Anda di halaman 1dari 13

Korelasi Antara HOMA-IR dengan Insulin dan Kadar Gula Darah Puasa Pada Civitas

Akademika Universitas Hasanuddin Makassar.


Correlation between HOMA-IR and insulin and fasting glucose levels in Hasanuddin
Universitys academic community.
Angela Michelle1, Armyn Nurdin1
1

Faculty of Medicine Hasanuddin University, Makassar

Keywords

HOMA-IR, insulin resistance, fasting glucose levels, diabetes mellitus.

Abstract

Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic disease with hyperglycemia as


its characteristic that is caused by abnormality in insulin secretion, insulin
action, or both. Chronic hyperglycemia on diabetes correlate with long-term
damage, disfunction, or failure of the body part, especially eyes, kidney,
nerves, heart, and vascular. This is a observational analytic study by analytic
cross sectional design. The number of sample in this study is 60 subjects.
Through the analysis of data using the Pearsons correlation bivariate test
between HOMA-IR and insulin levels, obtained p value <0.000 (p <0.05),
means that H0 is rejected or it can be said that there is a significant correlation
between HOMA-IR and insulin levels. The analysis of data using the
Pearsons correlation bivariate test between HOMA-IR and fasting glucose
levels, obtained p value 0.068 (p > 0.05), which means that H0 is acceptable or
it can be said that there are no significant correlation between HOMA-IR and
fasting glucose levels.

PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja
insulin,
atau
kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi, atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
World Health Organization (WHO)
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM
merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas

dan singkat tetapi secara umum dapat


dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi akibat
dari sejumlah faktor dimana didapat
defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.(1, 2)
Gangguan, baik dari produksi maupun
aksi insulin, menyebabkan gangguan pada
metabolisme glukosa, dengan berbagai
dampak
yang
ditimbulkannya.
Hiperglikemia
terjadi
tidak
hanya
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin
(defisiensi insulin), tapi pada saat
bersamaan juga oleh rendahnya respon
jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi
insulin). Salah satu cara untuk menilai
1

resistensi
insulin
adalah
dengan
menggunakan HOMA-IR (Homeostatic
Model Assessment Insulin Resistance)
yang berasal dari gula darah puasa (GDP)
dan insulin atau konsentrasi C-peptida. (3,
4)
Universitas Hasanuddin merupakan
perguruan tinggi negeri terbesar di
kawasan Indonesia timur dan menjadi
tujuan belajar ribuan calon mahasiswa
dengan beragan usia dari berbagai daerah
di Indonesia. Staf pengajar dan staf
administrasi merupakan civitas akademika
Universitas Hasanuddin dan adalah aset
yang berharga karena jumlahnya yang
besar dan peranannya dalam proses
pendidikan. Untuk memperoleh kinerja
yang optimal dari civitas akademika ini
diperlukan beberapa daya dukung, salah
satunya adalah kesehatan yang prima.
Untuk itu penting diketahui faktor-faktor
risiko penyakit, salah satunya penyakit
diabetes melitus sehingga perlu dilakukan
penelitian yang menilai petanda diabetes
melitus pada civitas akademika Universitas
Hasanuddin yang sepanjang pengetahuan
kami belum pernah dilakukan.
MANFAAT PENELITIAN
Dengan diketahuinya hubungan antara
HOMA-IR dengan insulin dan kadar gula
darah puasa, dapat menyediakan informasi
ilmiah yang dapat dipergunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang terkait
dengan penyakit DM (Diabetes Melitus)
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian
kuantitatif
ini
menggunakan desain observasional study.
Data primer dikumpulkan secara cross
sectional dimana pengukuran variabel

dependen dan variabel independen


dilakukan pada saat yang bersamaan.
Populasi penelitian adalah civitas
akademika Universitas Hasanuddin (dosen
dan karyawan). Sampel diambil dari
populasi secara simple random sampling
pada seluruh fakultas.
Pengumpulan data dilakukan pada
bulan Juli dan Agustus tahun 2013. Sampel
yang terpilih dan memenuhi kriteria
inklusi dimintai kesediaan untuk menjadi
sample penelitian dengan terlebih dahulu
diberikan penjelasan tentang tujuan
penelitian, tindakan yang akan dilakukan
kepada sampel yaitu pengambilan darah,
wawancara dan pemeriksaan fisis, serta
ketidaknyamanan yang akan dialami oleh
sampel yaitu sedikit rasa sakit pada saat
dimasukkan jarum untuk pengambilan
contoh darah, kemungkinan risiko yang
dialami, dan tersitanya waktu untuk
wawancara. Apabila sampel tidak bersedia,
maka diambil sampel pada urutan llist
berikutnya, dan apabila sampel bersedia
maka yang bersangkutan akan diantar ke
laboratorium Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo
Makassar,
untuk
pengambilan sampel darah. Darah diambil
oleh laboran sebanyak 5 cc, selanjutnya
dilakukan pengukuran sesuai standar yang
berlaku pada laboratorium Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil perhitungan besar
sampel, diketahui nilai sampel minimal
adalah 54. Pada penelitian ini berhasil
diperoleh sampel sebanyak 60 orang dosen
dan karyawan Universitas Hasanuddin.
1. Tes Distribusi
Tes distribusi dilakukan sebagai uji
normalitas dari semua variabel dengan

menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnoff


untuk mengetahui apakah distribusi data
normal atau tidak sehingga dapat
disimpulan pemakaian uji parametrik atau
non-parametrik. Dari tabel 1 diketahui
bahwa mean HOMA-IR yakni 0,916
(SD 1,204), mean gula darah puasa
yakni 101,953 (SD 18,0650), mean
insulin 3,55152 (SD 4,595). Dari hasil
uji
Kolmogorov-Smirnoff
tersebut
didapatkan bahwa data yang akan diolah
terdistribusi normal sehingga dapat
dilakukan uji parametrik dengan uji
korelasi bivariat (Pearson). Batas derajat
kemaknaan adalah apabil p < 0,05 dengan
95% interval kepercayaan.
2. Uji Korelasi HOMA-IR dengan
insulin
Berdasarkan tabel 2, didapatkan nilai
Pearsons r bernilai 0,985 atau lebih
mendekati nilai 1, yang berarti terdapat
hubungan yang kuat antara variabel
HOMA-IR dengan insulin. Pearsonr
bernilai positif artinya jika nilai variabel
HOMA-IR meningkat, maka nilai variabel
insulin juga meningkat. Sig (2-tailed) atau
yang dikenal sebagai p value bernilai 0 (p
<0,05) yang berarti secara statistik ada
korelasi yang signifikan antara variabel
HOMA-IR dengan insulin.
Pada gambar 1, tampak grafik
scatter-dot yang menghubungkan HOMAIR dengan insulin menunjukkan arah naik
dan
membentuk
garis,
yang
memperlihatkan hubungan jelas antara

variabel HOMA-IR yang meningkat juga


menyebabkan
peningkatan
variabel
insulin.
3. Uji Korelasi HOMA-IR dengan gula
darah puasa
Berdasarkan tabel 3, didapatkan nilai
Pearsons r bernilai 0,237 atau lebih
mendekati nilai 0, yang berarti terdapat
hubungan yang lemah antara variabel
HOMA-IR dengan gula darah puasa.
Pearsonr bernilai positif artinya jika nilai
variabel HOMA-IR meningkat, maka nilai
variabel gula darah puasa juga meningkat.
Sig (2-tailed) atau yang dikenal sebagai p
value bernilai 0,068 (p >0,05) yang berarti
secara statistik tidak ada korelasi yang
signifikan antara variabel HOMA-IR
dengan gula darah puasa.
Pada gambar 2, tampak grafik
scatter-dot yang menghubungkan HOMAIR dengan gula darah puasa tidak
menunjukkan arah naik yang signifikan.
Grafik di atas juga memperlihatkan
hubungan antara variabel HOMA-IR yang
meningkat juga menyebabkan peningkatan
variabel gula darah puasa.

Tabel 1. Uji Kolmogorov-Smirnoff


3

HOMAIR
N
Mean
Std.
Normal
Deviatio
Parametersa,b
n
Absolute
Most Extreme
Positive
Differences
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal

60
.91667409
1.2045974
14
.298
.298
-.243
2.307
.000

GlukosaDarah Insulin
Puasa
60
60
101.953
3.55152
18.0650

4.595867

.190
.301
.190
.301
-.105
-.240
1.472
2.329
.026
.000
b. Calculated from data

Tabel 2. Uji Korelasi HOMA-IR dengan Insulin


HOMAIR
1

Pearson Correlation
HOMAIR
Sig. (2-tailed)
N
60
Pearson Correlation
.985**
Insulin
Sig. (2-tailed)
.000
N
60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Insulin
.985**
.000
60
1
60

Gambar 1. Grafik scatter-dot HOMA-IR dengan insulin


Tabel 3. Uji Korelasi HOMA-IR dengan Gula Darah Puasa

HOMAIR

GlukosaDarahPuasa

.237

Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation

60
.237

.068
60
1

Sig. (2-tailed)
N

.068
60

60

Pearson Correlation
HOMAIR

GlukosaDarahPuasa

Gambar 2. Grafik scatter-dot HOMA-IR dengan gula darah puasa


PEMBAHASAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik
pada
diabetes
berhubungan
dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa anggota tubuh, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
darah. (1)
Telah diperkirakan bahwa terdapat
366 juta orang yang menderita DM pada

tahun 2011; pada tahun 2030 jumlah ini akan


meningkat
hingga
552
juta.
DM
menyebabkan 4,6 juta kematian pada tahun
2011. (5, 6)
Secara garis besar terdapat 2 jenis
diabetes, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Diabetes
tipe 1 disebut juga insulin dependent
diabetes mellitus (IDDM), atau juvenile
onset diabetes mellitus. Pada diabetes tipe 1,
pankreas mengalami serangan autoimun dari
tubuh sendiri, sehingga menyebabkan
kegagalan produksi insulin. Pasien dengan
diabetes tipe 1 memerlukan insulin agar
dapat bertahan hidup. Diabetes tipe 2 dikenal

sebagai non-insulin dependent diabetes


mellitus (NIDDM) atau adult onset diabetes
mellitus (AODM). Pada diabetes tipe 2,
tubuh pasien masih dapat menghasilkan
insulin, namun dalam jumlah yang tidak
adekuat dibandingkan dengan kebutuhan
tubuh. Diabetes tipe 2 sering memerlukan
insulin namun tidak bergantung pada insulin
seumur hidup. (1, 7, 8)
Secara teoritis, pengobatan Diabetes
Melitus tipe 1 adalah dengan memberikan
insulin secukupnya sehingga metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein pada pasien
dapat senormal mungkin. Pada orang dengan
Diabetes Melitus tipe 2, diet dan olahraga
biasanya
direkomendasikan
untuk
menurunkan berat badan dan mengurangi
resistensi insulin. Jika upaya tersebut tidak
berhasil, obat-obatan dapat diberikan untuk
meningkatkan sensitivitas insulin atau untuk
merangsang produksi insulin dari pankreas.
(9)
Insulin merupakan protein kecil;
insulin manusia mempunyai berat molekul
sebesar 5808. Insulin terdiri atas dua rantai
asam amino, yang dihubungkan satu sama
lain oleh ikatan sulfida. Bila kedua rantai
asam amino dipisahkan, aktivitas fungsional
molekul insulin akan hilang. Dalam keadaan
normal, bila ada rangsangan sel beta, insulin
disintesis ke dalam darah sesuai kebutuhan
tubuh untuk keperluan regulasi glukosa
darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa
darah yang baik diatur bersama dengan
hormon glukagon yang disekresikan oleh sel
alfa kelenjar pankreas. (3, 9, 10, 11)
Resistensi insulin adalah suatu
kondisi di mana terjadi penurunan
sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin
sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin
sebagai bentuk kompensasi sel beta
pankreas. Resistensi insulin mulai menonjol
perannya semenjak perubahan atau konversi
fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa

pada saat tersebut faktor resistensi insulin


mulai
dominan
sebagai
penyebab
hiperglikemia maupun berbagai kerusakan
jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa
pada tahap awal DMT2, meskipun dengan
kadar insulin serum yang cukup tinggi,
namun hiperglikemia masih dapat terjadi.
Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama
mikrovaskuler, meningkat secara tajam pada
tahap diabetes, sedangkan gangguan
makrovaskular telah muncul semenjak
prediabetes. Semakin tingginya tingkat
resistensi insulin dapat terlihat pula dari
peningkatan
kadar
glukosa
darah
puasamaupun postprandial. Sejalan dengan
itu, pada hepar semakin tinggi tingkat
resistensi
insulin,
semakin
rendah
kemampuan inhibisinya terhadap proses
glikogenolisis
dan
glukoneogenesis,
menyebabkan semakin tinggi pula tingkat
produksi glukosa dari hepar. (3, 12)
Mekanisme
yang
mendasari
terjadinya resistensi insulin melibatkan
jaringan metabolisme glukosa dan lemak
yang kompleks, dengan sistem inflamasi
yang memiliki peran penting. Kerja insulin
yang penting adalah anti-lipolisis pada
jaringan adiposa dan stimulasi dari
lipoprotein lipase. Massa jaringan adiposa
yang semakin banyak dihubungkan dengan
obesitas menyebabkan free fatty acid (FFA)
berada di dalam sirkulasi melalui kerja dari
siklik-AMP tergantung enzim hormon lipase
sensitif. FFA juga dilepaskan melalui
lipolisis dari lipoprotein yang kaya akan
trigliserida di jaringan dengan menggunakan
lipoprotein lipase. Pada jaringan yang
sensitif terhadap insulin, asam lemak yang
berlebihan akan menyebabkan resistensi
insulin dengan cara penambahan substrat
yang sudah ada sebelumnya dan dengan
modifikasi sinyal yang diberikan. Ketika
resistensi insulin sudah terjadi, peningkatan
lipolisis terhadap trigliserida yang tersimpan
6

di dalam jaringan adiposa menghasilkan


asam lemak yang lebih banyak. Peningkatan
konsentrasi FFA menghambat kerja antilipolitik dari insulin. Peran dari imunitas
yang terganggu dan adanya infeksi juga telah
diajukan dalam perkembangan dari resistensi
insulin
dan
dapat
memprediksikan
perkembangan Diabetes Melitus tipe 2. (12)
Beberapa
penyebab
terjadinya
resistensi insulin antara lain: (12)
- Obesitas / overweight (terutama
adipositas visera yang berlebihan)
- Kelebihan glukokortikoid (Sindroma
Cushing atau terapi dengan steroid)
- Kelebihan
hormon
pertumbuhan
(akromegali)
- Kehamilan, Diabetes Melitus gestasional
- Penyakit ovarium polikistik (PCOS)
- Lipodistrofi (didapat atau genetik; akibat
akumulasi lipid di hati)
- Auto antibodi terhadap reseptor insulin
- Mutasi reseptor insulin
- Mutasi
peroxisome
proliferators
activator receptor (PPAR)
- Mutasi yang menyebabkan obesitas
genetik (misalnya mutasi reseptor
melanokortin)
- Hemokromatosis
(suatu
penyakit
herediter yang menyebabkan akumulasi
zat besi di jaringan)
Menentukan resistensi / sensitifitas
insulin secara kuantitaif pada manusia
merupakan suatu kepentingan untuk ilmu
investigasi dasar dan penggunaan lebih lanjut
pada praktik klinik. Di antara alat yang
digunakan
untuk
mengkarakteristikkan
resistensi insulin dan mengukur kerja insulin
secara keseluruhan, teknik euglycemic
hyperinsulinemic clamp adalah metode
langsung dalam estimasi kadar resistensi
insulin. Karena teknik ini membutuhkan
infus insulin dan pengambilan sampel darah
berulang, maka dibutuhkan tolak ukur
sederhana dan dapat dijangkau untuk
mengevaluasi sensitifitas insulin. Resistensi

insulin dapat diukur dengan berbagai cara.


Kebanyakan metode yang diajukan sulit
digunakan dalam praktik klinik. Karena
hiperinsulinemia kompensatorik sangat
berhubungan dengan resistensi insulin, maka
telah diamati bahwa ada cara yang lebih
bagus untuk menidentifikasi pasien dengan
resistensi insulin dibandingkan dengan
pengukuran toleransi glukosa. Di sisi yang
lain, metode analitik untuk pengukuran
insulin belum ter-standarisasi, sehingga
menjadikannya
lebih
sulit
untuk
membandingkan hasil konsentrasi insulin
plasma dari satu laboratorium dengan
laboratorium lainnya. (12)
Lebih dari 15 tahun yang lalu, model
matematika dari dinamika fisiologis normal
dari insulin dan glukosa menghasil
homeostasis model assessment (HOMA),
yang menyediakan rumus/formula untuk
memperkirakan resistensi insulin (HOMAIR) dan fungsi sel beta dari pengukuran
glukosa darah puasa (GDP) dan kadar insulin
puasa
secara
berturut-turut.
Sebagai
tambahan, quantitative insulin sensitivity
check index (QUICKI) yang dijabarkan dari
perubahan secara logaritma dari glukosa
darah puasa (GDP) dan kadar insulin telah
dibuktikan sebagai penanda resistensi insulin
terbaik dibandingkan dengan clamp-IR
(insulin resistance). Efisiensi dan implikasi
dari pengukuran pengganti untuk resistensi
insulin bergantung pada sejauh mana
hubungannya dengan perkiraan langsung
dari variabel ini. (12)
Hyperinsulinemic
euglycemic
glucose
clamp.
Teknik
ini
telah
dideskripsikan sebagai gold standard untuk
mengukur
resistensi
insulin
secara
kuantitatif. Ini merupakan metode yang
direkomendasikan untuk mengukur resistensi
insulin secara kuantitatif pada manusia karna
metode ini mengukur secara langsung efek
insulin yang meningkatkan penggunaan
7

glukosa pada keadaan yang menetap in vivo.


Estimasi langsung dari resistensi insulin
dengan teknik euglycemic clamp dan tes
supresi insulin sangat menuntut, rumit, dan
tidak praktis digunakan pada penelitian
epidemiologik skala besar. Metode ini sangat
menyusahkan, memerlukan kehati-hatian,
dan mahal, menyebabkan metode ini jarang
digunakan pada penelitian klinik skala besar
dan sehingga irelevan untuk praktik klinik.
Sebagai gantinya, setelah bertahun-tahun,
beberapa index pengganti untuk mengukur
sensitifitas atau resistensi insulin telah
dikembangkan.
Glucose
clamp
sulit
digunakan pada penelitian skala besar karena
prosedur yang rumit, yang membutuhkan
infus insulin secara intravena, pengambilan
sampe darah setiap 3 jam, dan pengaturan
infus glukosa yang terus menerus. (12)
Oral glucose tolerance test (Tes
Toleransi Glukosa Oral = TTGO). TTGO
adalah tes yang mudah dan sering dilakukan
pada praktik medis untuk mendeteksi
intoleransi glukosa dan Diabetes Melitus tipe
2. Tes ini melibatkan pemberian glukosa
untuk mengetahui seberapa cepat glukosa
tersebut dibersihkan dari aliran darah. Hal ini
mengacu kepada efisiensi tubuh untuk
memanfaatkan glukosa setelah pembebanan
glukosa. Karena toleransi glukosa dan
sensitifitas
insulin
berbeda
secara
konseptual, TTGO menyediakan informasi
yang berguna mengenai toleransi glukosa
namun bukan mengenai resistensi insulin.
Namun, TTGO juga digunakan untuk
memperkirakan penanda pengganti dari
resistensi
insulin.
Toleransi
glukosa
terganggu
menyebabkan
beberapa
penyimpangan saat TTGO. (1, 12, 13)
Fasting insulin (Insulin puasa).
Pengukuran kadar insulin puasa telah lama
dianggap sebagai pendekatan yang paling
sederhana terhadap pengukuran resistensi
insulin. Hal ini berkorelasi baik dengan

resistensi insulin. Sejumlah korelasi telah


ditemukan antara kadar insulin puasa dan
kerja insulin seperti yang telah diukur
melalui teknik clamp. Penggunaan insulin
puasa untuk mengukur resistensi insulin
terbatas karena tingginya kemungkinan hasil
positif-palsu dan kurangnya standarisasi.
Untuk mengatasi masalah ini, standarisasi
dari insulin assay telah diajukan oleh ADA
Task
Force,
untuk
disertifikasi
di
laboratorium sentral. Tingginya kadar insulin
plasma pada individu dengan toleransi
glukosa yang normal menandakan resistensi
insulin dan tingginya kadar insulin
merupakan pertanda munculnya diabetes.
(12)
Glucose/insulin
ratio
(Rasio
glukosa/insulin). Rasio glukosa insulin (G/I)
telah digunakan dalam beberapa studi
sebagai penanda resistensi insulin. Secara
fungsional, hasilnya akan sama dengan 1/
(insulin puasa) pada non-diabetik selama
glukosa darah puasa berada dalam batas
normal, namun tidak mencerminkan fisiologi
yang mendasari sensitifitas insulin. (12)
Insulinogenic index. Insulinogenic
index (IG) adalah pertanda yang paling
sering digunakan untuk fungsi sel beta. Ini
adalah pertanda sekresi insulin yang
dijabarkan dari TTGO. Insulinogenic index
membantu memperkirakan kadar sekresi
insulin dengan cara yang lebih fisiologis dari
pemberian glukosa. (12)
Quantitative Insulin Sensitivity
Check Index (QUICKI). QUICKI adalah
transformasi matematis dari glukosa darah
puasa dan konsentrasi plasma insulin yang
dijabarkan secara empiris yang menyediakan
indeks sensitifitas insulin yang lebih
konsisten dan pasti dengan kemampuan
prediktif positif yang lebih baik. Ini
merupakan variasi dari rumus HOMA,
dengan mengubah data dengan cara
mengambil logaritma keduanya dan hasil
8

timbal balik dari glukosa-insulin, sehingga


lebih condong sedikit ke arah distribusi
kadar insulin puasa. QUICKI memiliki
korelasi linear yang lebih baik dengan
determinasi sensitiftas insulin pada glucose
clamp dibandingkan
minimal-model,
terutama pada subjek obesitas dan diabetik.
QUICKI identikal secara virtual dengan
rumus sederhana dari HOMA diberbagai
aspek, kecuali log pada produk insulin
glukosa yang digunakan untuk menghitung
QUICKI. (12)
Minimal model analysis of the
frequently sampled intravenous glucose
tolerance test. Minimal model adalah metode
untuk memperoleh pengukuran tidak
langsung (indirek) dari sensitifitas/resistensi
insulin metabolik yang dikembangkan oleh
Bergman et al pada tahun 1979. Nilai
glukosa dan insulin yang diperoleh dari
FSIVGTT digunakan pada metode ini. Data
yang dikumpulkan dengan menggunakan
metode ini, yang melibatkan pengambilan
sampel darah berulang kali, diarahkan
kepada
analisis
model
minimal,
menggunakan program komputer MINMOD
untuk menghasilkan indeks sensitifitas
insulin. (12)
Glucose Insulin (GI) product.
Aplikasi dari produk glukosa plasma dan
konsentrasi insulin pada saat TTGO juga
telah disetujui oleh beberapa peneliti sebagai
indeks dari sensitifitas insulin menyeluruh.
Resistensi insulin dapat dipertimbangkan
dengan
peningkatan
insulin
plasma
meskipun konsentrasi glukosa normal atau
meningkat. Produk dari glukosa plasma dan
konsentrasi insulin menyediakan indeks
sensitifitas insulin yang lebih baik. Terlebih
lagi, semakin tinggi kadar glukosa plasma,
diikuti dengan semakin tingginya respon
insulin plasma, semakin parah keadaan dari
resistensi insulin. Semakin rendah produk

GI, semakin responsif jaringan tubuh


terhadap insulin. (12)
Fasting insulin resistance index
(FIRI). FIRI diformulasikan oleh Duncan et
al dalam pencariannya terhadap marker yang
lebih berbeda, karena penggunaan atau rasio
dari glukosa dan insulin mungkin kurang
dapat dipercaya untuk estimasi resistensi
insulin. Peningkatan sekresi insulin untuk
mengembalikan tingkat glukosa plasma
kembali
normal
mengarah
kepada
peningkatan kadar insulin yang menetap dan
dicurigai glukosa juga demikian. (12)
Homeostasis Model Assessment
(HOMA). HOMA pertama kali ditemukan
pada tahun 1985 oleh Matthews et al. Ini
merupakan metode yang digunakan untuk
mengukur resistensi insulin dan fungsi sel
beta secara kuantitatif berdasarkan glukosa
basal (puasa) dan konsentrasi insulin (atau
C-peptida). HOMA adalah bentuk hubungan
antara glukosa dan dinamika insulin yang
memprediksi glukosa puasa dan konsentrasi
insulin jangka panjang dari kombinasi yang
memungkinkan antara resistensi insulin dan
fungsi sel beta. Kadar insulin dipengaruhi
oleh efek sel beta pankreas terhadap
konsentrasi glukosa sementara konsentrasi
glukosa diatur oleh produksi glukosa yang
dimediasi oleh insulin melalui hepar.
Sehingga, fungsi sel beta yang menurun akan
memberikan respon yang kurang kepada sel
beta untuk sekresi insulin yang distimulasi
oleh glukosa. Resistensi insulin dicerminkan
oleh efek penekanan yang kurang dari
insulin terhadap produksi glukosa hepatik.
HOMA telah dibuktikan sebagai alat
pengukuran resistensi insulin pada tahap
klinis maupun epidemiologis. HOMA
menjelaskan homeostasis insulin-glukosa
dengan cara matematis yang simpel,
terjabarkan, dan non linear. Rumus untuk
resistensi insulin telah disederhanakan dan
menggunakan sampel darah puasa. Ini
9

dijabarkan dari penggunaan produk insulinglukosa, dibagi oleh konstanta. Hasil dari
glukosa darah puasa insulin plasma puasa
adalah indeks dari resistensi insulin hepatik.
(4, 12, 14, 15)
HOMA-IR = (glukosa insulin) / 22,5
(insulin dalam U/L dan glukosa diukur
dalam mmol/L)
Konstanta 22,5 adalah faktor yang
dinormalkan (contohnya: produk normal dari
insulin plasma puasa adalah 5 U/mL dan
glukosa darah puasa normal adalah 4,5
mmol/L, tipikal dari individu yang normal
dan sehat = 22,5) dimana fungsi sel beta juga
diklakulasi oleh rumus lain dengan
menggunakan insulin puasa dan kadar
glukosa. (12)
HOMA-IR telah diobservasi memiliki
korelasi yang linear dengan glucose clamp
dan minimal model dalam memperkirakan
sensitifitas/resistensi insulin dalam berbagai
studi di populasi yang berbeda-beda.
Dijabarkan dari perhitungan matematis
antara interaksi fungsi sel beta dan resistensi
insulin, HOMA digunakan untuk mengukur
insulin pada keadaan menetap dan
konsentrasi glukosa. C-peptida, pengukur
sekresi insulin (bukan kerja insulin), dapat
digunakan di HOMA untuk fungsi sel beta
dan resistensi insulin. (4, 12, 13, 14)
Berdasarkan tabel 2 dan gambar 1,
dapat diperhatikan dari nilai p=0.000 yang
menyatakan secara statistik bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara variabel
HOMA-IR dengan variabel insulin, yang
juga tampak jelas dari diagram scatter-dot
yang menunjukkan arah naik yang signifikan
dan membentuk garis yang berarti bahwa
setiap kenaikan variabel HOMA-IR turut
mempengaruhi kenaikan variabel insulin.
Hal ini sesuai dengan teori dari definisi
resistensi insulin itu sendiri yaitu suatu
kondisi di mana terjadi penurunan sensitifitas
jaringan terhadap kerja insulin sehingga

terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai


bentuk kompensasi sel beta pankreas. Teori
lain juga menyatakan bahwa tingginya kadar
insulin plasma pada individu dengan
toleransi glukosa normal menandakan
resistensi insulin yang tinggi pula dan
hiperinsulinemia kompensatorik sangat
berhubungan dengan resistensi insulin. (12,
16, 17)
Berdasarkan tabel 3 dan gambar 2 di
atas, dapat diperhatikan dari nilai p=0.068,
lebih besar dari 0.05 yang menyatakan secara
statistik tidak ada korelasi yang signifikan
antara variabel HOMA-IR dengan variabel
GDP, yang juga tampak jelas dari diagram
scatter-dot
yang
tidak
menunjukkan
hubungan yang signifikan. Hal ini tidak
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
semakin tinggi kadar glukosa plasma, diikuti
dengan semakin tingginya respon insulin
plasma, semakin parah keadaan dari
resistensi insulin. Hasil ini juga bertentangan
dengan teori bahwa pada hepar apabila
semakin tinggi tingkat resistensi insulin,
semakin rendah kemampuan inhibisinya
terhadap
proses
glikogenolisis
dan
glukoneogenesis, menyebabkan semakin
tinggi pula tingkat produksi glukosa dari
hepar. (3, 12) Hasil yang didapatkan dari
penelitian ini tidak menunjukkan adanya
korelasi yang signifikan antara HOMA-IR
dengan kadar gula darah puasa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai korelasi antara
HOMA-IR dengan insulin dan gula darah
puasa pada civitas akademik Universitas
Hasanuddin Makassar, maka disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Didapatkan korelasi yang signifikan
antara HOMA-IR dan kadar insulin
melalui hasil analisa data dengan
menggunakan uji korelasi bivariate
10

Pearson, didapatkan p value <0,000


(p<0.05), dapat diartikan bahwa H0
ditolak atau dapat dikatakan bahwa
terdapat korelasi signifikan antara
HOMA-IR dengan kadar insulin.
2. Didapatkan korelasi yang lemah dan
tidak signifikan antara HOMA-IR dan
kadar gula darah puasa melalui hasil
analisa data dengan menggunakan uji
korelasi bivariate Pearson, didapatkan p
value <0,068 (p>0.05), dapat diartikan
bahwa H0 diterima atau dapat dikatakan
bahwa tidak terdapat korelasi signifikan
antara HOMA-IR dengan kadar gula
darah puasa.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Staf pengajar Bagian IKM-IKK FKUH yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama pelaksanaan penelitian ini.

KEPUSTAKAAN
1

Purnamasari D. Diagnosis dan


Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam :
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
p. 1880-3
American Diabetes Association.
2013, Diagnosis and Classification
of Diabetes Mellitus, [on line],
Diabetes
Care.
Dari:
http://care.diabetesjournal.org
[7
Januari 2014]
Manaf A. Insulin : Mekanisme
Sekresi dan Aspek Metabolisme.
Dalam : Sudoyo, AW, Setiyohadi, B,
Alwi, I, Simadibrata, M, Setiati, S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III Edisi V. Jakarta: Interna


Publishing; 2009. p. 1896-9
4 Wallace TM, Levy JC, Matthews DR.
2004, Use and Abuse of HOMA
Modeling, [on line], Diabetes Care.
Dari : http://care.diabetesjournal.org
[22 Desember 2013]
5 Olokoba AB, Obateru OA, Olokoba
LB. 2012, Type 2 Diabetes Mellitus:
A Review of Current Trends, [on
line], Oman Medical Journal. Dari:
www.omjournal.org [8 Januari 2014]
6 Eko JM, Zimmet P, Williams R.
2001, The Epidemiology of Diabetes
Mellitus:
An
International
Perspective, [on line], International
Journal of Epidemiology. Dari:
http://ije.oxfordjournals.org
[9
Januari 2014]
7 WHO. 1999, Definition, Diagnosis,
and Classification of Diabetes
Mellitus and its Complications, [on
line], World Health Organization.
Dari: http://whqlibdoc.who.int [8
Januari 2014]
8 Stpler MC. 2012, Diabetes Mellitus,
[on line], MedicineNet. Dari:
www.medicinenet.com [8 Januari
2014]
9 Guyton AC, Hall JE. Insulin,
Glukagon, dan Diabetes Melitus.
Dalam: Guyton AC, Hall JE. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC Medical Publisher;
2008. p 1010-27
10 Sonksen P, Sonksen J. 2000, Insulin:
understanding its action in health
and disease, [on line], British Journal
of
Anaesthesia.
Dari:
http://bja.oxfordjournal.org [9 Januari
2014]
11 Komatsu M, Takei M, Ishii H, Sato Y.
2013, Glucose-stimulated insulin
secretion: A newer respective, [on
line],
Journal
of
Diabetes
11

Investigation.
Dari:
http://onlinelibrary.wiley.com
[9
Januari 2014]
12 Singh B, Saxena A. 2010, Surrogate
markers of insulin resistance: A
review, [on line], World J Diabetes.
Dari: http://www.wjgnet.com [9
Januari 2010]
13 Dugdale
DC.
2012,
Glucose
Tolerance
Test,
[on
line],
MedicinePlus.
Dari:
www.nlm.nih.gov [9 Januari 2014]
14 Esteghamati
A,
Ashraf
H,
Khalilzadeh
O,
Zandieh
A,
Nakhjavani M, Rashidi A, Haghazali
M, Asgari F. 2010, Optimal cut-off of
homeostasis model assessment of
insulin resistance (HOMA-IR) for the
diagnosis of metabolic syndrome:
third national surveillance of risk
factors
of
non-communicable
diseases in Iran (SuRFNCD-2007),
[on line], Nutrition & Metabolism.
Dari: www.ncbi.nlm.nih.gov [21
Desember 2013]

15 Gayoso-Diz F, Otero-Gonzalez A,
Rodriguez-Alvarez MX, Gude F,
Garcia F, Francisco AD, Quintela
AG. 2013, Insulin resistance
(HOMA-IR) cut off values and the
metabolic sydrome in a general adult
population : effect of gender and
age : EPIRCE cross-sectional study,
[on line], BMC Endocrine Disorders.
Dari: www.biomedcentral.com [21
Desember 2013]
16 Roth DL, Zick Y. 2001, Recent
Advances in Our Understanding of
Insulin Action and Insulin Resistance,
[on line], Diabetes Care. Dari:
http://care.diabetesjournals.org
[9
Januari 2014]
17 Soegondo S, Purnamasari D.
Sindrom Metabolik. Dalam : Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
p. 1865-72

12

Anda mungkin juga menyukai