1,9 juta hingga 2,3 juta orang menerima perawatan kecederaan yang tidak
fatal akibat kekerasan (Rosenberg, Fenley, 1991).
Menurut Akbar (2000), insiden trauma kepala pada tahun 1995 sampai 1998
terdiri dari tiga tingkat keparahan trauma kepala yaitu trauma kepala ringan
sebanyak 60,3% (2463 kasus), trauma kepala sedang sebanyak 27,3% (1114
kasus) dan trauma kepala berat sebanyak 12,4% (505 kasus). Kematian
akibat trauma kepala mencatatkan sebanyak 11% berjumlah 448 .Bila dilihat
prevalensi penderita trauma kepala cukup besar dan meningkat dari tahun ke
tahun, hal ini menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan, khususnya
perawat . Supaya lebih meningkatkan pengetahuan tentang trauma kepala ,
sehingga bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dan maksimal
dibidangnya.
1.2 Rumusan Masalah
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Kepala
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose
conective
tissue atau
jaringan
penunjang
longgar
danpericranium
B. Tulang tengkorak
Tulang kepala terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital .
Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh
otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus
frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum .
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura
mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat .
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium
(ruang
epidural). Adanya
fraktur
dari
tulang
kepala
dapat
terisi
olehliquor
serebrospinalis .
Perdarahan
sub
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater .
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg). Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum .
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus . Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan .
E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel
lateral
melalui
foramen
monro
menuju
ventrikel
III,
akuaduktus
dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi
vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu
penyerapan
CSS
dan menyebabkan
kenaikan takanan
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena
tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis..
Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa
dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari
lumbal pungsi yaitu 4 10 mmHg . Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi
otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk
terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap
.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran
CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara
cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan
tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial
harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie .Otak
memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari
cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran
darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml
per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar
tergantung pada usainya . ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama
sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan
meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma
ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah
cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 6070 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO .
2.2. Definisi
respon motorik (1-6), respon verbal (1-5) dan buka mata (1-4), dengan interval
GCS 3-15. Berdasarkan beratnya cedera kepala dikelompokkam menjadi :
1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala
berat.
2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan,
3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.
Gambar Acute Subdural Hematoma
2.4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /
100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan
coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja
pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera
kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi
yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan
dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada
keadaan .;
1. Rear end Impact
keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama
kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala
pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan.
2. Backward/forward motion of head
Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga
pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak
menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah
yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang
antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung
udara. Pada saat otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya
bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara
tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat
berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga
daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi
kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi 2
1. Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan
dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera
ini umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani
proses penyembuhan yang optimal
2.Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan
lebih merupakan fenomena metabolik.Pada penderita cedera kepala berat,
pencegahan
cedera
kepala
skunder
dapat
mempengaruhi
tingkat
(penimbunan
cairan
antara
dura
mater
dan
arakhnoidea),
Cidera
otak
primer
Cidera
otak
sekunder
Kontosio
Laserasi
Respon biologik
TIK meningkat :
Edema
Hematom
#Metabolisme anaerobik
#Hipoximia
Respon biologik
Trauma Kepala
Edema otak
Gangguan
etabolisme
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asamlaktatmeningkat
Metabolik anaerobik
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
Akut :
Gejala 24 - 48 jam.
Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
PTIK meningkat.
Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala
TIK meningkat --- kesadaran menurun.
Kronis :
Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e) Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi
mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia,
hiperkapnia
Meningkatkan
rangsang simpatis
Edema paru
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek.
Vaskuler.
Disritmia.
Fibrilasi.
Takikardia.
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah
nitrogen.
Trauma
ADH dilepas
Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus
Penurunan ADH
Diabetes Mellitus
Ginjal
Ekskresi air
terhadap trauma.
Trauma
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen
utama.
Adrenal
Steroid
Hiperacidi
Trauma
Stress
Perdarahan lambung
Katekolamin meningkat.
2.6. Komplikasi
Koma. Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma.
Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya
memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative
saraf. Cedera
pada
basis
tengkorak
dapat
menyebabkan
pemeriksaan
fisik
umum,
pemeriksaan
neurologis
dan
Nilai
Responmembukamata (E)
Buka mata spontan
(melihat,
mendengar,
meraba,
mengecap
dan
menghidu),
membantu
penyembuhan
sel-sel
otak
yang
sakit
Untuk
control)
yang
kemudian
dilanjutkan
dengan
Bila
ada
sumbatan
maka
dapat
dihilangkan
dengan
cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi
jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan
napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke mulut
Tidak semua pederita cedera kepala harus dirawat di rumah sakit. Indikasi
perawatan di rumah sakit antara lain; fasilitas CT scan tidak ada, hasil CT
scan abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilangnya kesadaran,
kesadaran menurun, sakit kepala sedang-berat, intoksikasi alkohol/obatobatan, kebocoran liquor (rhinorea-otorea), cedera penyerta yang bermakna,
GCS<15>..
Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk
memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang
dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena,
hiperventilasi,
pemberian
manitol,
steroid,
furosemid,
barbitirat
dan
antikonvulsan .
Indikasi pembedahan pada penderita cedera kepala bila hematom intrakranial
>30 ml, midline shift >5 mm, fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak
depres dengan kedalaman >1 cm
2.9.2. Rencana pemulangan
1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya
intrakranial.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,
lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang
perlu didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi
sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang
otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V,
VII, IX, XII.
4. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Pembedahan.
5. Pemeriksaan Penujang
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
ABGs:
Mendeteksi
keberadaan
ventilasi
atau
masalah pernapasan
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian
informasi
tentang
proses
penyakit,
prognosis,
rencana
3.3. INTERVENSI
1.Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
~Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
~Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tandatanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
~Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat
meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih
panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
Perhatikan
mengeringkan
sekresi
cairan
pasien
paru
keadaan
sehingga
dehidrasi
menjadi
kental
dapat
dan
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.
yang
irreguler
indikasi
terhadap
adanya
peningkatan
udem
otak,
steroid
(dexametason)
untuk
menurunkan
~Rencana tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
2. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan
pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
3. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
4. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan
keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisistas
untuk membatasi trauma kepala bila terbentur benda tumpul
2. Adanya fenomena yang meningkat setiap tahunnya untuk angka kejadian
trauma kepala.
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak.
Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala
terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan
(aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral,
laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma
kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan
PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta
cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan
observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan
terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan
pembedahan.
4.2. Saran
1. Untuk mahasiswa diharapkan supaya lebih bekerja sama dalam
pembuatan makalah asuhan keperawatan Trauma Kapitis.
keterampilan
dalam
bidang
keperawatan
khususnya
Asuhan
Mei
2001
[31
Agustus
2007];.
Diunduh
dari: http://www.tempo.ci.id/medica/arsip/052001/sek-1.htm
3.Coskey,Mc, et all.2007.Diagnosa Keperawatan NOC-NIC St-Louis . sumber :
4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier
Saunders, 2006; 685-97.
5..Hartanto, Hurawati.2009. Kamus Saku Mosby. Jakarta. EGC
6. Mc Khann GM, Copass MK, Winn HR. Prehospital Care of the HeadInjuried Patient. Dalam : Textbooks of Neurotrauma. Mc Graw Hill. 103-112
7. Rappaport WA, Brannan S. Head injury. Dalam: Surgery. Mosby Elsevier,
2005; 216-18.
8. Singh J. Head Trauma. 25 September 2006 [20 September 2007]; Topic
929: [11 screens]. Diunduh dari:http://www.emedicine.com/ped/topic929.htm
9.Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L,
Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.
Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006;
740-59.
10. Stein SC. Classification of the Head Injury. Dalam: Textbook of
Neurotrauma. Mc. Graw-Hill. 31-38.
11.Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.