Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 15 TAHUN


DENGAN DENGUE FEVER

Oleh:
Tara Ken Wita Kirana G99141097 H62014
Narulita Anggasari G99141099 H82014

Pembimbing:
dr. Dwi Hidayah, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD DR Moewardi Surakarta. Presentasi kasus
dengan judul :
SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 15 TAHUN
DENGAN DENGUE FEVER

Hari/tanggal

Oktober 2014

Oleh:
Tara Ken Wita Kirana G99141097 H62014
Narulita Anggasari G99141099 H82014

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Dwi Hidayah, Sp.A, M.Kes

BAB I

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama

: An. S

Umur

: 15 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Berat Badan

: 38 kg

Panjang Badan

: 150 cm

Agama

: Islam

Alamat

: Sangkrah, Pasar Kliwon

Tanggal masuk

: 2 Oktober 2014

Tanggal pemeriksaan

: 6 Oktober 2014

No. RM

: 01273320

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Demam.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 4 hari SMRS pasien demam tinggi mendadak, mimisan (-), gusi berdarah
(-), BAK tidak ada keluhan, BAB hitam (-), bintik kemerahan di kulit (-), makan (+), minum
(+), mual (-), muntah (-), nyeri perut (+).
Satu hari SMRS pasien masih demam tinggi, mimisan (-), gusi berdarah (-), muntah 1x isi
makanan/minuman yang dimakan, BAB hitam (-), BAK (+) warna kuning jernih jumlah
banyak, bintik kemerahan di kulit (-), nyeri perut (+). Kemudian pasien dibawa berobat ke
dokter dan diberi dua macam obat tapi keluhan tidak berkurang, kemudia pasien dibawa ke
RSDM.
Saat di IGD RSDM pasien sudah tidak mengeluhkan demam, compos mentis, tampak
sakit sedang, nyeri tekan perut (+), BAK tidak ada keluhan, BAB hitam (-), mual (-), mimisan
(-), bintik merah di kulit (-).
I

II

III

IV

Sen(05.00) Sel

Rab

Kam(12.30) Jum

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat dirawat sebelumnya

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan


Riwayat sakit serupa di keluarga

: disangkal

Riwayat sakit serupa di lingkungan sekitar

: disangkal

Sumber air minum

: air PAM

E. Riwayat Pemeliharaan Kehamilan


Teratur, pertama kali periksa ke dokter pada umur kehamilan 1 bulan. Pada trimester pertama
1 kali sebulan, timester kedua 2 kali sebulan dan trimester ketiga, periksa ke dokter setiap
minggu. Tidak didapatkan adanya keluhan selama kehamilan.

F. Riwayat Kelahiran
Lahir spontan ditolong dokter pada usia kehamilan 40 minggu, dengan berat badan lahir
3000 gram, panjang badan 48 cm, dan langsung menangis kuat.
G. Riwayat Post Natal
Rutin ke posyandu tiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.
H. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi:
1.
2.
3.
4.
5.

BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B

: usia 1 bulan
: usia 2, 3, 4 bulan
: usia 1, 2, 3, 4 bulan
: usia 9 bulan
: usia 0, 2,3, 4 bulan

Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai dengan DEPKES RI.

I.

Perkembangan Anak
Pasien mulai tengkurap pada usia 3 bulan, saat berusia 9 bulan dapat merangkak, saat berusia 12
bulan sudah bisa berjalan.
Kesan : Tumbuh kembang sesuai usia
J. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Tempat tinggal pasien berada di pemukiman penduduk yang cukup padat. Di dekat rumah
pasien banyak terdapat tempat penampungan air yang terbuka.
K. Pohon Keluarga
I
II

III

III.

An. S, 15 tahun

Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum

B.

Tanda vital

: compos mentis, gizi kesan baik, tampak sakit sedang


:

Nadi

: 88 x/ menit, reguler, isi, dan tegangan cukup

Laju nafas

: 22 x/ menit, kedalaman cukup, reguler, tipe abdominal

Suhu

: 37C (aksila)

Tekanan darah : 100/60 mmHg


Kepala
D. Mata

: mesocephal
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)

E. Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

F. Telinga: sekret (-/-), tragus pain (-/-), normotia


G. Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-/-)

H. Tenggorok

: mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-).

I. Leher

: kelenjar getah bening tidak membesar

J. Thoraks

: simetris, retraksi (-/-)

K. Jantung

Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC IV linea


midclavicularis sinistra

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)


L. Pulmo

M.

Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi

: fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen

Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, hepar teraba 2 cm dibawah arcus costa dextra, nyeri tekan (+), undulasi
(-), pekak alih (-), ascites (-), lingkar perut 57 cm.

N.

Ekstremitas

:
Akral Dingin
Oedem
-

--

Capillary refill time < 2 detik

Arteri dorsalis pedis teraba kuat


IV.

Perhitungan Status Gizi


A. Secara Klinis
Gizi kesan baik
B. Secara Antropometri
BB: 38 kg

TB: 150 cm

Usia: 15 tahun

BB/U = 38/53 x 100 % = 71 % BB/U <p3


TB/U = 150/168 x 100 % = 91,67 % TB/U=p3
BB/PB = 38/35x100%=108 p50<BB/TB<p75
Kesimpulan: gizi baik dengan severely underweight dan stunted berdasarkan kurva CDC 2000.

V. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Pemeriksaan
2/10/2014
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
15,3
Hematokrit
44
Leukosit
10.3
Eritrosit
5,15
Trombosit
68

Satuan

Rujukan

g/dl
%
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul

9.4-13.0
28-42
5.0-19.5
3.10-4.30
150

450

Kesan: trombositopenia
VI.

Resume

Kurang lebih 4 hari SMRS pasien demam tinggi, mimisan (-), gusi berdarah (-), BAK tidak
ada keluhan, BAB hitam (-), makan (+), minum (+), mual (-), muntah (-), nyeri perut (+).
Satu hari SMRS pasien masih demam tinggi, mimisan (-), gusi berdarah (-), muntah 1x isi
makanan/minuman yang dimakan, BAB hitam (-), BAK(+) warna kuning jernih jumlah banyak,
bintik kemerahan di kulit (-), nyeri perut (+). Kemudian pasien dibawa berobat ke dokter dan
diberi dua macam obat tapi keluhan tidak berkurang, kemudia pasien dibawa ke RSDM.
Saat di IGD RSDM pasien sudah tidak mengeluhkan demam, compos mentis, tampak sakit
sedang, nyeri tekan perut (+), BAK tidak ada keluhan, BAB hitam (-), mual (-), mimisan (-), bintik
merah di kulit (-).
Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga yang berkaitan dengan riwayat penyakit
sekarang tidak ditemukan. Riwayat pemeliharaan kehamilan dan prenatal baik. Riwayat kelahiran
berat badan lahir cukup, cukup bulan, sesuai masa kehamilan, lahir spontan, dan menangis kuat.
Riwayat imunisasi, pasien mendapatkan imunisasi dasar sesuai jadwal KEMENKES. Riwayat
perkembangan pasien baik sesuai dengan usia. Status gizi pasien kesan baik berdasarkan
pemeriksaan klinis dan gizi baik dengan severely underwight dan stunted secara antopometri.
Hasil pemeriksaan keadaan umum didapatkan kompos mentis, status gizi kesan baik,
tampak sakit sedang. Tanda vital pasien didapatkan nadi 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan
cukup, pernafasan 22 x/menit, kedalaman cukup, reguler, tipe abdominal, suhu 37 C (aksila),
tekanan darah 100/60 mmHg. Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan abdomen (+) dan hepar
teraba 2 cm dibawah arcus costa dextra, hepar teraba 2 cm dibawah arcus costa dextra, nyeri tekan
(+), undulasi (-), pekak alih (-), ascites (-), lingkar perut 57 cm..
VII.

Daftar Masalah
a. Demam
b. Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costa dextra
c. Nyeri tekan abdomen
d. Trombositopenia

VIII. Diagnosis Kerja


a. DHF grade I
b. Gizi baik dengan severely underweight dan stunted (antopometri).

IX.

Penatalaksanaan
1.

Rawat inap bangsal infeksi anak.

2.

Diet nasi lauk pauk 1500 kkal/hari.

3.

Infus Asering (5cc/kg) 190 ml/jam (max 166 ml/jam).

4.

Paracetamol 3 x 500 mg p.o jika demam.

X. Planning
DL2, IgG, IgM anti dengue, RLD, pemeriksaan urin dan feses rutin.

XI.

Monitoring
1. KUVS/TD/ 4 jam
2. Balance cairan dan diuresis/8 jam
3. DL2/8 jam
4. Awasi tanda-tanda plasma leakage.

XII.

Edukasi
Edukasi keluarga tentang:
1. Kondisi pasien
2. Penyakit pasien
3. Tatalaksana dan pencegahan
4. Higiene

XIII. Prognosis
Ad vitam

: bonam

Ad sanam

: bonam

Ad fungsionam

: bonam

FOLLOW UP PASIEN
A. Tanggal 3 Oktober 2014 (DPH I)
S

: demam (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik merah di kulit(-).

: kompos mentis, gizi kesan baik, tampak sakit sedang.


I

Sen

II
Sel

III
Rab

IV
Kam

Tanda vital : HR: 74x/menit

Jum

RR: 20x/menit

T: 36,4o C

TD: 100/70 mmHg.

Kepala

: normocephal.

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-).

Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga

: sekret (-/-)

Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-)

Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher

: kelenjar getah bening tidak membesar

Thoraks

: simetris, retraksi (-/-)

Jantung

Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo

Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi

: fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :
Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba, ascites(-), nyeri tekan epigastrium (+), lingkar

perut 63 cm..
Ekstremitas:
Akral Dingin
Oedem
- -

Capillary refill time < 2 detik

Arteri dorsalis pedis teraba kuat


Laboratorium darah tanggal 3 oktober 2014
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Rujukan

13,4

g/dl

12-15,6

Hct

39

33-45

AE

5,61

106 / L

4,1-5,1

AL

103 / L

4,5-11

AT

59

103/ L

150-450

MCV

83,1

/um

80,0-96,0

MCH

34,7

Pg

28,0-33,0

MCHC

34,7

g/dl

33,0-36,0

Eosinofil

0,0

0,00-4,00

Basofil

0,0

0,00-2,00

55,0080,00

22,0044,00

0,00-7,00

Hemoglobin

Netrofil
Limfosit
Monosit

31
63
6

Pemeriksaan serologi tanggal 3 oktober 2014


Hasil

Rujukan

IgM

Negatif

Negatif

IgG

Positif

Negatif

Laboratorium urin rutin tanggal 3 oktober 2014


Makroskopis
Warna
: dark yellow
Kejernihan
: cloudy
Kimia Urin
Berat jenis
: 1.022
pH
:7
Leukosit
: negatif
Nitrit
: negatif
Protein
: 75 mg/d
Glukosa
: normal
Keton
: negatif
Urobilinogen
: 8 mg/dL
Bilirubin
: negatif
Eritrosit
: negatif
Mikroskopis
Eritrosit
: 3-4/LPB
Leukosit
: 1-6/LPB
Epitel
: Epitel skuamous:0-1/LPK
Epitel transisional: negatif
Epitel bulat: negatif
Silinder
: hyaline: negatif
Granulated: negatif
Leukosit: negatif
Kristal
: negatif
Bakteri

: (+)
Assesment :

DF dd DHF grade I hari ke 3-4


Gizi baik dengan severely underweight dan stunted.
Terapi

1. Diet nasi lauk 1500 kkal/hari.


2. IVFD asering 20 tpm makro (maintenance).

3. Paracetamol 3x60 mg p.o bila demam.


Plan

1. IgG IgM anti dengue


2. Pemeriksaan urin dan feses rutin.
Monitoring :
1.
KUVS/TD/8 jam
2.
Balance cairan dan diuresis/8 jam
3.
DL2/8 jam.

B. Tanggal 4 oktober 2014 (DPH II)


S
coklat pekat.
I

: demam (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), minum sedikit, BAB hitam (-), BAK
II

III

IV

Sen
Sel
Rab
Kam
Jum
Sab
O
compos mentis, gizi kesan baik, tampak sakit sedang
Tanda vital : HR: 75x/menit
RR: 24x/menit
T: 36,4,o C
TD: 110/70 mmHg.
Kepala
: mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga
: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak membesar
Thoraks : simetris, retraksi (-/-)
Jantung
:
Inspeksi
: iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi
: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi
: fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi
: sonor/sonor

Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)


: dinding perut sejajar dengan dinding dada
: bising usus (+) normal
: timpani
: supel, hepar dan lien tidak teraba, pekak alih (-),
ascites (-), nyeri tekan epigastrium (+).

Ekstremitas:
Akral Dingin
Capillary refill
Arteri

Oed

em
-

time < 2 detik


dorsalis pedis teraba kuat

Laboratorium darah tanggal 4 oktober 2014


Pemeriksaa
n

Hasil

Hemoglobin

Satuan

Rujukan

13,0

g/dl

12-15,6

Hct

39

33-45

AE

5,61

106 / L

4,1-5,1

AL

13,1

103 / L

4,5-11

AT

358

103/ L

150-450

MCV

69.2

/um

80,0-96,0

MCH

23.2

Pg

28,0-33,0

MCHC

33,5

g/dl

33,0-36,0

Eosinofil

0,30

0,00-4,00

Basofil

0,20

0,00-2,00

55,0080,00

22,0044,00

Netrofil
Limfosit

38.50
56.00

Monosit

5.00

0,00-7,00

Assesment:
1. Dengue Fever (hari ke 4-5)
Sen

Sel

Rab

2. Gizi baik
Terapi:
1.

Diet nasi lauk 1800 kkal/ hari

2.

Paracetamol 3 x 500mg (k/p)

3.

IVFD asering 20tpm makro (maintenance)

Planning:
1. Feses rutin
Monitoring:
1. KUVS/TD/4 jam
2. Balance cairan dan diuresis/8 jam
3. DL2/8 jam diganti menjadi DL2/12 jam

C. Tanggal 5 Oktober 2014 (DPH III)

Kam

Jum

Sab

: demam (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), minum (+) banyak,
BAB (-). BAK (+)

: compos mentis, tampak sakit sedang, gizi kesan baik

Tanda vital : HR: 76 x/menit


T: 36.6 o C

RR: 20 x/menit
TD: 110/70 mmHg

Kepala

: normocephal

Mata

: edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),


pupil isokor (2mm/2mm)

Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

Telinga

: sekret (-/-), tragus pain (-/-)

Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-)

Tenggorok : mukosa faring hiperemis(-), tonsil T1-T1


Leher

: kelenjar getah bening tidak membesar

Thoraks

: simetris, retraksi (-)

Jantung

Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo

Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi

: fremitus raba kanan sama dengan fremitus raba kiri

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :
Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: nyeri tekan (+) regio epigastrium, pekak alih (-), asites (-),
hepar dan lien tidak teraba, LP=61cm

Ekstremitas:
Akral Dingin
Oedem
- - -

Capillary refill time < 2 detik


Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
5/10/14
Satuan
HEMATOLOGI RUTIN 16.19 WIB
Hemoglobin
13.2
g/dl
Hematokrit
38
%
Leukosit
6.3
ribu/ul
Trombosit
182
ribu/ul
Eritrosit
4.47
juta/ul

Rujukan
12.3-15.3
33-45
4.5-14.5
150-450
3.80-5.80

Periksaan Patologi dan Mikologi Klinik


Kesimpulan : tinja lunak warna coklat, tidak ditemukan parasit maupun
fungus patogen
Assesment:
1. Dengue Fever (hari 5-6)

Sen Sel

Rab

Kam

Jum

2. Gizi baik

Terapi:
1. Diet nasi lauk 1800 kkal/hari
2. Paracetamol 3x500mg (k/p)
3. IVFD D 1/2 NS 20 tpm/ 78cc/jam (maintenance)

Sab

Mg

Planning:
1. Feses rutin
2. DL2/24 jam
Monitoring:
1. KUVS/TD/8 jam
2. Balance cairan dan diuresis/8 jam

D. Tanggal 6 Oktober 2014 (DPH IV)


S

: demam (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), BAK (+), BAB (+)

: compos mentis, tampak sakit sedang, gizi baik

Tanda vital : HR: 80 x/menit


T: 36.5 o C

RR: 20 x/menit
TD: 120/70 mmHg

Kepala

: normocephal

Mata

: edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),


pupil isokor (2mm/2mm)

Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

Telinga

: sekret (-/-), tragus pain (-/-)

Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-)

Tenggorok : mukosa faring hiperemis(-), tonsil T1-T1


Leher

: kelenjar getah bening tidak membesar

Thoraks

: simetris, retraksi (-)

Jantung

Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo

Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi

: fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :
Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: nyeri tekan (+) regio epigastrium, pekak alih (-), asites (-),
hepar dan lien tidak teraba, LP=60 cm

Ekstremitas:
Akral Dingin
Oedem
- - -

Capillary refill time < 2 detik


Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Assesment:
1. Dengue Fever (hari 6-7)

Sen

Sel

Rab

Kam

Jum

Sab

Ming

Sen

2. Gizi baik
Terapi:
1. Diet nasi lauk 1800 kkal/hari
2. Paracetamol 3x500mg (k/p)
3. IVFD asering 20 tpm/ 78cc/jam (maintenance)
Planning:
1. Usul BLPL
Monitoring:
1. KUVS/TD/8 jam
2. Balance cairan dan diuresis/8 jam

BAB II
ANALISIS KASUS
Penegakkan demam dengue didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu
dicari:
1. Sejak kapan demam, berkurang atau tidak dengan pemberian obat penurun
panas, demam mendadak atau didahului batuk pilek, demam terus tinggi atau
ada siklus tertentu.
2. Tanda-tanda perdarahan: bintik-bintik merah di kulit dengan diameter >2,5 cm
sebanyak >10, mimisan, gusi berdarah, BAB hitam, hematuria, melena.
3. Tanda-tanda kebocoran plasma: pekak alih (+), test undulasi (+)

4. Tanda-tanda syok: akral dingin, nadi cepat dan lemah sampai tak terukur,
tekanan darah turun sampai tak terukur, penurunan kesadaran, CRT > 2 detik,
diuresis sampai anuria.
5. Ditemukan hepatomegali pada palpasi abdomen.
Pada pasien, demam didapatkan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Saat di IGD RSUD DR.Moewardi, pasien compos mentis, tampak sakit sedang,
makan minum tidak ada keluhan, nyeri perut (+), BAB dan BAK tidak ada
kelainan. Tidak didapatkan adanya riwayat sakit serupa pada keluarga, namun di
lingkungan pasien terdapat banyak kubangan air dan tempat penyimpanan air
terbuka.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi keadaan umum, kesadaran, dan
tanda vital. Hasil pemeriksaan keadaan umum tampak sakit sedang, gizi kesan
baik dengan derajat kesadaran kompos mentis. Tanda vital pasien didapatkan nadi
88 x/ menit, reguler, isi, dan tegangan cukup, laju nafas 22 x/ menit, kedalaman
cukup, reguler, tipe abdominal, suhu 37,5C (aksila). Pemeriksaan fisik tidak
ditemukan tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda kebocoran plasma, maupun tandatanda syok.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah.
Pemeriksaan ini terutama untuk mengetahui apakah ada trombositopenia
(trombosit <=100.000/) dan apakah ada hemokonsentrasi (Hct meningkat >20%
dari masa konvalesen).
Pengertian demam dengue adalah penyakit yang disebabkan virus dengue
dengan tanda-tanda klinis nyeri sendi disertai leukopeni, dengan atau tanpa ruam.
Pada pasien, diagnosis dengue fever ditegakkan berdasarkan:
1.

Anamnesis :Demam tinggi mendadak 2-7 hari tanpa sebab yang jelas yang tidak
turun dengan diberi obat penurun panas.

2.

Trombosit turun(<100 rb)


Perbedaan dengue fever dengan dengue hemorrhargic fever adalah pada DHF
terjadi kebocoran plasma yang dapat ditandai dengan adanya efusi pleura, ascites
dan hemokonsentrasi. Pada pasien ini tidak didapatkan adanya tanda-tnada
peningkatan permeabilitas vaskuler, sehingga didiagnosis dengue fever.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue tipe DEN 1-4, yang disebarkan oleh nyamuk jenis aedes
aegepty dengan manifestasi klinis berupa demam mendadak 2-7 hari, nyeri
otot atau sendi yang disertai dengan leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000). Pada DBD (demam
berdarah dengue) terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari harga normal yang menyebabkan
penumpukan cairan pada rongga tubuh, hal ini tidak didapatkan pada DB

(demam dengue), sedangkan pada DSS (Dengue Shock Syndrome) gejala yang
terjadi disertai dengan rejatan/ syok8.
B. Epidemiologi
Terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue di seluruh dunia sejak
20 tahun terakhir dimana sekitar 2,5-3,0 trilyun penduduk di seluruh dunia
memiliki resiko untuk menderita penyakit ini. Sekitar 2,5 juta penduduk dunia
saat ini berada di wilayah endemik infeksi virus dengue. Di seluruh dunia 50
100 milyar kasus telah dilaporkan. Saat ini, 75% kejadian infeksi virus dengue
di seluruh dunia terjadi di wilayah Asia Tenggara, dan merupakan wilayah
dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi, tetapi angka kematian
telah menurun 2% secara bermakna. Usia terbanyak terkena infeksi dengue
adalah kelompok usia 4-10 tahun, walaupun saat ini kejadian DBD makin
banyak terjadi pada kelompok usia yang lebih tua 4,8.
C. Etiologi dan Transmisi
DB dan DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue
merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh
lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili
Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk
sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 oC4,1. Virus dengue mempunyai 4
serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 43.
Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu
sendiri, terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor
perantara6. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,
disamping pula Aedes albopictus betina8.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes
aegypti, maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya.
Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar

virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Dalam satu minggu
jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan sampai ratusan ribu sehingga siap
untuk ditularkan kepada orang lain. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang
maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah
orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang
diisapnya tidak membeku6.
Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada
orang lain. Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut
akan terkena demam berdarah dengue. Orang yang mempunyai kekebalan
yang cukup terhadap virus dengue tidak akan terserang penyakit ini, meskipun
dalam darahnya terdapat virus dengue. Sebaliknya pada orang yang tidak
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit
demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan
bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya3.
D. Patofisiologi dan Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena
kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi
tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran
darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai.
Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya
sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada

3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi


hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen3.
Proses

diatas

menyebabkan

terlepasnya

mediator-mediator

yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,


malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi
agregasi

trombosit

yang

menyebabkan

trombositopenia,

tetapi

trombositopenia ini bersifat ringan Beredarnya virus di dalam plasma bisa


merupakan partikel virus yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit,
monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang
merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia
pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan3,8.
Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non
netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit
virus C6/C36, viro sel nyamuk dan preparat virus yang asli3.
Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua
komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu
antibodi IgM dan platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel,
bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul mutimerix. Molekul
hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric IgM
namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.Antigen
Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% Complex Circulating Imun.
Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di dalam dinding darah
dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita dengue. Oleh karenanya
dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik 3.
Pada

DBD

dan

DSS

terjadi

suatu

proses

imunopatogenesis.

Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang


kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory). Teori virulensi dapat
dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus binatang yang
lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.

Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat


menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi,
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat
menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling
virulen 3,6.
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,
justru dapat menimbulkan penyakit yang berat3. Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang
akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok3.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3 Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang
ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 48 jam.

Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas


dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar
hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga
serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat
akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian3,8.
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD.
Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigenantibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin
diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulapati konsumtif ( KID; koagulasi intravaskular deseminata ), ditandai
dengan peningkatan FDP ( fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan
gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup
banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan
oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan
akan memperberat syok yang terjadi3,8.
E. Derajat Penyakit DD / DBD
Klasifikasi infeksi dengue dibagi menjadi dua, yaitu DD dan DBD.
Sedangkan DBD dibagi menjadi 4 derajat sesuai kriteria WHO (2011):
DD/DBD
DD

Derajat

Gejala dan Tanda


Demam, disertai dua gejala:

Hasil Laboratorium
Leukopenia (< 5000/mm3)

DBD

DBD

II

DBD

III

DBD

IV

Nyeri kepala
Nyeri retro-orbita
Myalgia
Arthralgia
Rash
Manifestasi perdarahan
Tanda kebocoran plasma
(-)
Demam disertai manifestasi
perdarahan (uji RL +) dan
ada tanda kebocoran plasma
DBD derajat I namun
disertai perdarahan spontan

Trombositopenia
(<150.000/mm3)
Peningkatan
Hematokrit
(5% - 10%)

Trombositopenia
<100.000/mm3;
Peningkatan HCT > 20%
Trombositopenia
<100.000/mm3;
Peningkatan HCT > 20%
DBD derajat I/II disertai Trombositopenia
kegagalan sirkulasi
<100.000/mm3;
nadi cepat dan lemah, Peningkatan HCT > 20%
tekanan nadi menurun (20
mmHg atau kurang)
DBD derajat III namun Trombositopenia
sudah syok, TD sudah tidak <100.000/mm3;
terukur dan nadi tak teraba
Peningkatan HCT > 20%

2.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan3,8.
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus
selama 2 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis / melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria laboratoris :
a. Trombositopenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau


lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin.
Dua

kriteria

klinis

pertama

ditambah

trombositopenia

dan

hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakan


diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat
memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi
perdarahan.

Pada

kasus

syok,

adanya

peningkatan

hematokrit

dan

trombositopenia mendukung diagnosis DBD. Pada DB tidak didapatkan


adanya hemokonsentrasi, asites, maupun efusi pleura (tidak didapatkan
kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskuler) 3,8.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, sumsum tulang,
serologi dan isolasi virus. Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan
darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD secara definitif dengan
isolasi virus,identifikasi virus dan serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma,
Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia8.
Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :
a.Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.
albopictus.
c.Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada
larva3.
Identifikasi Virus :

Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan


fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung
dengan

menggunakan

cunjugate.

Untuk

identifikasi

virus

dipakai

flourensecence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan


antibodi monoklonal8.
Uji Serologi :
a. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination InhibitionTest = HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering
dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
1) Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis
ini tidak dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi.
2) Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48
tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
3) Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali
lipat dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang
baru terjadi (Recent dengue infection )
b. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin
oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga
memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda
dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai
beberapa tahun saja ( 2 3 tahun )
c. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya
reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi
dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi
lebih cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji

neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama


sehingga tidak dipakai secara rutin.
d. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa )
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak
sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM
dalam serum pasien. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac
elisa adalah :
1) Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul
IgM yang diikuti oleh IgG.
2) Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
3) Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu
diulang.
4) Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai
negatif.
5) IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setselah
adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga
dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai
sebagai satu satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
6) Uji Mac Elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI,
dengan kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum
akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.
e. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG Elisa yang sebanding dengan uji
HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk
infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM Elisa, IgG
Elisa, yang telah beredar di pasaran.
Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer
antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut ( naik empat kali
kelipatan atau lebih )3,4,8.
G. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3,4,8:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Dilatasi pembuluh darah paru


Efusi pleura
Kardiomegali atau efusi perikard
Hepatomegali
Cairan dalam rongga peritoneum
Penebalan dinding vesika felea

H. Diagnosis Banding
1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang
jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan
penyakit lain.
2. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
3. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis,
anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan
tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai
dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan

infeksi

bakteri

dengan

virus.

Pada

meningitis

meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada


pemeriksaan cairan serebrospinalis.
4. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah
kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan
penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai

hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit


lebih cepat kembali normal daripada ITP.
5. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam
timbul karena infeksi sekunder3.
I. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan
pasien DBD dapat dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif8.
Pada kasus DB|D derajat I dan II3,8
1. Tirah baring.
2. Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi
Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien dianjurkan untuk
banyak minum, 2-2,5 liter dalam 24 jam. Pemberian cairan oral bertujuan
untuk mencegah dehidrasi. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus
buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak
dapat diberikan karena penderita muntah , tidak mau minum, atau nyeri
perut yang berlebihan sebaiknya diberikan secara intravena.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin dan dipiron.
Paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39 o
C dengan dosis 10-15 mg / kgbb / kali. Hindari pemberian salisilat
(aspirin, asetosal) karena dapat menimbulkan pendarahan saluran cerna
dan asidosis. Selain pemberian obat-obatan juga dilakukan pemberian
kompres dingin.
4. Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah, pernafasan). Jika
kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam. Periksa hemoglobin,
hematokrit dan trombosit setiap hari, terutama saat dimana periode febris
berubah menjadi afebris. Monitor tanda-tanda renjatan dini meliputi

keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan


laboratorium yang memburuk. Bila penderita terus muntah atau keadaan
semakin memburuk perlu diberkan cairan per intravena dengan Ringer
laktat atau Dekstrosa 40 % dalam NaCL 0,9 %.
Pada kasus DHF derajat III dan IV 3,5
1. Prinsipnya mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan cairan
pengganti yang adekuat dalam waktu yang cepat. Pada syok yang berat,
sering tetesan yang terjadi dengan klem dibuka masih kurang cepat karena
kolapnya pembuluh darah perifer. Untuk itu perlu diberikan cairan secara
intravena dengan tekanan yaitu menyuntikkan sejumlah 200 cc cairan dari
semprit dan setelah agak lancar baru dilanjutkan dengan tetesan infus.
Tetesan dapat diberikan dengan dosis 20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40
ml/kgbb/jam. Secara praktis diberikan 1-2 liter secepat mungkin dalam
waktu 1-2 jam.
2. Bila dengan cairan ringer laktat tak memberikan respon yang baik ,maka
cairan diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb/jam. Dosis
dapat dinaikkan sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada beberapa kasus mungkin
perlu dilakukan pemeriksaan tekanan vena sentral.
3. Monitor tekanan darah , nadi, dan respirasi tiap 1-2 jam, Hb dan HCT tiap
4 jam. Observasi hepatomegali, pendarahan , efusi pleura, gejala edema
paru, produksi urin dan suhu badan.
4. Koreksi keseimbangan asam dan basa
5. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya pendarahan nyata
seperti hematemesis, melena, epistaksis terus menerus
6. Pemberian antibiotik bila diperkirakan adanya infeksi sekunder.
7. Oksigen pada setiap pasien syok
8. Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial

Kriteria memulangkan pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah syok teratasi


- Jumlah trombosit > 50.000/l
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)1.
J. Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah,
mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut8:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC,
drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di
vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat itu.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung
air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya.
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen.
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentikjentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan
sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
Setelah dibubuhkan ABATE maka8:

1.

Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh


jentik Aedes aegypti.
2. Selama 3 bulan

bila

tempat

penampungan

air

tersebut

akan

dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam


dinding tempat penampungan air tersebut.
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.
K. Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara
cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak
terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik
bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF
pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasuskasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati
prognosisnya buruk 3,4,8.

DAFTAR PUSTAKA
1. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Available on www.dinkesdki.go.id/db.html .Accessed:Oktober 4,2014.
2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi

S.

Tatalaksana

Demam

Dengue/Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat


Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman; 2004.
3. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Ed ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2007.
4.

Pudjiadi H.A., Hegar B., Handryastuti S., Idris N.S.,Gandaputra E.P.,


Harmoniati E.D. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. IDAI: Jakarta

5. Silalahi L. Demam Berdarah 2004. Available at URL: http://www.


tempointeraktif. Com/hg/narasi/2004. html. Accesed :Oktober 4, 2014.
6. Sutaryo, Pudjo H, Mulatsih S. Tatalaksana Syok dan Perdarahan Pada DBD.
medika fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta;2004.
7. Waspadailah Demam Derdarah Depsos RI web sites. Available at http://www.
depsos. Go. Id/modules. Accesed:Oktober 4, 2014.
8. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. New Delhi;2011.

Anda mungkin juga menyukai