Kemungkinan penyebab
Terjadinya serangan yang akan menyebabkan hilangnya koordinasi otot-otot tubuh,
kelemahan, keterbatasan, pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat
kesadaran
Tujuan dan kriteria evaluasi
Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya.
Klien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan menghindari dari penyebab terjadinya
trauma.
Intervensi Keperawatan
a. Bersama klien mengidentifikasi faktor yang dapat menyebabkan serangan tiba-tiba.
b. Bila serangan terjadi , hindarkan klien dari benturan fisik khususnya kepala
c. Observasi tanda-tanda vital, gunakan thermometer axilla
d. Dampingi klien saat serangan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi, lidah
tergigit.
e. Miringkan; kepala untuk mencegah aspirasi
f. Gunakan spatel lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang
g. Hindarkan alat-alat yang membahayakan dari dekat klien
h. Longgarkan pakaian yang sempit.
i. Catat semua gejala, tipe serangan epilepsi, lama serangan dan kejadian-kejadian saat serangan.
j. Setelah klien sadar, diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan Kolaboratif
a. Berikan obat-obatan sesuai program, misal anti apileptik, luminal, diazepam, glukose,
thiamine dan lain-lain
b. Monitor dan catat efek samping obat-obat yang digunakan klien
c. Monitor tingkat keseimbangan elektrolit, glucose
2. Potensial tidak efektif jalan nafas/pola nafas
Kemungkinan penyebab
Sumbatan tracheobronchial, menurunnya kesadaran
Tujuan dan Kriteria hasil
Jalan nafas/pola nafas efektif, tidak terjadi aspirasi
Intervensi Keperawatan
a. Bila klien tidak sadar, jaga agar jalan nafas tetap lancar dan terbuka.
b. Observasi tanda vital
c. Pertahankan agar makanan dan cairan / elektrolit tetap seimbang, bila perlu beri cairan/makan
perparenteral atau enteral sesuai kolaborasi.
d. Bila terdapat lendir dijalan nafas lakukan suction bila perlu
e. Kaji apakah klien ingat terhadap kejadian tersebut
f. Identifikasi apakah terjadi perlukaan pada tubuh klien
g. Bila klien gelisah, beri penghalang dikedua sisi tempat tidur
Tindakan Kolaboratif
a. Beri oksigen sesuai program terapi
b. Pemasangan intubasi endotrakheal
c. Monitor intubasi, bila terpasang
3. Gangguan konsep diri : harga diri yang rendah, identitas diri tidak jelas
Kemungkinan penyebab Ketidakmampuan klien mengatasi krisis, koping yang tidak adekuat dan
kurangnya dukungan keluarga.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif/negatif.
Klien dapat melakukan interaksi sosial yang positif dengan lingkungannya.
Klien dapat menggunakan pola koping yang adaptif.
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusi tentang perasaan yang dihadapi klien
b. Dorong klien untuk Mengekspresikan fikiran dan perasaannya
c. Kaji kemampuan klien dalam menggunakan pola koping yang positif untuk meningkatkan
harga diri klien sehingga dapat hidup bermasyarakat
d. Anjurkan klien untuk mengikuti kelompok penderita yang mendenta epilepsi
e. Konsultasikan klien dengan psikolog
4. Kecemasan pada klien dan keluarga
Kemumgkinan penyebab
Keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah terhadap keadaan yang dideritanya, kegagalan
pengobatan.
Tujuan dan Kriteria hasil
Klien dan keluarga mengerti penyakit dan penyebabnya.
Klien dan keluarga dapat mengerti dan mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat
mengakibatkan serangan
lntervensi Keperawatan
Kaji keadaan patologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah didapat klien
Diskusikan tentang penitingnva kontrol dau minum obat secara teratur
Jelaskan pada klien tentang keadaan yang sedang dihadapi klien.
Jelaskan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan seperti :
Penggunaan obat anti epilepsi yang tidak tepat baik dosis, waklu dan jadwal penggunaannya.
Obat-obatan anti epilepsi yang tidak cocok
Kurang / tidak tidur
Stress emosional
Perubahan hormonal, misalnya hamil, menstruasi
Nutrisi yang buruk
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang
Alkohol/obat-obatan
Jelaskan kondisi-kondisi vang harus dihindarkan seperti pekerjaan yang membahayakan
misalnya bekerja di pabrik dsb, mengendarai mobil, olah raga berat dan rekreasi yang
mebahayakan seperti naik gunung/ panjat tebing dsb, berenang, kehamilan, minum alkohol/obat
terlarang
Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG PADA ANAK
DEFINISI
Kejang adalah gangguan lepas muatan listrik yang berlebihan dari sinkrom pada
sekelompok sel neuron otak. (Ngastiyah,1997)
Meningitis
Encephalitis
Meningoencephalitis
Abses otak
3; Epilepsi
4; Lain-lain : trauma, tumor, gangguan elektrolit, perdarahan.
AKIBAT KEJANG
Akibat kejang munngkin terjadi :
;
Epilepsi
Kematian
Kepayahan
Hipertensi
ETIOLOGI
Etiologi kejang digolongkan :
I;
Intrakranial
1; Gangguan metabolik
Hiperglikemi
Hipokalsemia
Hipomagnesium
Gangguan elektrolit
Intoksikasi anastesi
2; Toksik
2; Kelainan diturunkan
;
gangguan metabolisme
kekurangan peridoxin
2; Kernikterus
II;
Ekstrakanial
1; Asfiksia
2; Trauma ( perdarahan )
3; Infeksi
Idiopatik
;
kejang yang terjadi 48 jam pertama yaitu asfiksia, trauma lahir dan
hipoglikemi
2; PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak diperlikan energi yasm didapat dari
metabolisme.bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru- paru dan diteruskan keotak
melalui sistem kardiovaskuler.
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang
teridri dari permukaan membran yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilaalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,kecuali ion klorida (Cl-). Akibat
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
sdiluar sel, maka terdapat keadaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbengan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
en zim Na-K ATP- ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah menjadi :
1; perubahan kosentrasi ion diluar ekstraseluler
2; rangnsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3; perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada seoarang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubnuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu, kenaikansuhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatn listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun kemembran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
2; DIAGNOSTIK
Diagnosa berdasarkan atas :
I;
Anamnese
1; Banngkitan kejang
I;
Pemeriksaan fisik
Bentuk kejang
Kesadaran
Kelainan neurologi
Pungsi lumbal
Pemeriksaan laboratorium
2; PENATALAKSANAAN
1; Atasi kejang : - Diazepam 0,3 0,5 mg/Kg BB
;
Luminal 8 10 mg/KgBB
Antibiotik
Tindakan operasi
Antipiretik
Kompres
5; Terapi supportif
;
Infus
Cairan elektrolit
Roborantia
O2
TINJAUAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Kaji RR
Kaji riwayat kehamilan orang tua adakah toksemia selama akhir pertengahan kahamilan.
Kaji tentang tunbuh kembang anak : adakah penurunan DTRs, kaji tingkat kesadaran, kaji
tentang r eaksi terhadap stimulus
Pemeriksaaan Neurologis
1; Perilaku dan statua mental : mengukur kemampuan ank untuk brhubungan dengan orang
lain, tingkat kemampuan dan aktivitas, misalnya hiperaktivitas dan hipoaktivitas.
2; Pemeriksaan motorik
1; Penilaian kekuatan otot yaitu erdiri, berjalan, otot pernafasan.
2; Penilaian tonus otot
3; Pengujian koordinasi motorik halus
4; Gerakan involunter
5; Pemeriksaan reflek,misalnya keberadaan, ketiadaan, peningkatan dan penurunan
reflek.
3; Pemeriksaan sensorik
1; Rasa kecap, penciuman, pendengaran dan raba
2; Gerakan mata
Kriteria Hasil:
1; Klien akan menunjukan potensi jalan nafas kontinyu.
Intervensi
1; Selama kejang lakukan hal berikut :
1; Berikan privasi bila mungkin
2; Baringkan klien dilantai bila
mungkin
Rasional
1; tindakan ini dapat
membantu menurunkan
cedera dan arasa malu.
( Hickey,1992)
tipe gerakan
6; Aktivitas motorik involunter
(misalnya mengecap bibir,
atau menelan berulang kali )
7; Inkontinensia (fekal atau
urine )
8; Penurunan kesadaran
9; Paska kejang : kemampuan
bicara, tidur, bingung,
kelemahan paralisis.
Intervensi
3.Bila klien mengeluh aura, anjurkan klien
berbaring
Rasional
3; posisi rekumben dapat
menceagah cedera karena
jatuh.
2; Resiko tinggi terhadap isolasi sosial yang berhubungan dengan rasa malu sekundr
terhadap mengalami kejang dibanyak orang
kriteria pengkajian fokus makna klinis
1; Pola sosialisasi biasanya: 1. klien beresiko tainggi dikaji
Hobi, minat pada orang lain, dengan cermat karena penderita
Tetangga dan sekolah yang dengan isolasi sosial tidak
selalu cepat tampak
2; Masalah berkenaan dengan 2. perasaan penolakan dan malu
sosialisasi adalah umum
Intervensi
Rasional
Makna klinis
Intervensi
Rasional
1; jangan menghentikan
obat tiba tiba
2; efek samping dan tanda
toksisitas
3; pentinngnya untuk
memantau kadar obat
dalam darah.
1; pentingnya untuk
melakukan pemeriksaan
1; pengertian tiba-tiba
dapat mencetuskan
status epileptikus
2; identifikasi
dinimterhadap masalah
memungkinkan
intervensi segera untuk
mencegah komplikasi
serius
3; kadar obat dalam darah
maenandai penyesuaian
dosis obat
4; penggunaan
MASALAH KOLABORATIF
antikonvulsif jangka
panjang seperti
hidantoin dapat
menyebabkan diskrasiasi
darah.
5; Terapi fenotoin jangka
panjang dapat
menyebabkan
hiperplasia gusi
3; Situsi tertentu telah
teridentifikasi sebagai
peningkatan epsode kejang.
4; Umumnya klien yang cenderung
kejang harus menghindari
aktivitas yang adpat
menyebabkan klien atau orang
lain pada situasi berbahaya jika
terjadi kejang
5; Menyaksikan kejang adalah
menakutkan untuk orang lain
dan memalkukan bagi klien
yang rentan trehadap kejang.
Rasa malu dan menakuttkan ini
mempunyai dampak tyerhadap
ansietas, depresi, bermusuhan
dan takut.anggota keluarga juga
dapat mengalami hal ini.
Diskusi teruka dapat
mengurangi perasaan malu dan
isolasi.
6; Sumber ini dapat memberikan
informasi tambahan dan
dukungan.
Rasional
OLEH : ERFANDI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
o Kejang adalah episode motorik, sensorik, autonomic / aktifitas psikis abnormal sebagai
akibat dari muatan berlebihan yang tiba-tiba di neuron serebral.
o Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktifitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebial yang berlebihan.
2. ETIOLOGI
Adapun penyebab dari kejang ini secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gangguan vaskuler
o Perdarahan berupa petekia akibat anoksia dan asfiksia yang dapat terjadi
intraserebral / intraventrikular.
o Perdarahan akibat trauma langsung, yaitu berupa perdarahan di sub aranoidal /
subdural.
o Trombosis.
o Penyakit perdarahan seperti defisiensi vitamin K.
o Sindrom hiperviskositas.
b. Gangguan metabolisme
o Hipokalsemia.
o Hipomagnesemia.
o Defisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
o Aminoasiduria.
o Hiponatremia.
o Hipernatremia.
o Hiperbilirubinemia.
c. Infeksi
o Meningitis.
o Sepsis.
o Ensefalitis.
o Toksoplasma congenital.
o Penyakit cytomegalic inclusion.
d. Kelainan congenital (malformasi otak congenital)
o Perensefali.
o Hidransefali.
o Agenesis sebagian dari otak.
e. Lain-lain
o Factor genetic.
o Penyakit demam.
o Trauma.
o Neoplasma.
o Toksin.
o Penyakit degeneratif susunan syaraf.
3. JENIS KEJANG
3.1 Kejang Parsial
a. Kejang parsial sederhana. Manifestasi klinis:
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu / lebih hal berikut ini:
o Tanda-tanda motoris seperti kedutan pada wajah, tangan / salah satu sisi tubuh,
umunya gerakan setiap kejang sama.
o Tanda / gejala otonomik seperti muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
o Gejala somatosensoris / sensoris khusus seperti: mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
b. Kejang parsial kompleks
Manifestasi klinisnya adalah:
o Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks.
o Dapat mencakup otomatisme / gerakan otomatik seperti mengecap-ngecapkan
bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
o Dapat tanpa otomatisme seperti tatapan terpaku.
3.2 Kejang Umum (Konfulsiv / Nonkonfulsif).
a. Kejang absens
Manifestasi klinisnya adalah:
o Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
o Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15
detik.
o Awitan dan kahiran cepat, setelah itu kembali waspada dan konsentrasi penuh.
o Umunya dimulai pada usia antara 4 14 tahun dan sering sembuh dengan
sendirinya saat usia 18 tahun.
b. Kejang mioklonik
Manifestasi klinisnya adalah:
o Kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak.
o Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik berupa
kedutan-kedutan singkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
o Umunya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok.
o Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
o Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit.
o Dapat disertai hilangnya control kandung kemih dan usus.
o Tidak ada respirasi dan sianosis.
o Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremias atas dan bawah.
o Letargie, konfusi, dan tidur dalam postictal
d. Kejang atonik
o Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk / jatuh ke tanah.
o Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
e. Status epileptikus
o Biasanya kejang tonik klonik umum yang terjadi berulang-ulang.
o Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
o Potensial untuk depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia.
o Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
4. PATOFISIOLOGI
Apabila otak mengalami penurunan oksigen, karbondioksida dan konsentrasi
glukosa darah serta infeksi otak mengakibatkan kerusakan sel syaraf sehingga dia
mengalami kesulitan dalam melepaskan impuls listrik. Aktifitas neuron serebral menjadi
tidak terkontrol / abnormal sehingga motorik dan sensorik tidak terhubung. Jika pada otot
tertentu mengakibatkan spasme otot dan involunter kuat (tonik) atau intermitten (klonik)
dan jika mengenai general akan terjadi spasme / konvulsif.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Elektrokardiogram (EEG), dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dari
kejang.
o Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal.
o Tidur alami lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan
mungkin diindikasikan.
b. Pemindaian CT.
Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitive dari biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (region fossa posterior dan
region sella) yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian Positron emission Tomography (PET).
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolic . aliran darah dalam otak.
e. Uji lab yang diminta berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.
o Pungsi lumbal untuk menganalisa cairan serebrospinal terutama dipakai untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi.
o Hitung darah lengkap:
Untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab dan pada kasus yang diduga
disebabkan trauma, dapat mengevaluasi hematokrit dan jumlah trombosit.
o Panel elektrolit.
Serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum sering kali diperiksa pada saat
pertama kali terjadi kejang dan pada anak yang berusia kurang dari 3 bulan,
dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemui (uji glukosa darah
dapat sangat bermanfaat pada bayi / anak kecil dengan kejang yang
berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).
o Skrining toksik dari serum dan urine.
Digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan keracunan.
o Pemantauan kadar obat antiepileptic.
Digunakan pada fase awal penatalaksaan dan jika kepatuhan pasien diragukan.
6. PENATALAKSANAAN
a. Selama Kejang
o Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu.
o Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
o Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera.
o Lepaskan pakaian yang ketat.
o Singkirkan semua perabot yang mencederai pasien selama kejang.
o Jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.
o Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara
gigi-gigi untuk mengurangi lidah atau pipi dari gigitan.
o Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukkan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi
karena tindakan ini.
o Jika mungkin, tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala flexi ke
depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan
mucus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
b. Setelah Kejang
o Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan nafas paten.
o Periode apuea pendek dapat terjadi selama / secara tiba-tiba setelah kejang.
o Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.
o Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut.
c. Pengobatan / terapi farmakologis.
Terapi obat antiepileptic adalah dasar dari penatalaksanaan medis. Terapi
obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbangkan
control kejang dan efek samping yang merugikan. Obat pilihan didasarkan pada jenis
kejang, sindrom epileptic dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat
agar kejang dapat dikendalikan.
Mekanisme kerja obat-obat antiepileptic bersifat kompleks dan belum jelas
sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, mambntu aktifitas
asam amino penghambat / mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus.
Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:
o Fenobarbital
Indikasi: kejang mioklonik, tonik klonik, status epileptikus.
Kadar terapeutik: 15 40 mcg/ml
o Fenitoin (dilantin)
Indikasi: kejang parsial, tonik-klonik, status epileptikus.
Kadar terapeutik: 10 20 mcg/ml
o Karbamazepin.
e. Ukuran kedua pupil. Apakah mata terbuka? Apakah mata dan kepala berputar ke salah
satu sisi?
f. Apakah terlihat ada / tidak ada gerakan automatis (aktivitas motorik yang tidak disadari
seperti bibir mengecap / menelan berulang).
g. Inkontinensia urine / feses.
h. Durasi setiap fase kejang.
i. Keadaan tidak sadar, bila ada dan durasinya.
j. Paralysis yang nyata / kelemahan pada lengan setelah kejang.
k. Ketidakmampuan untuk berbicara setelah kejang.
l. Gerakan pada akhir kejang.
m. Apakah pasien tidur / tidak setelah kejang.
n. Apakah pasien konfusi / tidak setelah kejang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko terjadi hipoksia / aspirasi berhubungan dengan kesadaran yang menurun.
b. Resiko cedera / komplikasi berhubungan dengan adanya kejang.
c. Koping tidak efektif yang berhubungan dengan stress akibat dari adanya kejang.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko terjadi hipoksia / aspirasi berhubungan dengan kesadaran yang menurun.
Tujuan jangka panjang:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan hipoksia /
aspirasi tidak akan terjadi.
Tujuan jangka pendek:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan pasien dapat
sadara penuh.
Criteria standart:
o Tidak terjadi hipoksia.
Smeltzer C. Suzanne, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruneer &
Suddarth Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.