Anda di halaman 1dari 22

Diagnosis dan Pencegahan Penyebaran Tuberkulosis Paru

pada Lingkungan Keluarga


Indri Hardiyanti Gunawan
102013123
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.7, Jakarta Barat 11510
huangindri@yahoo.com
Pendahuluan
Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosa. Seseorang penderita TBC akan mengalami tanda dan gejala, seperti
lemah, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat badan, demam subfebris dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan, batuk malam hari, keringat banyak pada malam hari, kedinginan, nafas
bunyi crackles (gemercik) dan wheezing (mengi). Penularan kuman dipindahkan melalui udara
ketika seseorang sedang batuk, bersin, yang kemudian terjadi pemindahan droplet. Tuberkulosis
paru memerlukan waktu pengobatan yang lama dan tidak boleh terputus, apabila pengobatannya
terputus maka dapat menyebabkan resistensi dari obat tersebut.
Skenario
Seorang bapak berumur 45 tahun, memiliki seorang istri (43 tahun) dan 5 orang anak.
Istrinya tersebut sedang mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak
perempuannya yang berumur 9 tahun saat ini sedang batuk-batuk sudah 3 minggu tidak kunjung
reda walaupun sudah berobat ke Puskesmas. Keluarga ini tinggal di sebuah rumah semi
permanen 4x11 meter di pemukiman yang padat penduduk. Penghasilan keluarga ini sebesar
Rp 2,5 juta per bulan sebagai buruh harian.

Penemuan Kasus Tuberkulosis


Diagnosis pada kasus Tuberukulosis (TB) dilakukan dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Adapun diagnosis pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan
dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang lama, hanya akan dialakukan bila
diperlukan atas indikasi tertentu dan tidak semua unit pelayanan memilikinya. Pemerintah
melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas
untuk melakukan diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan BTA ini. Pemeriksaan dahak sedikitnya
3 kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita TB,
kemudian pengambilan dahak kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah dahak
pagi hari. Sedangkan pada pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan
dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut sebagai pemeriksaan SPS
(Sewaktu-Pagi-Sewaktu).1,2
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya
2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS tadi, hasilnya adalah positif.
Bila hanya adanya 1 spesimen yang positif, perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut,
yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS ulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada
menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB, maka yang bersangkutan dianggap
positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka
pemeriksaan dahak SPS harus diulang.2 Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB,
hanya dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik berspektrum luas
selama 1 hingga 2 minggu, amoksisilin atau kortimoksasol. Bila tidak berhasil, dan penderita
yang bersangkutan masih menunjukkan tanda-tanda adanya TB, maka ulangi pemeriksaan dahak
SPS. Selanjutnya prosedur terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata
hasil SPS positif, maka yang bersangkutan adalah positif menderita TB. Namun, apabila dahak
negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi mendukung TB dianggap
sebagai TB dengan BTA negatif, radiologi positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB,
spesimen dahak negatif, maka yang bersangkutan bukan TB.
2

Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberculin pada orang dewasa
tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB
pada anak didapatkan melalui gambaran klinik, radiologi dan uji tuberculin.
Pemeriksaan fisik terdiri dari beberapa hal yaitu secara umum terlebih dahulu yang terdiri
dari keadaam umum pasien, kesadaran, status gizi, dan tanda-tanda vital. Tanda-tanda vital
terdiri dari tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan serta suhu.
Lalu pemeriksaan spesifik terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada
inspeksi bisa kita periksa kulit (warna kulit, keadaan kulit, lesi-lesi kulit, dll), thorax (bentuk
thorax, pernafasan, simetris/tidak, keadaan thorax, ada benjolan/tidak, dll), abdomen (bentuk
abdomen, adakah lesi, ada benjolan/tidak, dll), mulut (warna bibir, luka/tidak, bercak-bercak,
apakah ada pembesaran KGB,dll). Lalu palpasi dapat dilakukan untuk melihat apakah ada massa
atau rasa nyeri, lihat gerakan pernafasannya bagimana, simetris atau tidak pada sisi kanan dan
kirinya. Selanjutnya, perkusi dan auskultasi untuk mendengar suara nafas pokok (vesicular,
bronkovesikular, bronchial, dan trakeal).
Pemeriksaan Penunjang pada Kasus TB
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis3
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk meneggakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakkan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
waktu 2 hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
S (sewaktu) = dahak dikumpulkan pada saat suspect TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.


P (pagi) = dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
S (sewaktu) = dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk
menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu:
Pasien TB ekstra paru
Pasien TB BTA negatif
Pasien anak
3

3. Uji kepekaan obat TB


Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M.tuberkulosis terhadap OAT. Uji
kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus
penetapan mutu.
4. Uji Tuberkulin3
Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat
gambaran klinik, radiologi dan uji tuberculin. Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai
sebagai penderita TB, bila terdapat gejala seperti mempunyai riwayat kontak serumah
dengan penderita TB BTA positif, terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan
BCG dalam waktu 3-7 hari dan terdapat gejala umum TB.
Uji tuberculin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan, dengan tuberculin
PPD RT 23 kekuatan 2 TU (Tuberculin Unit). Pembacaan dilakukan dalam 48-72 jam
setelah penyuntikkan, dan diukur diameter dari peradangan atau indurasi yang dinyatakan
dalam millimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesar > 10mm pada anak dengan gizi
baik dan pada anak-anak dengan gizi buruk.
Riwayat Alamiah Penyakit
Etiologi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yang masih keluarga besar genus Mycobacterium. Dari anggota keluarga
Mycobacterium yang diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal bermasalah dengan
kesehatan masyarakat, yaitu Mycobacterium tuberculosis, M. bovis yang terdapat pada susu sapi
yang tidak dimasak, dan M. leprae yang menyebabkan penyakit kusta.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal
0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga disebut sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA). Sebagian kuman ini terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan
asam. Bisa hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya
oksigen terutama pada bagian apical posterior paru-paru.1,2,3

Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis dalam Paru-Paru4


Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit kecacatan dan kematian
dalam populasi manusia. Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari
tindakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis, dan
pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang
berdampak pada status kesehatan penduduk.1
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia, tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan
TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang
penting lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh M. tuberkulosis. Pada tahun 1998 ada
3.617.047 kasus yang tercatat di dunia.2
Sebagian besar kasus ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang. Diantara 75% berada pada usia yang produktif yaitu 25-40 tahun. Karena
penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasus-kasus TB yang baru
dan kematian yang muncul terjadi di Asia.2

Alasan munculnya atau meningkatnya kasus beban TB global antara lain disebabkan sebagai
berikut:

1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang
2.
3.
4.
5.
6.

tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju


Adanya perubahan demografik
Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
Tidak adanya pendidikan mengenai TB di antara para dokter
Biaya pengobatan
Adanya apidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.2

Laporan terbaru WHO 2008, menunjukkan setiap tahun diperkiraan adanya 9,2 juta kasus TB
baru (139/100.000 penduduk), 4,1juta diantaranya (44%) adalah pasien dengan BTA positif dan
0,7juta pasien TB yang juga terinfeksi virus HIV (8%). Lima negara penyumbang kauas terbesar
TB di dunia adalah India, China, Indonesia, Afrika Selatan, dan Nigeria.
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah India dan
China. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India dan Indonesia berturut-turut 1.828.000,
1.414.000, dan 591.000. perkiraan kejadian BTA, sputum yang positif di Indonesia adalah
266.000 tahun 1998. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan
nasional 2001, TB menempati rangking nomor 3 sebagai kematian tertinggi di Indonesia.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB d
Indonesia relative relaps dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya
infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang melihat semakin meningkatnya
laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun.2
TB pada orang dewasa
Pada orang dewasa, 2/3 kasus terjadi pada orang laki-laki, tetapi ada sedikit dominasi
tuberkulosis pada wanita di masa anak-anak. Frekuensi TB pada orang tua populasi pada orang
kulit putih di Amerika Serikat.

TB pada anak-anak
Laporan TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun
adalah 5% sampai 6% dari total kasus TB. TB menyerang anak-anak pada sekitar umur dibawah
6

5 tahun. Sedangkan kisaran 5-14 tahun mempunyai frekuensi penyakit TB yang rendah. Kasus
tersering adalah kasus dimana anak-anak yang terpajan dengan orang dewasa yang menderita TB
atau yang beresiko tinggi.2,3
Cara Penularan Penyakit
Pada zaman sekarang ini, wawasan mengenai diagnosis, gejala dan pengobatan TBC
sebagai sesuatu penyakit infeksi menular teruslah berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu
dipelajari faktor-faktor penentu tang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan
alamiah.

Gambar 2. Komponen Terjadinya Penyakit4


1. Periode Prepatogenesis
a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap desinfektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk
jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal
sementara Mycobacterium tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah
dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat
resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan
kemoterapi modern, sehingga menyebabkan keharusan mengambangkan obat
baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang
terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung,
serta transmisi congenital yang jarang terjadi.5
b. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang
besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial
7

ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis


menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang
mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan
tekanan ekonomi. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan
berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik, yaitu:
Lingkungan fisik antara lain seperti keadaan geografis dan lingkungan
tempat tinggal. Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan
penularan penyakit. Rumah denga pencahayaan yang kurang memudahkan
perkembangan sumber penyakit. Aliran udara berkaitan dengan penularan
penyakit. Pertukaran udara dapat memecah dan mengurai konsentrasi

kuman di udara.
Lingkungan nonfisik meliputi sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Lingkungan sosial masyarakat berpengaruh pada tingkat pengetahuan
sikap dan praktek masyarakat dalam bidang kesehatan. Kemampuan
ekonomi masyarakat biasanya tercermin dari kondisi lingkungan

perumahan seperti saran air minum, dan kondisi rumah.


c. Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari host pada TBC. Tedapat 3 puncak
kejadian dan kematian:
Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita
Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada

wanita
Puncak sedang pada usia lanjut

Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak


berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup
sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena,
kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan
kehamilan yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi
sosial ekonomi.
2. Periode Patogenesis (Interaksi Host-Agent)
8

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian
berdominasi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis.
Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan
Lingkungan. Penderita TB dengan BTA positif merupakan sumber terjadinya penularan.
Ketika batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara ke dalam bentuk
droplet (percikan dahak).5 Droplet yang mengandung kuman boleh bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan, maka orang tersebbut akan terinfeksi. Selama kuman tersebut masuk dalam
tubuh melalui saluran pernafasan, ia dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Gambar 3. Penularan Tuberkulosis4


Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
semakin tinggi penularan penderita tersebut. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.5,6
Manifestasi Klinis
Gejala umum TB paru adalah batuk yang berlangsung lebih dari 4 minggu dengan atau
tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, dan batuk darah. Keluhan yang
dirasakan pada penderita TB dapat bermacam-macam atau tanpa malah keluhan sama sekali.
Keluhan yang banyak terjadi, yaitu:
9

1. Demam
Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, tetapi kadang-kadang panas badan bisa
mancapai 40-41C. Demam biasanya menyerupai demam influenza sehingga penderita
biasanya tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza
2. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk biasanya dialami 4 minggu dan
bahkan berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk non-produktif, yang selanjutnya
akan berlanjutke batuk produktif sebagai upaya membuang ekskresi peradangan berupa
dahak atau sputum, yang biasanya bersifat purulen. Keadaan ini biasanya akan berlanjut
sampai ke batuk darah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi bisa juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah meliputi bagian
paru-paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5. Malaise
Tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan makin kurus (BB menurun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot dan berkeringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. Malaise ini juga disertai dengan rasa tidak
enak badan, tidak fit, lemah, lesu, pegal-pegal, nafsu makan dan berat badan yang terusmenerus berkurang.

10

Gambar 4. Tanda dan Gejala pada Tuberkulosis4

Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:


1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik
dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi yang baik
2. Nafsu makan tidak ada
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, keringat banyak pada malam hari
tanpa sebab yang jelas
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran ini baisanya
multiple, paling sering di daerah lipatan paha, ketiak dan leher.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari disertai dengan tanda adanya cairan di dada.
6. Gejala di saluran pencernaan, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare
Penanganan Penyakit dengan Pendekatan Dokter Keluarga
Klinik adalah suatu jenis pelayanan kedokteran rawat jalan. Beberapa klinik melengkapi
dirinya dengan rawat inap. Klinik dokter keluarga adalah klinik yang diselenggarakan oleh
Dokter praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga. Klinik dokter
keluarga sering disertai ruang rawat inap sementara (one day care) sebelum mendapat tempat
inap di rumah sakit rujukan.
Sistem pelayanan dokter keluarga sesungguhnya merupakan bagian dari Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) yang perlu diatur dalam Undang-Undang, dimana sesungguhnya
11

disini merupakan tumbuhnya Five Star Doctor, yang merupakan profil dokter ideal yang
memiliki kemampuan untuk melakukan serangkaian pelayanan kesehatan untuk memenuhi
kualitas, kebutuhan, efektifitas biaya dan persamaan dalam dunia kesehatan.
1. Care Provider
Dalam memberikan pelayanan medis, seorang dokter hendaknya memperlakukan pasien
secara holistic, memandang individu sebagai bagian integral dari keluarga dan komunitas,
memberikan pelayanan yang bermutu, menyeluruh, berkelanjutan dan manusiawi, serta
dilandasi hubungan jangka panjang dan saling percaya.
2. Decision Maker
Seorang dokter diharapkan memiliki kemampuan memilih teknologi, penerapan
teknologi penunjang secara etik dan cost effectiveness.
3. Communicator
Seorang dokter dimana pun ia berada dan bertugas hendaknya mampu mempromosikan
gaya hidup sehat, mampu memberikan penjelasan dan edukasi yang efektif, dan mampu
memberdayakan individu dan kelompok untuk dapat tetap sehat.
4. Community Leader
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seorang dokter hendaknya dapat
menempatkan dirinya sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat, mampu
menemukan kebutuhan kesehatan bersama individu serta masyarakat, dan mampu
melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Manager
Dalam hal majerial, seorang dokter hendaknya mampu bekerja sama secara harmonis
dengan individu dan organisasi di luar dan di dalam lingkup pelayanan kesehatan,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien dan komunitas serta mampu memanfatkan
data-data kesehatan secara tepat dan berhasil.

Prinsip Kedokteran Keluarga


1. Dokter kontak pertama (first kontak)
Dokter keluarga adalah pemberi layanan kesehatan (provider) yang pertama kali ditemui
pasien/klien dalam masalah kesehatannya
2. Layanan bersifat pribadi (personal care)
Dokter keluarga memberikan layanan yang bersifat pribadi dengan mempertimbangkan
pasien sebagai bagian dari keluarga
3. Pelayanan paripurna (comprehensive)
12

Dokter keluarga memberikan layanan menyeluruh yang memadukan promosi kesehatan,


pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi dengan aspek fisik, psikologis, dan
sosial budaya.
4. Pelayanan berkesinambungan (continous care)
Pelayanan dokter keluarga berpusat pada orangnya (patient-centered) bukan pada
penyakitnya (disease-centered)
5. Menguatamakan pencegahan (prevention first)
Karena berangkat dari paradigm sehat, maka upaya pencegahan oleh dokter keluarga
dilaksanakan sedini mungkin.
6. Koordinasi
Dalam upaya mengatasi masalah pasien dokter keluarga perlu berkonsultasi dengan
disiplin ilmu lainnya.
7. Kolaborasi
Bila pasien membutuhkan pelayanan yang diluar kompetensinya, dokter keluarga bekerja
sama dengan mendelegasikan pengelolaan pasiennya pada pihak lain yang berkompeten.
8. Family Oriented
Dalam mengatasi masalah dokter keluarga mempertimbangkan konteks keluarga, dampak
kondisi pasien terhadap keluarga dan sebaliknya.
9. Community Oriented
Dokter keluarga dalam mengatasi masalah pasien haruslah tetap memperhatikan dampak
kondisi pasien terhadap komunitas dan sebaliknya.

Tujuan pelayanan dokter keluarag secara umum dibagi atas 2 macam, yakni:
1. Tujuan umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga pada dasarnya adalah sama dengan tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarganya.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pelayanan dokter keluarga erat hubungannya dengan sejarah
perkembangan dokter keluarga di satu pihak serta ciri-ciri pelayanan dokter keluarga di
pihak lain. Tujuan khusus yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan keluarga akan
pelayanan kedokteran yang efektif dan efisien.2
Karakteristik Dokter Keluarga menurut IDI, adalah:7
1. Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat
2. Pelayanan menyeluruh dan maksimal
13

3. Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan


4. Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya
5. Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya
Promotif (Peningkatan Kesehatan)7

Penyuluhan perorangan menggunakan metode penyuluhan langsung. Materi yang

dijelaskan adalah informasi mengenai TB.


Penyuluhan kelompok menggunakan metode penyuluhan langsung dengan cara ceramah
mengenai TB. Materi penyuluhan adalah semua informasi mengenai TB.

Materi penyuluhan:

Pengertian dan faktor resiko TB


TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberkulosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.

Cara penularan:

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif


Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

percikan ludah (droplet).


Umumnya penularan dapat terjadi di dalam ruangan dimana droplet berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumalh percikan, sementara sinar matahari

langsung dapat membunuh kuman.


Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien

tersebut
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB, di tentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko penularan:

14

Resiko penularan tergantung tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari pasien

TB paru dengan BTA negatif


Resiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberkulosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB selama satu tahun.

ARTI sebesar 1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi positif. Resiko

menjadi sakit TB.


Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB
Faktor yang memperngaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).5

Preventif (Upaya Pencegahan)7


Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC,
maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pencegahan Primer
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TB paling efektif, walaupun
hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan
sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TB yang
meliputi, yaitu:
Imunisasi aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada
daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita beresiko tinggi
dengan nilai proteksi yang tidak absolute dan teragntung Host tambahan dan

lingkungan
Pengotrolan faktor predisposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

Contohnya :

15

Pencegahan pada faktor penyebab TB (Agent) bertujuan untuk mengurangi


penyebab atau menurunkan pengaruh agent TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis
serendah mungkin dengan melakukan isolasi pada penderita tuberkulosis selama

menjalani proses pengobatan


Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan tuberkulosis
seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan menyediakan ventilasi pada
rumah dan mengusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam

rumah.
Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi individu,

pemberian imunisasi BCG terutama pada anak


Tidak membiarkan penderita TB tinggal serumah dengan yang bukan penderita

karena bisa menyebabkan penularan


Meningkatkan pengetahuan individu mengenai pencegahan penyakit TB paru

seperti apa, imunisasi BCG serta pengobatan segera untuk penderita TB paru.
2. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TB yang timbul dengan 3 komponen utama yaitu Agent, Host, dan lingkungan. Kontrol
pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi
spesifik, walau terasa berat baik dari segi financial, materi maupun tenaga. Langkah
kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TB, dengan imunisasi
TB negatif dan Chemoprophylaxis pada TB positif. Kontrol lingkungan dengan
membatasi penyebaran penyakit, desinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi
epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkunagn memegang peranan
penting terhadap epidemiologi TB.
Pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosis dini
dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses
penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ini
ditujukan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang
terancam akan menderita TB (masa tunas).6
Contohnya:

16

Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita TB paru sesuai dengan

kategori pengobatan seperti isoniazid dan rifampisin.


Penemuan kasus TB paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosis

pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.


Diagnosis dengan tes tuberculin
Anamnesis bagik terhadap pasien maupun keluarganya
Melakukan foto thorax
Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti TB.6

3. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TB. Dimulai dengan
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitas pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selain itu, tindakan pencegahan
sebaiknya dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TB, yaitu dengan
jalan sebagai berikut:

Perkembangan media
Metode solusi problem keresistensian obat
Perkembangan obat bakterisidal baru
Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TB yang terkontrol

Pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan
sampai mengalami kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau
mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis dan
sosial.6
Ketentuan Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal7
1. Bahan-bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat
membahayakan kesehatan
2. Komponen dan penataan ruangan
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan

mudah dibersihkan
Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
17

Ruang ditata dengan fungsi dan peruntukannya. Dapur harus memiliki sarana

pembuangan asap
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan dan tidak menyilaukan mata. Sinar
matahari ini sangat penting karena dapat emmbunuh bakteri-bakteri pathogen di rumah,
misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus memiliki jalan masuk cahaya yang
cukup. Bila sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka
resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
4. Kualitas udara
Suhu ruangan nyaman, antara 18-30C
Kelembaban udara antara 40-70%
5. Ventilasi
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping
itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara naik dimana anntinya ini
akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pathogen/ bakteri penyebab
penyakit, misalnya kuman TB. Ventilasi mempunyai banyak fungsi yakni untuk menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar, membebaskan udara di ruangan
dari bakteri-bakteri, terutama bakteri pathogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus, serta menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban yang optimum.
6. Penyediaan air
Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60liter per orang setiap hari
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
7. Pembuangan limbah
8. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas
lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak
menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya
konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga ada yang terkena penyakit
infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Pengobatan Penderita
Pengobatan TBC kriteria I (tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita
TBC) dan II (terinfeksi TBC/test tuberculin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak
18

ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan
pemberian INH 5-10mg/kgBB/hari.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
1. Obat primer : INH (isoniazid), rifampisin, etambutol, stepromisin, pirazinamid.
Memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obatan ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.
Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat

Dosis Harian

Dosis 2x/minggu

Dosis 3x/minggu

INH
Rifampisin
Pirazinamid
Ethambutol
Streptomisin

(mg/kgBB/hari)
5-15 (maks 300mg)
10-20 (maks 600mg)
15-40 (maks 2gr)
15-25 (maks 2,5gr)
15-40 (maks 1gr)

(mg/kgBB/hari)
15-40 (maks 900mg)
10-20 (maks 600mg)
50-70 (maks 4gr)
50 (maks 2,5gr)
25-40 (maks 1,5gr)

(mg/kgBB/hari)
15-40 (maks 900mg)
15-20 (maks 600mg)
15-30 (maks 3gr)
15-25 (maks 2,5gr)
25-40 (maks 1,5gr)

Pengobatan TBC pada Dewasa


1. Kategori I : 2RHZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol setiap hari
(tahanp intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan Rifampsisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
2. Kategori II : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada penderita kambuh, penderita gagal terapi, dan penderita dengan
pengobatan setelah lalai minum obat
3. Kategori III : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif

19

Pengobatan TBC pada Anak


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2
INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setaip
hari atau 2x seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH)
2. 2HRZ/4H2R2
INH+Rifampisin+Pirazinamid setiap

hari selama

2 bulan pertama,

kemudian

INH+Rifampisin setiap hari atau 2x seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol


bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Sejak 1995, Program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan
manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yang direkomendasikan oleh WHO.
Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti program pemberantasan TBC untuk meningkatkan
layanan serta penggunaan obat yang rasional yang bertujuan untuk memutuskan mata rantai
penularan TBC. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat
setiap hari, terutama pada fase awal pengobatan.
Program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)
DOTS merupakan strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan secara
langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat secara
cepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya
secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS memberikan angka
kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara
global untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
1. Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi
TBC
2. Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
3. Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-tuberkulosis jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat)
4. Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten
5. Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar

20

Strategi DOTS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan
dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi
penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di Puskesmas. Strategi ini sebagai pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan setiap hari.
Indonesia adalah negara dengan high burden, dan sedang memeperluas strategi DOTS
dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indicator program yang amat penting. Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita
TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten
terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-Drugs
Resistant).

Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis yang paling utama menyerang paru-paru. Meningkatnya angka penderita
tuberkulosis disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya karakteristik demografi keluarga,
sosial-ekonomi, pengetahuan mengenai TB, cara merawat anggota keluarga yang menderita
tuberkulosis. Pendekatan dokter keluarga dapat membantu pasien dalam menangani dan
mencegah terjadinya suatu penyakit. Pencegahan dan pengobatan tuberculosis wajib
dilaksanakan sebaik mungkin untuk mengurangi angka kejadian bersamaan dengan partisipasi
penduduk baik yang sehat maupun yang sudah terinfeksi.

Daftar Pustaka

21

1. Timmereck TC. Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.


2. Aditama T, et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Jakarta: Pusat Penerbit IPD FKUI; 2006.
4. Munib A. Asuhan keperawatan klien dengan diagnosis tuberculosis paru. Diunduh dari:
http://muniebstikes.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-klien-dengan_05.html, 5
Oktober 2011.
5. Depkes RI. Pedoman penyakit tuberkulosis dan penanggulangannya. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2008.
6. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
7. Soetono, Sadikin & Zanilda. Membangun praktek dokter keluarga mandiri. Jakarta:
Pengurus Besar IDI; 2006.

22

Anda mungkin juga menyukai