RETINOPATI DIABETIK
Oleh:
Anita Rachman
G99131016
Pembimbing :
Dr. Senyum Indrakila dr., Sp.M
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, dan atau peningkatan
resistensi insulin seluler terhadap insulin. Hiperglikemia kronik dan gangguan
metabolik DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti
mata, ginjal, syaraf, dan sistem vaskular (Cavallerano, 2009).
Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi DM menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008
dan Departement of Health and Human Service USA (2007) terbagi dalam 3
bagian yaitu Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2, dan Diabetes Gestational. Namun,
menurut American Diabetes Association (2009), klasifikasi DM terbagi 4 bagian
dengan tambahan PraDiabetes.
a. Diabetes tipe 1
DM tipe 1 merupakan bentuk DM yang sangat lazim terjadi pada anak
remaja tetapi kadangkandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang
nonobesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama
kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat
dan selsel pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh
karena itu diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme,
menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Karam,
2002).
Gejala penderita DM tipe 1 termasuk peningkatan ekskresi urin (poliuria),
rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan
gejala ini dapat terjadi sewaktuwaktu (tibatiba) (WHO, 2008).
b. Diabetes tipe 2
DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang lebih ringan, terutama terjadi pada
orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal
atau secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan
kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada DM tipe ini dan
sebagian besar pasien dengan DM tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya
penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel
pankreas terhadap glukosa (Karam, 2002). Gejala DM tipe 2 mirip dengan tipe 1,
hanya dengan gejala yang samar. Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun,
kadangkadang komplikasi dapat terjadi. Tipe DM ini umumnya terjadi pada
orang dewasa dan anakanak yang obesitas.
c. Diabetes Gestational
DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO,
2008). Wanita hamil yang belum pernah mengalami DM sebelumnya namun
memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita DM
gestational. DM gestational biasanya terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan
trimester II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya hilang
dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes gestational terjadi pada 35%
wanita hamil
Epidemiologi
Tingkat prevalensi DM tipe 2 cukup tinggi, diperkirakan sekitar 16 juta
kasus DM di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus
baru. DM merupakan penyebab kematian di Amerika Serikat dan merupakan
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia
yang sama, penderita DM paling sedikit 2,5 kali lebih sering terkena serangan
jantung dibandingkan mereka yang tidak menderita DM. Tujuh puluh lima persen
penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung,
gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi utama. (Price
dan Wilson, 2006).
Diagnosis
Kriteria diagnosis DM yang telah direvisi menurut ADA (American diabetes
association) adalah :
a. Nilai A1c > 6,5%, diagnosis DM harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
ulangan, kecuali gejala klinis dan nilai kadar gula darah > 200 mg/dl.
b. Ditemukan gejala hiperglikemia dan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
Gejala klasik hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, dan penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas, atau
c. Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl. Puasa berarti pasien tidak menerima
asupan kalori 8 jam terakhir sebelum pemeriksaan, atau
d. Kadar gula darah 2 jam setelah makan > 200 mg/dl setelah tes toleransi
glukosa menggunakan glukosa 75 gram (Cavallerano, 2009).
Komplikasi
Komplikasi DM terbagi dua yaitu komplikasi metabolik akut dan
komplikasi vaskular jangka panjang. Komplikasi metabolik akut disebabkan
perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi
metabolik yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (DKA).
Komplikasi akut yang lain adalah hiperglikemia hiperosmolar koma nonketotik
(HHNK), dan hipoglikemia.
Komplikasi vaskular jangka panjang DM melibatkan pembuluh darah
kecil (mikroangiopati) dan pembuluh darah sedang dan besar (makroangiopati).
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriol
retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf perifer
(neuropati diabetik), dan otot serta kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai
gambaran histopatologis berupa aterosklerosis (Price dan Wilson, 2006).
Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik (RD) merupakan penyulit penyakit Diabetes mellitus
yang paling ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosa yang
kurang baik bagi penglihatan. Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol kadar
gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Efek
perubahan persarafan di retina dan kerusakan aksi insulin di retina dalam
patogenesis awal retinopati dan mekanisme kebutaan.
Diabetik
retinopati
merupakan
penyebab
kebutaan
paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki
resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko
mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya
diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetic
hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi
meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah
menderita retinopati diabetic.
diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris, sekitar 1000 pasien diabetes
tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.
Pada Negara berkembang, setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan
oleh diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan
meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderrita diabetes.
Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali
(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan
segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut
parah.
Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit
mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya , mereka tidak mengetahui
bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan
yang signifikan.
DEFINISI
Diabetic retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan subatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol
prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.
Perubahan anatomis
o Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
Proliferasi sel endotel
8
Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alcohol, dalam jaringan termasuk dilensa dan saraf optic. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan penigkatan tekanan
osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahu memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesi membrana basalis dan
10
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat mempengaruhi
prognosis dari DR seperti;
Cara Kerja
Meningkatkan
Inflamasi
endotel
produksi
kapiler,
Terapi
sorbitol, Aldose
reduktase
hipoksia,
11
Protein Kinase C
ROS
terhadap
AGE
NOS
hambatan
dalam
metabolisme sel
sel Penurunan aliran darah ke retina,
Meningkatkan
hipoksia
menimbulkan
kebocoran,
retina, Fotokoagulasi
pan
edema retinal
PEDF
macula, neovaskularisasi
Menghambat vaskularisasi, menurun
GH dan IGF-1
pada hiperglikemia
Merangsang neovaskularisasi
Hipofisektomi,
receptor
GH-
blocker,
octreotide
Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetic
retinopathy. Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan
perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu
dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan tersebut
sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.
Platelets dan blood viscosity
12
13
14
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai
pintas (shunt) melalui daerah non perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut
memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah baru. Matriks
ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh
darah baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal
limiting membrane dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan
bagian posterior hyaloid (the posterior hyaloid face).
PATOFISIOLOGI
Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel
ganglion.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luael. Sel perisit dan sel
endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak
diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan
sel endotel kapiler retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perist dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
Pembentukan microaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia
17
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini
menebal, untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mulamula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada
daerah macula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama
dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada
makula (cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan peyumbatan yang dimulai dikapiler, ke arteriol, dan pembuluh
darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat tumbul hipoksia di ikuti dengan
adanya iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya
kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia,
timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan
bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
18
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum,
yang
sangat
sakit
dan
cepat
menimbulkan
kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.
KLASIFIKASI
19
20
Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena
didaerah nuclear luar
Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (circinair/ rosette) yang secara histologist terletak
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
fundus okuli
Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
GEJALA KLINIS
Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan kelap-kelip
22
PEMERIKSAAN KLINIS
Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan serta pandangan yang kabur.
23
Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut
Diabetic Retinopathy Severity Scale :
Nonproliferative retinopathy
24
Gambar II.8
25
Gambar II.10
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
26
cincin.
Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien
dengan
diabetes
dan
retinopati
diabetik.
Mengontrol
diabetes
dan
Perdarahan
berupa
noda
dan
titik
bisa
dibedakan
dari
27
Gambar II.11
(www.kenteyesurgery.co.uk/a-z-of-eyes-view.php?/diabeticretinopathy)
Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari
retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau
tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes
ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular
diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.
PENATALAKSANAAN
Perawatan Medis
(ETDRS)
Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetic retinopathy
29
(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser
diterapkan.
30
Gambar II.13
Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.
31
Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.
Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati
diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus.
Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik.
Uji klinis dari Diabetic Retinopathy Clinical Research Network
(DRCR.net) menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema
makular setelah triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang
dicapai dengan terapi laser fokal. Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal
bisa memiliki beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan
tekanan intraocular dan katarak.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis
meliputi bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis). Obatobatan ini merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa
membantu mengurangi edema makular diabetic dan juga neovaskularisasi diskus
atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal
sedang diinvestigasi dalam uji klinis.
PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS
Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat
progresif.
Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula
yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically significant
berkurang 50%.
Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari
pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah
75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu
pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4
bulan.
Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.
Iskemia macular.
33
Hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Background Retinopathy Diabetic.
Downloaded from: www.e-medicine.com. 2009.
2. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Proliferative Retinopathy Diabetic. emedicine. 2009.
3. Crick RP., Khaw PT. A Text Book of Clinical Ophtalmology.3rd edition.
Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2003.
4. Ehlers JP., Shah CP. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency Room
Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.2008.
5. Eva PR., Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.17th
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.2008.
6. Ilyas S, 006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta
7. James B dkk, 2006. Oftalmologi, lecture Notes. Edisi ke-9. Erlangga:
Jakarta
8. Lubis, Rodiah Rahmawati, 2008. Diabetik Retinopati. Universitas
Sumatera Utara: Medan
34
35