dan air,
penggunaan dan daur ulang bahan organik dan pengefisiensi penggunaan lahan tanpa
menimbulkan kerusakan bagi sumber daya alam dan pencemaran terhadap lingkungan.
Keuntungan dari sistem ini adalah terdapat intensifikasi penggunaan lahan, peningkatan nilai
guna limbah pertanian dan menjaga lingkungan.
Sistem pertanian berkelanjutan lahir dikarenakan terdapat dampak dari revolusi hijau.
Revolusi hijau pertama kali dicetuskan oleh Willian S. Gaud. Pada tahun 1940an seorang
pemuliaan tanaman asal Amerika Serikat, yaitu Norman Borlaug, sebagai pelopor revolusi
hijau dari penelitiannya yang dapat meningkatkan hasil produk pertanian terutama pada
tanaman padi dan gandum. Varietas yang dihasilkan disebut high yielding variety (HYV).
Padi HVY pertama kali dilepas oleh IRRI (International Rice Research Institute) di Filipina
sedangkan gandum HYV pertama kali dilepas oleh CIMMYT (Centro International de
Majeramiento de Maizy Trigo).
Di Indonesia, pada tahun 1950-1959, Indonesia mengalami kekurangan pangan yang
cukup parah. Hal ini menyebabkan Presiden Soekarno mendirikan Institut Pertanian di Bogor
untuk memajukan pertanian Indonesia. Tahun 1959-1961, pemerintah mengeluarkan rencana
tiga tahun produksi padi dengan membentuk Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM)
dan melibatkan Fakultas Pertanian UGM dan UI dalam melakukan penyuluhan.
Tahun 1963, penerapan revolusi hijau di Indonesia dalam bentuk action research
dimulai dengan nama Pilot Proyek Panca Usaha Lengkap yang dilaksanakan di Kabupaten
Karawang oleh Lembaga Koordinasi Pengabdian Masyarakat. Program tersebut berhasil,
ekologi, ekonomi, gender dan keadilan sosial, penciptaan lapangan kerja, dan konservasi
energi.
Penerapan revolusi hijau lestari atau second green revolution di Indonesia dimulai
sejak tahun 2004 dengan penekanan pada produksi padi. Varietas yang dikembangkan yaitu
varietas unggul baru (VUB) dalam pengelolaan LATO (lahan, air, tanah dan organisme
pengganggu tanaman). Selain itu, pada revolusi ini, pemerintah juga mengupayakan
peningkatan kesejahteraan petani, masalah gizi atau kesehatan, air bersih, lingkungan dan
pembangunan perdesaan. Berikut perbandingan strategi revolusi hijau generasi pertama dan
strategi revolusi hijau lestari;
Revolusi Hijau
produksi)
Perhatian lebih besar difokuskan ke lahan tadah
Sumber:
Sudirja, R., 2008. Pembangunan pertanian berkelanjutan berbasis sistem pertanian organik.
http://pustaka.unpad.ac.id/ (diakses tanggal 1 September 2015)
Yuwariah, Y., dkk. 2015. Modul Sistem Pertanian Berkelanjutan II. Program studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung