagiannya :
KORNEA
Selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea adalah perpanjangan
anterior yang transparan pada sklera di bagian depan mata, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan. Kornea bertanggung jawab untuk sekitar 70% daya refraktif.
Mentransmisi cahaya dan memfokuskancahaya. Kornea terdiri dari lima lapisan dari luar ke
dalam (anterior ke posterior ) adalah :
1
EPITEL KORNEA
Merupakan lanjutan dari epitel konjungtiva bulbi. Terdiri atas 5-6 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih berasal dariektoderm permukaan. Dibawahnya terdapat 23 lapis sel polyhedral. Di atas membrana basalis terdapat lapisan basal yang berisi sel-sel
silindris yang terlihat mitosis. Jika terdorong ke depan akan membentuk lapis sel sayap, makin
maju akan menjadi sel gepeng. Sel basal akan berikatan dengan sel basal disampingnya dan sel
poliglonal melalui desmosom dan makula okludens sehingga membentuk ikatan yang
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
2
Terletak di bawah membrana basal epitel kornea dan merupakan kolagen yang tersususn
tidak teratur seperti stroma. Lapisan ini ditembus saraf-saraf yang menuju epitel kornea. Lapisan
ini tidak mempunyai daya regenerasi
3
SUBSTANSIA PROPRIA/STROMA
Merupakan 90% dari ketebalan kornea. Terdiri atas lamel-lamel kolagen yang
diantaranya ada celah sempit berisis fibroblast yang terjepit (sitoplasma bercabang-cabang) yaitu
keratosit, limfosit dan makrofag. Keratosit memproduksi kolagen dan substansia dasar
glycosaminoglycans. Pembentukan kembali serat kolagen kadang sampai 15 bulan.
4
Merupakan membrana basalis endotel kornea yang aseluler. Bersifat sangat elastik dan
berkembang terus seumur hidup.
5
ENDOTEL KORNEA
Disusun selapis sel gepeng. Tidak punya daya regenerasi. Berasal dari mesoderm,
berlapis satu dan bentuk hexagonal. Endotel melekat pada membrana descemet melalui hemi
desmosom dan zonla okluden.
LIMBUS KORNEA
Merupakan zona peralihan atau zona pertemuan antara kornea dan sklera. Epitel kornea
menebal sampai 10 atau lebih lapisan dan melanjutkan diri dengan konjungtiva. Membran
bowman berhenti dengan tiba-tiba. Membran descemet menipis, memecah dan melanjutkan diri
menjadi trabekula ligamentum pektinata. Stroma kornea menjadi kurang teratur dan dari lamel
khas kurang teratur (seperti sklera). Memiliki vaskularisasi yang baik.
AQUEOUS HUMOR
Merupakan cairan yang disekresi oleh epitel ciliar (sebagian) dan oleh difusi dari kapiler
dalam processus ciliar. Mengandung materi yang dapat berdifusi dari plasma darah tetapi
mengandung kadar protein yang rendah (0,02%) dibandingkan dengan serum (7%). Bila derajat
sekresi sama dengan derajat penyaluran keluar, tekanan intra okular (TIO) tetap konstan sekitar
23 mmHg.
LENSA
Bentuk biconvex (cembung ), transparan, avaskuler, dan elastis. Lensa terletak di belakang
iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk cakram yang dapat menebal dan menipis.
Elastisitas dapat menurun seiring meningkatnya usia dan mengerasnya lensa. Secara struktural
terdapat 3 komponen :
1
Capsula lensa
Merupakan lamina basal transparan dan elastis yang membungkus keseluruhan lensa.
Kapsul bersifat homogen, elastis, membran yang tidak terbentuk dan mengandung glikoprotein
dan kolagen tipe IV. Melekat pada lensa, serat zonula (zonula zinii) yang berjalan ke badan siliar
sebagai ligamen suspensorium/penyokong.
2
Epitelium subscapular
Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigensi dengan serat-serat lensa. Permukaan anterior
dilapisi epitel kuboid rendah. Menuju arah equator, epitel tinggi menjadi kolumnar kemudian
menjadi serat lensa.
3
Serat lensa
Serat lensa berbentuk sebagai prisma heksagonal. Di permukaan, pada kortex, serat yang
lebih muda mengandung inti dan organel. Di bagian tengah, dalam inti lensa, serat yang lebih tua
telah kehilangan inti dan tampak homogen. Saat berdiferensiasi, kehilangan inti sel kemudian
diisi protein kristalin.
BADAN VITREUS
Bentuk sferoid/bundar dengan lekukan pada bagian anterior untuk menyesuaikan dengan
lensa. Terdiri atas air (99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat
terhidrasi. Mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat.
Bagian aksesoris mata :
ORBITA
Adalah lekukan tulang yang berisi bola mata. Hanya seperlima rongga orbita yang terisi bola
mata; sisa rongga berisi jaringan ikat dan adiposa, serta otot mata ekstrinsik, yang berasal dari
orbita dan menginsersi bola mata. Ada dua lubang pada orbita yaitu foramen optik berfungsi
untuk lintasan saraf optik dan arteri oftalmik, dan fisura orbital superior berfungsi untuk lintasan
saraf dan arteri yang berkaitan dengan otot mata.
KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus.
2 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera bawahnya.
3 Konjungtiva fornisses atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya
sehingga bola mata mudah untuk bergerak.
APARATUS LAKRIMAL
Sistem sekresi bola mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekresi mulai pada
pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas dua bagian :
1 Sistem produksi atau glandula lakrimal, glandula lakrimal terletak di temporo antero
superior rongga orbita.
2 Sistem ekresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan
duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari
duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.
Air mata mengandung garam, mukosa, dan lisozim, suatu bakteriosida. Berkedip dapat menekan
kelenjar lakrimal dan menyebabkan produksi air mata.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya
relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Struktur Mata dan Aksesorinya
Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata dilindungi oleh area
orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla,
zygomatic, greater wing of sphenoid, lacrimal, dan ethmoid.
Sebagai struktur tambahan mata, dikenal berbagai struktur aksesori yang terdiri dari alis mata,
kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus lakrimal, dan otot-otot mata ekstrinsik. Alis mata
dapat mengurangi masuknya cahaya dan mencegah masuknya keringat, yang dapat menimbulkan
iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya benda asing ke dalam
mata. Konjungtiva merupakan suatu membran mukosa yang tipis dan transparan. Konjungtiva
palpebra melapisi bagian dalam kelopak mata dan konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior
permukaan mata yang berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungtiva palpebra dan bulbar
disebut sebagai conjunctival fornices.
Apparatus lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal yang terletak di sudut anterolateral orbit dan
sebuah duktus nasolakrimal yang terletak di sudut inferomedial orbit. Kelenjar lakrimal
diinervasi oleh serat-serat parasimpatis dari nervus fasialis. Kelenjar ini menghasilkan air mata
yang keluar dari kelenjar air mata melalui berbagai duktus nasolakrimalis dan menyusuri
permukaan anterior bola mata. Tindakan berkedip dapat membantu menyebarkan air mata yang
dihasilkan kelenjar lakrimal.
Air mata tidak hanya dapat melubrikasi mata melainkan juga mampu melawan infeksi bakterial
melalui enzim lisozim, garam serta gamma globulin. Kebanyakan air mata yang diproduksi akan
menguap dari permukaan mata dan kelebihan air mata akan dikumpulkan di bagian medial mata
di kanalikuli lakrimalis. Dari bagian tersebut, air mata akan mengalir ke saccus lakrimalis yang
kemudian menuju duktus nasolakrimalis. Duktus nasolakrimalis berakhir pada meatus inferior
kavum nasalis dibawah konka nasalis inferior.
Untuk menggerakkan bola mata, mata dilengkapi dengan enam otot ekstrinsik. Otot-otot
tersebut yaitu superior rectus muscle, inferior rectus muscle, medial rectus muscle, lateral rectus
muscle, superior oblique muscle, dan inferior oblique muscle. Superior oblique muscle diinervasi
oleh nervus troklearis. Lateral rectus muscle diinervasi oleh nervus abdusen. Keempat otot mata
lainnya diinervasi oleh nervus okulomotorius.
Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu
outer fibrous layer, middle vascular layer dan inner layer. Outer fibrous layer (tunica fibrosa)
dibagi menjadi dua bagian yakni sclera dan cornea. Sclera (bagian putih dari mata) menutupi
sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang ditembus oleh
pembuluh darah dan saraf. Kornea merupakan bagian transparan dari sclera yang telah
dimodifikasi sehingga dapat ditembus cahaya.
Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea. Lapisan ini terdiri dari tiga bagian
yaitu choroid, ciliary body, dan iris. Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan
pembuluh darah dan sangat terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina. Ciliary body
merupakan ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin muskular disekitar
lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai
aqueous humor.
Iris merupakan suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya dan lubang yang dibentuk oleh iris
ini disebut sebagai pupil. Iris memiliki dua lapisan berpigmen yaitu posterior pigment epithelium
yang berfungsi menahan cahaya yang tidak teratur mencapai retina dan anterior border layer
yang mengandung sel-sel berpigmen yang disebut sebagai chromatophores. Konsentrasi melanin
yang tinggi pada chromatophores inilah yang memberi warna gelap pada mata seseorang seperti
hitam dan coklat. Konsentrasi melanin yang rendah memberi warna biru, hijau, atau abu-abu.
Inner layer (tunica interna) terdiri dari retina dan nervus optikus.
Mata adalah organ indera yang sangat khusus bagi penglihatan dan fotoresepsi. Setiap bola
mata dikelilingi oleh 3 lapisan yang berbeda. Lapisan luar adalah sklera, yaitu lapisan opak
jaringan ikat padat. Dibagian anterior, sklera dimodifikasi menjadi kornea transparan yang
memungkinkan cahaya masuk ke mata. Di bagian dalam sklera, terdapat lapisan berpigmen padat
yang disebut dengan choroid. Di dalam choroid terdapat banyak pembuluh darah yang memberi
makan kepada sel-sel fotoreseptor di retina dan struktur lain bola mata. Lapisan paling dalam
mata adalah retina fotosensitif yang melapisi tiga perempat mata bagian posterior. Sel-sel
fotosensitif retina berakhir pada daerah yang disebut ora serrata. Di bagian anterior ora serrata
retina tidak lagi fotosensitif. (Eroschenko, 2003)
Mata juga mengandung 3 bilik, camera oculi anterior (COA), terletak diantara kornea dan
iris; camera oculi posterior, terletak diantara iris dan lensa; corpus vitreous, ruang besar berisi
humor vitreous yang berupa gel, terletak diantara lensa dan retina. Camera oculi anterior dan
posterior terisi suatu cairan yang disebut dengan humor aqueosus. Cairan ini dihasilkan oleh
processus ciliaris yang berada di belakang iris, berjalan dari camera posterior ke camera anterior
lalu akan didrainase melalui vena. (Eroschenko, 2003)
Retina mengandung selapis sel fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang) yang peka terhadap
berkas cahaya melalui lensa. Saraf yang keluar dari retina adalah saraf (sensoris) afferen yang
menghantarkan impuls cahaya dari fotoreseptor ke otak melalui N. Opticus untuk interpretasi
visual. (Eroschenko, 2003)
Pada bagian posterior mata terdapat sebuah bercak berpigmen kekuningan yang disebut
makula lutea. Di pusat makula lutea terdapat sebuah lekukan kecil yang disebut dengan fovea
centralis. Bagian fovea centralis ini tidak mengandung sel batang maupun pembuluh darah, yang
ada hanya kumpulan dari sel kerucut. Oleh karena itu bisa dikatakan fungsi dari fovea centralis
ini lebih mengarah kepada interpretasi warna. (Eroschenko, 2003)
Palpebra
Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas epitel berlapis gepeng
dengan papilla. Pada bagian dermis, dibawahnya terdapat folikel-folikel rambut dengan kelenjar
sebasea. Selain itu, kelenjar keringat juga dapat ditemukan pada bagian dermis. (Eroschenko,
2003)
Lapisan terdalam palpebra adalah membran mukosa, yang disebut juga sebagai konjungtiva
palpebra. Lapisan ini letaknya bersebelahan dengan bola mata. Epitel yang melapisinya adalah
epitel berlapis silindris rendah dengan sedikit sel goblet. Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut ke
atas tepi palpebra, kemudian ditransformasikan menjadi epitel berlapis silindris pada bagian
konjungtiva palpebra. Lamina propria pada konjungtiva palpebra mengandung serat-serat
kolagen serta elastin. Di bawah lamina propria terdapat lempeng jaringan ikat padat kolagen,
yang disebut dengan tarsus. Daerah ini mengandung kelenjar sebasea khusus (besar) yang
disebut dengan kelenjar tarsalis Meibom. Asini sekretorius yang keluar dari kelenjar ini akan
bermuara ke dalam suatu ductus centralis yang panjang yang berjalan paralel dengan konjungtiva
palpebra dan bermuara di tepi palpebra. (Eroschenko, 2003)
Ujung bebas palpebra mengandung bulu mata yang muncul dari folikel rambut besar dan
panjang. Terdapat kelenjar sebasea kecil yang berkaitan dengan bulu mata. Diantara folikel
rambut bulu mata terdapat kelenjar keringat Moll. (Eroschenko, 2003)
Palpebra mengandung 3 sel otot. Bagian terbesarnya adalah otot rangka, yang disebut dengan M.
orbicularis oculi. Lalu ada M. ciliaris (Roilan), di daerah folikel rambut bulu mata dan kelenjar
tarsal. Di bagian atas palpebra terdapat berkas-berkas otot polos, yaitu M. tarsalis superior
(Muller). (Eroschenko, 2003)
Jaringan ikat palpebra juga mengandung jaringan lemak, pembuluh darah serta jaringan limfatik.
(Eroschenko, 2003)
Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimalis menyekresi air mata dan disusun oleh
beberapa kelenjar tubulo asinar. Asini sekretorisnya bervariasi dalam
hal bentuk maupun ukurannya dan mirip jenis serosa, tetapi
lumennya lebih besar. Sejumlah asini menampakkan kantungkantung tak teratur sel di dalam lumennya. Sel-sel asinar lebih
silindris dibandingkan dengan piramidal, mengandung granul sekresi
dan tetes lipid lebih besar yang terpulas lemah. Sel-sel mioepitel
mengelilingi setiap asini. (Eroschenko, 2003)
Duktus ekskretorius intralobular yang lebih kecil dilapisi epitel selapis kuboid atau
silindris. Duktus intralobular yang lebih besar dan duktus interlobularis yang dilapisi dua sel
silindris rendah atau epitel bertingkat semu. (Eroschenko, 2003)
Jaringan ikat intralobular hanya sedikit, tetapi jaringan ikat interlobular sangat banyak dan dapat
mengandungn sel-sel lemak. (Eroschenko, 2003)
Kornea
Permukaan anterior kornea ditutupi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan
tanpa papil. Lapisan sel terbawah (basal) silindris dan berada di atas membran basal tipis. Di
bawah epitel kornea terdapat membrana limitans anterior (membrana Bowman). Membrana
Bowman berasal dari lapisan dibawahnya, stroma kornea
(substantia proria). Stroma kornea membentuk badan kornea.
Stroma terdiri atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk
lamela tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng yang
bercabang, keratosit, yang terletak diantara serat kolagen.
Keratosit kornea merupakan bagian yang telah dimodifikasi.
(Eroschenko, 2003)
Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid
rendah, epitel posterior, yang juga merupakan endotel kornea.
Membrana limitans posterior (membrana Descement) lebar dan
merupakan membrana basalis epitel kornea posterior. Membran
ini berada pada bagian posterior dari stroma kornea. (Eroschenko, 2003)
Bola Mata
Bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan konsentris utama, yaitu jaringan ikat fibrosa kuat di
luar (sklera dan kornea), lapisan tengah atau uvea (choroid berpigmen yang sangat vaskular;
corpus ciliaris, terdiri atas processus ciliaris dan M. ciliaris; iris), yang terakhir adalah lapisan
terdalam (jaringan saraf fotosensitif, retina). (Eroschenko, 2003)
Sklera adalah lapisan jaringan ikat kuat, opak, putih, terdiri atas anyaman padat serat
kolagen. Sklera membantu mempertahankan kekakuan bola mata dan tampak sebagai bagian
putih mata. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea, yang terletak di bagian
anterior mata. Di bagian posterior mata terdapat N. opticus yang muncul dari kapsul ocular,
tempat peralihan sklera bola mata dan duramater (jaringan ikat susunan saraf). (Eroschenko,
2003)
Choroid dan corpus ciliaris terletak bersebelahan dengan sklera. Pada potongan sagital bola
mata, corpus ciliaris tampak berbentuk segitiga, terdiri atas M. ciliaris dan processus ciliaris. M.
ciliaris adalah otot polos, serat-seratnya tersusun memanjang, melingkar dan radial. Perluasan
corpus ciliaris yang berlipat dan vaskular akan membentuk processus ciliaris. Processus ini
melekat pada equator lensa melalui ligamentum suspensorium bulbi dan membuat lensa
berbentuk konveks. (Eroschenko, 2003)
Iris menutupi sebagian lensa dan merupakan bagian berwarna mata. Penyebaran serat otot
polos secara melingkar dan radial membentuk sebuah lubang yang dinamakan pupil.
(Eroschenko, 2003)
Bagian dalam mata yang terdapat di depan lensa dapat dibagi menjadi 2 kompartemen, yaitu
camera oculi anterior (COA) dan camera oculi posterior (COP). Camera oculi anterior terletak
diantara iris dengan kornea. Sedangkan camera oculi posterior (COP) terletak diantara iris
dengan lensa. Kedua ruangan ini berisi cairan yang encer, yang disebut dengan humor aquosus.
Kompartemen yang berada dibagian belakang lensa disebut corpus vitreous. Corpus vitreous
berisi materi gelatinosa, yaitu humor vitreous yang transparan. (Eroschenko, 2003)
Lapisan dalam retina merupakan bagian dari bola mata yang fotosensitif. Namun tidak semua
bagian retina ini fotosensitif, dibagian depan dari ora serrata (terletak di belakang corpus
vitreous) merupakan bagian retina yang non-fotosensitif. Hal tersebut dikarenakan pada bagian
ini tidak ditemukan lagi adanya sel-sel batang dan kerucut. (Eroschenko, 2003)
Dinding posterior mata mengandung macula lutea dan papilla
opticus atau discus opticus. Makula lutea merupakan bercak
pigmen kuning kecil, yang mana pada pusatnya terdapat lekukan
dangkal yang disebut fovea. Daerah ini merupakan daerah
penglihatan paling tajam pada mata.
stroma serat kolagen dan elastin halus. Pada lapisan terdalam choroid, membrana vitrea,
bersebelahan dengan sel-sel pigmen retina. (Eroschenko, 2003)
Lapisan terluar retina adalah epitel pigmen. Membran basalnya membentuk lapisan
terdalam membran vitrea choroid. Sel pigmen kuboid mengandung granul (pigmen) melanin di
bagian apeks sitoplasma, sementara processus dengan granul pigmen terjulur diantara sel kerucut
dan sel batang retina. (Eroschenko, 2003)
Disebelah sel pigmen terdapat lapisan fotosensitif yang terdiri atas sel batang langsing dan sel
kerucut yang lebih tebal. Kedua jenis ini terdapat di sebelah membrana limitans eksterna yang
dibentuk oleh cabang-cabang sel neuroglia, yaitu sel Muller. (Eroschenko, 2003)
Lapisan inti luar mengandung inti sel batang dan sel kerucut serta cabang luar sel Muller. Di
dalam lapisan pleksiform luar, akson sel kerucut dan batang bersinaps dengan dendrit sel-sel
bipolar dan sel horizontal. Lapisan inti dalam mengandung inti sel-sel bipolar, horizontal dan
amakrin, serta sel neuralgia Muller. Sel-sel horizontal dan amakrin adalah sel asosiasi. Di dalam
lapisan pleksiform dalam, akson-akson sel bipolar bersinaps dengan dendrit sel ganglion dan sel
amakrin. (Eroschenko, 2003)
Lapisan sel ganglion mengandung badan sel-sel ganglion dan sel neuroglia. Dendrit dan sel
ganglion bersinaps pada lapisan pleksiform dalam. (Eroschenko, 2003)
Lapisan serat N. opticus mengandung akson sel ganglion dan anyaman serat dalam sel Muller.
Akson sel ganglion berkumpul pada discus opticus dan membentuk N. opticus. Ujung dalam
serat sel Muller memancar membentuk membrana limitans interna retina. (Eroschenko, 2003)
Pembuluh darah retina berjalan di dalam lapisan serat N. opticus dan sampai ke lapisan inti
dalam. Terlihat berbagai potongan pembuluh pada lapisan ini. (Eroschenko, 2003).
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Penglihatan
Proses Visual Mata
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan
sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya
sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter
pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang
terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epithelial kontraktil
yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells.
Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga
lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi
dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda
atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata,
pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata.
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humor (n=1.33), dan lensa
(n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi
untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh.
Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam
proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke
korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada
pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan
pigmen pada choroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan
mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada
sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic.
Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai
lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic
sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic.
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan
ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi,
dan korteks serebri.
Neural Pathway untuk Penglihatan
1
Semua yang dapat dilihat dapat terlihat oleh satu mata = visual field (lapang pandang).
Kita memiliki binocular vision karena wilayah yang besar dari kedua mata kita saling
overlap binocular visual field.
2
a
b
3
a
Photoreceptor (rods & cones) menyampaikan sinyal ke outer plexiform layer, lalu
bersynapse dengan bipolar cells & horizontal cells
Horizontal cells menyampaikan sinyal secara horizontaldi outer flexiform layer dari
photo receptor ke bipolar cells.
Bipolar cells menyampaikan sinyal secara vertical dari rods, cones & horizontal cells ke
inner plexiform layer dimana mereka bersynapse dengan ganglion cells & amacrine cells.
Ganglion cells menyampaikan output signal dari retina melalui optic nerve ke otak.
Neurotransmitter:
1
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang
memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal
ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang.
Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hiperemia dan
injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi konjungtiva dan biasanya
terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.
3.2 Etiologi
1
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut,
akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan
oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus.
Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H
influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis
(Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai
mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis
dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).
Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus
adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex
virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan
oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24),
poxvirus, dan human immunodeficiency virus (Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan
dapat menular melalui di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang
menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi
(Ilyas, 2008).
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis
alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya
dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis
atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai
dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan
disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal
konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi
musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis
atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa- kontak atau
mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).
4
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem
imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun
jarang (Vaughan, 2010).
Konjungtivits Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis,
Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium,
Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
3.3 Klasifikasi
a Konjungtivitis akut bakterial :
Adalah bentuk konjungtivitis murni dan biasanya disebabkan oleh staphylococ, pneumococ,
gonococ, haemifillus aegypti, pseudomonas, dan basil morax axenfeld.
1 Konjungtivitis blenore
Merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Dengan penyebabnya gonococ
atau suatu chlamydia. Dengan masa inkubasi 3-6 hari.
2 Konjungtivitis gonore
Penyakit ini pada orang dewasa disebabkan oleh auto infeksi pada penderita uretriris
atau servisitis gonore. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium :
1 Infiltratif
2 Purulen
3 Penyembuhan
3 Konjungtivitis difteri
Radang konjungtiva ini disebabkan bakteri difteri yang memberikan gambaran yang
khas berupa terbentuknya membran pada konjungtiva tarsal. Pengobatan
c
d
e
f
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme,
disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan
menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin
disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol
dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore
dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan
ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental
campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa.
3. Stadium Konvalesen (penyembuhan). hipertrofi papil
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih
nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat
berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit
kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan konjungtiva
kemotik.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata
terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena mata
menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah
disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah,
edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Akibat jangka panjang dari konjungtivitis
yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi
kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada
konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan meningkatkan
tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata atau kanal schlemm
tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi
ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan
kurangnya aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing
3.5 Manifestasi
1
Sakitnya lebih parah saat bangun pagi dan berkurang siang hari, rasa sakitnya (tingkat
keparahan) meningkat setiap harinya, dapat menandakan infeksi stafilokokus.
Sakit parah sepanjang hari, berkurang saat bangun tidur, menandakan keratokonjungtiva
sisca (mata kering).
Gatal
Biasanya menunjukkan adanya konjungtivitis alergi.
4
Fotofobia
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliaris
Kausa
Iritasi, Konjungtivitis
Lokasi
Warna
Merah terang
Pembuluh darah
Adrenalin
Menghilang
Menetap
Sekret
Sekret (+)
Lakrimasi (+)
Intensitas Nyeri
Sedikit
Nyeri
Merah padam
Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller (M.
Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.
Pada prinsipnya, diagnosis konjungtivitis viral ini dapat ditegakkan melalui anamnesa
dan pemeriksaan oftalmologi, tanpa harus menggunakan pemeriksaan penunjang.Pada anamnesa,
penting ditanyakan riwayat kontak dengan penderita konjungtivitis akut.
Namun, bila meragukan etiologinya, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan
scrap konjungtiva dilanjutkan dengan pewarnaan giemsa. Pada infeksi adenovirus akan banyak
ditemukan sel mononuklear. Sementara pada infeksi herpes akan ditemukan sel raksasa
multinuklear. Badan inklusi intranuklear dari HSV dapat ditemukan pada sel konjungtiva dan
kornea menggunakan metode fiksasi Bouin dan pewarnaan Papanicolau. Adapaun pemeriksaan
yang lebih spesifik lagi antara lain amplifikasi DNA menggunakan PCR, kultur virus, serta
imunokromatografi.
KONJUNGTIVITIS ALLERGIKA
Pemeriksaan
Pemeriksaan diarahkan pada anamnesis riwayat alergi dan tampilan klinis.Penggunaan
metode scrapping dan melihat sel imun dibawah mikroskop dapat dilakukan, namun kurang
efektif.Hanya pada konjungtivitis sicca, diagnosis dilakukan menggunakan biopsi dan
menemukan infiltrasi sel limfositik dan plasma pada kelenjar saliva.
DIAGNOSIS
1 Konjungtivitis Bakteri
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit
berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang
aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat
pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap
obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
2 Konjungtivitis Virus
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu diagnosisnya
difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan
informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi
gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis
konjungtivitis virus (AOA, 2010).
Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau
kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala
klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang
dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
3 Konjungtivitis Alergi
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala
klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk
mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair,
kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).
Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik membantu.
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan
yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear.
Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan selsel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah
mata dan edema konjungtiva.
1 Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan
konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis
purulen berat atau berulang pada semua grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis tidak
berespon terhadap pengobatan.
2
Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik
yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk
konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi
91% sampai 94%. Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui
untuk spesimen dari okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus.
Ketersediannya akan beragam tergantung dari kebijakan laboratorium.
Smear/sitologi
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan pada
kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau berulang, dan
pada kasus dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.
Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon pada
terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung dapat
menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes
diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari penyakit
seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus dilakukan
dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan dengan limbus dari
mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada kasus dicurigai karsinoma
glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi,
konsultasi preoperatif dengan ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan
pewarnaan spesimen yang tepat.
Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui menderita
penyakit tiroid.
Konjungtiviti
s
Keratitis/
Tukak
Kornea
Iritis akut
Glaukoma
akut
Kornea
Jernih
Fluoresein + Presipitat
++/-
Edema
Penglihatan
<N
<N
<N
Sekret
(+)
(-)
(-)
(-)
Fler
-/+
++
-/+
Pupil
<N
<N
>N
Tekanan
<N>
N+++
Vaskularisasi
a.konjungtiva
posterior
Siliar
Pleksus
Siliar
Episkleral
Injeksi
Konjungtival
Siliar
Siliar
Episkleral
Pengobatan
Antibiotic
Antibiotika
sikloplegik
Steroid
sikloplegik
Miotika
diamox +
Infeksi local
Tonometri
bedah
Uji
Bakteri
Sensibilitas
temuan
agen
Kloramfenikol
Gentamisin
Tobramisin
Eritromisin
Sulfa
Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 5 hari maka pengobatan dihentikan
dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakan
pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk mengetahui penyebabnya.
Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam
sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau
salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi duktus
nasolakrimal.
2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya.
Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi
virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sedmbuh sendiri
sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada kasus
yang berat diberikan antibodi untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal.
Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari.
Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi
steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik
untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi
ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab
kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24jam.
ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat mempunyai giant papila pada
konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril) ulkus kornea.
Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres
dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan
yang mungkin ada pada permukaan okuler.
Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang
timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer.
Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja
cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;
tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal antihistamin,
yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh darah, tapi
dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva. Topikal NSAID juga
digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek anti-peradangan.
Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan
dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah
bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan
spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana
memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID dapat
ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya
beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat,
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid
yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai
terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal.
3.8 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1
glaukoma
2
3
4
5
6
katarak
ablasi retina
komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis
seperti ekstropin, trikiasis
komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu
penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan
3.9 Pencegahan
1
2
3
4
3.10 Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan
dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina.
4. Memahami dan Menjelaskan Mata Merah Visus Menurun dan Normal
1
PTERIGIUM
Definisi
Pterigium merupakan penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga
dengan banyak pembuluh darah. Punvaknya terletak di kornea dan dasarnya dibagian
perifer. Biasanya terletak di celah kelopak dan sering meluas ke daerah pupil.
Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab yang paling
umum adalah :
Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
Bekerja di luar rumah
Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran, panas,
angin, kekeringan dan asap.
Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent
Epidemiologi
Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis.
Klasifikasi Pterygium
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker
line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini
asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika
memakai soft contact lense, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang
luas bersandar pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat
menyebabkan iritasi.
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan
pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis).
Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan
keterbatasan pergerakan mata.
Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang, pterigyum akan
tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini diperhatikan karena
alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan tumbuh cepat dan dapat
meyebabkan kaburnya penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.
Gejalanya termasuk :
4
5
6
7
8
9
Mata merah
Mata kering
Iritasi
Keluar air mata (berair)
Sensasi seperti ada sesuatu dimata
Penglihatan yang kabur
Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan berikut:
3
4
Pemeriksaan Visus
Slit lamp
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pterygium adalah untuk :
2
3
4
5
Mengevaluasi ukuran
Mencegah inflamasi
Mencegah infeksi
Aid dalam proses penyembuhan, apabila operasi dilakukan
Observasi:
Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak menimbulkan atau
menimbulkan gejala yang minimal.
Apabila gejala bertambah berat, dapat ditambahkan :
- Medikamentosa
Dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi, kortikosteroid untuk
mengurangi inflamasi, lubrikasi okular seperti airmata buatan.
- Therapy radiasi
Apabila penglihatan menjadi kabur, maka pterygium harus dioperasi. Akan tetapi
pterigium dapat muncul kembali. Pemberian mytomycin C to aid in healing dan
mencegah rekurensi, seusai pengangkatan pterygium dengan operasi, selain itu
menunda operasi sampai usia dekade 4 dapat mencegah rekurensi.
Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan
angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.
2
PSEUDOPTERIGIUM
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang
terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
PTERIGIUM
PSEUDOPTERIGIUM
1. Lokasi
Sembarang lokasi
2.Progresifitas
Bisa
progresif
stasioner
3.Riwayat
peny.
4.Tes sondase
Negatif
Positif
PINGUEKULA
Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pinguekula sangat umum terjadi,
tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai kedua mata). Pinguecula biasanya tampak
pada konjungtiva bulbar berdekatan dengan limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau
limbus temporal. Terdapat lapisan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits), tak
berbentuk (amorphous).
Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempuyai
peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain
adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering .
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah.
Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan.
HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah
rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian
antikoagulan, batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma
langsung atau tidak langsung, yang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang
terjadi.Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam
waktu 1-3 minggu.
5
EPISKLERITIS SKLERITIS
Episkleritis
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak anatara konjungtiva
dan permukaan sklera.Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama
perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit rematik.
Keluhannya dapat berupa :
1 mata terasa kering
2 rasa sakit yang ringan
3 mengganjal
4 konjungtiva yang kemotik.
Pengobatan yang diberikan adalah vasokonstriktor, pada keadaan yang berat diberi
kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau salisilat. Pada episkleritis penglihatan
normal, dapat sembuh sempurna atau bersifat residif.
Skleritis
Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih yang melapisi
mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Skleritis
dibedakan menjadi :
Skleritis anterior diffus
Radang sklera disertai kongesti pembuluh darah episklera dan sklera, umumnya
mengenai sebagian sklera anterior, peradangan sklera lebih luas, tanpa nodul.
Skleritis nodular
Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya, berwarna
merah, berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat digerakkan.
Skleritis nekrotik
Jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang berat.
Gejala
-
Pengobatan
Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada penyakit yang
mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.
5. Memahami dan Menjelaskan Penglihatan Menurut Islam
Fungsi mata: melihat dan penyempurnaan indera pendengaran
Tujuan : petunujk dalam kegelapan, melihat ayat-ayat Allah
Hukum Taklifi :
a Wajib:melihat mushaf al quran,buku-buku yang bermanfaat, membedakan yang halal
dan yang haram.
b Haram
:memandang wanita dengan syahwat
c Sunnah
:melihat muka dan telapak tangan calon istri yang diduga kuat lamarnya
akan diterima, membaca buku-buku yang bermanfaat, melihat ulama dan orang tua
untuk menghormati.
d Makruh
:melihat secara berlebihan sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
e Mubah
:mendadak tanpa sengaja melihat lawan jenis, pasangan suami-istri
melihat tubuh pasanganya, melihat sesama jenis (aurat)
Terapi :penyadaran diri bahwa Allah senantiasa melihat, berdoa dan meminta pertolongan Allah,
berwudhu, memperbaharui taubat.
Dalil Kewajiban Menahan Pandangan
Dari al-Quran
Allah Subhaanahu Wataala berfirman, artinya,
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Mahamengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman,
Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. (QS. an-Nur [24]:
30-31)
Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata min dalam min absharihim maknanya adalah
sebagian, untuk menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wataala hanyalah
pandangan yang dapat dikontrol atau disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja
dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan
hanya sedikit saja.
Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua
pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja
(nikah).
Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang
haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina.
Berkata Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithyrahimahullah, Ayat ini menjelaskan kepada
kita bahwa yang menjadikan mata itu berdosa karena memandang hal-hal yang dilarang
berdasarkan firman Allah Subhaanahu Wataala yang artinya,
Dia mengetahui khianatnya (pandangan) mata dan apa yang disembunyikan oleh hati. (QS.
Ghafir: 19).
Ini menunjukkan ancaman bagi yang menghianati matanya dengan memandang hal-hal yang
dilarang.
Imam al-Bukharyrahimahullahberkata, Makna dari ayat (an-Nuur: 31) adalah memandang
hal yang dilarang karena hal itu merupakan pengkhianatan mata dalam memandang. (Adhwa`
al-Bayan 9/190).
Dalil
dari
Hadits
Rasulullah
Shallallahu
Alaihi
Wasallam:
Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku
untuk memalingkannya. (HR. Muslim).
Maksudnya, jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tiba-tiba tanpa sengaja itu
dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat
laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang lakilaki tidak boleh bersatu (bercampur) dengan laki-laki lain dalam satu pakaian (selimut), dan
seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian
(selimut). (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada Ali Radhiyallahu Anhu, Wahai Ali,
janganlah kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu
boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan
dinyatakan hasan oleh al-Albani).
Imam An-Nawawy mengatakan, Pandangan kepada selain mahram secara tiba-tiba tanpa
maksud tertentu pada pandangan pertama maka tak ada dosa. Adapun selain itu, bila ia
meneruskan pandangannya maka hal itu sudah terhitung sebagai dosa.
Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang. (Muttafaq alaih).
Imam Bukhari dalam menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa selain kemaluan, anggota badan
lainnya pun dapat berzina.
Akibat negative memandang yang haram : rusaknya hati, terancam jatuh ke zinah, lupa ilmu,
turunnya bala, menambah lalai terhadap Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
1
2
3
Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Grays Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2005
Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007
4
5
6
7
8
9
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009
Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 7 th edition.
Philadelphia: Elsevier; 2011
Univrab. Menjaga Pandangan. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://www.univrab.ac.id/berita-198-menjaga-pandangan.html
USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf
USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32585/4/Chapter%20II.pdf
Vaughan and Asburys. General Ophthalmology. 17th edition. New York: McGraw-Hills;
2007