Anda di halaman 1dari 1

Case: The Regency Grand Hotel

Case Overview:
Grand Regency Hotel merupakan hotel bintang lima yang sudah berdiri lebih dari 15
tahun di Bangkok. Selama ini, pengelolaan hotel cukup memuaskan, baik dalam hal
pengelolaan karyawan maupun pelayanan terhadap pelanggan. Grand Regency Hotel
kemudian diakuisisi oleh salah satu konglomerat perhotelan dari Amerika. Perubahan pemilik
dan manajemen menimbulkan berbagai gejolak internal perusahaan. Salah satunya, dimulai
dengan pengunduran diri General Manager hotel tersebut. Kekosongan posisi ini kemudian di
isi oleh John Baker dari Amerika yang sudah sangat berpengalaman dalam manajemen
perhotelan.
Baker mencoba melakukan perubahan budaya Grand Regency Hotel. Ia melihat
karyawan hotel ini kurang memiliki inisiatif, ide, dan kemampuan dalam pengambilan
keputusan karena berbagai masalah harus didiskusikan oleh manajer. Baker juga merasa
prosedur birokrasi Grand Regency Hotel terlalu banyak sehingga membuat pengambilan
keputusan cukup lama. Dua alasan ini, menurut Baker, membuat tidak adanya empowerment
karyawan.
Baker pun merubah prosedur kerja dan mengurangi prosedur birokrasi untuk lebih
memberikan keleluasaan karyawan atau frontliners untuk pengambilan keputusan. Banyak
manajer yang tidak setuju akan hal ini, namun perubahan tetap dijalankan. Pada awalnya,
para karyawan banyak terbantu dengan kebijakan baru, namun masih banyak karyawan yang
belum bisa membedakan masalah mayor dan minor karena mereka tidak terbiasa untuk
mengambil keputusan tanpa instruksi dari supervisor atau manajernya. Di sisi lain, karyawan
yang dapat beradaptasi dan dapat membuat keputusan dengan baik, tidak mendapatkan
feedback dari para manajer. Oleh karena itu, mereka justru kehilangan percaya diri dalam
pengambilan keputusan dan pada akhirnya mereka kembali pada cara lama.
Tak lama setelah perubahan sistem diterapkan, para karyawan semakin sering
berkonsultasi dengan Baker, bahkan untuk membahas masalah kecil. Akhirnya, Baker pun
frustasi dan kelelahan karena waktunya terkuras banyak untuk berdiskusi dengan para
subordinatnya. Ekspektasi Baker yang semula ingin meningkatkan kinerja dengan
menerapkan employee empowement justru merusak kinerja hotel yang semula baik. Kinerja
hotel justru menurun dan karyawan semakin banyak melakukan kesalahan. Hal ini memicu
banyaknya komplain dari para pelanggan. Tak hanya itu, media masa pun akhirnya
memberikan julukan One of Asias Nightmare Hotels. Secara internal, terjadi
counterproductive behavior karyawan, tingginya absensi dan meningkatnya turnover
karyawan.
Case Analysis:
Conclusion:

Anda mungkin juga menyukai