Anda di halaman 1dari 30

02 February 2009

Asuhan Keperawatan Epilepsi


Epilepsi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan manifestasi klinik daripada lepasnya mutan
listrik yang berlebihan dari sel-sel neuron di otak yang ditandai oleh serangan yang datang
berulang-ulang. Epilepi berasal dari kata epilambanain yang berarti serangan.
A. Etiologi
- Kelainan bawaan pada otak.
- Cedera otak pada waktu lahir
- Radang otak (encepalitis)
- Trauma kapitis gangguan peredaran darah otak
- Tumor otak
- Sebagian kasus tidak ditemukan penyebabnya (epilepsy idiopatik)
B. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah :
- Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan depolarisasi
parsial di jaringan otak
- Meningkatnya permeabilitas membran.
- Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (Neuro Transmitter
Inhibisi)
Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan listrik sehingga terjadi
ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan ambang rangasang yang kemudian menimbulkan
letupan listrik masal.
Bila focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak tertentu atau tidak
melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan epilepsy fokal (parsial).
C. Klasifikasi Epilepsi
1. Berdasarkan penyebabnya dapat dibagi :
b. Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya.
c. Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsy atau tipe bangkitan:
Menurut klasifikasi Internasional Bangkitan Epilepsi (1981)
a. Bangkitan parsial atau fokal (partial seizure)
b. Bangkitan parsial sederhana (simple Partial)
- Motorik
- Sensorik
- Otonom
- Psikis
c. Bangkitan partial komplek (disertai gangguan kesadaran)
d. BAngkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
e. Bangkitan umum (Konvulsif atau non. Lonvulsif)
- Bangkitan Lena (absences) atau petit mal

- Bangkitan tonik-tonik atau Grand Mal


- Bagkitan mioklonik
- Bangkitan klonik
- Bangkitan tonik
- Bangkitan anatomic
f. Bangkitan yang tidak terklarifikasi
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsy dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. dalam memberikan terapi anti epilepsy yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai,
yakni:
- pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Tipe Serangan Epilepsi :
1. Grand Mall
Serangan Tiba-tiba klien jatuh sambil teriak, pernafasan sejenak berhenti, seluruh tubuh menjadi
kaku. Kemudian muncul gerakan tonik klonik. Gerakan tonik ini sangat kuat sehingga tulang
dapat patah dapat patah dan lidah dapai
Sebelum terjadi serangan gran mall klien dapat memperlihatkan gejala-gejala prodromal yaitu
irritabilitas (cepat marah/tersinggung), pusing, sakit kepala, atau bersikap defresip.
2. Petit Mal
Serangan yang berupa kehilangan kesadaran sejenak, biasanya serangan ini timbul pada anakanak yang berumur 4-8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang untulk beberapa detik, tonus otot
tidak hilang sehingga klien tidak jatuh. Lamanya serangan anatara 5-10 detik. Kedua mata
menatap secara hampa ke depan atau berputar keatas sambil melepaskan benda yang di
pegangnya atau berhenti berbicara dan setelah sadar klien lupa apa yang sudah terjadi. Serangan
petit mal akan berhenti seterusnya bila klien berumur 20 tahun atau menjelang 30 tahun. Tetapi
ada kemungkinan petit mal dapat berkembang menjadi grand mal pada usia 20 tahun.
3. Mio klonik
- Muncul gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul secara tiba-tiba
- Biasanya merupakan manfestasi bermacam-macam kelainan neurologik (degeneratif ponto
cerebeler, meilitis) atau non neurologik (Urema, hepatic failure).
- Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran.
4. Klonik
- serangan epileptic yang bangkit akibat lepas muatan listrik di daerah korteks serebri.
- Motorik : gerakan involunter salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah, pita suara
(vokalisasi) dan kolumna vertebralis
- Sensorik : merasa nyeri, panas dingin, parestesia daerah kulit setempa, skotoma tinnitus,
mencium bau barang busuk, mengecap rasa logam, invertigo, mual, muntah, perut mules atau
afasia.
- Autonom : Mual, muntah, dan hiperdosis setempat
- Halusinasi
- Ilusi Yang disebut De Javu

- Pearasaan curiga yaitu perasaan seolah-pikirannya memaksa sesuatu.


- Automatismus
5. Status Epileptikus
Yaitu serangan epilepsy yang terjadi berulang-ulang dan sering serangan ini pada umumnya
tonik-klonik dan merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera ditangani karena dapat
berakibat kerusakan otak permanent. Penyebabnya adalah : peningkatan suhu yang tinggi, obat
epileptic yang dihentikan, atau penyebab lain yaitu gangguan metabolic.
Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif, antara lain :
1. riwayat kes. Klien yang berhubungan dengan factor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien
mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada factor presipitasi seperti suhu tinggi,
kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya
kesadaran., kejang, cedera otak operasi otak,. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat
penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan ionteraksi dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah
diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam
hubungan dengan orang lain.
2. Riwayat kesehatan keluarga, dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kemungkin masalah
yang sama pada keluarga
3. Klien dapat mengeluhkan kelemahan/ lelah dan kurang mampu melakukan aktifitas seharihari.
DataObjektif:
1. Dari pemeriksaan fisik didapat penurunan kekuatan otot
2. Data pada saat serangan dijumpai:
Perubahan pada tanda-tanda vital berupa peningkatan tekanandarah, denyut nadi meningkat dan
cianosis.
Inkontinensia urin dan fekal
Perlukaan paga gusi dan lidah
Ada riwayat nyeri, kehilangan kesadaran/pingsan, kehilangan kesadaran sesaat
klien menangis, jatuh kelantai, disertai komponen motorik seperti kejang tonik klonik
mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah. mului. berbuih, ada
inkontinensia urin dan fekal, bibir dan muka cianosis, mata dan kepala bergerak
memutar-mutar pada satu posisi atau keduanya
4. Data setelah Serangan
Setelah serangan tanda-tanda vital mungkin bcrubah
Kiien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri kepala.
Perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi/hemiparese sementara.
Klien lupa atau sedikit ingat terhadap kejadian yang menimpa dirinya.
Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung.
Ada perlukaan/cedera.
5. Gusi mengalami hiperplasi karena efek samping penggunaan Dilantin
Masalah Keperawatan :
Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan epilepsi antara lain :
1. Potensial terjadinya kecelakaan fisik, dan tubuh kekurangan oksigen

Kemungkinan penyebab
Terjadinya serangan yang akan menyebabkan hilangnya koordinasi otot-otot tubuh,
kelemahan, keterbatasan, pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat
kesadaran
Tujuan dan kriteria evaluasi
Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya.
Klien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan menghindari dari penyebab terjadinya
trauma.
Intervensi Keperawatan
a. Bersama klien mengidentifikasi faktor yang dapat menyebabkan serangan tiba-tiba.
b. Bila serangan terjadi , hindarkan klien dari benturan fisik khususnya kepala
c. Observasi tanda-tanda vital, gunakan thermometer axilla
d. Dampingi klien saat serangan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi, lidah
tergigit.
e. Miringkan; kepala untuk mencegah aspirasi
f. Gunakan spatel lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang
g. Hindarkan alat-alat yang membahayakan dari dekat klien
h. Longgarkan pakaian yang sempit.
i. Catat semua gejala, tipe serangan epilepsi, lama serangan dan kejadian-kejadian saat serangan.
j. Setelah klien sadar, diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan Kolaboratif
a. Berikan obat-obatan sesuai program, misal anti apileptik, luminal, diazepam, glukose,
thiamine dan lain-lain
b. Monitor dan catat efek samping obat-obat yang digunakan klien
c. Monitor tingkat keseimbangan elektrolit, glucose
2. Potensial tidak efektif jalan nafas/pola nafas
Kemungkinan penyebab
Sumbatan tracheobronchial, menurunnya kesadaran
Tujuan dan Kriteria hasil
Jalan nafas/pola nafas efektif, tidak terjadi aspirasi
Intervensi Keperawatan
a. Bila klien tidak sadar, jaga agar jalan nafas tetap lancar dan terbuka.
b. Observasi tanda vital
c. Pertahankan agar makanan dan cairan / elektrolit tetap seimbang, bila perlu beri cairan/makan
perparenteral atau enteral sesuai kolaborasi.
d. Bila terdapat lendir dijalan nafas lakukan suction bila perlu
e. Kaji apakah klien ingat terhadap kejadian tersebut
f. Identifikasi apakah terjadi perlukaan pada tubuh klien
g. Bila klien gelisah, beri penghalang dikedua sisi tempat tidur
Tindakan Kolaboratif
a. Beri oksigen sesuai program terapi
b. Pemasangan intubasi endotrakheal
c. Monitor intubasi, bila terpasang

3. Gangguan konsep diri : harga diri yang rendah, identitas diri tidak jelas
Kemungkinan penyebab Ketidakmampuan klien mengatasi krisis, koping yang tidak adekuat dan
kurangnya dukungan keluarga.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif/negatif.
Klien dapat melakukan interaksi sosial yang positif dengan lingkungannya.
Klien dapat menggunakan pola koping yang adaptif.
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusi tentang perasaan yang dihadapi klien
b. Dorong klien untuk Mengekspresikan fikiran dan perasaannya
c. Kaji kemampuan klien dalam menggunakan pola koping yang positif untuk meningkatkan
harga diri klien sehingga dapat hidup bermasyarakat
d. Anjurkan klien untuk mengikuti kelompok penderita yang mendenta epilepsi
e. Konsultasikan klien dengan psikolog
4. Kecemasan pada klien dan keluarga
Kemumgkinan penyebab
Keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah terhadap keadaan yang dideritanya, kegagalan
pengobatan.
Tujuan dan Kriteria hasil
Klien dan keluarga mengerti penyakit dan penyebabnya.
Klien dan keluarga dapat mengerti dan mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat
mengakibatkan serangan
lntervensi Keperawatan
Kaji keadaan patologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah didapat klien
Diskusikan tentang penitingnva kontrol dau minum obat secara teratur
Jelaskan pada klien tentang keadaan yang sedang dihadapi klien.
Jelaskan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan seperti :
Penggunaan obat anti epilepsi yang tidak tepat baik dosis, waklu dan jadwal penggunaannya.
Obat-obatan anti epilepsi yang tidak cocok
Kurang / tidak tidur
Stress emosional
Perubahan hormonal, misalnya hamil, menstruasi
Nutrisi yang buruk
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang
Alkohol/obat-obatan
Jelaskan kondisi-kondisi vang harus dihindarkan seperti pekerjaan yang membahayakan
misalnya bekerja di pabrik dsb, mengendarai mobil, olah raga berat dan rekreasi yang
mebahayakan seperti naik gunung/ panjat tebing dsb, berenang, kehamilan, minum alkohol/obat
terlarang
Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.

LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG PADA ANAK

DEFINISI
Kejang adalah gangguan lepas muatan listrik yang berlebihan dari sinkrom pada
sekelompok sel neuron otak. (Ngastiyah,1997)

Klinis : gejal adanya gangguan fungsi otak


karena suhu tinggi, radang, tumor, trauma
dan gangguan elektrolit atau metabolisme.
KLASIFIKASI KEJANG
Menurut Ngastiyah dalam perawatan anak sakit
1; Kejang bayi baru lahir ( kueang dari 28 hari )
2; kejang dengan panas badan
o Tetanus
o Kejang demam
o Kejang karena radang otak
;

Meningitis

Encephalitis

Meningoencephalitis

Abses otak

3; Epilepsi
4; Lain-lain : trauma, tumor, gangguan elektrolit, perdarahan.
AKIBAT KEJANG
Akibat kejang munngkin terjadi :
;

Tidak apa apa

Epilepsi

Cacat mental atau ganngguan kepribadian

Cacat fisik atau kelumpuhan

Kematian

Kepayahan

Hipertensi

Tekanan intra kranial

ETIOLOGI
Etiologi kejang digolongkan :
I;

Intrakranial
1; Gangguan metabolik

Hiperglikemi

Hipokalsemia

Hipomagnesium

Gangguan elektrolit

Intoksikasi anastesi

Drug withdrawal (penghentian obat)

2; Toksik

2; Kelainan diturunkan
;

gangguan metabolisme

kekurangan peridoxin

2; Kernikterus

II;

Ekstrakanial
1; Asfiksia
2; Trauma ( perdarahan )
3; Infeksi

- bakteri dan virus


1; Kelainan
II;

Idiopatik
;

kejang yang terjadi 48 jam pertama yaitu asfiksia, trauma lahir dan
hipoglikemi

kejang hari ke 5 27 yaitu hipokalsemia ( bukan komplikasi)

kejang antara hari 7 10 karena infeksi dan kelainan genetik

2; PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak diperlikan energi yasm didapat dari
metabolisme.bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru- paru dan diteruskan keotak
melalui sistem kardiovaskuler.
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang
teridri dari permukaan membran yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilaalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,kecuali ion klorida (Cl-). Akibat
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
sdiluar sel, maka terdapat keadaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbengan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
en zim Na-K ATP- ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah menjadi :
1; perubahan kosentrasi ion diluar ekstraseluler
2; rangnsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3; perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Pada seoarang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubnuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu, kenaikansuhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatn listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun kemembran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
2; DIAGNOSTIK
Diagnosa berdasarkan atas :
I;

Anamnese
1; Banngkitan kejang

apakah betul kejang

panas badan +/-

lamanya, pola frekuensi


1; Riwayat keluarga
2; riawyat sebelum kejang yaitu pada saat persalinan
atau trauma.

I;

Pemeriksaan fisik

Bentuk kejang

Kesadaran

Kelainan neurologi

Tanda vital : suhu, tekanan darah, RR, nadi

Penyakit lain : GE, jantung, ginjal


I;

DL, UL, Elektrolit

Pungsi lumbal

Pemeriksaan laboratorium

Foto kepala, EEG, Funduskopi, transiluminasi

2; PENATALAKSANAAN
1; Atasi kejang : - Diazepam 0,3 0,5 mg/Kg BB
;

Luminal 8 10 mg/KgBB

2; Prinsip A,B,C : Manual/elektro (saction)


3; Terapi penyebab
;

Antibiotik

Tindakan operasi

4; Terapi simtom dengan menurunkan panas :


;

Antipiretik

Kompres

5; Terapi supportif
;

Infus

Cairan elektrolit

Roborantia

O2

TINJAUAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

Kaji RR

Kaji laporan orang tua tentang kejang tonik/klonik selama 1 tahun

Kaji tentang pemberian obat selama terjadi kejang (keteraturan obat)

Kaji riwayat kejang

Kaji riwayat kehamilan orang tua adakah toksemia selama akhir pertengahan kahamilan.

Kaji tentang tunbuh kembang anak : adakah penurunan DTRs, kaji tingkat kesadaran, kaji
tentang r eaksi terhadap stimulus

Pemeriksaaan Neurologis
1; Perilaku dan statua mental : mengukur kemampuan ank untuk brhubungan dengan orang
lain, tingkat kemampuan dan aktivitas, misalnya hiperaktivitas dan hipoaktivitas.
2; Pemeriksaan motorik
1; Penilaian kekuatan otot yaitu erdiri, berjalan, otot pernafasan.
2; Penilaian tonus otot
3; Pengujian koordinasi motorik halus
4; Gerakan involunter
5; Pemeriksaan reflek,misalnya keberadaan, ketiadaan, peningkatan dan penurunan
reflek.
3; Pemeriksaan sensorik
1; Rasa kecap, penciuman, pendengaran dan raba
2; Gerakan mata

DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1; Resiko tinggi terhadap inefektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
relaksaasi lidah dan reflek gangguan sekunder terhadap gangguan intervensi otot.

Kriteria Hasil:
1; Klien akan menunjukan potensi jalan nafas kontinyu.

2; keluarga akan menggambarkan intervensi untuk mempertahankan jaln nafas pasien


selama kejang.
kriteria pengkajian fokus makna klinis
1. Riwayat aktifitas kejang
2. Status pernafasan selama kejang 1,2. gerakan tonik atau klonik selama kejang dapat
menyebabkan lidah turun kebelakang dan
menghambat jalan nafas.

Intervensi
1; Selama kejang lakukan hal berikut :
1; Berikan privasi bila mungkin
2; Baringkan klien dilantai bila
mungkin

Rasional
1; tindakan ini dapat
membantu menurunkan
cedera dan arasa malu.
( Hickey,1992)

3; Setelah kejang baringkan


klien dengan posisi miring.
4; Bila tidak memungkinkan
untuk membaringkan dalam
posisi miring angkat
dagunya keatas dan kedepan
dengan kepala mendongak
kebelakang untuk membantu
membuka jalan nafas.
2; Obsrvasi kejang dan
dokumentasikan karakteristiknya
1; Awitan dan durasi
2; Kejadian prakejang (misal :
penglihatan,pendengaran,
penciuman atau rangsang
taktil )
3; Bagian tubuh dimana kejang
mulai gerakan awal
4; Mata: terbuka dan terpejam,
ukuran pupil
5; Bagian tubuh yang terlihat,

2; informasi ini memberi


petunjuk pad lokasi fokus
epiloptogenik pada otak dan
bermanfaat adlam memandu
tindakan.

tipe gerakan
6; Aktivitas motorik involunter
(misalnya mengecap bibir,
atau menelan berulang kali )
7; Inkontinensia (fekal atau
urine )
8; Penurunan kesadaran
9; Paska kejang : kemampuan
bicara, tidur, bingung,
kelemahan paralisis.
Intervensi
3.Bila klien mengeluh aura, anjurkan klien
berbaring

Rasional
3; posisi rekumben dapat
menceagah cedera karena
jatuh.

4. Ajarkan anggota keluarga atau orang


4. orang lain dapat diajarkan
terdekat cara berespon padaklien selama
tondakan untuk mencegah
kejang
obstruksi jalan nafas dan
cedera

2; Resiko tinggi terhadap isolasi sosial yang berhubungan dengan rasa malu sekundr
terhadap mengalami kejang dibanyak orang
kriteria pengkajian fokus makna klinis
1; Pola sosialisasi biasanya: 1. klien beresiko tainggi dikaji
Hobi, minat pada orang lain, dengan cermat karena penderita
Tetangga dan sekolah yang dengan isolasi sosial tidak
selalu cepat tampak
2; Masalah berkenaan dengan 2. perasaan penolakan dan malu
sosialisasi adalah umum

Intervensi

Rasional

Bantu klien mengenali kebutuhuan sosialisasi Klien yang cenderung kejang


dapat memisahkan dari keluarga,
teman dan kontak sosial lain.
Berikan dukungan dan validasi bahwa
masalah yang klien hadapi adalah normal

Perawat harus sensitif terhadap


dampak kejang dan citra tubuh
klien, menghasilkan konsep diri
dan minat pada aktivitas sosial.

Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang


menyenangkan dan takberbahaya.

Rasa takan cedera akan


mengakibatkan isolasi

Tekankan pentingnya mematuhi rencana


pengobatan

Kepatuhan pada regimen


pengobatan dapat membantu
mencegah atau mengurangi
episode kejang.

Diskusikan pengungkapan diagnostik dengan Dialog terbuka dengan keluarg


anggota keluarga
adapat memberitahukan mereka

Terlebih dahulu tentang


kemungkinan kejang, yang dapat
mengurangi keterkejutan
menyaksikan kejang dan
memunngkinkan membantu
tindakan.

Diskusikan situasi dimana klien dapat


menemui orang lain pada situasi yang serupa
misalnya kelompok pendukung, yayasan
epilepsi

Dengan berbagi pada orang lain


pada situasi yang serupa dapat
memberi klien pandangan yang
lebih realistik tentang gangguan
kejang dan persepsi sosial.

3; resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan terhadap regimen terapeutik


sehubungandengan insufisiensi pengetahuan tentang kondisi, medikasi, perawatan
selama kejang, bahaya lingkungan, dan sumber-sumber komunitas

Kriteria pengkajian fokus

Makna klinis

1; Penngetahuan saat ini tentang kejang 1 5 Pengkajian membantu


dan penatalaksanaannya
mengidentifikasi setiap faktor
yang dapat mempengaruhi
2; faktor penunjang ,meliputi hal
belajar.klien atau keluarga
berikut : ansietas, diagnosa baru,
yang tidak dapat mencapai
kekurangan instruksi sebelumnya.
tujuan pembelajaran
3; sumber-sumber ( keluarga d an
memerlukan rujukan untuk
teman sebaya )
bantuan paskapulang
4; sikap, perasaan dan masalah yanng
berhubunngan dengan gangguan
kejang
5; kesiapan dan kemampuan belajar

Intervensi

Rasional

1; Ajarkan tentang gangguan


kejang dan pengobatan

1; Pengertian klien dan keluarga


tentang gangguan kejang dan
regumen pengobatan yang
diharuskan sangat
mempengaruhi kepatuhan
terhadap regumen.

2; Bila klien sedang dalam terapi


obat, ajarkan tentang treapi obat:

2; Kewaspadaan khusus harus


ditegakkan untuk menjamin
terapi obat yang nyaman :

1; jangan menghentikan
obat tiba tiba
2; efek samping dan tanda
toksisitas

3; pentinngnya untuk
memantau kadar obat
dalam darah.
1; pentingnya untuk
melakukan pemeriksaan

1; pengertian tiba-tiba
dapat mencetuskan
status epileptikus
2; identifikasi
dinimterhadap masalah
memungkinkan
intervensi segera untuk
mencegah komplikasi
serius
3; kadar obat dalam darah
maenandai penyesuaian
dosis obat
4; penggunaan

hitung darah lengkap


secara periodik, bila
diindikasiksan
2; efek difenilhidantoin
(dilantin),bila
diperintahkan pada
jaringan gusi dan
kebutuhan pemeriksaan
gigi rutin.
2; Berikan informasi tentang
informasi yang meningkatkan
resiko kejang
3; Bahas mengapa aktivitas
tertentu yang berbahaya and
harus dihindari.

5; Berikan kesempatan pada klien


dan keluarga untuk
mengekspresikan perasaan
mereka sendiri dan saling
mengekspresikan.

6; Rujuk klien dan keluarga pada


sumber komunitas dan bahan
bacaan untuk membantu
pentalaksanaan

MASALAH KOLABORATIF

Potensial Komplikasi : Status Epileptikus

antikonvulsif jangka
panjang seperti
hidantoin dapat
menyebabkan diskrasiasi
darah.
5; Terapi fenotoin jangka
panjang dapat
menyebabkan
hiperplasia gusi
3; Situsi tertentu telah
teridentifikasi sebagai
peningkatan epsode kejang.
4; Umumnya klien yang cenderung
kejang harus menghindari
aktivitas yang adpat
menyebabkan klien atau orang
lain pada situasi berbahaya jika
terjadi kejang
5; Menyaksikan kejang adalah
menakutkan untuk orang lain
dan memalkukan bagi klien
yang rentan trehadap kejang.
Rasa malu dan menakuttkan ini
mempunyai dampak tyerhadap
ansietas, depresi, bermusuhan
dan takut.anggota keluarga juga
dapat mengalami hal ini.
Diskusi teruka dapat
mengurangi perasaan malu dan
isolasi.
6; Sumber ini dapat memberikan
informasi tambahan dan
dukungan.

Tujuan Keperawatan : Perawat akan menngatasi dan meminimalkan komplikasi status


epileptikus.
Intervensi

Rasional

1; Bila individu berlanjut


menngalami kejang umum,
beritahu dokter dan lakukan
protokol :

1.Status epileptikus adalh


kedaruratan medik. Kerusakan
pernafasan dapat meyebabkan
hipoksia sistemik dan serebral.
Diperlukan pemberian
antikonvulsan intravena kerja cepat
(mis. Valium)

1; Tegakkan jalan nafas


2; Suction sesuai
kebutuhan
3; Beriakn O2 melalui
kateter nasal
4; Pasang infus intravena

OLEH : ERFANDI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
o Kejang adalah episode motorik, sensorik, autonomic / aktifitas psikis abnormal sebagai
akibat dari muatan berlebihan yang tiba-tiba di neuron serebral.
o Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktifitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebial yang berlebihan.
2. ETIOLOGI
Adapun penyebab dari kejang ini secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gangguan vaskuler
o Perdarahan berupa petekia akibat anoksia dan asfiksia yang dapat terjadi
intraserebral / intraventrikular.
o Perdarahan akibat trauma langsung, yaitu berupa perdarahan di sub aranoidal /
subdural.

o Trombosis.
o Penyakit perdarahan seperti defisiensi vitamin K.
o Sindrom hiperviskositas.
b. Gangguan metabolisme
o Hipokalsemia.
o Hipomagnesemia.
o Defisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
o Aminoasiduria.
o Hiponatremia.
o Hipernatremia.
o Hiperbilirubinemia.
c. Infeksi
o Meningitis.
o Sepsis.
o Ensefalitis.
o Toksoplasma congenital.
o Penyakit cytomegalic inclusion.
d. Kelainan congenital (malformasi otak congenital)
o Perensefali.
o Hidransefali.
o Agenesis sebagian dari otak.
e. Lain-lain
o Factor genetic.
o Penyakit demam.
o Trauma.

o Neoplasma.
o Toksin.
o Penyakit degeneratif susunan syaraf.
3. JENIS KEJANG
3.1 Kejang Parsial
a. Kejang parsial sederhana. Manifestasi klinis:
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu / lebih hal berikut ini:
o Tanda-tanda motoris seperti kedutan pada wajah, tangan / salah satu sisi tubuh,
umunya gerakan setiap kejang sama.
o Tanda / gejala otonomik seperti muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
o Gejala somatosensoris / sensoris khusus seperti: mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
b. Kejang parsial kompleks
Manifestasi klinisnya adalah:
o Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks.
o Dapat mencakup otomatisme / gerakan otomatik seperti mengecap-ngecapkan
bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
o Dapat tanpa otomatisme seperti tatapan terpaku.
3.2 Kejang Umum (Konfulsiv / Nonkonfulsif).
a. Kejang absens
Manifestasi klinisnya adalah:
o Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
o Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15
detik.

o Awitan dan kahiran cepat, setelah itu kembali waspada dan konsentrasi penuh.
o Umunya dimulai pada usia antara 4 14 tahun dan sering sembuh dengan
sendirinya saat usia 18 tahun.
b. Kejang mioklonik
Manifestasi klinisnya adalah:
o Kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak.
o Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik berupa
kedutan-kedutan singkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
o Umunya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok.
o Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
o Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit.
o Dapat disertai hilangnya control kandung kemih dan usus.
o Tidak ada respirasi dan sianosis.
o Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremias atas dan bawah.
o Letargie, konfusi, dan tidur dalam postictal
d. Kejang atonik
o Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk / jatuh ke tanah.
o Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
e. Status epileptikus
o Biasanya kejang tonik klonik umum yang terjadi berulang-ulang.
o Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
o Potensial untuk depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia.
o Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

4. PATOFISIOLOGI
Apabila otak mengalami penurunan oksigen, karbondioksida dan konsentrasi
glukosa darah serta infeksi otak mengakibatkan kerusakan sel syaraf sehingga dia
mengalami kesulitan dalam melepaskan impuls listrik. Aktifitas neuron serebral menjadi
tidak terkontrol / abnormal sehingga motorik dan sensorik tidak terhubung. Jika pada otot
tertentu mengakibatkan spasme otot dan involunter kuat (tonik) atau intermitten (klonik)
dan jika mengenai general akan terjadi spasme / konvulsif.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Elektrokardiogram (EEG), dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dari
kejang.
o Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal.
o Tidur alami lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan
mungkin diindikasikan.
b. Pemindaian CT.
Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitive dari biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (region fossa posterior dan
region sella) yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian Positron emission Tomography (PET).
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolic . aliran darah dalam otak.
e. Uji lab yang diminta berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.
o Pungsi lumbal untuk menganalisa cairan serebrospinal terutama dipakai untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi.
o Hitung darah lengkap:

Untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab dan pada kasus yang diduga
disebabkan trauma, dapat mengevaluasi hematokrit dan jumlah trombosit.
o Panel elektrolit.
Serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum sering kali diperiksa pada saat
pertama kali terjadi kejang dan pada anak yang berusia kurang dari 3 bulan,
dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemui (uji glukosa darah
dapat sangat bermanfaat pada bayi / anak kecil dengan kejang yang
berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).
o Skrining toksik dari serum dan urine.
Digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan keracunan.
o Pemantauan kadar obat antiepileptic.
Digunakan pada fase awal penatalaksaan dan jika kepatuhan pasien diragukan.
6. PENATALAKSANAAN
a. Selama Kejang
o Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu.
o Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
o Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera.
o Lepaskan pakaian yang ketat.
o Singkirkan semua perabot yang mencederai pasien selama kejang.
o Jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.
o Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara
gigi-gigi untuk mengurangi lidah atau pipi dari gigitan.
o Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukkan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi
karena tindakan ini.

o Jika mungkin, tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala flexi ke
depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan
mucus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
b. Setelah Kejang
o Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan nafas paten.
o Periode apuea pendek dapat terjadi selama / secara tiba-tiba setelah kejang.
o Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.
o Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut.
c. Pengobatan / terapi farmakologis.
Terapi obat antiepileptic adalah dasar dari penatalaksanaan medis. Terapi
obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbangkan
control kejang dan efek samping yang merugikan. Obat pilihan didasarkan pada jenis
kejang, sindrom epileptic dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat
agar kejang dapat dikendalikan.
Mekanisme kerja obat-obat antiepileptic bersifat kompleks dan belum jelas
sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, mambntu aktifitas
asam amino penghambat / mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus.
Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:
o Fenobarbital
Indikasi: kejang mioklonik, tonik klonik, status epileptikus.
Kadar terapeutik: 15 40 mcg/ml
o Fenitoin (dilantin)
Indikasi: kejang parsial, tonik-klonik, status epileptikus.
Kadar terapeutik: 10 20 mcg/ml
o Karbamazepin.

Indikasi: kejang parsial, tonik klonik.


Kadar terapeutik: 4 12 mcg/ml.
o Asam valproat (depakene)
Indikasi: kejang absens, mioklonik, tonik-klonik, atonik dan terutama bermanfaat
untuk gangguan kejang campuran.
Kadar terapeutik: 40 100 mcg/ml.
o Primidon (Mysoline)
Indikasi: kadang-kadang digunakan untuk mengobati kejang tonik klonik.
Kadar terapeutik: 4 12 mcg/ml.
o Etosuksimid (zarontin).
Indikasi: kejang absens.
o Klonazepam (klonopin)
Indikasi: kejang absens, tonik-klonik, spasme infantile.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Sifat kejang biasanya menunjukkan tipe tindakan yang diindikasikan. Sebelum
dan selama kejang, hal berikut dikaji dan didokumentasikan:
a. Keadaan sebelum kejang (penglihatan, stimulus auditorius / oftalmikus, stimulus taktil,
ganngguan emosi / psikologis, tidur, hiperventilasi).
b. Hal pertama yang difikirkan pada saat kejang, dimana gerakan / kekakuan mulai,
menafsirkan posisi yang tepat dan posisi kepala pada saat kejang dimulai. Informasi
ini memberikan petunjuk lokasi focus epileptogemik pada otak. (Di dalam catatan,
penting untuk menyatakan apakah mulainya kejang terlihat / tidak).
c. Tipe gerakan pada tubuh yang terkena.
d. Daerah tubuh yang terkena. (membalikkan tubuh di tempat tidur dan memajankan
pasien).

e. Ukuran kedua pupil. Apakah mata terbuka? Apakah mata dan kepala berputar ke salah
satu sisi?
f. Apakah terlihat ada / tidak ada gerakan automatis (aktivitas motorik yang tidak disadari
seperti bibir mengecap / menelan berulang).
g. Inkontinensia urine / feses.
h. Durasi setiap fase kejang.
i. Keadaan tidak sadar, bila ada dan durasinya.
j. Paralysis yang nyata / kelemahan pada lengan setelah kejang.
k. Ketidakmampuan untuk berbicara setelah kejang.
l. Gerakan pada akhir kejang.
m. Apakah pasien tidur / tidak setelah kejang.
n. Apakah pasien konfusi / tidak setelah kejang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko terjadi hipoksia / aspirasi berhubungan dengan kesadaran yang menurun.
b. Resiko cedera / komplikasi berhubungan dengan adanya kejang.
c. Koping tidak efektif yang berhubungan dengan stress akibat dari adanya kejang.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko terjadi hipoksia / aspirasi berhubungan dengan kesadaran yang menurun.
Tujuan jangka panjang:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan hipoksia /
aspirasi tidak akan terjadi.
Tujuan jangka pendek:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan pasien dapat
sadara penuh.
Criteria standart:
o Tidak terjadi hipoksia.

o Tidak terjadi penurunan kesadaran (compos mentis).


Intervensi keperawatan:
o Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip
lidah yang telah dibungkus dengan kasa.
Rasional : mencegah aspirasi isi lambung serta menghindarkan dari cedera pada
bibir dan gigi patah.
o Singkirkan benda-benda tajam yang ada di sekitar pasien, tinggikan pagar tempat
tidur, dan longgarkan pakaiannya.
Rasional : memudahkan pernafasan dan menghindari cedera.
o Isap lendir sampai bersih dan berikan O2 sesuai dengan program yang ada.
Rasional : membersihkan secret dan memudahkan pernafasan.
o Jika pasien bangun dan sadar, berikan minum air hangat.
Rasional : mengencerkan dan membantu pengeluaran sisa-sisa lendir yang ada.
o Observasi tingkat kesadaran pasien.
Rasional : mengetahui status kesadaran dan perkembangan kesadaran pasien.
o Kolaborasi pemberian obat penenang.
Rasional : memberikan ketenangan kepada pasien.
b. Resiko cedera / komplikasi berhubungan dengan adanya kejang.
Tujuan jangka panjang:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi
cedera atau komplikasi.
Tujuan jangka pendek:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam, diharapkan pasien sudah
tidak kejang lagi.
Criteria standart:
o Tidak terjadi cedera.

o Tidak tejerjadi kejang.


Intervensi keperawatan:
o Selama kejang, pasien harus didampingi dengan seorang yang mendampinginya.
Rasional : mencegah dari kemungkinan cedera.
o Berikan antikonvulsi secara cepat.
Menghindari resiko komplikasi.
o Berikan pengetahuan orang tua tentang keselamatan anaknya.
Rasional : Kebanyakan cedera yang umum pada anak dihubungkan dengan
ketidak sengajaan dari perilaku orang tuanya.
o Catat dengan cermat jenis obat yang diberikan dan jam pemberiannya.
Rasional : jika terlalu dekat waktu pemberiannya dengan obat yang sama akan
mengakibatkan retardasi mental.
c. Koping tidak efektif yang berhubungan dengan stress akibat dari adanya kejang.
Tujuan jangka panjang:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan koping
pasien menjadi efektif.
Tujuan jangka pendek:
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam, diharapkan stress pasien
tidak terjadi.
Criteria standart:
o Koping efektif.
o Stress tidak terjadi.
Intervensi keperawatan:
o Isolasi dan pisahkan dari lingkungan sekolah dan kelompok bermain atau
beraktivitas.
Rasional : menghindari stressor.

o Berikan konseling kepada individu dan keluarga dalam memahami kondisi


penyakit.
Rasional : membantu mengembangkan dukungan yang continue.
o Anjurkan keterlibatan orang tua dalam mengidentifikasi strategi atau deficit koping
anak.
Rasional : mengidentifikasii peran orang tua dalam mengatasi koping yang tidak
efektif.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
a. Resiko terjadi hipoksia / aspirasi berhubungan dengan kesadaran yang menurun.
o Membaringkan pasien di tempat yang rata dengan kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kassa.
o Menyingkirkan benda-benda tajam yang ada di sekitar pasien, meninggikan pagar
tempat tidur dan melonggarkan pakaiannya.
o Menghisap lendir sampai bersih dan berikan O 2 sesuai dengan program (boleh
sampai 4 liter / menit).
o Jika pasien bangun atau sadar berikanlah minum air hangat.
o Mengobservasi tingkat kesadaran.
o Berkolaborasi dalam pemberian obat penenang (Diazepam IV) sesuai usia dan berat
badan.
b. Resiko cedera / komplikasi berhubungan dengan adanya kejang.
o Selama kejang pasien harus ada pendamping.
Misal: keluarga, teman dekat.
o Memberikan antikonvulsi secara tepat.
Misal: Fenobarbital, As. Falproat, Fenitoin.
o Memberikan pengetahuan orang tua tentang keselamatan anaknya.
Memberikan penjelasan tetnang pentingnya menjaga keselamatan untuk
menghindari cedera.

o Mencatat dengancermat jenis obat dan jam pemberian.


Diazepam IV: dosis rata-rata 0,3 mg per Kg BB. Setelah 15 menit kemudian
diulang dengan dosis dan cara yang sama.
c. Koping tidak efektif yang berhubungan dengan stress akibat dari adanya kejang.
o Mengisolasi dan memisahkan dari sekolah dan kelompok aktivitas.
Pasien selalu didampingi oleh keluarga, menghindarkan dari keramaian.
o Memberikan konseling pada individu dan keluarga dalam memahami kondisi
penyakit.
Memberikan penyuluhan kesehatan tentang proses penyakit.
o Menganjurkan keterlibatan orang tua dalam mengidentifikasi strategi atau deficit
koping anak.
Orang tua harus membarikan koping yang efektif agar anak terhindar dari stressor.
5. EVALUASI
a. Anak terbebas dari cedera fisik.
b. Meningkatkan penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan.
c. Mempertahankan control kejang:
o Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasikan bahaya obat yang
diberikan.
o Mengidentifikasi efek samping obat.
o Menghindari factor atau situasi yang dapat menimbulkan kejang.
C. LITERATUR
Betz L. Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Bagian Ilmu Keperawatan Anak FKUI.
Ngastiyah. 1995. Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.
Doengoes E. Marilynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi Edisi 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C. Suzanne, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruneer &
Suddarth Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai