Anda di halaman 1dari 10

Intoleransi Laktosa pada Anak - anak

Kevin Jodjana
102011055
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jakarta
FK UKRIDA 2011
Jalan Arjuna Utara No.6,Jakarta Barat 11510
Kevin_jodjana90@yahoo.co.id

Pendahuluan
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau
karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh
dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim lactase. Tanpa
laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan
mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai
intoleransi laktosa atau defisiensi laktase. Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah
mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa bayi hingga dewasa dan usia
lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu. Saat usia bayi sampai
usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat diperlukan karena nilai
gizi yang dikandung susu. Namun pemberian susu formula kepada bayi hanya
dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi
keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan
pertimbangan. Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi
karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung
komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan
perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang
merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir.1
Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui gejala pada anak laki laki yang
berusia 7 bulan yang mengalami keluhan diare sejak 2 minggu dan mengalami
gangguan setelah meminum susu formula yang dimana waktu meminum ASI dari
ibunya, anak tersebut tidak mengalami diare.

Pembahasan
Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan kita memulai melakukan anamnesis, dimana
pada kasus dikarenakan anaknya masih berusia 7 bulan maka anamnesis yang kita
lakukan adalah aloanamnesis. Aloanamnesis adalah wawancara yang dilakukan
terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain
(keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan
yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri).1-3
Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%)
diperoleh dari anamnesis. Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan
beratnya penyakit dan terdapatnya faktor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang
penyakit, yang semuanya berguna dalam menentukan sikap untuk penatalaksanaan
selanjutnya.1-3
Jelaslah, bahwa anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat
menentukan dalam pemeriksaan klinis. Namun dalam kebanyakan kasus anak,
aloanamnesis akan lebih sering diterapkan dibandingkan dengan autoanamnesis dalam
hubungan ini pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias, oleh
karena data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi atau
persepsi orangtua atau pengantar. Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan,
adat, tradisi, kepercayaan, kebiasaan, dan faktor budaya lainnya.1
Suatu anamnesis yang terarah dapat mempermudah penegakan diagnosis
sesuai dengan keluhan yang dikemukakan oleh anak atau orangtua. Yang perlu
ditanyakan dalam anamnesis kali ini adalah menanyakan keluhan anak tersbut,
menanyakan waktu, keluhan penyebab serat frekuensi dari sakit yang dia alami dalam
kasus ini anak tersebut mengalami diare, dari pertanyaan tersebut didapatkan data
sebagai berikut anak tersebut mengalami keluhan diare sejak 2 minggu yang lalu,
pada saat meminum susu formula anak tersebut mengalami diare dimana frekuensi
diarenya 2-3x/hari beberapa jam sehabis meminum susu formula, sedangkan waktu
diberikan ASI anak tersebut tidak mengalami diare. Pada saat diare tidak ditemukan
adanya lendir dan darah serta tidak ada muntah maupun demam, namun dirasakan
berat badannya susah naik sejak diare.1-3

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik melihat keadaan umum anak tersebut dengan melihat tanda
tanda vital anak tersebut dan dilanjutkan dengan pemeriksaan antropometri. Tanda
tanda vital yang harus diperiksa antara lain tekanan darah ( batas normal untuk usia 612 bulan 96/95 mmHg ), denyut nadi ( normalnya untuk usia 6-12 bulan 115
kali/menit ), suhu,

dan pernapasan ( pada bayi 30-40 kali/menit ). Sedangkan

pemeriksaan antropometri yaitu pengukuran

berat badan ( pengukuran dilakukan

dengan menggunakan alat timbangan yang harus ditera secara berkala. Jenis alat
timbangan sesuai dengan umur anak), pengukuran

panjang badan ( pada anak

dibawah usia lima tahun dilakukan secara berbaring .Pengukuran dilakukan dari
telapak kaki sampai ujung puncak kepala. Jika pengukuran dilakukan saat berdiri
maka posisi anak harus berdiri tegak lurus, sehingga tumit, bokong dan bagian atas
punggung terletak pada dalam 1 garis vertical, sedangkan liang telinga dan bagian
bawah orbita membentuk satu garis horizontal), pengukuran

lingkar perut

(pengukuran dimulai dari umbilicus melingkar kearah punggung sehingga membentuk


bidang yang tegak lurus pada poros tubuh bayi/anak ), pengukuran lingkar dada
( dilakukan pada bayi/anak dalam keadaan bernafas biasa dengan titik ukur pada
areola mammae), dan pengukuran lingkar kepala (Pengukuran ini terutama dilakukan
pada bayi sampai umur 3 tahun. Pada anak lebih dari 3 tahun bukan mnerupakan
pemeriksan yang rutin. Pita ukur diletakkan pada oksiput melingkar ke arah
supraorbita dan glabella).1

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah analisa tinja cara ini
merupakan uji diagnostik yang paling sederhana dan dapat digunakan sebagai uji
tapis. Prinsipnya adalah ditemukan asam dan bahan pereduksi dalam tinja setelah
minum atau makan yang mengandung laktosa. Ada 3 macam metode yang digunakan,
yaitu metode clinitest. Metode clinitest bersifat kualitatif karena ion H dan gula
dipengaruhi oleh kandungan air dalam tinja. Prinsip kerja metode ini berdasarkan
terjadinya reduksi ion cupri (CUSO4). Kromatografi tinja Pemeriksaan ini
menggunakan kertas kromatografi untuk mengidentifikasi adanya gula dalam tinja.
pH tinja Pada intoleransi laktosa, tinja bersifat asam dengan pH kurang dari 6 dimana
terdapat bahan pereduksi lebih dari 0,5%. Berikutnya uji toleransi laktosa uji ini

bersifat kuantitatif. Pada uji ini pasien dipuasakan selama 4-8 jam dan kemudian
diberi minum larutan laktosa sebanyak 2g/kg berat badan (maksimum 50g) dalam
konsentrasi 20%. Kadar gula darah diperiksa selama 2 jam dengan interval 30 menit.
Kenaikan kadar gula darah kurang dari 20 mg% dari nilai basal dianggap abnormal.
Selain itu pemeriksaan radiologis minum barium-laktosa. Pemeriksaan radiologis ini
dilakukan dengan memberi minum barium yang telah dicampur dengan larutan
laktosa sebelumnya. Bila terdapat malabsorpsi laktosa, seri foto usus akan memperlihatkan dilusi barium dan dilatasi lumen usus. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan, karena adanya paparan terhadap radiasi. Selanjutnya Uji hidrogen napas
Uji hidrogen napas merupakan metoda pilihan untuk menentukan malabsorpssi
laktosa karena bersifat non invasif, tidak menyakitkan dan mempunyai sensitifitas
(80%) dan spesifisitas (100%) yang tinggi.28 Dasar metoda ini adalah mengukur
kadar gas hidrogen yang dikeluarkan melalu udara napas, sebagai hasil fermentasi
laktosa oleh flora kolon. Makin banyak hidrogen yang terukur berarti makin banyak
laktosa yang difermentasikan, berarti makin banyak laktosa yang tidak diabsorpsi di
usus halus.2,3
Setelah dipuasakan selama 4-6 jam, pasien diberikan larutan laktosa sebanyak
2g/kg berat badan (maksimum 50g) dalam konsentrasi 20%14 atau 10% untuk bayi
usia kurang dari 6 bulan.29 Sampel udara napas diambil setiap 30 menit dari sejak
puasa, selama 2 jam. Konsentrasi gas hidrogen dapat diukur dengan menggunakan gas
kromatografi atau laktometer. Diagnosis malabsorpsi laktosa ditegakkan bila terdapat
kenaikan kadar hidrogen sama atau lebih dari 20 ppm di banding nilai basal (saat
puasa). Dan yang terakhir uji biopsi usus dan pengukuran aktivitas lactase. Metode
ini merupakan baku emas pemeriksaan aktivitas laktase. Biopsi mukosa usus dapat
dilakukan secara endoskopi atau peroral. Nilai normal untuk neonatus adalah 38 4
U/g protein dan 18 4 U/g protein untuk usia di atas 5 tahun.2,3
Diagnosis banding
Diagnosis banding dalam kasus kali ini yaitu malabsorbsi, alergi susu sapi,
dan keracuna susu.
Intoleransi susu sapi merupakan suatu keadaan yang dibuat bila ditemukan
gejala baik akut maupun kronik yang timbul berkaitan dengan mengkonsumsi susu
sapi. Reaksi akut setelah memakan sejumlah kecil susu sapi diantaranya berupa
muntah, diare, urtikaria, stridor, dan spasme bronkus. Bila reaksi akut terjadi maka
4

kaitannya dengan asupan susu jelas terbukti. Efek kronik seperti kegagalan
pertumbuhan, perdarahan rectum, anemia dan hepatosplenomegali sebagai akibat
reaksi terhadap protein susu, lebih sulit untuk dibuktikan. Penelitian imunologis
menunjukan adanya berbagai mekanisme. Bayi bayi yang rentan mungkin
mengalamipeningkatanabsorpsijumlahantigenlaktoglobulinpadaawalmasabayi
danhalitudapatberhubungandengandefisiensiIgAsementaraatauterjadisetelah
gastroenteritis.Biopsijejunummenunjukanadanyapendataranviliyangbervariasi.
Gangguaninibiasanyabersifatsementaradandapatditanganidenganpenyesuaian
diet. Protein diberikan dalam bentuk kasein hidrolisat, daging ayam, atau protein
kedelai(sususoyapenggantisususapi).4
Malabsorpsilaktosaadalahsegalasesuatuyangmerujukpadahidrolisislaktosa
yangtidaklengkap,yangdiukurdenganujiyangobjektif. Selainitumalabsorpsi
laktosamerupakanmasalahfisiologisyangbermanifestasisebagaiintoleransilaktosa.
Halinitentunyaharusdibedakandenganintoleransilaktosadandefisiensilaktase.
Intoleransi laktosa pada dasarnya adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
timbulnya berbagai macam gejala setelah meng konsumsi laktosa dan defisiensi
laktasesebagaikeadaanberkurangnyaaktivitaslaktaseyangdiukurpadaspesimen
biopsimukosausushalus.Malabsorpsidapatberupamalabsorpsikarbohidrat,protein,
lemak,vitamindanmineral.Etiologidarimalabsorbsiyaituadanyagangguandigesti
atau memecah zat makanan, gangguan kapasitas absorpsi atau penyerapan, dan
adanya gangguan transport setelah makan. Gejalanya dari malabsorpsi adalah
kembung,mual,perutbunyi,buangairbesar(BAB)kuningpucatabuabudan
terapung, apabila sudah berat makan ada gejala oedema, asites, nyeri tulang,
kesemutan,kejang,koma,anemiapernisiosadandehidrasiyangbisamenujushock
terusakanberlanjutdengankematian.5
Keracunanmakananatauminumanbisadisebabkanolehpengelolahanmakanan
yangkuranghyginesertabataswaktudarimakananatauminumantersebutyangtelah
melewatibataswaktuyangdapatmenyebabkanorangyangmemakanataumeminum
tersebutakanmendapatkangejelamual,muntah,pusingdanbisameyebabkandiare.
Keracunanminumanmisalnyasusubisadiakibatkanolehlambungbayiyangbelum
bisaberadaptasidengansusuformulaatausususapidanbisamenyebabkandiareyang
berkepanjangan.6

Intolerance

laktosa adalah kondisi seseorang yang tidak mampu mencerna

laktosa, yaitu suatu bentuk gula yang berasal dari susu. Ketidakmampuan itu dapat
disebabkan kurangnya atau tidak mampunya tubuh memproduksi lactase, yaitu enzim
pencernaan yang diproduksi oleh sel-sel di usus yang bertugas memecah gula susu
menjadi bentuk yang lebih mudah diserap tubuh. Kondisi ini disebut juga dengan
defisiensi lactase. Jadi dari diagnosis banding ini penulis memilh intoleransi laktosa
sebagai diagnosis kerja. Karena pada kasusu kali ini anak tersebut mengalami diare
setelah mengkonsumsi susu formula.2,3,5

Diagnosis kerja
Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh satu atau
lebih manifestasi klinis seperti sakit perut, diare, mual, kembung, produksi gas di usus
meningkat setelah konsumsi laktosa atau makanan yang mengandung laktosa. Jumlah
laktosa yang menyebabkan gejala bervariasi dari individu ke individu, tergantung
pada jumlah laktosa yang dikonsumsi, derajat defisiensi laktosa, dan bentuk makanan
yang dikonsumsi. Beberapa terminologi yang berkaitan dengan intoleransi laktosa
antara lain malabsorbsi laktosa yaitu permasalahan fisiologis yang bermanifestasi
sebagai intoleransi laktosa dan disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah
laktosa yang yang dikonsumsi dengan kapasitas laktase untuk menghidrolisa
disakarida, defisiensi laktase primer yaitu tidak adanya laktase baik secara relatif
maupun absolut yang terjadi pada anak-anak pada usia yang bervariasi pada
kelompok ras tertentu dan merupakan penyebab tersering malabsorbsi laktosa dan
intoleransi laktosa. Defisiensi laktase primer juga sering disebut hipolaktasia tipe
dewasa, laktase nonpersisten, atau defisiensi laktase herediter, defisiensi laktase
sekunder yaitu defisiensi laktase yang diakibatkan oleh injuri usus kecil, seperti pada
gastroenteritis akut, diare persisten, kemoterapi kanker, atau penyebab lain injuri pada
mukosa usus halus, dan dapat terjadi pada usia berapapun, namun lebih sering terjadi
pada bayi dan defisiensi laktase kongenital yaitu Merupakan kelainan yang sangat
jarang yang disebabkan karena mutasi pada gen LCT. Gen LCT ini yang memberikan
instruksi untuk pembuatan ensim lactase.2,3,5

Epidemiologi
Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari
semuanya itu, penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan
di Asia serta Afrika memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Di
Amerika terdapat lebih dari 50 juta orang menderita intoleransi laktosa.3
Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa . Intoleransi
laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi enzim
laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak
menutup kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa
(khususnya bayi-bayi prematur).3
Di Amerika Selatan, intoleransi laktosa dilaporkan mulai terlihat setelah anak
berusia 1 tahun, sedangkan pada populasi Kaukasian setelah usia 5 tahun dan
Finlandia setelah usia remaja.Di Indonesia, Sunoto dkk pada tahun 1971 melaporkan
prevalens malabsorpsi laktosa pada anak berusia 1-6 tahun sebesar 72% dengan
menggunakan metoda uji toleransi laktosa. Pada tahun 1997, Hegar dkk dengan
metode uji hidrogen napas melaporkan kejadian malabsorpsi laktosa pada anak
berusia 3 tahun sebesar 9,1%, dan cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia, yaitu 21,7% pada usia 4 tahun, dan 28,6% pada kelompok usia 5 tahun. Pada
tahun 1999, Hegar dkk. me- lanjutkan penelitian tersebut pada kelompok umur yang
lebih besar. Mereka melaporkan prevalensi malabsorpsi pada anak berumur 6-12
tahun sebesar 58%. Hal yang menarik dari penelitian tersebut adalah tidak terlihat
peningkatan kejadian intoleransi laktosa dengan bertambahnya usia anak. Penggunaan
susufermentasi(yogurt)yangberasaldarifermentasibakteriLactobacillusbulgarius
dan Streptococcus thermophilus, yang mengandung enzim bgalaktosidase sangat
bermanfaatbagipenderitaintoleransilaktosa.Sedangkanpenggunaanprobiotikyang
mengandung Lactobacillus acidophilus dan bifidobacteriae menghasilkan aktivitas
laktase4kalilebihtinggidibandingdenganyogurt.3
7

Etiologi
Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu
mamalia. Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (-galactosidase) yang
terdapat di brush border mukosa usus halus5, menjadi glukosa dan galaktosa, yang
kemudian akan diserap oleh tubuh di usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian
luar pada brush border mukosa usus halus, dan jumlah yang sedikit 5. Intoleransi
laktosa ini terjadi karena adanya defisiensi enzim laktase tersebut sehingga laktosa
tidak dapat diurai dan diserap oleh usus halus.2

Gambaran Klinis
Laktosa yang tidak tercerna akan menumpuk di usus besar dan terfermentasi,
menyebabkan gangguan pada usus seperti nyeri perut, keram, kembung dan bergas,
serta diare, sekitar setengah jam sampai dua jam setelah mengkonsumsi produk
laktosa. Gejala-gejala ini kadang-kadang disalahartikan sebagai gangguan saluran
pencernaan.5
Tingkat keparahan gejala-gejala tersebut bergantung pada seberapa banyak
laktosa yang dapat ditoleransi oleh masing-masing tubuh. Gejala-gejala ini mirip
dengan reaksi alergi susu, namun pada kasus alergi, gejala-gejala ini timbul lebih
cepat, kadangkala hanya dalam hitungan menit.5
Beberapa bayi prematur mengalami intoleransi laktosa sementara karena
memang ususnya belum mampu memproduksi laktase. Setelah bayi mulai membuat
laktase, kondisi biasanya hilang. Pada bayi-bayi kecil, awitan penyakit ini biasanya
terjadi secara akut dan ditandai dengan muntah-muntah serta diare seperti air.5
Baik pada bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukkan gejala
yang sama, ditemukan diare yang sangat sering, cair, bulky, dan berbau asam,
meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut pertumbuhan anak
akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi.5
Patogenesis
Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak
bisa dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk.
8

Laktosa merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme di kolon, dimana
laktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan menghasilkan asam
laktat, gas methan (CH4) dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut
memberikan perasaan tidak nyaman dan distensi usus dan flatulensia. Asam laktat
yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan menarik air
ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga
menyebabkan diare. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan
menghambat penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak.2,3

Penatalaksanaan
Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose
milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu
formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee
0% dan Al 110 (0%). Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu
rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose
primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosa. Respon klinis terhadap
pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau
uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan
cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan
intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak
memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula
susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa, karena formula susu kedelai
mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. 3,6
Prognosis
Pada kelainan intoleransi laktosa yang diwariskan prognosisnya kurang baik
sedangkan pada kelainan yang primer dan sekunder prognosisnya baik.3
Kesimpulan
Intoleransi laktosa artinya tubuh seseorang tidak dapat memproduksi laktase,
atau enzim yang dibutuhkan untuk mencernakan laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa, dalam jumlah cukup. Laktosa adalah zat gula yang terdapat dalam susu,
termasuk ASI, susu sapi, dan produk olahannya. Akibatnya, laktosa yang tidak dicerna

tetap berada di dalam usus bayi atau tidak diserap oleh tubuh bayi dan menyebabkan
gangguan pencernaan bayi. Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain perut
kembung (banyak gas), sakit perut dan diare. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat dilakukan berbagai hal seperti
membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi
dan pemilihan produk-produk susu.
Daftar pustaka
1. Gleadle J. At a glamce anamnesis : anamnesis dan pemeriksaan fisik.Jakarta:
Erlangga;2005.h.61-5
2. Egayanti, Yusra. Kenali intoleransi laktosa dalam infoPOM. Vol.9.No.1.Januari
2008.h.1-3
3. Yohmi E, Budiarso AD, Hegar B, Dwipurwantaro PG, Firmansyah A.Intoleransi
laktosa pada anak dengan nyeri perut belakang dalam Sari Pediatri.Vol.2.No.4.Maret
2001.198-204
4. Hall D, Johnston DI.Dasar dasar pediatri. Edisi ke-3.Jakarta:EGC;2008.h.163
5. Schwartz MV.Pedoman klinis pediatri.Jakarta:EGC;2005.h.1-50,101-301,310
6. Graber MA, Tuth PP, Herting RL.Dokter keluarga.Jakarta:EGC;2006h.168

10

Anda mungkin juga menyukai